Anda di halaman 1dari 2

Oleh Catur Waskito Edy

Wartawan Tribun Jateng

KABAR Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil operasi tangkap tangan (OTT) di Negeri ini seolah
menjadi hal lumrah dan biasa saja. Kenapa bisa begitu ya? Apakah sudah pesimis, sinis atau pasrah?
Sudah seharusnya kita apresiasi hasil kerja KPK ini.

"Seharusnya dipotong tangannya atau hukuman matilah minimal," ujar Soeko gemas di warung Mbah
Man siang itu. "Iya, kalau dia benar-benar korupsi, bagaimana kalau jebakan atau korban sistem yang
dianggap sudah biasa dilakukan selama ini, Mbah? " jawab Mbah Man.

Ternyata, susah ya Mbah untuk membuktikannya?" tanya Soeka. "Sebenarnya tidak juga kalau OTT, kan
tertangkap tangan artinya ada pelaku dan barang buktinya. "Sudahlah bicara potong tangan dan korupsi
sama rumitnya!" ujar Mbah Man.

Obrolan orang awam di warung kopi di atas bila disimak bisa dikatakan sebagai wajah realita hidup
kegerahan masyarakat kita. Walau obrolan warung kopi tidak jarang ditambahi, dikurangi atau dibumbu-
bumbui sehingga tambah heboh.

Namun, kasus korupsi ini sudah sewajarnya jadi perhatian pihak terkait dan kita semua. Karena perilaku
koruptor telah merusak dan merampas hak kita semua, mereka masih bisa tersenyum, kaya raya dan bisa
menjadi wakil rakyat lagi (kalau terpilih dalam pemilu nanti).

Dalam wikipedia, "korup" artinya berkenaan dengan suka menerima suap, memanfaatkan jabatan untuk
mengeruk keuntungan secara tidak sah. Tor sebagai tambahan pada kata untuk melambangkan pelaku.
Koruptor adalah pelaku korupsi (oknum), orang yang suka melakukan korupsi (penyelewengan kekayaan
negara).

Kasus terbaru pada Rabu (28/11) kemarin ada enam orang yang merupakan elemen juru hukum dunia di
negeri ini telah diamankan dari tempat terpisah di Jakarta.

Dalam OTT ini, tim menemukan barang bukti berupa uang tunai sebanyak 45 ribu dollar Singapura atau
setara sekitar Rp 474.930.000 (Rp10.554/SGD), yang diduga terkait transaksi penanganan perkara. OTT
yang dilakukan oleh pihak KPK terhadap penegak hukum juga bukan kali ini saja terjadi, sudah berkali-
kali.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD pun berkicau tentang gaji PNS zaman dulu 'pas-
pasan'. Berbeda dengan gaji PNS sekarang yang cukup lumayan.

Gaji lumayan tersebut diberikan agar para PNS tidak melakukan tindak korupsi. Tapi kenapa pejabat atau
PNS yang memiliki kedudukan yang sekarang gajinya lebih cukup masih melakukan korupsi atau mencuri
uang negara dan rakyat? Tentu banyak aspek dan faktor kenapa mereka tak puas dan terus melakukan
kejahatan korupsi ini.

Tentunya pihak terkait sudah berusaha melakukan berbagai cara untuk menjerat tikus-tikus yang
menggerogoti uang negara dan rakya ini? Apakah hukumannya sudah setimpal?

Kita tidak bisa hanya bergantung pada KPK dan penegak hukum saja, tapi semua pihak? Namun, kita
sebagai rakyat hanya bisa berharap aparat hukum untuk bisa menjerat koruptor ini? Perlukah potong
tangan dan hukuman mati bagi koruptor? Entahlah! (*)

Sumber : https://jateng.tribunnews.com/2018/12/01/koruptor-dan-potong-tangan

Anda mungkin juga menyukai