Anda di halaman 1dari 5

GOJEK

Gojek memulai perjalanannya pada tahun 2010 dengan layanan pertama yaitu
pemesanan ojek melalui call-center.

Pada tahun 2015, Gojek berkembang pesat setelah meluncurkan sebuah aplikasi
dengan tiga layanan, yaitu: GoRide, GoSend, dan GoMart.

Sejak saat itu, laju Gojek semakin cepat dan terus beranjak hingga menjadi grup
teknologi terkemuka yang melayani jutaan pengguna di Asia Tenggara.
Tiga Pilar Gojek adalah Kecepatan, Inovasi dan Dampak Sosial

Hingga Maret 2019, aplikasi Gojek telah diunduh oleh lebih dari 142 juta kali, dengan
lebih dari 2 juta mitra pengemudi. Artinya sebagian penduduk Indonesia telah
menjadi pengguna aktif internet sekaligus menjadi pengguna Gojek.

Hal tersebut diungkapkan Gojek dalam siaran pers, Selasa (23//4/2019).

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190423171542-37-68367/gojek-tela
h-diunduh-142-juta-kali

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk Indonesia mencapai 268 juta
jiwa. Pada 2018, jumlah pengguna internet aktif berdasarkan data eMarketer
mencapai 123 juta orang, hampir setengah dari jumlah penduduk di Indonesia.

Gojek juga memiliki hampir 400.000 mitra merchants , dan lebih dari 60.000
penyedia layanan di Asia Tenggara, dengan volume transaksi tahunan sebanyak
sebesar 2 miliar per akhir 2018.

Tahun 2018, Gojek juga mencatat lebih dari US$ 9 miliar gross transaction value
(GTV) di semua negara operasinya, dan menjadikannya grup consumer technology
terbesar di Asia Tenggara berdasarkan GTV. Gojek kini beroperasi di 204 kota dan
kabupaten di lima negara Asia Tenggara.

Sementara itu, Go-Food tumbuh empat kali lipat lebih besar dari kompetitor
terdekatnya, dan menguasai 80%. Pertumbuhan ini berdasarkan data internal
Go-Food, yang juga menyatakan jumlah order Go-Food tumbuh tujuh kali lipat dalam
dua tahun terakhir.
Chief Food Officer Gojek Group Chaterine Hindra Sutjahyo mengatakan sejak
diperkenalkan pada 2015, Gojek telah berkembang menjadi layanan pengantar
makanan online terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara. Go-Food telah
menggandeng lebih dari 400 ribu merchant, yang 96% diantaranya adalah Usaha
Mikro Kecil Menengah (UMKM).

berdasarkan laporan berjudul “The State of Mobile 2019” dari App Annie, platform
analisa dan insights untuk aplikasi mobile. Keberhasilan ini berbanding lurus dengan
pertumbuhan gross transaction value (GTV) GOJEK yang naik 13,5 kali lipat dari 2016
ke 2018. Per akhir 2018, Go-Jek mencatat GTV sebesar lebih dari USD 9 miliar dan
total volume transaksi setahun mencapai 2 miliar.

Riset oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Indonesia,
tahun 2018, melibatkan 6.732 responden di 9 kota di Indonesia.

Memberikan Dampak Ekonomi Untuk Indonesia


Gojek menyumbang sekitar Rp44,2 triliun (US $ 3 miliar) bagi perekonomian
Indonesia pada akhir 2018 *.
Sejak bergabung dengan Gojek, kualitas hidup mitra driver meningkat - 100%. Mitra
driver percaya bahwa dengan skema insentif dan kebijakan yang diterapkan Gojek,
mereka dapat menyejahterakan keluarga mereka. Sebagian besar dari mereka
mengklaim bahwa mereka sekarang dapat menyekolahkan anaknya.

Mitra merchant
Ekosistem Gojek menunjang pertumbuhan UMKM di Indonesia. Sebesar 93% mitra
UMKM mengalami peningkatan volume transaksi, dan 55% mitra UMKM naik kelas
dari sisi klasifikasi omzet.

Penyedia jasa
GoLife bermitra dengan lebih dari 60.000 penyedia layanan. Sejumlah 70% mitra
GoLife adalah perempuan, 90% mitra GoLife merupakan lulusan SMA.
Kemudian 1:20 penyedia layanan GoLife adalah talent difabel untuk layanan
GoMassage dan GoAuto. Hal ini menunjukkan Gojek berkomitmen terhadap prinsip
kesetaraan dan non-diskriminasi bagi siapa saja yang mau bergabung ke dalam
ekosistem Gojek.
TAHUN Diunduh Gross Transaction Value (GTV) Mitra Merchants

2015 5,5 juta

2916 10 juta US$ 670.000.000 23.000

2017 70 juta US$ 5.000.000.000 125.000

2018 125 juta US$ 9.000.000.000 300.000

2019 142 juta US$ 10.000.000.000 400.000


Selain Pelayananan yang baik, kecepatan, dan fasilitas, cara pemasaran dengan
tarif juga membuat masyarakat menjadi tertarik dengan Gojek.
Pada awal 2014, Gojek mulai membuat sensasi dengan menawarkan jasa bagi
penggunanya Rp 10.000 untuk segala tujuan. Syaratnya tidak boleh melebihi 25
kilometer. Konsumen pun ramai-ramai menggunakan jasanya, hingga muncul
ketergantungan untuk selalu menggunakan ojek online ini. Tentu Gojek tidak
langsung untung. Dia harus menguras kantongnya dulu agar orang-orang mau
beralih menggunakan Gojek. Gojek pun rela memberikan subsidi besar-besaran
untuk para pelanggan dan sekaligus pengemudi sebagai mitranya. Dalam dunia
startup atau perusahaan rintisan, cara ini disebut “Bakar Uang”. Cara Gojek
membentuk pasar itu pun berhasil. Baru setahun beroperasi mereka sudah memiliki
lebih dari 200.000 pengemudi. Jalanan Jakarta pun mendadak menjadi hijau
dipenuhi para pengemudi Gojek. Di setiap hampir sudut jalanan ibu kota, pasukan
berjaket hijau khas Gojek mudah ditemui. Merekapun wara wiri melintas ke sana ke
mari. Semula banyak yang menilai Gojek akan tumbang di tengah jalan jika terus
membakar uang untuk subsidi. Namun tampaknya Nadiem sudah
memperhitungkannya dengan jeli. Perlahan-lahan dia pun mengurangi subsidi. Entah
kurang uang atau memang sudah saatnya mencari uang. Kebijakan Rush Hour
Setelah promo Rp 10.000 disudahi, Gojek mulai menjalankan strategi baru. Gojek
menaikkan tarif harga menjadi Rp 15.000 ke mana saja dengan syarat yang sama.
Pada September 2015, Gojek mengeluarkan kebijakan Rush Hour yakni mulai dari
pukul 16.00 – 19.00 wib. Pada jam itu, harga Rp 15.000 hanya berlaku untuk 6
kilometer pertama. Selanjutnya, pelanggan dikenai tarif Rp 2.500 per kilometer.
Kebijakan Rush Hour ini cukup cerdas. Gojek bisa menambah potensi pendapatan,
jika pada jam biasa Rp 15.000 bisa kemana saja, tetapi pada Rush Hour, pelanggan
harus mengeluarkan fulus ekstra jika menempuh pejalanan lebih dari 6 kilometer.
Cara itu terus dipertahankan Gojek. Demi menggaet banyak pelanggan, pada
Februari 2016, Rush Hour dibuat menjadi dua waktu, yakni pada pukul 06.00 - 09.00
dan 16.00 - 19.00. Di penghujung tahun 2015, Gojek menghapus tarif flat Rp 15.000
ke mana saja. Untuk perjalanan 1 sampai 10 kilometer Gojek memasang tarif Rp
12.000, sementara untuk jarak 10 kilometer sampai 15 kilometer dikenakan tarif Rp
15.000. Jika lebih dari 15 kilometer, maka pelanggan akan dikenai tarif
2.000/kilometer sesudahnya. Tarif itu bertahan sampai tahun 2016. Pada bulan
Februari, tarif masih sama, hanya saja pada Rush Hour jam 06.00 sampai 09.00 dan
16.00 sampai 19.00 pelanggan dikenai tarif tambahan sebesar Rp 5.000 untuk satu
kali perjalanan. Pada bulan April 2016, Gojek kembali merubah kebijakan tarifnya.
Kali ini tidak lagi menggunakan sistem flat atau jarak tertentu. Gojek memberlakukan
tarif per kilometer dengan minimum payment. Untuk jam normal, tarif sebesar Rp
1.500 per kilometer dengan minimum pembayaran Rp 12.000, sedangkan untuk
Rush Hour tarif sebesar Rp 2.000 per kilometer dengan minimum payment Rp 15.000.
Banting Harga Pasca Investasi Besar Awal Agustus ini, Gojek baru saja mendapat
suntikan dana besar $550 juta atau setara Rp 7,2 triliun yang berasal dari KKR,
Warburg Pincus, Farallon Capital dan Capital Group Private Markets. Tak berselang
lama, Gojek kembali mengubah tarifnya. Tak tanggung-tanggung, pada 13 Agustus,
Gojek menurunkan minimal payment menjadi Rp 4.000 dengan tarif per kilometer
Rp 1.500. Sementara untuk Rush Hour minimum payment menjadi Rp 8.000 dengan
tarif per kilometer Rp 2.000. Kebijakan itu pun sontak membuat parapengemudi
keberatan. Sebabnya, penurunan tarif baru itu diperkirakan bakal membuat para
driver mengalami penurunan pendapatan. Selain karena tarif turun, driver juga
menyesalkan sistem bonus dengan penilaian performance. Sistem itu dinilai makin
sulit buat mendapatkan bonus dan tentu saja, tenaga para pengemudi bakal menjadi
tumbalnya. Ribuan pengemudi pun sempat melakukan aksi demonstrasi di beberapa
daerah. Para pengemudi menuding Gojek membanting harga lantaran bersaing
dengan Grab Bike yang selama ini berani lebih pasang harga murah. Di satu sisi,
langkah Gojek ini membuat para pelanggannya tersenyum. Mereka tidak perlu
mengeluarkan uang Rp 12.000 untuk perjalanan yang mungkin hanya 1-5 kilometer.
Kabar ini tentu menggembirakan dan lebih fair bagi pelanggan. Namun, tentu saja
Gojek tidak hanya hidup bergantung pada pelanggannya saja, tetapi juga para
pengemudinya sebagai mitra yang loyal. Tentunya tarif bukan menjadi tarif akhir
Gojek. Melihat ambisi menjadi aplikasi one stop service yang menyediakan segala
jenis jasa, tentu Gojek masih akan melakukan manuver-manuver baru yang lebih
sensasional. Apakah tarif itu akan lebih murah atau justru lebih mahal, tentu hanya
Nadiem berikut manajemen PT Gojek Indonesia yang tahu. Faktanya, saat ini,
dengan dana Rp 7,2 triliun, Gojek masih memiliki nafas panjang untuk melakukan
manuver dan melebarkan sayap. Mereka akan terus membakar uang hingga nilai
valuasinya pun menjadi lirikan.
Gojek mulai membuat sensasi dengan menawarkan jasa bagi penggunanya Rp
10.000 untuk segala tujuan

Anda mungkin juga menyukai