OLEH
DEWA AYU MADE FEBRIARI
(193213009/ A-13A)
i
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena
Makalah Kasus Tanjung Priok 1984 ini dibuat untuk memenuhi tugas mata
membantu selama pembuatan makalah ini. Saya menyadari bahwa makalah yang
saya buat ini memiliki kekurangan, maka dari itu saya mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun dari semua pihak. Mudah-mudahan makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Om Shanti.Shanti Shnti Om
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Orde Baru pada era tahun 1980-an menginginkan Pancasila sebagai satu-satunya
Pada 1984 beredar desas-desus bahwa Soeharto akan mendorong adanya asas
ditanggapi dengan sinis oleh sebagian besar tokoh Islam di Indonesia. Soeharto,
itu sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa, jadi soal-soal spiritual tidak
kenyataannya, penegakan hukum di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dapat
dilihat dari kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum mampu ditangani oleh
pemerintah, khususnya pada masa Orde Baru, contoh kasus tersebut adalah
Peristiwa Tanjung Priok 1984. Makalah ini mengangkat tema Peristiwa Tanjung
Priok 1984 sebagai objek penelitian, karena mengingat peristiwa ini merupakan
salah satu kasus pelanggaran HAM yang dampaknya berkelanjutan hingga saat
ini. Kemudian Peristiwa Tanjung Priok 1984 juga adalah peristiwa yang
1
berhubungan dengan (RUU) No.5 Tahun 1985 tentang pemberlakuan asas tunggal
Pancasila.
4. Apa Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 198
1.3 Tujuan
4. Untuk mengetahui Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang ada pada kasus
2
BAB II
A Sebab umum
Ekonomi
nasional yang kuat. Hal ini dikarenakan dua pilar utama pembangunan yaitu
ekspor migas dan utang luar negeri, sehingga ketika dunia mengalami krisis
ekonomi dan turunnya harga minyak secara drastis di awal dasawarsa 1980-an,
peningkatan, pada tahun 1983 sebesar 13,52% dan pada 1984 menjadi 15,53%
padahal pada tahun 1982 hanya 9,06%. Ini menyebabkan beban biaya hidup
semakin berat. Awal dasawarsa 1980-an merupakan kondisi sulit bagi sebagian
Politik
Di bidang politik pada saat yang bersamaan juga sedang terjadi konstraksi
kebijakan asas tunggal, yaitu pada sidang umum MPR mengeluarkan ketetapan
MPR No II/1983 tentang garis-garis besar haluan Negara bab IV D Pasal 3: “....
3
kekuatan sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya
asas..”
berdasarkan keputusan tersebut semua ormas dan partai yang ada di Indonesia
harus memiliki kesatuan dan hanya satu asas, yaitu Pancasila. Maksud dari
diterapkannya kebijakan ini adalah untuk mencabut ormas dan parpol Islam dari
akar ideologinya, Islam. Hal ini tentu saja mendapat tanggapan dan tantangan dari
ormas dan partai Islam. Kondisi ini semakin memperuncing konflik antara
B Sebab Khusus:
dihapus atau dicabut tidak dihiraukan, akhirnya seorang petugas Babinsa Kodim
yaitu Sersan Hermanu pada hari jumat tanggal 7 September 1984, mencabut
sekitar Masjid. Akibat dari provokasi ini, warga menuntut Hermanu untuk
bersikukuh tidak mengakui perbuatannya, dan pada saat yang sama sebagian
masyarakat yang sudah sangat emosi oleh sikap Hermanu akhirnya membakar
oleh pengurus Masjid dari kemarahan warga. Namun justru pihak kodim malah
4
menangkap empat orang warga yang dianggapnya bertanggungjawab atas
tanggal 7 September 1984 Sersan Satu Hermanu, Bintara Pembina Desa (Babinsa)
dicabut tidak dihiraukan, pada tanggal 8 September 1984 Sersan Satu Hermanu
membuka famplet, akhirnya Hermanu menyiram dengan air got, bahkan ia sampai
keseluruh daerah priok dan menyulut kemarahan dari umat Islam. Dari provokasi
ini, warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya.
Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh tidak mengakui perbuatannya, dan pada
5
saat yang sama sebagian masyarakat sudah sangat emosi oleh sikap Hermanu,
tersebut. Adapun empat orang itu adalah M. Noor sebagai orang yang memang
Pada tanggal 11 September 1984 Amir Biki salah seorang pimpinan Posko
66, dia adalah orang yang dipercaya semua pihak yang bersangkutan untuk
menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer) dan masyarakat.
meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang
diyakininya tidak bersalah, selambat-lambatnya pukul 23.00 malam hari itu juga.
September 1984 acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang Raya, yang sudah
Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan mubaligh dan
memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan latar belakang
6
naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki
berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah. Kita meminta teman
kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-
oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran
meskipun kita menanggung resiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita
harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita tidak boleh merusak
apa pun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan
golongan kita (yang dimaksud bukan dari jamaah kita).” Pada saat berangkat
jamaah pengajian dibagi dua, sebagian menuju Polres dan sebagian menuju
Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya, di situ sudah
dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar betis dengan
disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris, beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada anggota
banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan kalau
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar beroda sepuluh
buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas mobil truk
7
besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke sasaran para
mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian yang sedang
tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau yang belum
tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang dilalui oleh mobil
truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk
besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam yang tiarap di got-got/selokan-
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu
dalam truk. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat atau orang-
orang yang terkena tembakan yang tersusun seperti karung goni. Setelah mobil
truk besar yang penuh dengan mayat jamaah pengajian itu pergi, tidak lama
sampai bersih.
dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kira jarak 15 meter dari kantor Kodim,
jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan
yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu,
di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3
orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari
senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu
8
yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau
melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang
Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang
beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, lalu dibawa menuju
mayat, saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang
Namun di sisi lain ada juga yang menyatakan bahwa peristiwa berdarah
Tanjung Priok 1984 adalah satu peristiwa yang sudah disiapkan sebelumnya
merekayasa kasus pembataian Tanjung Priok, Ini adalah bagian dari operasi
sebagai suatu tindak kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran korban.
Terpilihnya Tanjung sebagai tempat sebagai "The Killing field" juga bukan tanpa
survey dan analisa yang matang dari intelejen. Kondisi sosial ekonomi tanjung
priok yang menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah salah satu wilayah
basis Islam yang kuat, denga kondisi pemukiman yang padat dan kumuh.
kapal, dan buruh serabutan. Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah ditambah
dengan pendidikan yang minim seperti itu menjadikan Tanjung Priok sebagai
9
wilayah yang mudah sekali terpengaruh dengan gejolak dari luar, sehingga mudah
film maksiat yang berdiri persis berseberangan degan masjid Al-hidayah. Tokoh-
tokoh islam menduga keras bahwa suasana panas itu memang sengaja direkayasa
rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama di luar tanjung priok.
Sebab, di kawasan lain kota di jakarta terjadi sensor yang ketat terhadap para
mubaligh, kenapa di Tanjung Priok sebagai basis islam para mubalighnya bebas
sebenarnya telah melarang ulama untuk datang ke tanjung priok agar tidak masuk
perangkap, namun seruan itu rupanya tidak terdengar oleh ulama-ulama tanjung
priok.
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum. Salah satu
penghormatan atas HAM . Yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah,
10
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
menangani kasus pelanggaran biasanya, karena kasus Tanjung Priok ini termasuk
ke dalam kasus pelanggaran HAM berat. Seperti yang tertera dalam Undang-
undang Nomor 39 Tahun 1999 Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
yakni:
(1) Untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia yang berat dibentuk Pengadilan
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan undang-
(3) Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud
Selain itu, kasus Tanjung Priok 1984 ini merupakan kasus yang terjadi
kasus Tanjung Priok ini harus diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc, hal ini
tertera juga dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 43 ayat 1 bahwa
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Hingga saat ini kasus Tanjung Priok masih belum dapat diselesaikan.
bahwa kasus Tanjung Priok ini telah selesai, yang ditandai oleh pembebasan
Sriyanto pada tahun 2005, serta Purnowo dan Sutrisno Mascung pada tahun 2006.
11
Namun bagi para korban Tanjung Priok hal ini sangat tidak adil dan sangat
mengecewakan, karena banyak aturan hukum yang mengatur tentang HAM, yang
salah satunya yaitu terdapat dalam UUD 1945 BAB XA Tentang Hak Asasi
Manusia, khususnya pasal 28I hingga akhirnya para korban memutuskan untuk
meminta perhatian dari Presiden. Kemudia pada bulan Maret 2006 Kontras
(Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke Komisi
Yudisial, namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan
Adapun penanganan terhadap kasus Tanjung Priok ini, secara rinci dapat
Tanggal Kegiatan
27 Agustus 1999 Press release KPKP (Koalisi Pembela Kasus Priok:
pertanggungjawabannya
dan militer
12
3 Mei 2000 KPP HAM memeriksa Try Soetrisno dan LB Moerdani
Juni 2000 Komnas HAM menyerahkan hasil KPP HAM Priok
kedua kalinya
24 Januari-19 Pemeriksaan beberapa saksi korban dan keluarga di
12 tersangka
14 September Pembacaan dakwaan terhadap Sutrisno Mascung CS di
sipil
23 Oktober 2003 Sriyanto (Pasiop Kodim 0502) diajukan ke persidangan
13
meliputi: pembunuhan, percobaan pembunuhan dan
penganiayaan
31 Maret 2004 RA Butar Butar di tuntutan 10 tahun penjara
30 April 2004 RA Butar Butar divonis 10 tahun penjara dan wajib
korban
3 Juli 2004 Pranowo dituntut 5 tahun penjara
8 Juli 2004 Sriyanto dituntut 10 tahun penjara
9 Juli 2004 Sutrisno Mascung CS dituntut 10 tahun penjara
10 Agustus 2004 Pranowo diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
12 Agustus 2004 Sriyanto diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
29 September Sriyanto dibebaskan oleh hakim Agung ditingkat Kasasi
2005
13 Januari 2006 Mahkamah Agung membebaskan Pranowo ditingkat
kasasi.
28 Februari 2006 Sutrisno Mascung CS dibebaskan pada tingkat kasasi
6 Maret 2006 Kontras mengadu ke Komisi Yudisial
1984, merupakan salah satu dari sekian banyak rentetan jejak dan fakta kelamnya
masa pemerintahan Suharto. Satu masa rezim militer yang berlumuran darah dari
dimilki militer saat itu meluas mencakup penghancuran setiap bentuk gerakan
keamanan dan kestabilan negara dianggap sebagai suatu bentuk legitimasi untuk
14
menggunakan dalih pembenaran sepihak yaitu sebagai tindakan pengamanan
yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan
seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun
membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan
pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain.
Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara
3. Penyiksaan
1. Pemukulan
15
2. Penganiayaan
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM
Namun kelemahan dari pasal ini adalah tidak adanya ketentuan tentang
penyiksaan (torture) yang diatur secara mandiri. Sesuai dengan ketentuan hukum
sekalipun hal itu tidak merupakan bagian dari serangan yang meluas dan
bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam peristiwa Tanjung Priok
Jakarta Utara akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan yang dilakukan oleh
satu regu dibawah pimpinan Sutrisno Mascung dkk. Para anggota pasukan ini
16
2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and
detention).
korban berjumlah 160 orang yang ditangkap tidak sesuai prosedur dan tanpa surat
3. Penyiksaan (torture)
dari aparat.
Fakta-fakta tindakan ini terjadi dalam tiga tahap, antara lain: pertama,
menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan
keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-
penguburan juga tidak dibuat tanda-tanda, sehingga sulit untuk diketahui. Kedua,
kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat.
Ketiga, adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta
identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut
sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara
pasti.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Latar Belakang peristiwa disebakan oleh sebab umum, yaitu ekonomi dan
sejumlah korban tewas dan luka-luka serta sejumlah gedung rusak terbakar.
akhirnya bentrok dengan aparat yang kemudian menembaki mereka. Peristiwa ini
brosur dan pamflet yang mengkritik pemerintah di salah satu mesjid di kawasan
3. Kasus Tanjung Priok 1984 mengalami penanganan oleh pengadilan HAM dari
untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudian pada bulan Maret 2006
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke
Komisi Yudisial, namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM yang
18
arrest and detention), Penyiksaan (torture), dan Penghilangan orang secara paksa
3.2 Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/Kasus/Tan
Singapore Year Book of International Law (dalam bahasa Inggris), 10: 199–231,
Junge 2008, hlm. 17. Haryanto 2010, Death Toll From 1984 Massacre.The
20
The Jakarta Post 2009, Victims report to UN.
The New York Times 1984, Around the World;. Erlanger 1990, Jakarta Journal;
Echoes.
21