Anda di halaman 1dari 6

I.

DIAGNOSA
Sebagai pendukung ilmiah yang menyatakan bahwa klien di diagnosa mengalami Speech
Sound Disoder (SSD). SSD didiagnosa jika produksi bunyi bicara tidak sesuai dengan
harapan kemampuan yang ditunjukkan pada usianya dan tahap perkembangannya atau
ketika gangguan yang muncul bukan sebagai akibat dari gangguan fisik, struktur,
neurologis, atau gangguan pendengaran. Pada anak usia 4 tahun dengan perkembangan
yang normal keseluruhan bicara seharusnya dapat dipahami, sedangkan pada usia dua
tahun seharusnya 50 % dapat dipahami. Klien didiagnosa meengalami Speech Sound
Disoder (SSD) dapat dilihat berdasarkan DSM V adalah sebagai berikut:
Karakteristik Hasil asesmen Keterangan
Ya Tidak
Hambatan yang terjadi - Klien mengalami kesulitan dalam
berulang-ulang pada menyampaikan maksud atau ide-
produksi bunyi bicara idenya dengan cara pengucapan
yang dapat dimengerti oleh orang
yang berpengaruh pada
lain.
kejelasan bicara atau - Selain itu klien kesulitan
komunikasi verbal menyebut huruf konsonan yang
dalam menyampaikan terdapat di tenagj atau di akhir
pesan. kata dengan menghilangkan huruf
atau suku kata tersebut. Seperti:
√ -
mobil menjadi mobi, bendera
menjadi Indonesia dll.
- Banyak produksi kata yang
diucapkan klien belum memiliki
artikulasi yang jelas.
- Kosa kata yang dimiliki klien
sangat terbatas. Hal ini menjadi
kendala sewaktu klien berinteraksi
dengan guru atau temannya di
sekolah.
Gangguan yang terjadi - klien tampak kesulitan memahami
menyebabkan penjelasan yang panjang dan
munculnya instruksi bertingkat. Jika guru
keterbatasan dalam sedang menerangkan suatu tema,
komunikasi efektif klien acapkali melamun dengan
sehingga berpengaruh pandangan kosong. Banyak dari
pada partisipasi sosial, materi yang diajarkan tidak dapat
√ -
prestasi akademis, dipahami oleh klien. hal ini
kinerja dalam terbukti dari respon jawaban klien
pekerjaan, secara yang tidak tepat atau hanya diam
individual atau dalam saja.
berbagai situasi. - Secara sosial, klien belum dapat
menjalin komunikasi dua arah
dengan teman-temannya secara
verbal.
Gejala awal nampak Tahapan perkembangan bahasa klien,
pada periode pada usia 1-4 bulan ia bisa
perkembangan awal. mengeluarkan suara, lalu pada usia
4-8 bulan klien mulai mengoceh.
namun sejak itu ibu klien menyadari √ -
keterlambatan bicara pada klien
karena hingga 1 ½ tahun, kosakata
klien masih kurang dari 8 kata. Klien
lebih banyak diam.
Hambatan yang terjadi Secara fisik, klien dapat
tidak disebabkan oleh mendengarkan dengan baik dilihat
kondisi yang diperoleh dari respon klien yang dapat
atau kondisi bawaan, langsung menjawab pertanyaan-
pertanyaan sederhana dari guru dan
seperti cerebral palsy,
orang tuanya, pelihatan klien tampak
cleft palate, gangguan normal yang ditunjukkan klien ketika √ -
pendengaran atau tuli, mengikuti gerakan senam yang
trauma cedera otak, dicontohkan oleh gurunya dengan
atau jarak lebih kurang 3 m.
masalah medis dan
saraf.

II. PROGNOSIS
Prognosa berkaitan dengan upaya untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi berdasarkan data yang ada. Berikut ini merupakan table kekuatan dan
kelemahan internal maupun eksternal yang digunakan untuk melihat prognosis klien:

Faktor Pendukung Penghambat


Internal - Klien merupakan anak yang - Kemampuan berbicara yang
patuh, mau menuruti terbatas
instruksi yang diberikan oleh - Klien sukar mempelajari hal
guru baru atau mengingat hal
- Memiliki kemauan untuk baru yang diajarkan
belajar - Cenderung menghindari
situasi yang kurang nyaman,
Eksternal - Memiliki guru yang sabar - Orang tua yang sibuk
mengajarkan klien bekerja. Terutama ibu yang
- Memiliki kakak yang jarang berada dirumah,
mengerti keadaan klien dan karena tempat kerja ibunya
mau mengajarkan klien di luar kota.
belajar dan bermain. - Pengasuh yang pendiam
III. INTERVENSI
A. Intervensi subjek
Intervensi yang dilakukan pada klien yaitu memberikan terapi core
vocabulary. Tarapi core vocabulary adalah suatu terapi yang digunakan untuk
mengembangkan kemampuan anak dalam mengucapkan kata-kata yang
digubakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata yang digunakan dapat
digunakan dalam berbagai situasi dan memiliki makna yang beragam. Seringkali
terapi ini digunakan untuk anak-anak dengan gangguan bahasa, gangguan bunyi
bicara, gangguan artikulasi dan fonologis. Core vocabulary therapy merujuk
kepada sejumlah kata yang 70-90% digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-
kata yang digunakan relevan untuk digunakan dalam berbagai konteks kehidupan
dan memiliki arti yang berbeda-beda dalam setiap situasi. Orangtua, guru dan
terapis ditugaskan untuk menyeleksi kosakata yang akan disusun dalam beberapa
kosakata inti. Kosakata inti ini yang nantinya akan dilatih agar dikuasai oleh anak
(Lindsey,dalam Murhanjati, dkk, 2017).
Sesi terapi dilakukan dua kali dalam seminggu dimana setiap pertemuan
berlangsung selama 30 menit dalam jangka waktu enam hingga delapan minggu.
Orangtua dan terapis akan menyeleksi jumlah kata yang akan diajarkan pada anak
sebanyak kurang lebih 50 kata fungsional. Dalam setiap minggunya anak akan
belajar pelafalan kata yang baik sebanyak kurang lebih 10 kata dari kata yang
telah diseleksi secara konsisten.
Mcintosh (dalam Murhanjati, dkk, 2017) dalam jurnal Evaluation of Core
Vocabulary Intervention for Treatment of Inconsistent Phonological Disorder
mengungkapkan bahwa dalam pelaksanaannya terapi core vocabulary pada setiap
minggunya berfokus pada peningkatan jumlah kata baru yang dapat diucapkan
dengan baik. Setiap kata akan dilatih untuk diucpkan dan diulangi sebanyak lima
hingga 20 kali dalam seminggu. Sebuah permainan digunakan sebagai reward dan
untuk memacu subjek untuk memproduksi lebih banyak kata dengan pengucpan
yang benar. Pada setiap sesi akan diberi stimulasi secara verbal dan visual.
Diakhir keseluruhan program terapi anak akan diminta untuk mengulangi
sebanyak tiga kali kata-kata yang sudah dilatihkan untuk melihat konsistensi
pengucapan. Kata-kata yang sudah dikuasai akan diletakkan pada papan khusus
sedangkan yang belum mampu diucapkan akan terus diberikan pada sesi-sesi
berikutnya.
Pada terapi core vocabulary subjek diminta untuk melakukan suatu proses
imitasi untuk mengikuti terapis mengucapkan kata-kata dengan benar kemudian
mengikuti aplikasi penggunaan kata tersebut dalam konteks yang tepat. Imitasi
yang dilakukan dengan meniru ucapan terapis dimulai dari setiap suku kata
hingga mengucapkan kata secara utuh.
Dalam pelaksanaannya terapi core vocabulary didasari oleh prinsip teori
belajar sosial Bandura, yaitu dimana pada awalnya subyek akan memperhatikan
kartu bergambar yang disediakan oleh pelatih dan mendengarkan cara
menyebutkan kata yang ada di gambar dengan tepat. Selanjutnya subyek akan
mengingat asosiasi gambar sebagai informasi visual dan artikulasi cara
menyebutkan kata yang ada di gambar sebagai informasi verbal. Subyek akan
berusaha menirukan cara pengucapan yang tepat dengan menggerakkan organ
bicara sedemikian rupa sehingga menghasilkan bunyi fonetik yang tepat hingga
merangkai satu kata secara utuh. Pengucapan yang tepat akan mendapatkan
penguatan dengan pujian sedangkan pengucapan yang salah akan mendapatkan
peringatan secara verbal dan akan diminta untuk mengulangi kembali.
Dengan core vocabulary therapy, diharapkan anak dapat menyebutkan
kata-kata yang digunakan sehari-hari dengan pelafalan yang jelas sehingga lebih
mudah dipahami oleh orang lain. Selain itu sesi bermain peran yang diberikan
juga membantu anak untuk memahami makna dari setiap kata yang diucapkan.
Diharapkan pada nantinya, anak-anak dengan SSD dapat menguasai berbagai
ragam kata sesuai dengan konteks yang berbeda-beda dan meningkatkan
kemampuan kosakata dengan bantuan terapi core vocabulary. Kesalahan-
kesalahan dalam bunyi bicara yang terdeteksi pada setiap kata yang digunakan
sehari-hari dapat diperbaiki dengan latihan mengucapkan kata-kata inti (core)
dalam suatu sesi terapi yang dilanjutkan dengan aplikasi penggunaan kata dalam
proses bermain peran di sesi selanjutnya untuk memberikan pengetahuan
mengenai makna dari setiap kata yang diajarkan.
Dalam intervensi ini pemberian terapi core vocabulary akan dilakukan
sebanyak 10 kali pertemuan sehingga diharapkan dari pemberian terapi ini akan
menunjukkan peningkatan kemampuan pengucapan kata pada anak dengan
speech sound disorder. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat
perkembangan kemampuan pengucapan kata pada anak dengan spech sound
disorder setelah pemberian terapi core vocabulary.
B. Intervensi orang tua
intervensi yang akan di lakukan kepada orang tua Pen (ayah dan ibu)
menggunakan teknik psikoedukasi. Dimana psikoedukasi mencakup beberapa
kegiatan yang menggabungkan pendidikan dan kegiatan seperti konseling dan
intervensi mendukung. Jenis intervensi termasuk pemberian informasi tentang
pengobatan, gejala, sumber daya, dan layanan pelatihan untuk memberikan
perawatan dan mengatasi masalah terkait penyakit serta strategi penyelesaian
masalah. Materi psikoedukasi yang akan diberikan dan didiskusikan dalam
penelitian ini terkait dengan informasi mengenai speech sound disorder, cara
menangani anak dengan gangguan bunyi bicara dan metode intervensi yang
diberikan untuk meningkatkan ketrampilan membaca pada anak gangguan bunyi
bicara serta meminta peran orangtua untuk mendapingi kegiatan belajar anak di
rumah dengan menggunakan teknik intervensi terapi core vocabulary.

C. Intervensi guru/ wali kelas


Intervensi yang akan dilakukan pada wali murid ialah dengan memberikan
psikoedukasi. Dimana kegiatan dari psikoedukasi ialah terdapat beberapa kegiatan
pendidikan dan kegiatan seperti konseling dan intervensi mendukung intervensi
termasuk pemberian informasi tentang pengobatan, gejala, sumber daya, dan
layanan pelatihan untuk memberikan perawatan dan mengatasi masalah terkait
penyakit serta strategi penyelesaian masalah. Wali kelas dan praktikan berdiskusi
terkait permasalahan yang dialami oleh subyek, memberikan pengetahuan terkait
Speech Sound Disorder, memberikan pengetahuan terkait penanganan pada anak
Speech Sound Disorder, dan memberikan pengetahuan terkait intervensi yang
akan dilakukan oleh wali kelas untuk menunjang atau membantu praktikan dan
klien dalam menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh klien.
DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
DSM 5. Washington DC : American Psychiatric Publishing. Fifth Edition.
Murhanjati, J.A., Sumijati, Sri.,Primastuti, Emiliana. 2017. Efek Penerapan Terapi Core
Vocabulary Terhadap Peningkatan Kemampuan Pengucapan Kata Pada Anak Dengan
Speech Sound Disorder. Prosiding Temu Ilmiah X Ikatan Psikologi Perkembangan
Indonesia. Peran Psikologi Perkembangan dalam Penumbuhan Humanistik pada Era
Digital 22-24 Agustus 2017. Hotel Grasia, Semarang. Universitas Katolik Soegijapranata.

Anda mungkin juga menyukai