Penelitian Derivasi PDF
Penelitian Derivasi PDF
PENDAHULUAN
Bahasa Jerman termasuk bahasa fleksi yang mempunyai banyak perubahan bentuk
infiks, serta sufiks sering muncul pada bahasa fleksi. Perubahan bentuk ini terkadang sukar
dipahami oleh pembelajar bahasa. Namun demikian, semua perubahan tersebut bisa diuraikan
Proses pembubuhan afiks terjadi dengan suatu proses morfemis yang dikenal sebagai
proses afiksasi. Prosess afiksasi merupakan salah satu proses morfologis yang amat berperan
dalam pembentukan kata baru. Verhaar menyatakan bahwa fungsi utama proses afiksasi ada
dua, antara lain infleksional dan derivasional. Afiksasi infleksional merupakan proses afiksasi
yang menghasilkan alternan-alternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur
leksikal, yang sama. Sedangkan afiksasi derivasional merupakan proses afiksasi yang
menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal tertentu (2006;
107).
Derivasi merupakan salah satu proses morfologis yang terdapat dalam setiap bahasa,
termasuk bahasa Jerman. Dalam suatu bahasa, derivasi penting untuk diketahui dalam usaha
pengkategorian kelas kata serta keajegan proses morfologis yang terdapat dalam bahasa
tertentu. Dengan mengetahui sistem derivasi suatu bahasa maka akan diketahui bagaimana
konstruksi kelas kata yang satu berubah menjadi kelas kata yang lain (Verhaar, 2006:118).
Pembentukan verba bisa dilakukan dengan derivasi kata benda maupun kata sifat.
Derivasi kata kerja dari bentuk dasar benda maupun kata sifat dalam bahasa Jerman memiliki
1
sifat dan ciri khas yang menarik. Sebagai contoh, sebelum terderivasi menjadi kata kerja, kata
sifat dalam bahasa Jerman terlebih dahulu dirubah ke dalam bentuk komparatif atau
bermakna lebih dengan membubuhkan sufiks –er. Setelah itu, kata sifat yang telah berubah
bentuk tadi dibubuhi lagi dengan prefiks –ver dan sufiks –n. seperti pada contoh di bawah ini.
Jika kata kerja bentukan dari bentuk dasar kata sifat dalam bahasa Jerman di atas
diartikan secara harfiah, maka memiliki arti ‘melebihbesarkan’. Hal ini dipengaruhi dari
perubahan bentuk komparatifnya yang menyatakan ‘lebih besar’. Akan tetapi, arti kontekstual
dari verba ini adalah tetap seperti verba pada umumnya, yakni ‘memperbesar’, yang secara
Berprinsip pada fenomena proses perubahan tersebut, maka peneliti ingin menelaah
lebih lanjut mengenai proses pembentukan verba dalam bahasa Jerman. Selama ini
pembelajar bahasa Jerman menemui kesulitan dalam memahami kata turunan dalam bahasa
Jerman. Penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan literature bagi pemahaman
proses pembentukan kata dan perubahan makna kata dalam bahasa Jerman yang mengalami
proses afiksasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji proses pembentukan kata
kerja bahasa Jerman melalui proses afiksasi derivasional yang terdapat pada Kamus Jerman-
2
1.2 Rumusan Masalah
disebabkan oleh proses morfemis. Proses morfemis tersebut dapat melalui afiksasi. Melalui
proses ini dapat diperoleh bentukan-bentukan yang mungkin hanya berubah bentuk dasar atau
asalnya, mungkin pula berubah identitas leksikalnya. Berdasarkan hal ini maka dapatlah
Bagaimanakah derivasi verba dalam bahasa Jerman? Dalam hal ini meliputi:
Jerman?
4) Bagaimanakah makna verba turunan dari afiksasi derivasional verba dalam bahasa
Jerman?
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam
Jerman.
3
4) Mendeskripsikan makna verba turunan dari afiksasi derivasional verba dalam bahasa
Jerman.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang bersifat teoritis
1.4.1 Teoritis
mengenai proses pembentukan kata kerja dalam bahasa Jerman. Pembentukan kata kerja
dalam bahasa jerman bisa berasal dari bentuk dasar kata sifat maupun kata benda.
1.4.2 Praktis
pembentukan kata kerja dalam bahasa Jerman, serta diharapkan dapat membantu pembelajar
bahasa Jerman dalam mengidentifikasi kata kerja dalam bahasa ini sekaligus dapat
Kajian ini juga dapat membantu dalam upaya pemahaman kosa kata bahasa Jerman
utamanya mengenai verba bentukan yang bisa diidentifikasi maknanya berdasarkan afiks
yang digunakan.
4
1.5 Landasan Teori
Bagian ini berisi ulasan tentang beberapa pengertian yang terkait dengan topik
penelitian. Pada bagian ini akan diuraikan tentang pokok pemahaman yang penting dalam
morfologi bahasa Jerman. Uraian ini akan diawali dengan uraian mengenai konsep morfologi,
proses pembentukan kata dalam bahasa Jerman, pengertian verba, adjektiva, nomina, afiks,
serta afiksasi yang sekaligus meliputi afiksasi infleksional dan juga derivasional dalam
Sesuai dengan tujuan penelitian, metode yang digunakan dalam kajian ini adalah
metode deskriptif. Sudaryanto menyatakan bahwa metode deskriptif berarti penelitian yang
dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada dan fenomena yang memang
Secara prkatis, metode yang digunakan dalam kajian ini dijabarkan dalam tiga metode
5
Data yang digunakan dalam penelitian bahasa ini merupakan data tulisan yang
diambil dari buku ilmiah yang terkait dengan topik penelitian yang dianggap baik dan
lengkap. Sumber data ini dipilih mengingat data tersebut telah melalui proses pengujian
digunakan sebagai sumber data adalah Kamus Jerman-Indonesia yang ditulis oleh Adolf
Heuken, S.J. Pemilihan kamus ini sebagai dasar analisis mengingat kamus ini merupakan
kamus acuan yang digunakan oleh para pembelajar bahasa Jerman di Indonesia sehingga
Adapun kenapa sumber data hanya dibatasi pada satu buku, hal ini dimaksudkan
untuk mendapatkan analisis yang lebih rinci dan mendalam pada sumber data yang telah
dipilih berdasarkan teknik pursposive. Menurut Johnson dan Christensen, teknik ini
merupakan salah satu teknik pengambilan sampel dalam penelitian yang memungkinkan
Adapun penyediaan data yang dilakukan dengan teknik catat dari wacana tulis atau
teks yang telah dipilih sebagai sumber data. Hasil analisis awal yang berupa kata kerja
turunan yang diduga berasal dari pembentukan kata sifat dan kata benda dengan proses
afiksasi derivasional dalam bahasa Jerman dicatat dalam tabel kata kerja turunan yang telah
disediakan.
Dalam penelitian ini, semua data yang berupa kata kerja turunan yang ditemukan
dianalisis dengan menggunakan teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis)
untuk mendapatkan identifikasi unsur-unsur penyusun setiap kata tersebut. Menurut Edi
6
Subroto (69: 2007) yang dimaksud dengan teknik urai unsur terkecil adalah mengurai suatu
satuan lingual tertentu atas unsur-unsur terkecilnya. Unsur-unsur terkecil yang dimaksudkan
dalam analisis pada kata kerja turunan yang muncul dalam kajian ini adalah morfem yang
Hasil analisis data disajikan dalam bentuk deskripsi afiks-afiks pembentuk verba dari
pembentukan kata kerja serta makna verba turunan yang ditemukan pada sumber data
Penyajian hasil penelitian dibagi dalam lima bab dengan rincian sebagai berikut.
Bab I adalah pendahuluan yang berisi: Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penyajian dan
Rencana Kerja. Bab II berisi gambaran umum mengenai tinjauan pustaka, teori serta kajian
yang akan menjadi landasan berpikir dalam penelitian ini. Pada Bab III berisi Kajian metode
serta langkah-langkah yang akan ditempuh dalam penelitian ini. Bab IV berisi uraian lengkap
proses afiksasi derivasional pembentukan kata kerja dalam bahasa Jerman, serta bab V
7
Tahapan Sept Okt Nov Des
1. Persiapan Penelitian # # # #
2. Pengambilan Data # # # #
3. Pengolahan Data # # # # #
4. Penyusunan Laporan # # # # # # #
4.3. Ujian #
4.4. Revisi # #
BAB II
8
Bab ini berisi uraian mengenai dua hal utama, yakni tinjauan pustaka dan landasan
teori. Tinjauan pustaka dimaksudkan untuk memberikan deskripsi mengenai hal-hal yang
telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu dalam kaitannya dengan pembentukan kata kerja
dalam bahasa Jerman dengan melalui proses afiksasi. Uraian ini juga dimaksudkan untuk
menunjukkan keaslian atau keorisinalitasan dari kajian ini. Sedangkan, landasan teori
mengungkapkan teori-teori yang telah ada dan dianggap mapan yang berkaitan dengan
afiksasi derivasional pembentukan kata kerja dalam bahasa Jerman. Hal ini perlu dilakukan
untuk memberikan dasar dan sekaligus arah kajian tentang afiksasi pembentukan kata kerja
peneliti, diantaranya Siti Sudartini (2009) yang meneliti “Afiksasi Derivasional Pembentukan
Kata Benda dalam Bahasa Inggris (Kajian Proses, Proporsi Pemakaian, dan
afiksasi derivasional dalam bahasa Inggris. Di samping itu, beliau juga menelaah proporsi
Selain itu, masih ada Awaluddin (2010) yang meneliti “Afiks Pembentuk Verba dalam
Bahasa Muna” serta Akhmad Sauqi Ahya’ (2009) yang menjabarkan “Makna dan Fungsi
Afiks Derivasional dalam Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia (Studi Kontrastif).
Sementara itu, Rattih Ariyantini (2009) menelaah “Analisis Proses Afiksasi dalam
Pembentukan Kata Bahasa Jerman pada Buku Studio d A1”. Namun, dalam penelitian
9
pemakaiannya dalam buku Studio D A1. Jadi, dari penelitian yang dilakukan oleh Ariyantini
tersebut belum dapat ditemukan pemecahan masalah bagi pemahaman proses pembentukan,
sistem morfofonemis serta makna yang diakibatkan oleh proses afiksasi ini.
Kajian ini mencoba untuk melihat secara kritis kompleksitas dalam bahasa Jerman
dari aspek morfologi sebagai salah satu hasil pengaruh perkembangan bahasa. Seperti
dinyatakan oleh Stockwell dan Minkova, yakni all aspects of language are constantly
changing, but vocabulary is the parts that reacts most readily and rapidly to external
Sub bagian ini akan mengulas beberapa konsep dasar terkait dengan topik kajian ini,
antara lain konsep morfologi, proses pembentukan kata dalam bahasa Jerman, verba,
adjektiva, nomina, afiks, serta afiksasi yang sekaligus meliputi afiksasi infleksional dan juga
2.3 Morfologi
Trask mendefinisikan morfologi sebagai the branch of linguistics which studies word
structure (R.L. Trask, 1999; 128-129). Trask lebih lanjut menyatakan cabang ilmu linguistik
ini secara umum terdiri atas dua kajian utama, yakni inflection dan word-formation. Kajian
dalam inflection terkait dengan pembahasan mengenai variasi bentuk suatu kata demi
memenuhi kaidah gramatikal, misalnya adanya variasi bentuk dalam bahasa Jerman untuk
kata machen yang bisa berubah menjadi mache, machst, macht, machte dan gemacht. Kajian
tentang word-formation membahas tentang pembentukan kata-kata baru dari kata-kata yang
10
sudah ada, misalnya pada kata das Krankenhaus yang berasal dari kata krank dan das Haus.
Salah satu jenis topik dalam word-formation adalah derivation atau proses derivasional.
linguistics deals with the internal structure of word-forms (Bauer, 1983; 13). Sementara itu
O’Grady dan Guzman mendefinisikan morfologi sebagai the system of categories and rules
involved in word formation and interpretation (O’grady, 1996; 132). Berdasarkan ketiga
definisi tersebut, morfologi dapat dipahami sebagai salah satu cabang ilmu dalam linguistik
yang terkait dengan struktur internal kata, proses terbentuknya kata dan juga aturan-aturan
Kajian ini membahas tentang permasalahan dalam proses pembentukan kata dalam
bahasa Jerman. Kajian ini tidak membahas semua proses pembentukan kata dalam bahasa
Jerman, namun hanya dibatasi pada proses pembentukan kata dengan proses penambahan
afiks atau proses afiksasi, terutama afiksasi derivasional pembentukan kata kerja atau verba.
Sebelum berbicara mengenai proses pembentukan kata kerja dalam bahasa Jerman,
pembahasan mengenai jenis-jenis proses pembentukan kata yang umum dalam bahasa Jerman
kiranya penting untuk dijelaskan terlebih dahulu. Uraian ini menjadi dasar pemahaman
yang umum digunakan dalam pembentukan kata. Proses-proses morfologi tersebut meliputi,
11
blends, backformation dan acronyms (138-159). Berikut adalah uraian singkat tentang
proses pembentukan kata baru dengan menambahkan afiks pada suatu bentuk dasar.
Penambahan afiks pada suatu bentuk dasar ini bisa disertai dengan perubahan kelas kata
ataupun perubahan makna pada bentuk dasar tadi. Proses penambahan afiks yang umumnya
disertai dengan perubahan kelas kata ataupun perubahan makna dari bentuk dasar dikenal
sebagai proses afiksasi derivasional, sedangkan proses penambahan afiks yang tidak disertai
dengan perubahan kelas kata ataupun makna dari bentuk dasar dikenal sebagai proses afiksasi
infleksional. Dalam proses afiksasi bahasa Jerman ada dua jenis afiks yang sering digunakan,
yakni afiks yang dilekatkan di depan bentuk dasar atau yang biasa disebut dengan Präfix dan
afiks yang dilekatkan pada bagian akhir dari bentuk dasar atau yang lazim disebut sebagai
Suffix. Berikut adalah contoh beberapa kata yang dibentuk dengan proses afiksasi, baik
‘kebahagiaan’ ‘bahagia’
‘bangga’ ‘membanggakan’
pembentukan kata untuk mempermudah pengucapan. Proses ini sering disebut sebagai proses
12
penambahan clitics (kata yang telah dipersingkat sehingga tidak dapat berdiri sendiri sebagai
bentuk yang independen karena alasan fonologis, seperti mempermudah atau mempercepat
pengucapan) pada kata yang lain dalam suatu kalimat. Berikut ini adalah beberapa contoh
Adapun internal change merupakan suatu proses morfologis yang dapat didefinisikan
sebagai proses penggantian suatu unsur / segmen bukan morfem dalam suatu kata dengan
segmen atau unsur yang berbeda. Berikut adalah beberapa contoh kata yang dihasilkan dari
morfologi dimana suatu root digantikan oleh root yang secara fonologis sangat berbeda untuk
menyatakan perbedaan gramatikal. Berikut adalah contoh kata yang dibentuk dengan proses
morfologi tersebut.
13
Proses morfologis dalam bahasa Jerman yang juga produktif adalah proses
yang bisa dikatakan memiliki produktivitas yang tinggi untuk membentuk kata dalam bajasa
Jerman. Proses morfologis ini merupakan proses penggabungan atau kombinasi beberapa
kategori leksikal untuk membentuk suatu kata yang lebih kompleks. Heidi Harley
menyatakan ‘compounding occurs when two independently meaningfull roots are directly
combined to form a new, complex word, usually a noun or adjective’ (Harley, 2006; 98).
Tabel berikut berisi beberapa contoh kata yang dibentuk dengan proses compounding tersebut
14
Verben + Nomen Gloss
Bila dilihat sepintas lalu, contoh kata-kata kompleks yang dibentuk dari proses
compounding mirip dengan kelompok kata atau frase. Namun bila diperhatikan secara
seksama kata-kata tersebut tidak sama dengan frase. Carstairs dan McCarty menyatakan dua
perbedaan yang mendasar antara compound dan frase, yakni pada letak stress dan juga pada
maknanya (Carstairs dan McCarty, 2002; 60). Compound biasanya memiliki stress pada
elemen yang pertama, berbeda dengan frase yang umumnya stress diletakkan pada elemen
kedua. Compound juga memiliki makna idiomatik yang umumnya tidak langsung dapat
diperkirakan dari elemen penyusunnya, berbeda dengan frase yang maknanya bisa
Proses morfologis yang lain adalah proses conversion atau yang lebih sering dikenal
sebagai proses zero derivation. Proses morfologis ini merupakan proses perubahan kategori
sintaksis suatu kata.perubahan ini seringkali juga diikuti dengan perubahan makna (O’Grady,
15
1996; 157). Plag menyatakan, conversion can be defined as the derivation of a new word
without any overt marking (Ingo Plag, 2002; 64). Proses morfologis ini seringkali muncul
pada proses afiksasi, baik derivasional maupun infleksional. Berikut adalah beberapa contoh
kata yang dibentuk dengan proses morfolgis ini yang juga bisa dikatakan sebagai hasil
Proses morfologis yang juga masih tergolong produktif dalam bahasa Jerman adalah
proses clipping, blending, backformation, dan acronym. Berikut adalah uraian singkat
Clipping merupakan proses pemendekan kata polysyllabic atau bersuku kata banyak
dengan cara menghilangkan satu atau dua suku kata. O’Grady menyatakan bahwa proses ini
awalnya hanya digunakan pada komunikasi antar siswa, namun sejumlah kata hasil proses ini
pada akhirnya umum dipakai oleh penutur yang lain (1996; 157). Sejalan dengan hal tersebut
It’s often the case that a word is clipped because it comes into more common usage-its
frequency count increases- and speakers find that they don’t need to use the full
sesquipedalian version to identify the concept. They prefer a more quickly and easily
pronounced version.
Berikut adalah beberapa contoh kata yang merupakan hasil proses morfologis ini
16
die Universität > die Uni ‘universitas’
Sementara itu, blending bisa dikatakan sebagai proses pembentukan blends, yakni
kata-kata yang dibentuk dari gabungan dua kata yang lain dan membentuk makna yang baru.
Secara umum blending merupakan proses pembentukan kata dengan menggabungkan bagian
dari dua kata yang lain. Sama halnya dengan compounding, kata yang dihasilkan umumnya
membentuk pengertian yang baru. Berikut adalah beberapa contoh kata yang dibentuk dari
memindahkan afiks dari suatu kata. Proses ini bisa dikatakan sebagai kebalikan dari proses
afiksasi. Berikut adalah beberapa contoh kata yang dihasilkan dari proses morfologis ini.
17
Proses morfologi berikutnya adalah proses pembentukan acronyms. Acronyms
dibentuk dengan mengambil huruf awal beberapa kata dalam satu frase dan dibaca sebagai
satu kata. Berikut adalah beberapa contoh acronyms yang umumnya terkait dengan istilah
2.5 Verba
Penentuan suatu kata termasuk verba atau bukan dapat dilihat dari ciri-cirinya. Nida
(1970: 181-186) mengemukakan bahwa verba dapat dilihat dari tiga segi yaitu ciri semantik,
ciri morfologis, dan ciri sintaktik. Ciri semantik adalah ciri yang bisa dilihat dari makna kata
misalnya verba “ambil” bermakna tindakan. Ciri morfologis adalah ciri yang dapat dilihat
dari bentuk kata yang telah mengalami proses morfologis, baik afiksasi, reduplikasi maupun
komposisi. Ciri sintaktik dapat dilihat dari hubungan kata yang satu dengan kata yang lain
dalam suatu frase, klausa atau kalimat. Hasan Alwi dkk (2003: 87) mengemukakan ciri-ciri
verba dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantis, (2) perilaku sintaksis, (3)
bentuk morfologisnya. Namun, secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan dari
kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri (1) verba memiliki fungsi utama
sebagai predikat atau sebagai inti predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai
fungsi yang lain, (2) verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses atau keadaan
yang bukan sifat atau kualitas, (3) verba khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat
18
diberi prefix ter- yang berarti ‘paling’, (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung
Menurut Kridalaksana (2005: 51) ditinjau dari segi bentuknya verba dapat dibedakan
atas dua bentuk yaitu (1) verba dasar bebas dan (2) verba turunan. Verba dasar bebas adalah
verba ang berupa morfem dasar bebas. Verba turunan adalah verba yang mengalami proses
morfologis seperti afiksasi, reduplikasi, gabungan proses atau berupa paduan leksem.
Ramlan (1997: 18) mengemukakan istilah kata verba mempunyai dua ciri yaitu (1)
dapat menduduki tempat predikat, dan (2) dapat diletakkan di belakang kata yang tidak
menjadi dua golongan yaitu verba transitive dan verba intransitive. Keraf (1991: 78-82)
mengemukakan bahwa verba dalam bahasa Indonesia adalah segala macam kata yang dapat
Berdasarkan beberapa konsep verba yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa verba ditentukan dengan melihat ciri morfologis, ciri sintaktik dan ciri
semantiknya. Ciri morfologis verba ditandai dengan sejumlah afiks yang berfungsi sebagai
pembentuk verba, pada ciri sintaktik, verba dapat berfungsi sebagai predikat. Ciri semantis
2.6 Adjektiva
Adjektiva adalah kategori yang ditandai oleh kemungkinannya untuk (1) bergabung
dengan partikel tidak (nicht), (2) mendampingi nomina, atau (3) didampingi partikel seperti
lebih (mehr), sangat (sehr), agak (ziemlich), (4) mempunyai ciri-ciri morfologis, atau (5)
19
Adjektiva mempunyai lima macam ciri, yaitu (1) dapat berfungsi sebagai atribut, (2)
dapat berfungsi sebagai predikat, (3) dapat diingkarkan dengan kata tidak (nicht), (4) dapat
sten) Untuk menyatakan tingkat perbandingan, dan (5) dapat berdampingan dengan kata
Adjektiva adalah kata yang memberikan keterangan yang lebih khusus tentang
sesuatu yang dinyatakan oleh nomina dalam kalimat. Adjektiva dicirikan oleh
kemungkinannya menyatakan tingkat kualitas dan tingkat bandingan acuan nomina yang
diterangkannya. Perbedaan tingkat kualitas ditegaskan dengan pemakaian kata seperti sangat
(sehr) dan agak (ziemlich) disamping adjektiva (Hasan Alwi dkk., 2003: 171).
2.7 Nomina
Nomina atau kata benda merupakan salah satu jenis kata utama selain kata kerja, kata
sifat dan kata keterangan. Alwi (2000; 213) mendeskripsikan nomina secara semantis sebagai
kata yang mempunyai referen terhadap manusia, binatang, benda, dan konsep atau
nomina dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu nomina yang berbentuk kata dasar serta
nomina bentuk turunan, yakni nomina yang diturunkan dari bentuk dasar kata lain.
Sedangkan Chaer (2008; 71-73) membagi nomina dari sisi semantis dalam sebelas tipe,
peralatan, makanan dan minuman, nama geografis, bahan baku, serta kegiatan. Menurut
Chaer (2008; 69-70), terdapat empat ciri utama nomina atau kata benda dilihat dari adverbial
pendampingnya, yakni (1) tidak dapat didahului oleh adverbial negasi tidak, (2) tidak dapat
20
didahului oleh adverbial derajat agak (lebih, sangat, paling), (3) tidak dapat didahului oleh
adverbial keharusan wajib, dan (4) dapat didahului oleh adverbial yang menyatakan jumlah
2.8 Afiksasi
2.8.1 Afiks
morfem terlebih dahulu, mengingat afiks adalah salah satu jenis morfem. Stocwell dan
Minkova mendefinisikan morfem sebagai the smallest units that carry the fundamental
meanings of a language (Stockwell dan Minkova, 2001; 56). Lebih lanjut, Stockwell dan
Minkova menyatakan ada dua jenis morfem, yakni roots dan affixes. Setiap kata pasti
memiliki roots. Roots menjadi dasar proses penurunan atau derivasi kata dan umumnya telah
memiliki makna.
Sementara itu, Carstairs dan McCarty mengatakan ada dua jenis morfem, yakni yang
disebut sebagai free morphemes dan bound morphemes. Carstairs dan McCarty menyatakan
morphemes that can stand on their own are called free, and ones that cannot are bound.
Mereka mengkategorikan roots sebagai free morphemes dan afiks sebagai bound morphemes.
Afiks juga dapat didefinisikan sebagai satuan gramatik terikat, yang merupakan unsur
yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-
satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru (M. Ramlan, 1997). Hal ini juga
dikemukakan oleh Plag, yang mendefinisikan afiks sebagai “a bound morpheme that attaches
to bases” (Plag, 2002; 90). Selanjutnya Plag menyatakan seringkali terdapat beberapa bentuk
dalam bahasa Jerman yang mirip afiks, namun ternyata bukan afiks melainkan morfem terikat
21
yang lain. Bentuk-bentuk ini seringkali disebut sebagai neoclassical elements dalam bahasa
Inggris (2002; 92). Bentuk-bentuk ini umumnya merupakan lexeme yang diserap dari bahasa
Latin ataupun Yunani. Berikut adalah beberapa contoh morfem terikat yang bukan afiks
dalam bahasa Jerman yang ditunjukkan pada elemen yang dicetak miring pada kata-kata di
bawah ini.
Morfem bio, photo, dan logy merupakan morfem terikat yang bukan afiks, oleh
karenanya kata-kata tersebut bukanlah merupakan hasil afiksasi, melainkan hasil proses
compounding.
Sementara itu Parker menyebutkan bahwa: “the more familiar term for the class of
bound grammatical morphemes is affix (Parker, 1986; 69). Stockwell dan Minkova (2001;
63) menyatakan:
All morphemes which are not roots are affixes and affixes differ from roots in three
ways. (1) They do not form words by themselves-they have to be added on to a stem,
(2) their meaning, in many instances, is not as clear and specific as is the meaning of
roots, and many of them are almost completely meaningless, (3) compared with the
total number of roots, which is very large (thousands or tens of thousands in any
22
Lebih lanjut Stockwell dan Minkova menyatakan secara umum afiks dalam suatu
bahasa dapat dikategorikan menjadi dua jenis yakni afiks-afiks yang berperan dalam
pembentukan kata baru, yakni afiks derivasional, serta afiks-afiks yang kurang berperan
dalam pembentukan kata baru, yakni yang dikenal sebagai afiks infleksional. Mereka
menegaskan, bahwa afiks derivasional yang sangat berperan dalam pembentukan kata baru,
sedangkan afiks infleksional tidak lebih dari pembentukan kata yang didasari oleh perubahan
fungsi gramatikal kata dan oleh karenanya seringkali tidak disertai perubahan makna leksikal
dari kata tersebut. Hal senada juga dikemukakan oleh Kelly yang menyatakan,
Of affixes there are two kinds: inflectional and derivational. The former does not
change the meaning of the root. Instead, it provides the hearer with additional
information (e.g. the –ing ending on a verb marks progressive action). The latter can
2.8.2 Afiksasi
Proses pembubuhan afiks ini terjadi dengan suatu proses morfemis yang dikenal
sebagai proses afiksasi. Prosess afiksasi merupakan salah satu proses morfologis yang amat
berperan dalam pembentukan kata baru. Beberapa ahli bahasa menyatakan afiksasi sebagai
proses mendasar dalam pembentukan kata baru. Salah seorang yang menyatakan ini adalah
Szymanek (1989), yang menyatakan: “Affixation is probably the most frequent and wide-
Hal senada juga dikemukakan oleh Verhaar, yang menyatakan bahwa di antara proses-
proses morfemis, yang terpenting adalah afiksasi, yaitu proses pengimbuhan afiks. Verhaar
juga menyatakan bahwa fungsi utama proses afiksasi ada dua, antara lain fleksi dan derivasi.
Fleksi merupakan proses afiksasi yang menghasilkan alternant-alternan dari bentuk yang
tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang sama. Sedangkan derivasi merupakan proses
afiksasi yang menurunkan kata atau unsur leksikal yang lain dari kata atau unsur leksikal
tertentu (Verhaar, 2006; 107). Sementara itu Chaer mendefinisikan afiksasi sebagai proses
pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar yang melibatkan tiga unsur, yakni
23
dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna gramatikal yang dihasilkan (Chaer, 2003; 177).
Proses afiksasi dapat merubah jenis kata (seperti misalnya pada kata der Glück menjadi
glücklich) atau mengubah makna kata (seperti pada kata die Neble menjadi neblig). Lebih
lanjut Chaer menyatakan bahwa, proses afiksasi ini bisa bersifat inflektif maupun derivatif.
Derivasi dapat diartikan sebagai proses afiksasi penurunan satu kata dari bentuk
dasarnya, baik bentuk dasar yang samam maupun bentuk dasar dari kata yang lain, dengan
disertai perubahan makna leksikal. Finegan menyatakan dua ciri umum afiksasi derivasional,
yakni (1) mengubah makna suatu kata dan (2) mengubah kategori leksikal dari kata tersebut
(Finegan, 2004; 49). Berikut adalah beberapa contoh dari afiksasi derivasional:
vergangen (V) ‘sudah berlalu’ > die Vergangenheit (N) ‘masa lalu’
Jenis derivasi dipengaruhi oleh asal atau dasar kata yang mengalami proses derivasi.
Misalnya der Bau ‘bangunan’ (N) diturunkan menjadi verbauen ‘membangun’ (V) karena
berasal dari nomina maka disebut dengan derivasi denominal dan karena hasilnya sebuah
verba, maka verba verbauen disebut verba denominal. Proses gross ‘besar’ (adj) diturunkan
adalah verba, maka verba vergrössern disebut verba deadjektival. Proses vergangen ‘sudah
berlalu’ (V) diturunkan menjadi die Vergangenheit ‘masa lalu’ (N) karena berasal dari verba,
maka disebut derivasi deverbal dan karena hasilnya sebuah N maka N die Vergangenheit
24
2.8.2.2 Afiksasi Infleksional
baru namun lebih cenderung menghasilkan word-forms yang baru (Bauer, 1983; 29). Afiksasi
infleksional hanya melibatkan jumlah afiks yang terbatas dan sangat terkait dengan
kesesuaian gramatika yang disebut sebagai concord and agreement. Carstairs dan McCarty
Some words (lexemes) have more than one word form, depending on the grammatical
context or on choices that grammar forces us to make (for example, in nouns, between
untuk verba juga dapat dibedakan menjadi afiks yang umum atau regular dan juga irregular.
Bentuk umum atau regular adalah pembentukan kata kerja yang menunjukkan past tense
yakni dengan sufiks –te / -tet ataupun bentuk progressive yakni dengan penambahan –en.
Adapun bentuk irregular inflection dalam pembentukan kata kerja adalah yang terkait dengan
bentuk irregular verbs. Bentuk verba yang termasuk irregular verbs bisa berupa bentuk yang
tetap atau zero inflection atau dengan bentuk yang sangat berbeda dengan bentuk dasar verba.
yakni perbandingan dalam bahasa Jerman yang umumnya dilakukan dengan penambahan
afiks –er untuk menyatakan tingkatan lebih (komparativ) dan –sten untuk tingkatan paling
(superlativ). Carstairs dan McCarty (2002; 41) menyatakan bahwa penambahan sufiks –er
dan –sten sebagai regular pattern of suffixation, sedangkan untuk pembentukan kata gut
25
Bibliografi
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, Anton M. Moeliono. 2003. Tata
Carstairs, Andrew and McCarty. 2002. An Introduction to English Morphology : Words and
Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka
Cipta.
Finegan, Edward. 2004. Language: Its Structure and Use. Fourth Edition. Boston:
Wadsworth-Thomson Corporation.
http://www.xmission.com/~ladyslvr/wlk/suffixes.htm).
26
Kridalaksana, Harimurti. 2005. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. (Edisi Kedua). Jakarta:
Nida, Eugene A. 1970. Morphology: The Descriptive analysis of words. (Second Edition)
Parker, Frank. Linguistics for Non-Linguists. London: Taylor & Francis Ltd.
Sasangka, Wisnu. 2000. Adjektiva dan Adverbia dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Stockwell, Robert dan Donka Minkova. 2001. English Words: History and Structure.
Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: UPT
Wydawnictwo Naukowe.
Trask, R. L. 1999. Key Concepts in Language and Lingustics. New York: Roudledge.
Press.
27
28