Anda di halaman 1dari 41

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN

SOSIALISASI REMAJA DI SMA PGRI 1 BEKASI TAHUN 2017

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Ujian Akhir Semester

Mata Kuliah Metodologi Penelitian

DWI DAMAYANTI

1310711032

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2017

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT,


yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini. Dalam penyusunan Skripsi ini penulis mengambil
judul “HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN
SOSIALISASI REMAJA DI SMA PGRI 1 BEKASI”. Adapun tujuan Skripsi
ini disusun untuk memenuhi persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Sarjana
Keperawatan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. Selain itu
juga sebagai acuan saya untuk kedepannya dalam menghadapi dunia kerja yang
nyata.
Penulis menyadari bahwa dalam pengerjaan Skripsi ini, banyak pihak yang
telah membantu baik secara langsung & tidak langsung. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada Ibu Ns.Santi Herlina, M.Kep, Sp.Kep.MB
selaku ketua jurusan keperawatan, Ibu Ns.Evin Novianti, M.Kep, Sp.Kep.J selaku
dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu memberikan saran dan kritik
untuk membimbing sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan, Kedua orang tuaku,
Ayahanda Dakiman, dan Ibunda Sunarti, serta kakaku Eko Sesar Julianto dan Rini
Anggraini dan keponakan Aimar Sesar Al Fatih yang telah memberikan semangat,
mendoakan, dan segala kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini, Seluruh rekan S1 Keperawatan terutama Vika, Rika, Nurul, Khilda,
Intan, Syarah, Adit, Dhaniel, Kartika, Tiwi yang telah banyak membantu,
menghibur, serta memberikan semangat selama perkuliahan sampai Skripsi
berlangsung, Nana, Erlan, Aji, Cintya, Aida, Ratna, Mano, Aji serta sahabat-
sahabat SD, SMP dan SMA yang telah memberikan semangat dan dukungan
selama penulis mengerjakan Skripsi ini.
Jakarta, Juni 2017
Penulis
Dwi Damayanti

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii
DAFRTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR SKEMA .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 6
I.3 Tujuan ............................................................................................................ 7
I.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9


II.1 Konsep Remaja............................................................................................. 9
II.2 Orang Tua ..................................................................................................... 12
II.3 Pola Asuh ..................................................................................................... 13
II.4 Sosialisasi ..................................................................................................... 18
II.5 Kerangka Teori ............................................................................................. 23

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 24


III.1 Kerangka Konsep ........................................................................................ 24
III.2 Hipotesis...................................................................................................... 25
III.3 Definisi Operasional ................................................................................... 25
III.4 Desain Penelitian......................................................................................... 28
III.5 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 28
III.6 Populasi dan Sampel ................................................................................... 29
III.7 Uji Validitas dan Uji Reabilitas .................................................................. 31
III.8 Etika Penelitian ........................................................................................... 34
III.9 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 37
III.10 Instrumen Penelitian.................................................................................. 36
III.11 Pengolahan Data........................................................................................ 37
III.12 Analisis Data ............................................................................................. 38

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 56
LAMPIRAN

x
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Commented [H1]: Minimal terdapat 5 jurnal. Bahas :


1.Fenomena
Remaja merupakan tahapan sesorang dimana ia berada di antara fase anak 2.Kesenjangan antara fenomena dengan teori
3.Kesenjangan antara hasil jurnal
ke dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, perilaku, kognitif, biologis, dan
emosi untuk mendeskripsikan remaja dari waktu ke waktu memang berubah
sesuai perkembangan zaman. Ditinjau dari segi pubertas, 100 tahun terakhir usia
remaja putri mendapatkan haid pertama semakin berkurang dari 17,5 tahun
menjadi 12 tahun, demikian pula remaja pria. Kebanyakan orang menggolongkan
remaja dari usia 12-24 tahun dan beberapa literature yang menyebutkan 15-24
tahun. (Efendi-Makhfudli, 2009: 221).
Seorang anak bisa dikatakan remaja apabila mereka memiliki ciri – ciri
diantaranya remaja mampu menjadi generasi penerus yang akan membangun
bangsa kearah yang lebih baik yang mempunyai pemikiran jauh ke depan dan
kegiatannya yang dapat menguntungkan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan
sekitar. Lingkungan yang kondusif dan sehat bisa membawa perubahan yang baik
bagi pertumbuhan dan perkembangan remaja. Remaja sering kali mengalami
berbagai macam perubahan dalam perkembangan mereka karena aktivitas
cenderung lebih banyak dilakukan bersama dengan orang lain, misalnya teman
sebaya, guru, maupun orang dewasa lainnya, dalam proses ini terjadi
perkembangan sosisal pada remaja. Konsep perkembangan sosial mengacu pada
perilaku remaja yang berhubungan dengan lingkungan sosial untuk mandiri dan
dapat berinteraksi atau untuk menjadi manusia sosial. Interaksi adalah komunikasi
dengan manusia lain, suatu hubungan yang menimbulkan perasaan sosial yang
mengikatkan individu dengan sesama manusia, perasaan hidup bermasyarakat
seperti tolong menolong, saling memberi dan menerima, simpati dan empati, rasa
setia kawan dan sebagainya. Melalui proses interaksi sosial tersebut seorang
remaja akan memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, sikap, dan perilaku-perilaku
penting yang diperlukan dalam partisipasinya di masyarakat kelak (wahini, 2002)
(HN Rahmania, 2006)
Banyak perubahan yang terjadi terjadi di masa remaja, sehingga remaja
terkadang mengalami krisis kepercayaan diri sehingga beberapa remaja masih
mencari jati dirinya karena dia perlu sosok yang menjadi panutan. Banyak
lingkungan yang mempengaruhi pergaulan remaja. Teman sebaya juga
berpengaruh dalam pergaulan remaja, remaja yang tidak memiliki kontrol diri
yang kuat, mudah terpengaruh hal-hal negatif. Meski tidak selalu jadi gangguan
jiwa berat seperti skitzofrenia, faktor resiko ini bisa memicu gangguan jiwa
lainnya seperti gangguan emosi maupun tingkah laku. (Riskesdas 2007)
menunjukan bahwa 11,6 persen remaja usia 15 tahun atau sekitar 19 juta remaja
mengalami gangguan mental emosional berupa cemas dan depresi.
Usia remaja yang sedang mengalami perubahan dan perkembangan memang
sangat rentan mengalami depresi, sehingga dalam perubahan dan perkembangan
remaja ini harus disertai dengan pola asuh orang tua yang benar. Orang tua adalah
figure yang penting bagi perkembangan identitas remaja. Pola asuh yang
demokratis mendorong perkembangan identitas remaja, sedangkan yang otoriter
tidak. Cooper dan Kolegan yang menunjukkan bahwa individualitas dan
keterikatan dalam hubungan keluarga merupakan faktor penting yang berpengaruh
terhadap perkembangan identitas remaja. Hauser telah menunjukan bahwa
menerima perilaku remaja lebih mendorong terjadinya perkembangan identitas
dibandingkan mengekang perilaku (Santrock, 2004: 356).
Remaja yang mendapat kekangan secara terus menerus kemungkinan besar
remaja akan memberontak dan akan tumbuh menjadi anak yang susah untuk di
atur. Faktor – faktor yang menimbulkan krisis pada remaja yaitu ada 2 faktor
intern dan ekstern. Faktor intern salah satunya adalah dari kepribadiannya dimana
ia sedang mencari jati diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan di
sekitarnya. Adapun salah satu dari faktor ekstern yaitu keluarga. Dijaman modern
seperti ini orang tua selalu disibukan dengan pekerjaannya dan hanya memiliki
sedikit waktu untuk berbincang dan berdiskusi dengan anak-anaknya padahal
peran keluarga khususnya orang tua sangat penting bagi perkembangan remaja.
Keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka diantara
anggotanya. Keluarga dapat selalu mengikuti perkembangan anggota-anggotanya,
orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk mendidik anak-anaknya, Sehingga
menimbulkan hubungan emosional yang sangat memerlukan proses sosialisasi
(Elly & Usman 2011: 176) Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama,
keluarga mamainkan peran sangat besar dalam membentuk pola kepribadian anak.
Orang tua sebagai penanggung jawab atas kehidupan keluarga, sehingga harus
memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anaknya dengan
menanamkan ajaran agama dan bersosialisasi.
Peran orang tua adalah seperangkat tingkah laku dua orang ayah-ibu dalam
bekerja sama dan bertanggung jawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh
panutan anak semenjak terbentuknya pembuahan atau zigot secara konsisten
terhadap stimulus tertentu baik berupa bentuk tubuh maupun sikap moral dan
spiritual serta emosional anak yang mandiri (Pratiwi 2010: 15) Orang tua
memegang peran yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian bagi anak-
anaknya. Baik buruknya kepribadian anak-anak di masa yang akan datang banyak
ditentukan oleh pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Di dalam keluarga anak
pertama kali memperoleh pendidikan sebelum pendidikan-pendidikan yang lain.
Sehingga orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan pola asuh yang sesuai.
Pola asuh merupakan bagian terpenting dalam pembentukan jati diri seorang
anak dan pola asuh juga memiliki banyak tipe diantaranya yaitu Pola Asuh
Demokratis yaitu pola asuh dimana orang tua tidak membatasi anak dalam
mengembangkan kreatifitasnya namun tetap memantau agar anak tidak keluar dari
norma, Pola Asuh Otoriter yaitu pola asuh yang dimana orang tua menjadi
pemegang kontrol sehingga anak tidak di beri kebebasan, Pola Asuh Permisif
yaitu pola asuh dimana orang tua memiliki sikap yang cuek terhadap anaknya dan
Pola Asuh Situasional yaitu pola asuh dimana orang tua yang melakukan pola-
pola asuh yang berbeda di saat-saat tertentu dan bersifat fleksibel (Lestari. 2016:
76). Pola asuh dapat bekerja sangat baik ketika diterapkan pada anak secara
individu dan dalam situasi yang spesifik sehingga dapat terbina hubungan yang
baik antar remaja dan orang tua (Sipahutar, 2009). Hubungan yang baik antara
orang tua dan remaja akan membantu pembinaan diri remaja dalam upaya
menyelesaikan setiap tugas perkembangannya. Tugas perkembangan yang paling
penting pada saat remaja adalah perkembangan sosialisasi. Sosialisasi adalah
perolehan kemampuan berperilaku sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 2006).
Perkembangan sosialisasi remaja yang buruk dapat menimbulkan masalah yang
menyebabkan remaja mudah terpengaruh oleh hal-hal negative (Sipahutar, 2009).
Semakin bertambahnya usia remaja akan bermetamorposis menjadi insan
yang matang, mencari jati dirinya untuk dapat mengekspresikan hal yang ada pada
dirinya. Permasalahan remaja sering terjadi pada proses pencarian jati diri.
Identitas diri merupakan isu paling penting dalam dunia remaja. Proses dalam
pembentukan identitas diri remaja ini berlangsung dalam konteks keluarga dan
teman sebaya (Faturochman, 2012: 113). Hal ini terkait dengan bagaimana ia
menampilkan diri, dengan siapa ia harus bergaul, dan bagaimana ia ingin di terima
oleh lingkungannya. Dengan membentuk identitas diri yang positif, remaja
diharapkan menjadi pribadi yang positif pula, tidak terjerumus pada perilaku
menyimpang, seperti tawuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba dan zat
adiktif, dan tindak kriminal lain. Ditinjau dari sudut perkembangan manusia,
kebutuhan untuk berinteraksi sosial yang paling menonjol terjadi pada masa
remaja. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain,
menghendaki adanya popularitas dan kasih sayang dari orang tua dan teman
sebaya. Semua hal akan diperoleh apabila remaja berinteraksi sosial karena remaja
secara psikologis dan sosial berada dalam situasi yang peka dan kritis. Perka
terhadap perubahan, mudah terpengaruh pleh berbagai perkembangan di
sekitarnya (Hurlock, 2006). Menurut Siswandi (2006) kemampuan dalam
berkomunikasi perlu terus ditingkatkan guna meningkatkan kemampuan
intelektual kematangan emosional, dan kematangan sosial. Keberadaan remaja
sebagai makhluk sosial hanya dapat dikembangkan dalam kebersamaan dengan
sesamanya. Dalam kebersamaan inilah seseorang mengenal dan membentuk
dirinya. Buah pikirannya diuji dalam pikiran orang lain melalui keterampilannya
dalam berkomunikasi, dengan meningkatnya keterampilan berkomunikasi remaja
diharapkan memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
khususnya persoalan – persoalan yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya.
Jurnal di atas menunjukkan masa remaja adalah masa dimana remaja mulai
belajar untuk bersosialisasi, sehingga pola pengasuhan orang tua memiliki andil
yang cukup serius dalam menentukan kepribadian seorang anak salah satunya
tingkap percaya diri dan cara bersosialisasi dengan rekannya. Pola pengasuhan
dalam keluarga harusnya dapat mengarahkan kearah hal yang lebih baik dan
kreatif. Hal ini didukung oleh penelitian idrus dan Anas (2008) pada remaja usia
15-18 tahun yang bersekolah di Madrasah Aliyah Negri (MAN) Kotamadya
Yogyakarta yang membuktikan bahwa pola asuh orang tua memiliki peran yang
penting dalam pembentukan dan perkembangan diri seorang anak. Bentuk –
bentuk pola asuh seperti memberi reward dan punishment, mengajarkan
kesopanan, kepatuhan dan memeberi perintah tanpa emosional merupakan
beberapa aspek yang memiliki konstribusi pada terbentuknya kepercayaan diri
pada remaja dan bentuk – bentuk sikap otang tua yang menunjukan kasih sayang,
perhatian, cinta serta rasa percaya diri pada anak (Respati, Yulianto, Widiana,
2006)
Penelitian di kota besar di Indonesia, dimana (51,7%) pola asuh orang tua
baik dan selebihnya (41,7%) pola asuh orang tua tidak baik. Hal ini disebabkan
oleh peran orang tua yang selalu memanjakan anak menyebabkan anak kurang
matang secara sosial, kurang mandiri dan kurang percaya diri. Prevalensi
penduduk di Indonesia penduduk yang menerapkan pola asuh demokratis
(53,85%), pola asuh otoriter (23,66%), dan pola asuh permisif (22,49%)
(Fakhruddin, 2011: 29)
Jurnal penelitian Maryati (2012) menggunakan metode deskriptif
pendekatan kualitatif didapatkan kendala yang dihadapi oleh anak terhadap
perilaku sosial remaja yang terangkum dalam enam item pertanyaan. Dari
jawaban informasi/ responden menjawab sebanyak 10 orang, 4 responden (40%)
yang memahami pertanyaan dan menyadari bahwa kendala tersebut karena
internal atau karena diri sendiri. Akan tetapi masih banyak yang kurang tahu atau
menjawab salah pada pertanyaan tersebut sebanyak 2 responden (20%).
Ketidaktahuan responden akan hal tersebut, disebutkan karena kurangnya begitu
memahami cara belajar dan cara bergaul dengan baik, sehingga membuat mereka
tidak larut dalam ketidaktahuan. Selebihnya yaitu 4 responden (40%) menyatakan
bahwa kesalahan terletak kepada orang tua dan lingkungan sosial yang ada.
I.2 Rumusan Masalah Commented [H2]: Hasil dari survey lapangan

Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan pola asuh orang tua
dengan kemampuan sosialisasi remaja di SMA PGRI 1 Bekasi. Peneliti memilih
di SMA karena siswa SMA merupakan remaja yang sesuai dengan tujuan
penelitian, dan SMA PGRI 1 Bekasi adalah sekolah yang siswanya berasal dari
lingkup dan lingkungan yang berada sehingga memungkinkan orang tua siswa
menerapkan pola asuh yang berbeda. Hal ini juga akan memungkinkan setiap
remaja meiliki kemampuan sosialisasi yang berbeda pula. Hasil studi pendahuluan
tentang pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi remaja di SMA PGRI
1 Bekasi, Bekasi Timur tahun 2017 di dapatkan jumlah seluruh siswa/I yang ada
di SMA PGRI 1 Bekasi sebanyak 661 siswa/i, dan hasil wawancara di lakukan
kepada 15 orang siswa/I terdapat 8 orang siswa/I yang mengatakan orang tuanya
menggunakan pola asuh demokratis, 3 orang siswa/I yang mengatakan orang
tuanya menggunakan pola asuh otoriter, 2 orang siswa/I mengatakan orang tuanya
menggunakan pola asuh permisif dan 2 orang siswa/I mengatakan orang tuanya
menggunakan pola asuh situasional. Dari uraian hasil studi pendahuluan tersebut
membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan pola asuh orang
tua dengan kemampuan sosialisasi remaja di SMA PGRI 1 Bekasi, Bekasi
Timur.Tahun 2017.

I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi pada Commented [H3]: Perhatikan cara pembuatan tujuan umum

anak remaja di SMA PGRI 1 Bekasi, kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi
Timur.

I.3.2 Tujuan Khusus


a. Menganalisis hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan Commented [H4]: Perhatikan kata kerja tujuan khusus

sosialisasi pada siswa/I di SMA PGRI 1 Bekasi, Kelurahan Duren Jaya,


Kecamatan Bekasi Timur.
b. Menganalisis hubungan antara usia responden dengan kemampuan
sosialisasi remaja pada siswa/i di SMA PGRI 1 Bekasi, Kelurahan Duren
Jaya, Kecamatan Bekasi Timur
c. Menganalisis hubungan antara jenis kelamin responden dengan
kemampuan sosialisasi remaja pada siswa/I di SMA PGRI 1 Bekasi,
Kelurahan Duren Jaya, Kecamatan Bekasi Timur.

I.4 Manfaat Penelitian


I.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya dalam hal pengaruh pola asuh dengan kemampuan sosialisasi pada
anak remaja.
I.4.2 Manfaat Praktis Commented [H5]: Manfaat sesuaikan dengan responden.
Manfaat bagi keperawatan harus ada
a. Bagi Orang Tua
Orang tua dapat menerapkan kepada anak remaja mereka pola asuh yang
sesuai.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk
membantu peserta didik dalam bersosialisasi yang baik
c. Bagi Pendidik
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pelaksanaan pendidikan anak dan kemampuan anak
yang disesuaikan dengan latar belakang dari individu masing-masing.
d. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan pengalaman serta memperkaya wawasan
dalam melaksanakan penelitian khususnya mengenai Hubungan pola
asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi remaja.
e. Bagi institusi keperawatan
Sebagai acuan dan landasan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi remaja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Commented [H6]: Sesuaikan dengan variable. Hindari plagiat,
parafrasekan kalimat dari ahli / buku sumber, tidak sekedar copi
paste

II.1 Konsep Remaja


II.1.1 Definisi Remaja
Menurut WHO, yang disebut remaja adalah mereka yang berada pada tahap
transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO
adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI tahun 2010, batas usia
remaja adalah antara 10sampai 19 tahun dan belum menikahNotoatdmojo (2007)
menjelaskan bahwa masa remaja merupakan salah satu periode dari
perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, yang meliputi perubahan biologic, perubahan
psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dari budaya, masa
remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-
22 tahun. Remaja adalah suatu masa dimana individu berkembang dari saat
pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia
mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologis dan
pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, terjadi perlaihan dari
ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih
mandiri (Sarwono, 2010)
Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat di ambil
kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang berusia 10-19 tahun yang sedang
mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dan
berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
II.1.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi perilaku remaja
a. Faktor Internal
1) Aspek Perkembangan Alat Seksual (Biologis)
Dalam aspek ini hanya ada dua inform pokok yaitu Guntur dan
Maulana yang teridentifikasi terpengaruh oleh aspek tersebut. Hal
tersebut terlihat dari anggapan kedua informan pokok yang
menganggap bahwa dengan adanya perubahan alat seksual yang
terjadi pada remaja perempuan mengakibatkan adanya pemikiran
negatif bagi sebagian remaja laki-laki, dimana salah satunya terjadi
kepada kedua informan pokok ini yang menganggap bahwa perubahan
yang terjadi pada alat seksual remaja perempuan merupakan sebagai
sarana untuk melakukan hubungan seks, sehingga penilaian mereka
kepada remaja perempuan hanya sebatas alat pemuas nafsu. Kedua
informan tersebut memiliki kualitas pribadi yang kurang baik,
sehingga mereka beranggapan bahwa melakukan perilaku
menyimpang seks bebas merupakan kegiatan alternatif. Hal ini sesuai
dengan pendapat purwoko (dalam Rahmawati 2012: 26) yang
menjelaskan bahwa penyebab remaja berperilaku menyimpang yaitu
salah satu dikarenakan adanya kualitas dari pribadi remaja itu sendiri,
seperti perkembangan emosional yang kurang, adanya hambatan
dalam perkembangan hati nurani dan ketidak mampuan dalam
mempergunakan waktu luang sehingga lebih memilih kegiatan
alternatif yang keliru dan hal tersebut di jadikan dalam kehidupan
sehari-hari.
2) Aspek Motivasi
(Darmasih 2009: 13) yang menjelaskan bahwa motivasi adalah
dorongan bertindak untuk memuaskan suatu kebutuhan, dorongan
dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan. Dalam hal ini
informan Tia dan informan Nita melakukan hubungan seks dengan
tujuan untuk menjaga keutuhan hubungan yang telah mereka jalin
bersama dengan pasangan masing-masing. Anggapan mereka bahwa
dengan melakukan seks dapat menjaga keutuhan hubungan
merupakan hal yang keliru. Tetapi pendapat tersebut justru mereka
tolak, karena adanya ledakan perasaan yang berlebihan kepada
pasangan mereka. Hal ini membuat kedua informan tidak bisa berpikir
secara logika bahwa apa yang telah mereka lakukan merupakan hal
yang salah. Keadaan tersebut sesuai dengan pendapat Darmasih
(2009:32) yang menjelaskan bahwa apabila orang yang terlibat saling
mencintai ataupun saling terikat menganggap bahwa hubungan seks
sebelum menikah dianggap “benar”.
b. Faktor Eksternal
1) Aspek keluarga
Kartono (1988: 286) yang menjelaskan bahwa keluarga memiliki
pengaruh yang luar biasa besarnya dalam pembentukan watak dan
kepribadian anak. Dari pengakuan Nita dapat dijelaskan bahwa dia di
dalam keluarganya kurang mendapatkan komunikasi yang kondusif
dengan kedua orang tuanya sejak kecil. Dan hal tersebut terlihat
bahwa peran orang tua digantikan oleh bibi yaitu pembantu di
keluarga nita, sehingga dari hal tersebut yang menyebabkan nita untuk
lebih memilih menghabiskan waktunya di Jember dari pada harus
pulang ke rumah. Karena dia merasa lebih mendapatkan perhatian dari
teman satu kost dan dari satria kekasihnya. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Taris dan Senim (dalam Puspitasari 2012:40-41) yang
berpendapat bahwa remaja yang tidak memiliki hubungan erat dan
pengawasan dengan orang tua cenderung terlibat dalam hubungan
seksual pranikah.
2) Aspek Pergaulan
Pergaulan dengan teman sebaya yang di dalamnya terdapat keakraban
dan adanya intensitas pertemuan yang tinggi dapat memberikan
pengaruh terhadap individu lain di dalam kelompok tersebut A. Islami
(2012: 22-23) menjelaskan bahwa dengan adanya ikatan secara
emosional dalam kehidupan peer group akan mendapatkan berbagai
manfaat dan pengaruh yang besar bagi individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Misalnya timbul rasa penasaran dan keinginan
untuk mencoba kebiasaan yang dilakukan oleh salah satu individu
dalam kelompok tersebut. Hal tersebut akan berdampak positif ketika
individu dalam kelompok pergaulan meniru kebiasaan yang dilakukan
oleh salah satu teman sekelompoknya yang melakukan perbuatan
positif. Berbeda halnya ketika individu tersebut meniru perbuatan
yang negatif dari salah satu teman di dalam kelompoknya, maka
kemungkinan besar individu tersebut akan meniru perbuatan negatif
dari temannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Adanassasmita (dalam
A. Islami 2010: 69) yang menjelaskan bahwa remaja yang terlibat
dengan tingkah laku delinquent akan mengarah kepada tingkah laku
delinquent yang dibawa oleh teman-teman sebayanya. Keadaan ini
disebabkan karena tingkat keakraban yang dekat dan intensitas
pertemanan yang tinggi.

II.2 Orang Tua


II.2.1 Definisi Orang Tua
Menurut Nasution (2009: 6) orang tua adalah orang yang bertanggung
jawab dalam sebuah rumah tangga atau keluarga dalam penghidupan sehari-hari
lazim disebut dengan Ibu-Bapak, mereka adalah yang terutama dan utama dalam
peran kelangsungan hidup rumah tangga atau keluarga, sedangkan semua anak-
anaknya berada dibawah pengawasan maupun dalam asuhan dan bimbingannya
disebut anggota keluarga. Sementara menurut Abu Ahmadi (2009: 221)
menyatakan bahwa “orang tua disini lebih condong kepada sebuah keluarga,
dimana keluarga adalah sebuah kelompok primer yang paling penting dalam
masyarakat”.
Berdasarkan pendapat diatas orang tua adalah orang tua yang memiliki
tanggung jawab dalam membimbing, membina anak-anaknya, mengarahkan dan
mendidik anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis.
II.2.2 Peran Orang Tua
Menurut MSaulani(2010: 15 dalam Pratiwi) “peran orang tua adalah
seperangkat tingkah laku dua orang ayah-ibu dalam bekerja sama dan
bertanggung jawab berdasarkan keturunannya sebagai tokoh panutan anak
semenjak terbentuknya pembuahan atau zigot secara konsisten terhadap stimulus
tertentu baik berupa bentuk tubuh maupun sikap moral dan spiritual serta
emosional anak yang mandiri” di dalam BKKBN dijelaskan bahwa peran orang
tua terdiri atas:
a. Peran sebagai pendidik
Orang tua perlu menanamkan kepada anak-anak arti penting dari
pendidikan dan ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan dari sekolah.
Selain itu nilai-nilai agama dan moral, terutama nilai kejujuran perlu
ditanamkan kepada anaknya sejak dini sebagai bekal dan benteng untuk
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi.
b. Peran sebagai pendorong
Sebagai anak yang sedang menghadapi masa peralihan, anak
membutuhkan dorongan orang tua untuk menumbuhkan keberanian dan
rasa percaya diri dalam menghadapi masalah.
c. Peran sebagai panutan
Orang tua perlu memberikan contoh dan teladan bagi anak, baik dalam
berkata jujur maupun dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dan
bermasyarakat.
d. Peran sebagai teman
Menghadapi anak yang sedang menghadapi masa peralihan. Orang tua
perlu lebih sabar dan mengerti tentang perubahan anak. Orang tua dapat
menjadi informasi, teman bicara atau teman bertukar pikiran tentang
kesulitan atau masalah anak, sehingga anak merasa nyaman dan
terlindungi
e. Peran sebagai pengawas
Kewajiban orang tua adalah melihat dan mengawasi sikap dan perilaku
anak agar tidak keluar jauh dari jati dirinya, terutama dari pengaruh
lingkungan baik dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun lingkungan
masyarakat.
f. Peran sebagai konselor
Orang tua dapat memberikan gambaran dan pertimbangan nilai positif
dan negatif sehingga anak mampu mengambil keputusan yang terbaik.

II.3 Pola Asuh


II.3.1 Definisi
Pola asuh atau parenting merupakan bagian terpenting dalam pembentukan
tingkah laku dan kecerdasan dari dalam diri seorang anak yang tentunya hal ini
adalah kewajiban bagi setiap orang tua dimanapun ia berada. Tugas sorang orang
tua yang memiliki anak, tidak cukup hanya dengan bertanggung jawab untuk
merawat dan membesarkannya saja. Ada begitu banyak tanggung jawab besar
yang siap menanti anda didepan. Adalah kewajiban mendidik anak dan mengasuh
mereka agar kecerdasan dan karakter serta perilaku yang baik tumbuh dalam diri
mereka. Untuk itulah, pola asuh yang anda berikan pada mereka akan berpengaruh
pada pembentukan hal tersebut.
Pengasuhan dan pola asuh adalah dua hal yang berbeda yang penting sekali
diketahui para orang tua. Pengasuhan adalah hal yang mencakup proses menjaga
dan merawat anak-anak seperti diantaranya memberi makan, menjaga
kesehatannya dan melindungi si kecil dari ancaman dan bahaya yang bisa
merenggut kehidupannya. Ada juga sosialisasi atau yang kita kenal dengan
mengajarkan tingkah laku yang sesuai dengan aturan yang berlaku dalam
masyarakat, yakni pendidikan tentang bagaimana anak dapat berinteraksi dengan
lingkungannya di masyarakat dan yang terakhir adalah komunikasi. Sementara itu,
berbeda denga pola asuh yang mana ini berarti adalah gaya atau cara pengasuhan
tertentu yang dilakukan masing-masing orang tua dan diterapkan secara konsisten
terhadap buah hatinya. Pola asuh ini tentunya memiliki maksud dan tujuan
tertentu yang mana tidak heran jika antara satu orang tua dengan orang tua yang
lain memiliki pola pengasuhan anak yang berbeda-beda.

II.3.2 Jenis-Jenis Pola Asuh


a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah gabungan antara pola asuh permisif
dan otoriter dengan tujuan untuk menyeimbangkan pemikiran, sikap, dan
tindakan anatara anak dan orang tua. Baik orang tua maupun anak
mempunyai kesempatan yang sama untuk menyampaikan suatu gagasan,
pendapat untuk mencapai suatu keputusan. Karena hubungan komunikasi
antara orang tua dengan anak dapat berjalan menyenangkan, maka terjadi
pengembangan kepribadian yang mantap pada diri anak.
Dalam pola asuh demokratis, orang tua tidak membatasi anak untuk
mengembangkan kreatifitasnya namun tetap memantau agar anak tidak
berperilaku diluar norma-norma yang berlaku. Orang tua pun tidak
memaksakan kehendak anak untuk menjadi apa yang orang tua inginkan.
Orang tua akan tetap mendukung segala keinginan anak selama
keinginan tersebut dapat membantu anak untuk sukses.
Dampak positif Pola Asuh Demokratis adalah Anak akan lebih
komponen bersosialisasi, mampu bergantung pada dirinya sendiri dan
bertanggung jawab secara sosial. Anak pun memiliki kebebasan
berpendapat dan kebebasan untuk mengembangkan kreatifitas. Orang tua
pun akan tetap membimbing anak dan mempertimbangkan semua
pendapat-pendapat anak.
Dampak Negatif Pola Asuh Demokratis adalah walaupun pola asuh
demokratis lebih banyak memiliki dampak positif, namun terkadang juga
dapat menimbulkan masalah apabila anak atau orang tua kurang memiliki
waktu untuk berkomunikasi. Oleh karena itu, diharapkan orang tua tetep
meluangkan waktu untuk anak dan tetap memantau aktivitas anak.
Selain itu, emosi anak yang kurang stabil juga akan menyebabkan
perselisihan disaat orang tua sedang mencoba membimbing anak.
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh ini meletakkan orang tua sebagai kontrol dari segala
kegiatan anak. Anak akan selalu dibawah kontrol orang tua. Anak tidak
akan diberikan kebebasan untuk melakukan segala sesuatu yang anak
inginkan. Supaya taat, orang tua tak segan-segan menerapkan peraturan
yang keras kepada anak.Orang tua beranggapan agar aturan itu stabil dan
tak brubah, maka seringkali orang tua tak menyukai tindakan anak yang
memperotes, mengkritik, atau membantahnya.
Dampak Positif Pola Asuh Otoriter adalah anak akan lebih disiplin
karena orang tua bersikap tegas dan memerintah. Orang tua pun akan
lebih mudah mengasuh anak karena anak takkan memiliki masalah di
bidang pelajaran dan tidak akan terjerumus ke dalam kenakalan remaja
atau pergaulan bebas.
Dampak Negatif Pola Asuh Otoriter adalah anak cenderung tumbuh
berkembang menjadi pribadi yang suka membantah, memberontak dan
berani melawan arus terhadap lingkungan sosial.Biasanya pola asuh ini
disebabkan oleh kekhawatiran orang tua. Orang tua khawatir kemudian
secara sadar atau tidak membuat anak mengalami pembatasan ruang
gerak, mengalami pengekangan kreativitas dan pembunuhan rasa ingin
tahu.
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan kebebasan yang berlebihan kepada
anak.orang tua cenderung tidak melarang dan tidak mewajibkan apapun.
Pola asuh ini sangat berlawanan dengan pola asuh otoriter. Apabila pola
asuh otoriter meletakkan orang tua sebagai kontrol/sentral di keluarga,
maka di pola asuh pemisif ini anak lah yang menjadi kontrol dalam
keluarga. Orang tua hanya bertindak sebagai “polisi” yang mengawasi,
menegur, dan mungkin memarahi. Orang tua tidak bisa bergaul dengan
anak, hubungan tidak akrab dan mesra bahwa anak harus tau sendiri.
Dampak Positif Pola Asuh Permitif adalah Orang tua akan lebih
mudah mengasuh anak karena kurangnya kontrol terhadap anak. Bila
anak mampu mengatur seluruh pemikiran, sikap, dan tindakannya dengan
baik, kemungkinan kebebasan yang diberikan oleh orang tua dapat
dipergunakan untuk mengembangkan kreativitas dan bakatnya, sehingga
ia menjadi seorang individu yang dewasa, inisiatif, dan kreatif. Artinya,
dampak positif akan tergantung kepada bagaimana anak menyikapi sikap
orang tua yang permisif.
Dampak Negatif Pola Asuh Permisif adalah anak akan tumbuh
menjadi remaja yang tidak kontrol. Anak memiliki kesempatan untuk
melakukan hal-hal yang berkaitan dengan pergaulan bebas yang pada
akhirnya merugikan pihak anak dan orang tua. Dampak negatif pola asuh
ini juga akan membuat anak memiliki kemampuan komunikasi yang
buruk.

d. Pola Asuh Situasional


Pola asuh ini merupakan campuran dari pola asuh demokratis,
otoriter, dan permisif. Orang tua tidak menggunakan pola asuh khusus.
Orang tua terkadang memakai pola-pola asuh yang berbeda disaat-saat
tertentu. Orang tua lebih bersifat fleksibel terhadap anak dan
menyesuaikan pola asuh dengan kondisi anak.
Dampak Positif Pola Asuh Situasional Salah satunya adalah orang
tua bebas menerapkan peraturan apapun dirumah dan terkadang tidak
perlu repot mengawasi anak. Orang tua pun dapat bersikap fleksibel
terhadap anak.
Dampak Negatif Pola Asuh Situasional adalah anak akan memiliki
pendirian yang kurang stabil. Anak pun akan merasa ketergantungan
terhadap orang lain. Hal ini membuat anak akan kurang nyaman dengan
kondisi keluarga

II.3.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi pola asuh


a. Pendidikan
Pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap pola asuh mereka.
Semakin rendah pendidikan orang tuanya, maka semakin besar
kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan pola asuh pelantaran
(neglectful). Semakin tinggi tingkat pengetahuan orang tua tentang
pengetahuan pola asuh anak, maka semakin tinggi pula cara orang tua
memahami tentang anaknya.
b. Status Ekonomi
Biasanya orang tua dengan status ekonomi yang tinggi cenderung lebih
memfasilitasi anak-anaknya. Dan fasilitas tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap kepribadian sang anak. Sementara orang tua
dengan status ekonomi yang rendah cenderung lebih keras kepada anak
dan ingin mengajarkan anak untuk bersyukur dengan terbatasnya fasilitas
yang ada.
c. Lingkungan Sosial
Interaksi sosial dengan lingkungan sosialnya berpengaruh terhadap pola
asuh. Orang tua yang berbeda di lingkungan sosial yang baik akan
mengasuh dengan cara yang baik pula. Lingkungan yang cukup baik
yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan sosial anak pun
turut serta berperan terhadap kepribadian anak
d. Usia orang tua
Perbedaan usia yang sangat jauh antara orang tua dan anak akan
menimbulkan kurangnya pemahaman sang orang tua terhadap anakanya
dikarenakan perbedaan budaya. Semakin berkembangnya zaman, budaya
pun semakin berkembang

II.4 Sosialisasi
II.4.1 Definisi Sosialisasi
Secara umum, sosialisasi dapat di definisikan sebagai proses belajar yang
dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan norma-
norma, agar ia mampu berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat.
Dalam proses sosialisasi, diawali dengan belajar (learning), penyesuaian diri
dengan lingkungannya, dan pengalaman mental. Sedangkan Bruce J. Cohen
mendefinisikan Sosialisasi sebagai proses manusia mempelajari tata cara
kehidupan dalam masyarakatnya, ujntuk memperoleh kepribadian dan
membangun kapasitas untuk berfungsi, baik sebagai individu maupun anggota
suatu kelompok (Ely dan Usman 2011: 155). Sosialisasi remaja merupakan proses
belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan
norma-norma, agar ia mampu berpartisipasi sebagai anggota kelompok
masyarakat. Dalam proses sosialisasi, diawali dengan belajar (learning),
penyesuaian diri dengan lingkungannya, dan pengalaman mental Damanik (2016)

II.4.2 Tujuan Sosialisasi


Menurut Bruce J. Cohen, sosialisasi memiliki beberapa tujuan yaitu:
a. Sosialisasi bertujuan agar tiap individu mendapatkan bekal keteramilan
yang kelak akan dia butuhkan untuk tetap hidup
b. Sosialisasi bertujuan agar setiap individu dapat berkomunikasi yang tentu
saja dengan efektif sehingga kemampuan membaca, menulis, dan
berbicara dapat berkembang.
c. Sosialisasi bertujuan agar individu dapat membiasakan dirinya dengan
nilai-nilai dan kepercayaan pokok yang ada di masyarakat.
d. Membentuk system perilaku melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh
watak pribadinya, yaitu bagaimana ia memberikan reaksi terhadap
pengalaman menuju proses dewasa

II.4.3 Media Sosialisasi


Adapun media sosialisasi yang dikemukakan oleh Elly dan Usman (2011: 176)
a. Keluarga
Keluarga merupakan kelompok primer yang selalu bertatap muka
diantara anggotanya. Keluarga dapat selalu mengikuti perkembangan
anggota-anggotanya, orang tua memiliki kondisi yang tinggi untuk
mendidik anak-anaknya. Sehingga menimbulkan hubungan emosional
yang sangat memerlukan proses sosialisasi
b. Kelompok
Kepribadian manusia sangat memiliki hubungan dengan tipe kelompok
dimana individu tersebut berada. Misalnya kelompok masyarakat modern
memiliki kulturyang heterogen tentunya berbeda dengan kelompok
masyarakat tradisional yang cenderung memiliki kultur yang homogen.
Sehingga menghasilkan kepribadian yang berbeda-beda pola.Masyarakat
modern lebih terbuka dalam menerima perubahan kultural sedangkan
kelompok masyarakat tradisional biasanya lebih bersifat konservatif.

c. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan adalah lembaga yang bertugas dalam mengasuh
keahlian dan kecerdasan para anak didiknya.
d. Keagamaan
Di dalam agama terdapat peraturanatau norma dan nilai yang harus
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pola perilaku dapat
terarah dengan baik sesuai dengan nilai dan norma yang ada di dalam
lingkungan masyarakat dan tidak melanggar aturan di dalam agama.
e. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial adalah dimana individu melakukan penyesuaian
didalam lingkungannya bersama sekelompok orang merasa sebagai
anggotanya seperti lingkungan RT, lingkungan kerja, lingkungan
pendidikan dsb.
f. Media Massa
Media massa merupakan alat teknologi yang sangat berperan penting
dalam agen sosialisasi, dengan adanya media massa ini, sehingga
masyarakat mudah dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi
yang bermanfaat bagi mereka.

II.4.4 Proses Sosialisasi


Proses sosialisasi
Proses sosialisasi pada diri individu tidak berlangsung dalam waktu yang
singkat. Tetapi sebaliknya, proses sosialisasi itu berlangsung secara bertahap
sesuai dengan tingkat perkembangan jiwa dan kepribadiannya. Secara sederhana,
dapat dikemukakan bahwa proses sosialisasi yang dialami seseorang individu
melalui tahapan sebagi berikut (George Ritzer dalam Soe’oed 2004: 36).
Penyesuaian diri terjadi secara berangsur-angsur, seiring dengan perluasan dan
pertumbuhan pengetahuan serta penerimaan individu terhadap nilai dan norma
yang terdapat dalam lingkungan masyarakat tempat ia berada. Perubahan
lingkungan dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku dan tindakan
seseorang karena telah terjadi penerapan nilai-nilai dan norma-norma baru yang
berbeda dari nilai dan norma yang ia miliki sebelimnya. Beraneka nilai dan norma
itu diserap manusia melalui sosialisasi.
Masa remaja adalah masa ketika seorang individu mulai mencari jati diri
dan pengakuan akan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat. Peniruan yang
dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri
pada posisi orang lain pun meningkat sehingga kemungkinan adanya kemampuan
bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk
membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini
lawan berinteraksi semakin banyak dan hubungannya semakin kompleks. Individu
mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-
peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami.
Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang
berlaku di luar keluarganya.
a. Remaja Desa : proses sosialisasi anak pada usia remaja di desa,
pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan
pengaruhnya cukup kuat, sehingga anak banyak mendapatkan
pengalaman baru maupun pengaruh di lingkungan sosialnya bersama
dengan teman-teman sebayanya, lingkungan pendidikan, maupun media
massa. Namun, teman sebaya sangat berperan besar terhadap proses
sosialisasi remaja di desa. Anak mendapat nilai-nilai baru dari teman-
teman sebayanya sehingga anak belajar juga untuk menyesuaikan atau
memfilter hal-hal yang baik baginya. Karena pada usia ini anak memiliki
rasa ingin tahu yang tinggi maka orang tua perlu mengkontrol
perkembangan dan lingkungan pergaulan anak agar anak tetap berada
pada koridor yang benar sesuai dengan ajaran/nilai/norma yang telah
diajarkan oleh orang tua.
b. Remaja Kota : proses sosialisasi anak pada usia remaja di kota, pengaruh
teman sebaya, lembaga pendidikan maupun media massa sama kuatnya
terhadap proses sosialisasi pada anak remaja di kota. Remaja di kota juga
banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman sebayanya
dengan jalan-jalan ke mall maupun nongkrong-nongkrong bersama.
Lembaga pendidikan juga berpengaruh terhadap perilaku, menambah
pengetahuan dan keterampilan anak. Anak remaja kota pada umumnya
sudah mengenal teknologi dan media massa sangat berpengaruh terhadap
proses sosialisasinya. Efek negative yang ditimbulkan dengan adanya
televise, internet, handphone, majalah, dll membuat anak banyak
menghabiskan waktu dirumah dan tidak bersosialisasi dengan
tetangganya, sehingga anak memiliki kepribadian cenderung tertutup
bahkan kurang perduli terhadap lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

II.4.5 Kemampuan Sosialisasi baik dan kurang (Ibung, 2009)


Kemampuan bersosialisasi adalah perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial yang mampu bermasyarakat serta dapat
bersosialisasi pada setiap lingkungan seseorang berada dan dapat menghasilkan
sesuatu yang dapat bermanfaat bagi orang disekitar kita. Kematangan
bersosialisasi ini bertujuan untuk calon pendidik agar meiliki kemampuan
bersosialisasi, meiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam duia pendidikan
khususnya, dan masyarakat umumnya. Kematangan bersosialisasi sangat terkait
dengan perkembangan sosial seseorang. Sedangkan perkembangan sosial berarti
perolehan kemampuan perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial menjadi orang
yang mampu bermasyarakat.
a. Kemampuan sosialisasi baik
Mereka mempunyai banyak teman dan mereka mencari teman yang
sebanyak banyaknya melalui facebook, twitter, mereka lebih mudah
bergaul, memiliki rasa toleransi yang tinggi, senang bersosialisasi, dapat
berkomunikasi dengan baik dan lebih aktif dalam berorganisasi
b. Kemampuan sosialisasi Kurang Baik
Mereka kebanyakan memiliki teman yang sedikit, mereka juga
cenderung susah untuk bergaul, tidak memiliki rasa toleransi yang tinggi
dan kurang aktif dalam suatu organisas
II.5 Kerangka Teori Commented [H7]: Di akhir bab 2 ada kerangka teori. Sebaiknya
menggunakan kerangka teori tulang ikan seperti yang dijelaskan di
kelas

Pola Asuh: Konsep Remaja:

1. Definisi Pola 1. Definisi Remaja


Asuh 2. Faktor-faktor yang
2. Jenis-jenis Pola mempengaruhi
Asuh perilaku remaja
3. Fakor-Faktor
yang Sumber : Nasution(2007)
mempengaruhi
pola asuh

Sumber : Lestari, 2016

Sosialisasi :

1. Definisi Sosialisasi
2. Tujuan Sosialisasi
3. Media Sosialisasi
4. Proses Sosialisasi
5. Kemampuan
sosialisasi baik dan
kurang

Sumber : Damanik (2016)

Skema 1 Kerangka Teori


BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi
hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau
antara variable yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin di
teliti (Natoadmojo, 2010, hlm 83)
Kerangka konsep penelitian ini menjelaskan tentang hubungan pola asuh
orang tua dengan kemampuan sosialisasi remaja, variabel independen penelitian
ini adalah pola asuh, variabel dependen adalah kemampuan sosialisasi remaja dan
variabel perancu terdiri dari jenis kelamin, usia remaja. Adapun kerangka konsep
dalam penelitian ini digambarkan pada skema sebagai berikut:

Variabel Variabel
Independent
Dependent

Pola Asuh Kemampuan


Sosialisasi

Karakteristik
Keterangan:
Remaja :
= Area Penelitian
1. Usia
2. Jenis Kelamin = Variabel yang diteliti

Skema 2 Kerangka Konsep


III.2 Hipotesis
Sesuai dengan judul penelitian penulis yang berjudul “ Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Kemampuan Sosialisasi Remaja pada Siswa/I di SMA PGRI 1
Bekasi. Bekasi Timur” maka peneliti merumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha: Adanya hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi
remaja pada siswa/I di SMA PGRI 1 Bekasi, Bekasi Timur
Ho: Tidak adanya hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi
remaja pada siswa/I di SMA PGRI 1 Bekasi, Bekasi Timur

III.3 Definisi Operasional


Definisi Operasional adalah batasan pengertian yang dijadikan pedoman
untuk melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, misalnya penelitian. Oleh karena
itu, definisi ini disebut juga definisi kerja karena dijadikan pedoman untuk
melaksanakan suatu penelitian atau pekerjaan tertentu. Definisi ini disebut definisi
subjektif karena disusun berdasarkan keinginan orang yang akan melakukan
pekerjaan. (Widjono Hs, 2007: 120). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010)
definisi operasional adalah merupakan batasan ruang lingkup atau pengertian
variabel-variabel yang diamati/diteliti. Jadi definisi operasional adalah batasan
ruang lingkup untuk mengidentifikasi variabel secara operasional berdasarkan
karakteristik yang diamati. Definisi opersional adalah unsur penelitian yang
menjelaskan bagaimana cara menentukan cara mengukur suatu variabel, sehingga
dapat dijadikan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain yang
akan memnggunakan vaiabel serupa untuk mendapatkan keperntingan akurasi.
Definisi operasionalnya dapat diliat sebagai berikut :
Tabel 1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1 Variabel Pola asuh atau Mengisi Menggunak 1. Permisif jika Ordinal
Independen: parenting merupakan Kuesioner an responden paling
Pola asuh bagian terpenting kuesioner banyak menjawab
dalam pembentukan pola asuh jawaban “Tidak
tingkah laku dan orang tua Pernah”
kecerdasan dari 2. Demokratis jika
dalam diri seorang responden paling
anak yang tentunya banyak menjawab
hal ini adalah jawaban “Kadang-
kewajiban bagi Kadang”
setiap orang tua 3. Otoriter jika
dimanapun ia responden paling
berada. (Lestari, banyak menjawab
2016) jawaban “Selalu”
2 Variabel Sosialisasi sebagai Mengisi Menggunak 1. Kemampuan Ordinal
dependen: proses manusia kuesioner an sosialisai baik jika
kemampuan mempelajari tata kuesioner total score
sosialisasi cara kehidupan kemampuan kemampuan
dalam sosialisasi sosialisasi >
masyarakatnya, mean/median
ujntuk memperoleh 2. Kemampuan
kepribadian dan sosialisasi kurang
membangun baik, jika total
kapasitas untuk score kemampuan
berfungsi, baik sosialisasi ≤
sebagai individu mean/median
maupun anggota
suatu kelompok (Ely
dan Usman 2011:
155)
3 Jenis Jenis kelamin Mengisi Menggunak Dikelompokan Nomina
kelamin merupakan kuesioner an menjadi: l
pembagian dua jenis kuesioner 1. Laki-laki
kelamin, yaitu 2. Perempuan
bahwa pria memiliki
penis (zakar) setia
memproduksi
sperma. Sedangkan
wanita memiliki alat
reproduksi seperti
memiliki rahim,
payudara, dan vagina
serta memproduksi
sel telur.
Fakih (1997)
4 Usia Usia (Umur) adalah Mengisi Menggunak Usia responden : Interval
lama waktu hidup kuesioner an Ditulis dengan angka
atau ada (sejak kuesioner
dilahirkan atau
diadakan)
Aguswina & Trisa
(2012)

III.4 Desain Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yaitu penelitian ilmiah
yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-
hubungannya dengan pendekatan “cross sectional”. Cross Sectional adalah
desain penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasi pada
satu satuan waktu (Dharma, 2011) Sebagai variabel independen adalah pola asuh
orang tua. Keuntungan dari metode penelitian Cross Sectional ini adalah
memudahkan penelitian karena sangat efisien dan tidak memerlukan tindakan
lanjut. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi hubungan pola asuh orang tua
dengan kemampuan sosialisasi remaja di SMA PGRI 1 Bekasi Timur.

III.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di SMA PGRI 1 Bekasi Timur. Waktu
penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret sampai bulan juni 2017. Adapun
alasan mengambil sampel di tempat ini dengan pertimbangan yaitu SMA PGRI 1
Bekasi merupakan SMA Swasta dengan mayoritas latar belakang pekerjaan orang
tua adalah pegawai negri sipil dan polri dan belum ada yang melakukan penelitian
tentang hubungan pola asuh orang tua dengan kemampuan sosialisasi remaja.

III.6 Populasi dan Sampel


III.6.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang dtetapkan oleh peneliti
untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Notoatmojo, 2010). Jumlah
populasi siswa/i di SMA PGRI 1 Bekasi 661 siswa

III.6.2 Sampel Commented [H8]: Hitungan sample boleh menggunakan yang


lain
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
populasi yang digunakan untuk penelitian. Bila populasi besar, peneliti tidak
mungkin mengambil semua untuk penelitian missal karena terbatasnya dana,
tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari
populasi itu.
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil merupakan hal yang
penting jika peneliti melakukan penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif.
Pada penelitian ini jumlah sampel yang di ambil yaitu sebanyak 73 dengan
perhitungan menggunakan rumus Lemeshow sebgai berikut:
𝑍². ∝ 12 . 𝑃(1 − 𝑃). 𝑁
n=
𝑑 2 (𝑁 − 1) + 𝑍². 1 ∝/2𝑃(1 − 𝑃)
1,96² 𝑥 0,41 𝑥(1−0,41)𝑥 221
n=
0,1² 𝑥 (221−1)+ 1,96² 𝑥 0,41 𝑥 (1−0,41)
3,84 𝑥 0,41 𝑥 0,59 𝑥 221
𝑛=
0,01 𝑥 220 + 3,84 𝑥 0,41 𝑥 0,59
205
n = 3,12 = 65,7 → 66

n = 66 x 10% = 6,6
n = 66 + 6,6 = 72,6 (73)
Penarikan sampel tiap-tiap kelas menggunakan metode Stratified Sampling,
berikut adalah tabel penarikan sampel :

Tabel 2 Penarikan Sampel Dengan Metode Stratified Sampling

Kelas Sampel Jumlah


X IPA 1 = 30 30/221x 73 10
X IPA 2 = 30 30/221 x73 10
X IPA 3 = 37 37/221 x73 13
X IPS 1 = 34 34/221 x73 12
X IPS 2 = 40 40/221 x73 14
X IPS 3 = 40 40/221 x73 14
Jumlah = 211 73

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara setiap siswa di berikan dua
kartu nomor satu untuk di pegang dan satu untuk di masukkan kedalam kocokan.
Sebelumnya peneliti telah menghitung sampel dari masing-masing kelas. untuk
kelas X IPA 1 setelah dihitung di dapatkan sampel sebanyak 10 siswa yang akan
di jadikan responden, peneliti melakukan kocokan sebanyak 10 kali sehingga di
dapatkan sampel 10 responden. Begitupun pada kelas-kelas selanjutnya
dilakukkan dengan teknik yang sama
a. Kriteria inklusi
1) Siswa/i kelas X yang bersekolah di SMA PGRI 1 Bekasi Timur
2) Siswa/i bersedia mengikuti penelitian
b. Kriteria Eksklusi
1) Siswa/I yang tidak masuk saat penelitian berlangsung dikarenakan
sakit atau izin
Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki
karakteristik khusus seperti yang dijabarkan di dalam kriteria. Dalam
penelitian keperawatan, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan
kriteria eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat dan
tidaknya sampel tersebut digunakan sebagai bahan penelitian.
Penelitian ini menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih
kecil dari 10.000 menggunakan formula yang lebih sederhana lagi
(Notoadmojo, 2010)

III.7 Uji Validitas dan Reliabilitas


setelah melakukan penelitian dilakukan uji kuesioner, terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reabilitas instrument (kuesioner) agar diperoleh data
yang akurat dan objektif
a. Uji Validitas
Validitas adalah syarat mutlak bagi suatu alat ukur agar dapat
digunakan dalam suatu pengukuran. Suatu penelitian meskipun didesain
dengan teapat, namun tidak akan memperoleh hasil penelitian akurat
jika menggunakan alat ukur yang tidak valid. (Dharma, 2011: 163). Uji
validitas akan dilakukan di SMA KORPRI Bekasi, Bekasi Timur
dengan jumlah minimal sampel 30 anak. Untuk menguji validitas dan
reabilitas alat, peneliti menggunakan teknik korelasi yang dipakai
adalah teknik korelasi product moment dengan rumus :

𝑛 ∑ 𝑥𝑦−(∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
rxy=
√{(𝑛 ∑ 𝑥2−(∑ 𝑥)2)−(𝑛 ∑ 𝑦2−(∑ 𝑦)2)}

keterangan:
rxy : koefisien validitas item yang dicari
n : jumlah responden
x : skor yang diperoleh subjek dalam setiap item
y : skor yang diperoleh subjek dalam setiap item
⅀x : jumlah skor dalam variabel x
⅀y : jumlah skor dalam variabel y
⅀x2 : jumlah kuadrat masing-masing skor x
⅀y2 : jumlah kuadrat masing-masing skor y
⅀xy : jumlah perkalian variabel x y
Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang
dikorelasikan. Setiap nilai korelasi mengandung tiga makna, yaitu :
1) Instrument valid, jika r hitung ≥ r tabel
2) Instrument tidak valid, jika r hitung < r tabel (Hastono, 2010)

Uji coba instrument dilakukan pada bulan Mei 2017 di SMA KORPRI
Bekasi, Bekasi Timur dengan menyebar kuesioner kepada responden
remaja. Kemudian dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap
kuesioner. Kuesioner terdiri dari 42 soal pernyataan dengan skala likert dan
responden diminta untuk memilih jawaban yang paling tepat. Setelah
peneliti melakukan uji pada sampel dengan menyebarkan kuesioner, didapat
nilai r product moment untuk nilai n=30 dengan alpha 0,05 adalah 0,361.
Maka dapat ditentukan pernyataan yang dikurangi ataupun yang
disesuaikan.

b. Uji Reabilitas
Reabilitas adalah tingkat konsistensi dari suatu pengukuran. Reabilitas
menunjukkan apakah pengukuran menghasilkan data yang konsisten jika
instrument digunakan kembali secara berulang. Reabilitas juga dapat
didefinisikan sebagai derajat suatu pengukuran bebas dari random error
sehingga menghasilkan suatu pengukuran yang konsisten. Reabilitas
dipengaruhi oleh random error yang bersumber dari variasi observer,
variasi subjek dan variasi instrumen.(Dharma, 2011). Untuk menguji
reabilitas adalah dengan menggunakan metode alpha Cronbach’s (α).
Penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung diwakili
dengan nilai Alpha dengan r tabel pada standar yang digunakan dalam
menentukan reliable atau tidaknya suatu instrumen taraf kepercayaan
95% atau tingkat signifikan 0,05. Berikut ini rumus uji Cronbach’s alpha
:
𝑘 ∑σb²
α= 1-
𝑘−1 𝜎𝘵²

keterangan :
A : Cronbach’s alpha
𝜎b2 : varian dari pertanyaan
2
𝜎 total : varian dari skor
k : banyaknya pertanyaan

Tabel 3 Kriteria hasil pengukuran uji cronbach alpha

Alpha Tingkat Reabilitas


0,00-0,199 Sangat Rendah
0,200-0,399 Rendah
0,400-0,599 Cukup Tinggi
0,600-0,799 Tinggi
0,800-1,000 Sangat Tinggi

Uji kuesioner dilakukan dengan menyebarkan kuesioner pada anak


SMA KORPRI Bekasi. Uji coba dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
pemahaman responden terhadap pernyataan-pernyataan yang ada dalam
kuesioner dan validitas pernyataan dari kuesioner yang telah dibuat. Dari
hasil uji kuesiner maka dapat ditentukan beberapa pernyataan yang dikurangi
atau disesuaikan.
Setelah semua pertanyaan dinyatakan valid, maka dilakukan uji
reabilitas karna berguna untuk melihat tingkat kesenjangan atau konsistennya
suatu instrument. Salah satu metode pengujian reabilitas adalah dengan
metode alpha cronbach’s. Standar yang digunakan dalam mentukan reabilitas
dan tidaknya suatu instrument penelitian umumnya adalah perbandingan
antara r hitung diwakili dengan nilai alpha dengan r table pada derajat
kepercayaan 95% atau tingkat kesalahan 5%. Tingkat reabilitas dengan
metode alpha cronbach’s diukur dengan skala alpha 0.00 – 1.000. apabila
skala tersebut dikelompokan dalam lima skala, dengan range yang sama,
maka ukuran kemantapan alpha dalam diinterpretasikan sebagai berikut
(Sugiono, 2012).

III.8 Etika Penelitian Commented [H9]: Isinya tidak hanya teori, tapi aplikasi ke
penelitianmu seperti apa
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa rekomendasi dari
institusinya untuk pihak lain dengan cara mengajukan permohonan izin kepada
institusi atau lembaga tempat penelitian yang dituju oleh peneliti. Setelah
mendapat persetujuan, barulah peneliti dapat melakukan penelitian dengan
menekankan masalah etika yang meliputi:
III.8.1 Informed Concent
Lembar persetujuan diberikan kepada responden sebelum mengisi
kuesioner. Responden yang dapat mengisi adalah responden yang sesuai dengan
kriteria inklusi. Bila responden menolak, peneliti tidak memaksa responden untuk
tetap mengisi kuesioner peneliti.
III.8.2 Anominity (Tanpa Nama)
Pada penelitian ini peneliti tidak mencantumkan nama lengkap responden
tatapi mencantumkan inisial responden dan pada lembar kuesioner diberikan
nomor responden untuk memudahkan peneliti.
III.8.3 Confindentielity
Peneliti menjaga kerahasiaan informasi responden dan tidak disebarluaskan
data-data responden yang dapat merugikan responden.
III.8.4 Justice (Keadilan)
Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah
keikutsertaan dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka
tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian. Penelitian akan memerlukan
sampel peneliti dengan adil dan tidak membedakan satu sama lain.
III.8.5 Benefits (Resiko)
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan resiko dan keuntungan yang
akan berakibat kepada subjek pada setiap tindakan. Dalam hal ini peneliti harus
mempertimbangkan segala kemungkinan yang terjadi baik yang menguntungkan
ataupun yang merugikan responden.
III.8.6 Right to self determination (Hak untuk ikut/tidak menjadi
responden)
Responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah bersedia atau tidak
untuk menjadi responden tanpa sangsi apapun. Dalam hal ini menghargai hak
pasien yang mau menjadi responden dan tidak memaksakan untuk menjadi
responden.

III.9 Metode Pengumpulan Data


Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer dan
sekunder. Data primer yaitu data yang diambil dari sumbernya langsung yang
dirumuskan melalui kuesioner dan diisi langsung oleh responden. Kuesioner berisi
tentang pola asuh orang tua dan kemampuan sosialisasi remaja.
Skala merupakan bagian dari desain penelitian penomoran terhadap
pendapat subjek mengenai hal-hal yang dirasakan ataupun keadaan fisiologis
(Skala Likert). Responden diminta pendapatnya mengenai setuju atau tidak setuju
terhadap suatu hal. Pendapat ini dinyatakan dalam nberbagai tingkat persetujuan
(1-5) terhadap pernyataan yang disusun oleh peneliti (Nursalam, 2008, hlm 110).
Sistem penilaian skala dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

III.10 Instrumen Penelitian


Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulia kepada para responden
untuk dijawab (Sujarweni, 2014). Penelitian ini menggunakan instrument berupa
kuesioner atau pertanyaan yang berupa angket dan menggunakan skala likert.
Lembar kuesioner A terdiri dari petunjuk umum dan data demografi responden.
Kuesioner B terdiri dari 22 pertanyaan mengenai pola asuh orang tua dan
Kuesioner C terdiri dari 20 pertanyaan mengenai kemampuan sosialisasi remaja
Indikator pertanyaan pada lembar kuesioner dibuat sendiri oleh peneliti dengan
mengacu pada teori dan konsep.
a. Kuesioner A
Pengumpulan data demografi yang berhubungan dengan karakteristik Commented [H10]: Sesuaikan dengan responden penelitian

responden yaitu meliputi kode/nomor responden, nama (inisial)


responden, usia responden, jenis kelamin responden,
b. Kuesioner B
Kuesioner B berisi 22 pertanyaan mengenai pola asuh orang tua yang di
ambil dari kuesioner…………. Dalam jurnal…...yang sudah Commented [H11]: Sebutkan kuisioner diambil dari jurnal apa
dan berapa Reliabilitasnya
dimodifikasi kembali oleh peneliti. Pada kuesioner B, responden
diberikan dengan jawaban selalu = 3, kadang-kadang = 2, tidak pernah =
1
c. Kuesioner C
Kuesioner berisi 20 petanyaan mengenai kemampuan sosialisasi remaja
diambil dari kuisioner…….dalam jurnal…... Pada kuesioner C, Commented [H12]: Sebutkan

responden diberikan petanyaan dengan jawaban sangat tidak setuju=1,


tidak setuju=2, setuju=3, sangat setuju=4.

Peneliti melakukan uji validitas dan reabilitas dari butir kuesioner terlebih
dahulu sebelum kuesioner disebar pada penelitian. Tujuan dari uji validitas dan
reabilitas kuesioner adalah untuk mengetahui seberapa jauh responden mengerti
terhadap pertanyaan yang diajukan.

III.11 Pengolahan Data


Setelah data didapatkan, proses selanjutnya adalah pengolahan data yang
berfungsi untuk mendapatkan jawaban dari tujuan penelitian. Proses pengolahan
data terdiri dari 4 bagian yaitu :editing, coding, processing, dan cleaning.
III.11.1 Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan
data setelah data terkumpul. Pada proses ini peneliti mengecek kembali jawaban
di dalam kuesioner yang sudah terkumpul. Peneliti mengecek kembali kebenaran
instrument apakah sudah terisi lengkap dan valid.
III.11.2 Coding
Setelah dilakukan editing tahap selanjutnya adalah coding atau pemberian
kode pada masing – masing instrument, hal ini dilakukan untuk mempercepat
pada saat entry data. Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric
(angka)terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini
sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan computer.
Pemberian kode dilakukan pada beberapa variabel.

III.11.3 Processing
Setelah kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data yang sudah di-
entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan cara meng-entry data
dari kuesioner ke paket program computer, yaitu menggunakan paket program
SPSS for window
III.11.4 Cleaning
Celanning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-
entry apakah ada kesalahan atau sudah benar.
III.12 Analisis Data
Setelah selesai melakukan pengolahan data, data peneliti selanjutnya
dianalisis untuk mendapatkan jawaban atau informasi terkait penelitian yang
dilakukan. Adapun tujuan dari analisis data untuk memperjelas gambaran atau
deskriptif dari masing-masing variabel yang di rumuskan di dalam tujuan
penelitian dan mengetahui hipotesis penelitian yang lebih dirumuskan. Analisis
data penelitian ini menggunakan program computer melalui tahap analisis
univariat dan analisis bivariat.

III.12.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan frekuensi dari seluruh
variabel yang bertujuan untuk melihat kecenderungan data. Tujuan dari analisa
univariat ini adalah untuk menjelaskan karakteristik dari masing-masing variabel
yang diteliti dan data yang bersifat kategorik. Analisa univariat penelitian ini
menilai karakteristik umur, jrnis kelamin, dan pola asuh orang tua, gambaran
pekerjaan orang tua, dan pendidikan terakhir orang tua. Cara perhitungannya
dilakukan dengan menggunakan presentase dari variabel tersebut.
Rumus yang digunakan :
𝑓
p= + 100%
𝑁

keterangan:
P : Presentase (%)
F : Frekuensi / jumlah jawaban
N : jumlah sampel / jumlah skor maksimal
Menghitung nilai rata-rata (mean), menurut Sutanto dan Luknis (2013) digunakan
rumus sebagai berikut :

X = x1 + x2 + x3 + …. Xn
n

keterangan : X = Jumlah rata-rata


X1 + x2 + x3 + ..xn = Jumlah keseluruhan nilai sampel
n = Jumlah Sampel

III.11.2 Analisis Bivariat Commented [H13]: Sesuaikan dengan jenis data

Adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga


memiliki pengaruh. Selanjutnya untuk menguji signifikan apakah kedua variabel
ada pengaruh yang signifikan atau tidak. Uji korelasi person dipakai peneliti
karena peneliti ingin melihat apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua
dengan kemampuan sosialisasi remaja.
Tabel…analisis data
No Variabel Independent/ Variabel dependen Analisa Data
Confonding
1 Pola Asuh (Ordinal) Kemampuan sosial Uji Chi Square
2 Jenis Kelamin (Nominal) (Ordinal) Uji Chi Square
3 Usia (Interval) Uji T Test
Independen

DAFTAR PUSTAKA Commented [H14]: Perhatikan cara peulisan daftar pustaka

Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Umum. Jakarta: Rieka Cipta

Damanik, Fritz H.S. 2016. SOSIOLOGI. Jakarta. PT BUMI AKSARA

Darmasih. 2009. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Remaja. Jakarta.


Etd.eprints.ums.ac.id

Dharma, Kelana Kusuma. 2011. Metodelogi Penelitian Keperawatan. Jakarta:


Trans Info Media.

Elly dan Usman. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

Efendi dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan


Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Fakhruddin. 2011. Hubungan Pola Asuh Orang Tuan dengan Perilaku Sosial
Remaja di Desa Pnduman Kecamatan Jilbuk. Jember. Etheses.uin-
malang.ac.id
Faturochman. 2012. Perlindungan Bagi Kelompok Beresiko Gangguan Jiwa.
Aspirasi

Anda mungkin juga menyukai