Anda di halaman 1dari 8

https://www.academia.

edu/37357510/Makalah_tanjung_priok
Ayu Rahayu, Universitas Pendidikan Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang berlandaskan Pancasila. Pemerintah Orde Baru pada era tahun 1980-an
menginginkan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi di Indonesia sehingga pemerintah saat itu mensosialisasikan
Rancangan Undang-Undang (RUU) No 5/1985 tentang pemberlakuan asas tunggal Pancasila. Pada 1984 beredar
desas-desus bahwa Soeharto akan mendorong adanya asas Tunggal, yaitu Pancasila, sebagai satu-satunya platform
ideologi politik untuk seluruh partai dan lembaga politik di Indonesia. Keinginan Soeharto ini ditanggapi dengan sinis
oleh sebagian besar tokoh Islam di Indonesia. Soeharto, dengan gaya anti-komunisnya, menyatakan tidak perlu
khawatir karena Pancasila itu sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, jadi soal-soal spiritual tidak akan
terbengkalai walau digantikan dengan Pancasila.
Selain itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara hukum. Namun kenyataannya, penegakan hukum di
Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum mampu ditangani
oleh pemerintah, khususnya pada masa Orde Baru, contoh kasus tersebut adalah Peristiwa Tanjung Priok 1984.
Makalah ini mengangkat tema Peristiwa Tanjung Priok 1984 sebagai objek penelitian, karena mengingat peristiwa ini
merupakan salah satu kasus pelanggaran HAM yang dampaknya berkelanjutan hingga saat ini. Kemudian Peristiwa
Tanjung Priok 1984 juga adalah peristiwa yang berhubungan dengan (RUU) No.5 Tahun 1985 tentang pemberlakuan
asas tunggal Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana latar belakang terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984?
2. Bagaimana proses terjadinya Peristiwa Tanjung Priok 1984?
3. Bagaimana Penanganan kasus Tanjung Priok 1984?
4. Apa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 198

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya Peristiwa Tanjung Priok 1984.
3. Untuk mengetahui Penanganan kasus Tanjung Priok 1984.
4. Untuk mengetahui Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 1984.

BAB II
PERISTIWA TANJUNG PRIOK 1984

2.1 Latar Belakang Peristiwa Tanjung Priok 1984


Sebab umum
Ekonomi
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia yang spektakuler selama dasawarsa 1970-an, tidak
berhasil menciptakan fundamen ekonomi nasional yang kuat. Hal ini dikarenakan dua pilar utama pembangunan yaitu
ekspor migas dan utang luar negeri, sehingga ketika dunia mengalami krisis ekonomi dan turunnya harga minyak
secara drastis di awal dasawarsa 1980-an, perekonomian Indonesia pun terpuruk. Tingkat inflasi juga mengalami
peningkatan, pada tahun 1983 sebesar 13,52% dan pada 1984 menjadi 15,53% padahal pada tahun 1982 hanya 9,06%.
Ini menyebabkan beban biaya hidup semakin berat. Awal dasawarsa 1980-an merupakan kondisi sulit bagi sebagian
besar rakyat Indonesia untuk menjalani hidup kesehariannya 1[1].
Politik
Di bidang politik pada saat yang bersamaan juga sedang terjadi konstraksi antara pemerintah dengan ormas
serta parpol Islam. Untuk menaklukkan kelompok-kelompok dan parpol Islam, pada tahun 1983 pemerintah
menerapkan kebijakan asas tunggal 2[2], yaitu pada sidang umum MPR mengeluarkan ketetapan MPR No II/1983
tentang garis-garis besar haluan Negara bab IV D Pasal 3: “.... demi kelestarian dan pengamalan pancasila, kekuatan-

1[1] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses 18


November jam 07.47

2[2] ibid
kekuatan politik khususnya partai politik dan golongan karya harus benar-benar menjadi kekuatan sosial politik yang
hanya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas..”
Akibat keputusan tersebut mendapat reaksi keras dari beberapa kelompok masyarakat diantaranya petisi 50
dan juga masyarakat Tanjung Priok. Karena berdasarkan keputusan tersebut semua ormas dan partai yang ada di
Indonesia harus memiliki kesatuan dan hanya satu asas, yaitu Pancasila. Maksud dari diterapkannya kebijakan ini
adalah untuk mencabut ormas dan parpol Islam dari akar ideologinya, Islam. Hal ini tentu saja mendapat tanggapan
dan tantangan dari ormas dan partai Islam. Kondisi ini semakin memperuncing konflik antara pemerintah dan ormas
serta parpol Islam3[3].
Sebab Khusus:
Di sekitar Masjid As-Sa’adah terpasang pamflet dan poster yang bersifat SARA’. Karena himbauan petugas
agar pamflet-pamflet dan poster-poster itu dihapus atau dicabut tidak dihiraukan, akhirnya seorang petugas Babinsa
Kodim yaitu Sersan Hermanu pada hari jumat tanggal 7 September 1984, mencabut pamflet-pamflet tersebut dengan
memasuki Masjid tanpa membuka sepatu dan melakukan pengotoran mushola dengan menggunakan air got. Apa yang
dilakukan Sersan Hermanu tersebut menyulut kemarahan dari umat Islam di sekitar Masjid. Akibat dari provokasi ini,
warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh
tidak mengakui perbuatannya, dan pada saat yang sama sebagian masyarakat yang sudah sangat emosi oleh sikap
Hermanu akhirnya membakar motor dinas Babinsa yang dikendarai Hermanu. Hermanu berhasil diamankan oleh
pengurus Masjid dari kemarahan warga4[4]. Namun justru pihak kodim malah menangkap empat orang warga yang
dianggapnya bertanggungjawab atas pembakaran motor petugas tersebut. Dan penangkapan keempat tersangka
tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya peristiwa yang lebih
2.2 Peristiwa Berdarah Tanjung Priok 1984
Pada tahun 1984 Terjadi pengkritisan terhadap penerapan pancasila sebagai satu-satunya asas, pengkritisan
terhadap pelarangan pemakaian jilbab terhadap remaja putri disekolah-sekolah, dan program berencana. Tepatnya
pada tanggal 7 September 1984 Sersan Satu Hermanu, Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kodim 0502 yang beragama
Khatolik datang ke musholla As-Sa’adah. Dia meminta jamaah mencabut pamflet-pamflet yang menempel di Masjid
yang bersifat SARA, yaitu mengkritisi penerapan pancasila sebagai satu-satunya asas, pelarangan pemakaian jilbab
terhadap pelajar putri dan Keluarga Berencana.
Karena himbauan petugas agar pamflet-pamflet dan poster-poster itu dicabut tidak dihiraukan, pada tanggal 8
September 1984 Sersan Satu Hermanu kembali mendatangi Masjid As-Sa’adah, karena Hermanu masih melihat
poster-poster yang menghujat pemerintah ditempel di Masjid, kemudian ia masuk tanpa membuka sepatu dan
memerintahkan rekanya melepas famplet. Karena susah membuka famplet, akhirnya Hermanu menyiram dengan air
got, bahkan ia sampai menginjak Al-Quran dan menodongkan pistol kepada jamaah yang di musolla yang berusaha
melarang perbuatanya5[5].
Akibat dari perbuatan Hermanu, berita tersebut akhirnya menyebar keseluruh daerah priok dan menyulut
kemarahan dari umat Islam. Dari provokasi ini, warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf dan mengakui
kesalahannya. Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh tidak mengakui perbuatannya, dan pada saat yang sama
sebagian masyarakat sudah sangat emosi oleh sikap Hermanu, motor dinas Babinsa yang dikendarai Hermanu dibakar.
Hermanu berhasil diamankan oleh pengurus Masjid dari kemarahan warga6[6].
Namun pihak aparat justru menangkap empat orang warga yang dianggapnya sebagai yang bertanggungjawab
atas pembakaran motor petugas tersebut. Adapun empat orang itu adalah M. Noor sebagai orang yang memang
bertanggung jawab atas pembakaran motor, kemudian Syarifudin Rambe dan Sofwan Sulaiman sebagai orang yang
dituduh bertanggung jawab terhadap pembakaran motor, dan Ah. Sahi sebagai ketua Mushola As-Sa’adah.
Penangkapan keempat tersangka tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya peristiwa yang lebih besar7[7].
Pada tanggal 11 September 1984 Amir Biki salah seorang pimpinan Posko 66, dia adalah orang yang
dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan
masyarakat. Amir Biki menyampaikan tuntutannya kepada pihak-pihak yang berwajib untuk meminta pembebasan

3[3]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses 18
November jam 07.47

4[4]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses 18
November jam 07.47

5[5] ibid

6[6] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses 18


November jam 07.47

7[7] Ibid
empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang diyakininya tidak bersalah, selambat-lambatnya pukul 23.00
malam hari itu juga. Namun usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata sia-sia 8[8].
Walaupun dalam suasana tantangan yang demikian, pada tanggal 12 September 1984 acara pengajian remaja
Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala As-Sa’adah tetap
dilaksanakan. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubaligh dan memang tidak pernah
mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian
mendesaknya untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki berkata antara lain,
“Mari kita buktikan solidaritas islamiyah. Kita meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah.
Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran
meskipun kita menanggung resiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya,
Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak apa pun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti
itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan dari jamaah kita).” Pada saat berangkat jamaah pengajian dibagi dua,
sebagian menuju Polres dan sebagian menuju Kodim9[9].
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI
berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke
tempat itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur” itu disambut oleh jamaah
dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata
otomatis dengan sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang lebih tiga puluh menit.
Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit histeris, beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada.
Malahan ada anggota militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!” Lebih sadis
lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati10[10].
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang
penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke
sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalan. Lebih mengerikan lagi, truk
besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak
atau yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil truk tersebut.
Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam
yang tiarap di got-got/selokan-selokan di sisi jalan11[11].
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang
bergelimpangan itu dan melemparkannya ke dalam truk. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau
orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun seperti karung goni. Setelah mobil truk besar yang penuh dengan
mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan mobil pemadam
kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di jalan raya dan di sisinya, sampai bersih12[12].
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-
kira jarak 15 meter dari kantor Kodim, jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan,
dan yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu, di antaranya Amir Biki. Begitu
jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru
yang keluar dari senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu jatuh tersungkur
menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi
panik dan mereka berdiri mau melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang jamaah
pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu
dilemparkan ke dalam truk militer yang beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, lalu dibawa menuju
Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD). Sesampainya di rumah sakit, mayat-mayat itu langsung dibawa ke
kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di

8[8] http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat diakses pada


22 November 22.00

9[9] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses pada 19


November 2013 jam 13.35

10[10] ibid

11[11] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses pada


19 November 2013 jam 13.35

12[12] ibid
kamar mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan mengangkat saudara
Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain13[13].
Namun di sisi lain ada juga yang menyatakan bahwa peristiwa berdarah Tanjung Priok 1984 adalah satu
peristiwa yang sudah disiapkan sebelumnya dengan matang oleh intel-intel militer. Militerlah yang menskenario dan
merekayasa kasus pembataian Tanjung Priok, Ini adalah bagian dari operasi militer yang bertujuan untuk
mengkatagorikan kegiatan-kegiatan keislaman sebagai suatu tindak kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran
korban. Terpilihnya Tanjung sebagai tempat sebagai "The Killing field" juga bukan tanpa survey dan analisa yang
matang dari intelejen. Kondisi sosial ekonomi tanjung priok yang menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah
salah satu wilayah basis Islam yang kuat, denga kondisi pemukiman yang padat dan kumuh. Mayoritas penduduknya
tinggal dirumah-rumah sederhana yang terbuat dari barang bekas pakai. kebanyakan penduduknya bekerja sebagai
buruh galangan kapal, dan buruh serabutan. Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah ditambah dengan pendidikan
yang minim seperti itu menjadikan Tanjung Priok sebagai wilayah yang mudah sekali terpengaruh dengan gejolak dari
luar, sehingga mudah sekali tersulut berbagai isu14[14].
Bahkan suasana panas di Tanjung Priok sudah di rasakan sebulan sebelum peristiwa itu terjadi. Upaya-upaya
provokatif memancing massa telah banyak dilakukan diantaranya, pembangunan gedung bioskup tugu yang sering
memutar film maksiat yang berdiri persis berseberangan degan masjid Al-hidayah. Tokoh-tokoh islam menduga
keras bahwa suasana panas itu memang sengaja direkayasa oleh orang-orang tertentu di pemerintahan yang memusuhi
islam. Suasana rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar tanjung priok. Sebab, di kawasan lain
kota di jakarta terjadi sensor yang ketat terhadap para mubaligh, kenapa di Tanjung Priok sebagai basis islam para
mubalighnya bebas sekali untuk berbicara, bahkan mengkritik pemerintah dan menentang azas tunggal pancasila.
Tokoh senior seperti M Natsir dan syarifudin Prawiranegara sebenarnya telah melarang ulama untuk datang ke tanjung
priok agar tidak masuk perangkap, namun seruan itu rupanya tidak terdengar oleh ulama-ulama tanjung priok15[15].

2.3 Penanganan Kejadian


Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum. Salah satu dari unsur hukum tersebut adalah
adanya jaminan perlindungan dan penghormatan atas HAM 16[16]. Yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan
pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia17[17].
Dalam menangani kasus Tanjung Priok 1984 tidak semudah seperti menangani kasus pelanggaran biasanya,
karena kasus Tanjung Priok ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM berat. Seperti yang tertera dalam Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pasal 10418[18], yakni:
(1) Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan
Peradilan Umum
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama
4 (empat) tahun
(3) Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus
pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang berwenang
Selain itu, kasus Tanjung Priok 1984 ini merupakan kasus yang terjadi sebelum adanya undang-undang
tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia sehingga kasus Tanjung Priok ini harus diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc,
hal ini tertera juga dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 43 ayat 1 bahwa Pelanggaran Hak Asasi
Manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
HAM ad hoc19[19].

13[13] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses pada


19 November 2013 jam 13.35

14[14] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses pada 19


November 2013 jam 13.32

15[15] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses pada 19


November 2013 jam 13.32

16[16]Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,(
Jakarta:Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dan Supremasi Hukum, 2001),hal 66

17[17] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 1

18[18] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Bab IX pasal 104

19[19] Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia pasal 43
Hingga saat ini kasus Tanjung Priok masih belum dapat diselesaikan. Binsar Gultom seorang Hakim
Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta, menyatakan bahwa kasus Tanjung Priok ini telah selesai, yang ditandai oleh
pembebasan Sriyanto pada tahun 2005, serta Purnowo dan Sutrisno Mascung pada tahun 2006. Namun bagi para
korban Tanjung Priok hal ini sangat tidak adil dan sangat mengecewakan, karena banyak aturan hukum yang mengatur
tentang HAM, yang salah satunya yaitu terdapat dalam UUD 1945 BAB XA Tentang Hak Asasi Manusia, khususnya
pasal 28I20[20], hingga akhirnya para korban memutuskan untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudia pada
bulan Maret 2006 Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke Komisi Yudisial,
namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan dari kasus Tanjung Priok 1984.
Adapun penanganan terhadap kasus Tanjung Priok ini, secara rinci dapat kami sampaikan melalui tabel di
bawah ini 21[21]:
Tanggal Kegiatan
27 Agustus 1999 Press release KPKP (Koalisi Pembela Kasus Priok: Kontras, YLBHI, API, LBH Jakarta
dan ALPERUDI) mendesak pemerintah untuk:
Mendesak PUSPOM untuk memanggil Soeharto dan LB Moerdani, Try Sutrisno dan
pentinggi-petinggi mliter yang terlibat secara langsung kasus Tanjung Priok 12 September
1984 sebagai langkah awal pertanggungjawabannya
Memperlihatkan secara serius dan mengadili seluruh pihak yang terlibat dalam
rangkaian pelanggaran hukum dan HAM atas kasus Priok mulai dari penembakan masal,
pembantaian, penangkapan sewenang-wenang, pneyiksaan, intimidasi dan penghilangan
orang baik sipil dan militer
3 Mei 2000 KPP HAM memeriksa Try Soetrisno dan LB Moerdani
Juni 2000 Komnas HAM menyerahkan hasil KPP HAM Priok kepada Kejaksaan Agung
11 Juli 2000 Berkas Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran HAM Tanjung Priok (KP3T)
dipulangkan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM untuk dilengkapi kekurangannya
14 Oktober 2000 Hasil penyelidikan diserahkan ke kejaksaan Agung untuk kedua kalinya
24 Januari-19 Pemeriksaan beberapa saksi korban dan keluarga di Kejaksaan Agung
Februari 2001
Juli 2002 MA Rahman dalam sebuah pertemuan dengan DPR RI menjelaskan bahwa Kejaksaan
Agung telah menetapkan 12 tersangka
14 September Pembacaan dakwaan terhadap Sutrisno Mascung CS di Pengadilan HAM Jakarta Pusat.
2003 Komandan regu III daroi Yon Arhanudse beserta 11 anak buahnya tersebut didakwa
melakukan pelanggaran HAM yang berat meliputi pembunuhan, percobaan pembunuhan
dan penganiayaan
23 September Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pranowo didakwa oleh jaksa telah melakukan
2003 pelanggaran HAM berat berupa perampasan kemerdekaan dan penyiksaan
30 September Dakwaan RA butar Butar dibacakan oleh Jaksa di pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
2003 Komandan Kodim tersebut didakwa melakukan pelanggaran HAM berat berupa
pembunuhan, penganiayaan dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang
terhadap penduduk sipil
23 Oktober 2003 Sriyanto (Pasiop Kodim 0502) diajukan ke persidangan dengan dakwaan telah melakukan
pelanggaran HAM berat meliputi: pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan
31 Maret 2004 RA Butar Butar di tuntutan 10 tahun penjara
30 April 2004 RA Butar Butar divonis 10 tahun penjara dan wajib memberikan kompensasi, restitusi dan
rehabilitasi terhadap korban
3 Juli 2004 Pranowo dituntut 5 tahun penjara
8 Juli 2004 Sriyanto dituntut 10 tahun penjara
9 Juli 2004 Sutrisno Mascung CS dituntut 10 tahun penjara
10 Agustus 2004 Pranowo diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
12 Agustus 2004 Sriyanto diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
29 September Sriyanto dibebaskan oleh hakim Agung ditingkat Kasasi22[22]
2005

20[20] Undang-Undang Dasar 1945

21[21]www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/Kasus/Tanjung/Priok.doc
diakses pada 19 November 2013 jam 07.55

22[22] http://www.kontras.org/tpriok/index.php?hal=berita&tahun=2004 diakses pada 22 November jam


21.35
13 Januari 2006 Mahkamah Agung membebaskan Pranowo ditingkat kasasi.
28 Februari 2006 Sutrisno Mascung CS dibebaskan pada tingkat kasasi
6 Maret 2006 Kontras mengadu ke Komisi Yudisial23[23]

2.4 Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Peristiwa tragedi kemanusiaan di Tanjung Priok pada pertengahan tahun 1984, merupakan salah satu dari
sekian banyak rentetan jejak dan fakta kelamnya masa pemerintahan Suharto. Satu masa rezim militer yang
berlumuran darah dari awal masa kekuasaannya sampai akhir masa kediktatorannya. Kemiliteran dibentuk untuk
menopang kekuasannya dan selalu siap menjalankan perannya sebagai kekuatan negara untuk menghadapi rongrongan
ideologi apapun, termasuk ideologi agama yang diakui di Indonesia. Kekuasaan penuh yang dimilki militer saat itu
meluas mencakup penghancuran setiap bentuk gerakan oposisi politik. Fungsi kekuasaan militer untuk melakukan
tindakan pemeliharaan keamanan dan kestabilan negara dianggap sebagai suatu bentuk legitimasi untuk dapat
melakukan berbagai macam bentuk tindakan provokatif. Mereka menggunakan dalih pembenaran sepihak yaitu
sebagai tindakan pengamanan terhadap kekuasaan, meskipun dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM
paling berat sekalipun24[24].
Menurut undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan pelanggaran
Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku25[25].
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di
Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik
secara perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis26[26], yaitu:
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal (genisida)
2. Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang secara paksa
5. Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa orang lain
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat. Dalam
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 7 disebutkan bahwa27[27], pelanggaran hak asasi manusia yang berat
meliputi:
1. Kejahatan Genosida
2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Namun kelemahan dari pasal ini adalah tidak adanya ketentuan tentang penyiksaan (torture) yang diatur
secara mandiri. Sesuai dengan ketentuan hukum internasional, penyiksaan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran
berat HAM sekalipun hal itu tidak merupakan bagian dari serangan yang meluas dan sistematik terhadap penduduk
sipil28[28].

23[23] ibid

24[24] http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses pada 19


November 2013 jam 13.32

25[25] Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia pasal 1

26[26] http://kuchingbaeg.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses pada 19


November 2013 jam 15.30

27[27] Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 7

28[28] Bagir Manan, Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia,(
Jakarta:Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dan Supremasi Hukum, 2001),hal 95
Adapun dalam laporannya Tim Tindak Lanjut Hasil KP3T menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia
yang berat dalam peristiwa Tanjung Priok antara lain29[29], berupa:
1. Pembunuhan kilat (summary killing).
Tindakan pembunuhan kilat (summary killing) ini terjadi depan Mapolres Jakarta Utara akibat penggunaan
kekerasan yang berlebihan yang dilakukan oleh satu regu dibawah pimpinan Sutrisno Mascung dkk. Para anggota
pasukan ini masing-masing membawa peluru tajam 5-10. Akibat tindakan ini telah mengakibatkan 24 orang tewas, 54
luka berat dan ringan.
2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention).
Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dilakukan aparat TNI setelah terjadinya peristiwa Tanjung
Priok yang dilakukan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok.
Semua korban berjumlah 160 orang yang ditangkap tidak sesuai prosedur dan tanpa surat perintah. Para korban
ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis.
3. Penyiksaan (torture)
Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Mapomdam Guntur dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis
mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat.
4. Penghilangan orang secara paksa (enforced or involuntary disappearance)
Fakta-fakta tindakan ini terjadi dalam tiga tahap, antara lain: pertama, menyembunyikan identitas dan jumlah
korban yang tewas dari publik dan keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-
diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Lokasi penguburan juga tidak dibuat tanda-
tanda, sehingga sulit untuk diketahui. Kedua, menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk
melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat. Ketiga, adalah merusak dan
memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang
bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara pasti.

BAB III
PENUTUP

3.1 Ringkasan/Simpulan
- Latar Belakang peristiwa disebakan oleh sebab umum, yaitu ekonomi dan politik serta sebab khusus.
- Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan yang terjadi pada 12 September 1984 di Tanjung Priok,
Jakarta, Indonesia yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka serta sejumlah gedung rusak
terbakar. Sekelompok massa melakukan defile sambil merusak sejumlah gedung dan akhirnya bentrok dengan
aparat yang kemudian menembaki mereka. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh munculnya ketetapan MPR No
II/1983 tentang garis-garis besar haluan Negara bab IV D Pasal 3.Kemudian terjadi peristiwa perampasan brosur
dan pamflet yang mengkritik pemerintah di salah satu mesjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh
massa kepada aparat.
- Kasus Tanjung Priok 1984 mengalami penanganan oleh pengadilan HAM dari tahun 26 Agustus - 6 Maret 2006.
Hingga akhirnya para korban memutuskan untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudian pada bulan Maret
2006 Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke Komisi Yudisial, namun
hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan dari kasus Tanjung Priok 1984
- Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat. Adapun
pelanggaran-pelanggaran tersebut berupa Pembunuhan kilat (summary killing), Penangkapan dan penahanan
sewenang-wenang (unlawful arrest and detention), Penyiksaan (torture), dan Penghilangan orang secara paksa
(enforced or involuntary disappearance).

DAFTAR PUSTAKA

Bagir Manan, (2001). Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak Asasi Manusia Di Indonesia. Jakarta:
Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi Dan Supremasi Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

29[29]http://www.elsam.or.id/downloads/1268368470_01._Progr_Report_1_Pengadilan_HAM_Tanjung_Prio
k_1.pdf diakses pada tgl 18 November 2013 jam 11.34
http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses pada 19
November 2013 jam 13.32
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses pada 19
November 2013 jam 13.35
www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/Kasus/Tanjung/Priok.doc diakses
pada 19 November 2013 jam 07.55
http://www.elsam.or.id/downloads/1268368470_01._Progr_Report_1_Pengadilan_HAM_Tanjung_Priok_1.p
df diakses pada tgl 18 November 2013 jam 11.34
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses 18 November
jam 07.47
http://kuchingbaeg.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses pada 19
November 2013 jam 15.30
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat diakses pada 22
November 22.00
http://www.kontras.org/tpriok/index.php?hal=berita&tahun=2004 diakses pada 22 November jam 21.35

Anda mungkin juga menyukai