PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
B. ETIOLOGI
C. FISIOLOGI
Histopatologis
Biopsi kulit dilakukan dengan cara punch biopsi pada bula yang
baru timbul atau pada kulit yang berdekatan dengan bula
Perubahan awal ditandai dengan pembengkakan intersellular dan
hilangnya hubungan antara sel-sel epidermis yang disebut
akantolisis, hal ini menyebabkan terbentuknya celah dan akhirnya
membentuk bula di suprabasal.
Sel basal walapun terpisah satu dengan yang lainya yang
disebabakan oleh hilangnya jembatan antara sel, tetap melekat
pada epidermis (baswmwnt membran seperti sumsum batu nisan
(row of tombstones)
Didalam rongga bula mengandung sel akantolisis yang dapat dilihat
dengan pemeriksaan sitologi yaitu tzanck smear (pewarna giemsa),
yang diambil dari dasar bula atau erosi pada mulut, sel yang
akantolisis mempunyai inti yang kecil dan hiperkromatik,
sitoplasmanya sering dikeulingi halo.
Pada perbatasan epidermis adakalanya menunjukan spongiosis
dengan eosinofil yang amsuk kedalam epidermis disebut
eosinophilic spongiotic.
Imminopatologi
- Immunofluorescen langsung
Menunjukan endapan antibodi IgG, C3, di substansi
interselluler epidermis
- Immunofluorescen tidak langsung
Serum ; dideteksi sirkulasi antibodi IgGinterseluler, terdapat
pada 80-90% penderita
D. FATOFISIOLOGI
Temuan histologis khas pada bentuk pemfigus ini adalah
pembentukan pelepuhan intraepidermal sebagai akibat dari
hilangnya perlekatan sel-sel dari keratinosit (acantholysis) tanpa
nekrosis keratinosit. Sedangkan acantholysis biasanya terjadi tepat
di atas lapisan sel basal (acantholysis suprabasilar), pemisahan
intraepithelial terkadang bisa lebih tinggi dalam stratum spinosum.
Beberapa keratinosit acantholysis serta kelompok sel-sel epidermal
sering ditemukan pada rongga pelepuhan. Walaupun sel-sel basal
kehilangan kontak desmosomal lateral dengan tetangganya,
mereka mempertahnakan perlekatannya ke membran dasar melalui
hemidesmosom, sehingga memberikan kenampakan seperti “baris
batu-nisan”.
Proses acantholysis bisa melibatkan folikel-folikel rambut. Garis
batas dermal papillary biasanya terjaga, dan seringkali, papillae
menonjol ke dalam rongga pelepuhan. Rongga pelepuhan bisa
mengandung beberapa sel inflammatory, utamanya eosinofil, dan
dalam dermis terdapat infiltrat sel mononuklear perivaskular sedang
dengan eosinofil yang jelas. Pada sedikit kasus, temuan histologis
pertama terdiri dari spongiosis eosinofilik, dimana eosinofil-eosinofil
menginvasi epidermis spongiotik dengan sedikit atau tapa bukti
acantholysis.
Penting untuk mengambil biopsy dari lesi awal untuk memastikan
diagnosis yang tepat karena pelepuhan pemfigus meletus dengan
mudah. Pada pasien yang hanya memiliki lesi oral, sebuah biopsy
harus diambil dari batas aktif sebuah area gundul (tanpa rambut)
karena pelepuhan utuh mudah ditemukan. Pemeriksaan sitologi
(hapusan Tzank) bermanfaat untuk penunjukan sel-sel epidermal
acantholytic secara cepat dalam rongga pelepuhan. Akan tetapi, uji
ini semata-mata merupakan sebuah alat diagnostik pendahuluan,
dan tidak boleh menggantikan pemeriksaan histologis karena
keratinosit acantholytic terkadang ditemukan pada berbagai
vesilobullous acantholytic atau penyakit pustular sebagai akibat dari
acantholysis sekunder.
Pada pemfigus vegetan, acantholysis suprabasilar terlihat,
disamping papillomatosis dan acanthosis. Secara khas, ada infiltrat
sel inflamatory yang intensif mengandung berbagai eosinofil, dan
mikroabscess intraepidermal sering terlihat
E. KOMPLIKASI
Secondary infection
Salah satunya mungkin disebabkan oleh sistemik atau local
pada kulit. Mungkin terjadi karena penggunaan
immunosupresant dan adanya multiple erosion. Infeksi
cutaneus memperlambat penyembuhan luka dan
meningkatkan resiko timbulnya scar.
Malignansi dari penggunaan imunosupresif
Biasanya ditemukan pada pasien yang mendapat terapi
immunosupresif.
Growth retardation
Ditemukan pada anak yang menggunakan immunosupresan
dan kortikosteroid.
Supresi sumsum tulang
Dilaporkan pada pasien yang menerima imunosupresant.
Insiden leukemia dan lymphoma meningkat pada penggunaan
imunosupresif jangka lama.
Osteoporosis
Terjadi dengan penggunaan kortikosteroid sistemik.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Erosi kulit yang luas, kehilangan cairan serta protein ketika
bulla mengalami rupture akan menyebabkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Kehilangan cairan dan
natrium klorida ini merupakan penyebab terbanyak gejala
sistemik yang berkaitan dengan penyakit dan harus diatasi
dengan pemberian infuse larutan salin. Hipoalbuminemia
lazim dijumpai kalau proses mencapai kulit tubuh dan
membrane mukosa yang luas.
F. MANIFESTASI KLINIK
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
H. DIAGNOSA BANDING
I. PENATALAKSANAAN
a. Medis
b. Keperawatan
c. Diet
J. PROGNOSIS
Pemphigus vulgaris tersebut diseluruh dunia, dapat
mengenai semua ras, frekuensi hampir sama pada laki-laki dan
perempuan. Pemphigus vulgaris merupakan bentuk yang sering
dijumpai kira-kira 70% dari semua kasus pemphigus, biasanya
pada usia 50-60 tahun dan jarang pada ank-anak, insiden
pemphigus vularis bervalesi antara 0,5-3,2 kasus per 100.000 dan
pada keturunan yunani khususnya ashkenazi jewish insidennya
meningkat.
Anti bodi IgG mengikat pemphigus vulgaris antigen yaitu
desmoglain 3 pada permukaan sel karatinosit, mengakibatkan
terbentuk dan dilepaskannya plasminogen activator sehingga
berubah plasminogen menjadi plasimin. Plasmin yang terbentuk
menyebabkan keruskan desmosom sehingga terjadi penarikan
tonofilamen dari sitoplasma karatinosit, akibatnya terjadi pemisahan
sel-sel karatinosit (tidak adanya kohesi antara sel-sel) proses ini
disebut akantilosis. Kemudian terbentuk celah di suprabasal dan
akhirnya terbentuk bula yang sebenarnya.