Anda di halaman 1dari 56

UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA PADA PASIEN

HIPERTENSI

Oleh :

Sabda Yulika Rahmayanthy


K1A1 15 113

Pembimbing

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN


KEDOKTERAN KOMUNITAS BAGIAN KEDOKTERAN KELUARGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :
Nama : Sabda Yulika Rahmayanthy
Stambuk : K1A1 15 113
Judul Kasus : Upaya Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien
dengan Hipertensi
Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dengan judul Upaya Pendekatan
Kedokteran Keluarga Pada Pasien dengan Hipertensi dalam rangka kepaniteraan
klinik Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Dan Kedokteran
Komunitas Bagian Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Universitas Halu
Oleo.

Kendari, 22 Juli 2019


Mengetahui :
Pembimbing,

dr. Syamsiah Pawennei, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Kasus dengan judul Upaya Pendekatan Kedokteran Keluarga Pada Pasien dengan
Hipertensi sebagai tugas kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat Dan
Kedokteran Komunitas Bagian Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Universitas Halu Oleo.

Penulis menyadari bahwa pada proses pembuatan laporan masih banyak


kekurangan. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran dari semua pihak yang
sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan berikutnya sangat penulis
harapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Syamsiah Pawennei,
M.Kes atas bimbingan dan arahannya sehingga berbagai masalah dan kendala
dalam proses penyusunan laporan ini dapat teratasi dan terselesaikan dengan baik.
Atas segala bantuan dan perhatian baik berupa tenaga, pikiran dan materi
pada semua pihak yang terlibat dalam menyelesaikan laporan ini penulis
mengucapkan terima kasih.

Kendari, 22 Juli 2019

Sabda Yulika Rahmayanthy

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hipertensi..................................................................... 4
a. Definisi...............................................................................................4
b. Epidemiologi......................................................................................5
c. Etiologi...............................................................................................6
d. Faktor Risiko......................................................................................7
e. Klasifikasi .........................................................................................13
f. Patogenesis ........................................................................................13
g. Gejala Klinis ......................................................................................18
h. Diagnosis ...........................................................................................18
i. Penatalaksanaan .................................................................................22
j. Komplikasi .........................................................................................23
k. Pencegahan .........................................................................................24
l. Prognosis ............................................................................................24
BAB III. LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita .............................................................................. 26
B. Anamnesis .......................................................................................... 26
C. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 28
D. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 31
E. Resume ............................................................................................... 31
F. Diagnosis Holistik .............................................................................. 32

iv
G. Penatalaksanaan Holistik.................................................................... 32
H. Prognosis ............................................................................................ 32
BAB IV. PEMBAHASAN ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA
A. Identifikasi Keluarga .......................................................................... 33
B. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup .............................. 34
C. Identifikasi Fungsi-Fungsi dalam Keluarga ....................................... 35
D. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan .............. 40
E. Daftar Masalah ................................................................................... 41
BAB V. PEMBAHASAN .................................................................................... 42
BAB VI. PENUTUP .......................................................................................... 45
A. Kesimpulan Holistik ........................................................................... 45
B. Saran .................................................................................................. 45
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 46
LAMPIRAN ....................................................................................................... 49

v
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC 13
VII
Tabel 2 Hasil Perkuso 30

Tabel 3 Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal 33


Serumah
Tabel 4 Pelayanan Kesehatan 34
Tabel 5 APGAR Score Ny. H 37

Tabel 6 APGAR Score Nn. P 38

Tabel 7 SCREEM Keluarga Ny. H 39

vi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Halaman


Gambar 1 Patogenesis Hipertensi 14
Gambar 2 Denah Rumah Pasien 34
Gambar 3 Genogram Keluarga 30
Gambar 4 Hasil Kunjungan rumah tanggal 6 juli 2019 49
Gambar 5 Hasil Kunjungan rumah tanggal 8 juli 2019 49

vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Non Communicable Disease (NCD) atau biasa dikenal dengan
penyakit tidak menular merupakan salah satu penyebab kematian global
yang menjadi tantangan bagi masyarakat pada abad ke 21. Pada tahun
2012 NCD menyebabkan kematian yaitu 68%, apabila kasus NCD tidak
segera dideteksi dan ditangani dapat meningkatkan angka kematian yaitu
52 juta pada tahun 2030. Asia menyumbang 54% dari kematian global
akibat NCD (World Health Organization, 2014).
World Health Organization (WHO, 2015) menyebutkan bahwa
tingginya insiden kematian akibat NCD di Asia salah satunya disebabkan
pola hidup sehat yang tidak dijaga hal ini ditandai dengan mudahnya akses
makanan siap saji sehingga mengakibatkan kurangnya mengkonsumsi
makanan sehat dan bergizi. Data global status Report on
Noncommunicable Disease tahun 2010 menyebutkan bahwa sebanyak
40% negara berkembang mengalami hipertensi sedangkan negara maju
insiden kejadian hipertensi hanya 35%. Kawasan Afrika menempati posisi
hipertensi tertinggi yaitu 46% diikuti dengan Asia tenggara yaitu 36% dan
Amerika sebanyak 35%.
Hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia yang
dimana kasus hipertensi sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
tingkat pertama (Kementerian Kesehatan, 2014). Menurut Riskesdas 2013
memaparkan bahwa prevalensi kejadian hipertensi yang berada di
Indonesia yaitu sebesar 25,8% selain itu menurut kementerian kesehatan
tahun 2013 memaparkan bahwa angka kejadian hipertensi yaitu sebanyak
31,7% sehingga 1 dari 3 orang dewasa berpotensi mengalami hipertensi.
Sebanyak 76% orang dewasa tidak menyadari bahwa dirinya sudah
terkena hipertensi. Prevalensi hipertensi berdasarkan diagnosis dokter pada
penduduk yang berumur > 18 tahun sekitar 8,4% (Riskesdas, 2018). Data
dari profil kesehatan Puskesmas Perumnas Kadia Sulawesi Tenggara pada

1
2

tahun 2018 hipertensi menempati urutan ke dua sebagai penyakit yang


sering dijumpai pada pasien rawat jalan sebanyak 688 kasus.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau sedang tidak melakukan aktivitas fisik berlebihan. Apabila
tekanan darah sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batas
usia diatas 18 tahun). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam
jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal
(gagal ginjal), jantung (gagal jantung) dan otak (stroke), apabila tidak
dideteksi secara dini dan tidak mendapat pengobatan yang memadai.
Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan
jumlahnya terus meningkat (Kemenkes RI, 2015).
Hipertensi merupakan manifestasi atau gejala dari gangguan
keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskuler yang dimana
patofisiologi terjadinya hipertensi dipengaruhi oleh multifaktorial sehingga
sulit untuk diterangkan dengan hanya satu mekanisme tunggal
(Yugiantoro, 2014 IPD).
Tingginya angka kejadian hipertensi dipengaruhi oleh dua jenis
faktor yaitu faktor yang tidak dapat diubah seperti genetik, umur, jenis
kelamin dan ras. Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya obesitas,
merokok, konsumsi alkohol, kurang berolahraga, konsumsi makanan yang
tinggi garam dan lemak, stress dan tingkat pendidikan (Mukhibbin, 2012;
Sartik dkk, 2017; Budi,2015). Bila faktor risiko yang dapat diubah tidak
segera diintervensi maka hipertensi akan berlanjut menuju penyulit berupa
kerusakan-kerusakan di organ sasaran yang terkait biasa disebut dengan
target organ damage (TOD). Pendekatan klinis pengobatan hipertensi
harus meliputi pengendalian tekanan darah sampai kepada normotensi
serta mengendalikan faktor risiko dan mengobati semua TOD yang telah
terkena (Yugiantoro, 2014).
3

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan kedokteran keluarga terhadap pasien
Hipertensi dan keluarganya untuk mewujudkan keadaan sehat di
Kelurahan Kadia, Kota Kendari
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik keluarga meliputi fungsi keluarga,
bentuk keluarga, dan siklus keluarga pada pasien Hipertensi
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya
masalah kesehatan pada pasien Hipertensi
c. Mendapatkan pemecahan masalah kesehatan pada pasien
Hipertensi dan keluarganya
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menambah wawasan untuk mengenali tanda, bahaya,
pencegahan serta penatalaksanaan dari kasus hipertensi
2. Manfaat Aplikatif
Untuk memberikan masukkan kepada Puskesmas sehingga pihak
puskesmas dapat membuat program pencegahan atau skrining
hipertensi lebih dini dan tepat, sesuai dengan faktor risiko yang
mempengaruhi kejadian hipertensi
3. Manfaat Metodologis
Sebagai salah satu referensi atau data pendukung khususnya untuk
mengenali faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat. Tekanan sistolik menunjukkan fase darah yang dipompa oleh
jantung dan tekanan diastolik menunjukkan fase darah kembali ke
dalam jantung (Kemenkes RI, 2013).
Persistensi peningkatan diatas 140/90 mmHg ini harus terbukti,
sebab bisa saja peningkatan tekanan darah tersebut bersifat transient atau
hanya merupakan peningkatan diurnal dari tekanan darah yang normal
sesuai siklus sirkardian (pagi sampai siang tekanan darah meningkat,
malam hari tekanan darah menurun, tetapi masih dalam batas variasi
normal). Beberapa pasien hanya meningkat tekanan sistoliknya saja
disebut isolated systolic hypertension (ISH), atau yang meningkat hanya
tekanan diastoliknya saja disebut isolated diastolic hypertention (IDH).
Ada juga yang disebut white coat hypertension yaitu tekanan darah yang
meningkat waktu diperiksa di tempat praktik, sedangkan tekanan darah
yang diukur sendiri (Home Blood Pressure Measurement/HBPM)
ternyata selalu terukur normal. White coat hypertension dianggap tidak
aman. Hipertensi persisten (sustained hypertension) adalah istilah
tekanan darah yang meningkat (hipertensi), baik diukur di klinik
maupun diluar klinik, termasuk di rumah, dan juga selama menjalankan
aktivitas harian yang biasa dilakukan. Walaupun sama-sama meningkat,
sering kali tekanan darah di klinik lebih tinggi dar pada di luar klinik
(Sugiantoro, 2014).
Adapun yang dimaksud dengan hipertensi resisten ialah tekanan
darah yang tidak mencapai target normal meskipun sudah mendapat tiga

4
5

kelas obat anti hipertensi yang berbeda dan sudah dengan dosis optimal
salah satunya harus diuretik (Sugiantoro, 2014).
b. Epidemiologi Hipertensi
Hipertensi ditemukan hampir pada semua populasi dengan angka
kejadian yang berbeda-beda, sebab ada faktor-faktor genetik, ras,
regional, sosial budaya yang juga menyangkut gaya hidup yang juga
berbeda. Hipertensi akan makin meningkat bersama dengan
bertambahnya umur, 26% pada populasi muda (umur ≤50 tahun),
terutama pada laki-laki (63%) yang biasanya didapatkan lebih banyak
IDH dibanding ISH, 74% pada populasi tua (umur >50 tahun) utamanya
pada wanita (58%) yang biasanya didapatkan lebih banyak ISH
dibanding IDH. Hipertensi mengambil porsi sekitar 60% dari seluruh
kematian dunia. Pada anak-anak yang tumbuh kembang hipertensi
meningkat mengikuti dengan pertumbuhan badan (Sugiantoro, 2014).
Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin
meningkat, sehingga diatas umur 60 tahun prevalensinya mencapai
65,4%. Obesitas, sindroma metabolik, kenaikan berat badan adalah
faktor risiko independen untuk kejadian hipertensi. Faktor asupan NaCL
pada diet juga erat hubungannya dengan kejadian hipertensi.
Mengkonsumsi alkohol, rokok, stress kehidupan sehari-hari, kurang
olahraga juga berperan dalam kontribusi kejadian hipertensi (Sugiantoro,
2014).
Bila anamnesa keluarga ada yang didapatkan hipertensi, maka
sebelum umur 55 tahun risiko menjadi hipertensi diperkirakan sekitar
empat kali dibandingkan dengan anamnesa keluarga yang tidak
mendapatkan hipertensi. Setelah umur 55 tahun, semua orang akan
menjadi hipertensi (90%). Menurut NHANES (National Health and
Nutrition Examination Surve, 1999-2000), prevalensi tekanan darah
tinggi pada populasi dewasa yang berumur di atas 20 tahun di Amerika
Serikat, adalah sebagai berikut: normal 38%, pre hipertensi 31%,
hipertensi 31% (Sugiantoro, 2014).
6

c. Etiologi Hipertensi
1) Hipertensi Primer (Essential Hypertension)
Hipertensi esensial, juga disebut hipertensi primer atau
idiopatik. Jenis hipertensi ini merupakan hipertensi yang tidak jelas
etiologinya atau tidak diketahui penyebabnya, walaupun dikaitkan
dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak dan
pola makan. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk dalam
kelompok ini. Kelainan yang terjadi pada umumnya kelainan
hemodinamik, pada hipertensi esensial kelainan yang utama adalah
peningkatan resistensi periver (Kemenkes RI, 2015).
Penyebab hipertensi esensial adalah multifaktorial, terdiri dari
faktor genetik dan lingkungan. Faktor keturunan bersifat poligenik
dan terlihat dari adanya riwayat penyakit kardiovaskuler dari
keluarga yang pernah terdiagnosis oleh dokter. Faktor predisposisi
genetik ini dapat berupa sensitivitas pada natrium, kepekaan
terhadap stress, peningkatan reaktivitas vaskuler (terhadap
vasokonstriktor), dan resistensi insulin. Faktor genetik dapat
menyebabkan kenaikan aktivitas dari sistem rennin angiotensin
aldosteron dan sistem saraf simpatik serta sensitivitas garam
terhadap tekanan darah sehingga terjadi peningkatan volume
intravaskuler (Mahatidanar, 2016).
Selain faktor genetik, faktor lingkungan yang memengaruhi
antara lain yaitu asupan natrium berlebihan, stress psikis, obesitas
dan gaya hidup yang tidak sehat serta konsumsi alkohol dan
merokok (Pusparani, 2016).
2) Hipertensi sekunder (Secondary Hipertension)
Berbeda dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder
merupakan hipertensi yang telah diketahui pasti penyebabnya yang
diakibatkan oleh suatu penyakit atau gangguan organ tertentu. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit
ginjal. Pada sekitar 1-2% penyebabnya adalah kelainan hormonal
7

atau pemakaian obat tertentu misalnya penggunaan pil KB


(Kemenkes RI, 2015).
d. Faktor Risiko Hipertensi
1) Faktor yang tidak dapat Dikontrol
a) Umur
Semakin bertambahnya umur elastisitas pembuluh darah semakin
menurun dan terjadi kekakuan dan kerapuhan pembuluh darah
sehingga aliran darah terutama ke otak menjadi terganggu,
seiring dengan bertambahnya usia dapat meningkatkan kejadian
hipertensi (Gama dkk., 2014). Arteri kehilangan elastisitasnya
atau kelenturannya dan tekanan darah seiring bertambahnya usia,
kebanyakan orang mengalami hipertensi ketika berumur lima
puluhan atau enam puluhan (Tarigan, 2018).
b) Jenis Kelamin
Faktor gender berpengaruh pada kejadian hipertensi, dimana pria
lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan
risiko sebesar 2,29 kali untuk meningkatkan tekanan darah
sistolik (Astiari, 2016). Pada pria hipertensi lebih banyak
disebabkan oleh pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman
terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria berisiko lebih
tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita (Tarigan, 2018).
Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita.
Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi
pada wanita meningkat dua kali lebih besar setelah menopause
dibandingkan wanita sebelum menopause. Bahkan setelah usia
65 tahun, hal ini terjadi diakibatkan oleh berkurangnya hormon
estrogen pada wanita setelah mengalami menopause, sehingga
menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah dan
berakibat pada peningkatan tekanan darah (Astiari, 2016).
8

c) Keturunan
Riwayat hipertensi yang di dapat pada kedua orang tua, akan
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi esensial sekitar 70-
80%. Orang yang memiliki keluarga yang menderita hipertensi,
memiliki risiko lebih besar menderita hipertensi esensial. Hal ini
berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan
rendahnya antara potassium terhadap sodium. Hipertensi
cenderung merupakan penyakit keturunan, jika seorang dari
orang tua menderita hipertensi maka sepanjang hidup
keturunanya mempunyai 25% kemungkinan menderita pula. Jika
kedua orang tua menderita hipertensi maka kemungkinan 60%
keturunanya akan menderita hipertensi juga (Suprihatin, 2016;
Mannan dkk., 2012).
d) Ras
Pada umumnya hipertensi terjadi pada orang yang berkulit hitam
bila dibandingkan dengan orang berkulit putih, serta lebih besar
tingkat morbiditas maupun mortalitasnya. Sampai saat ini, belum
diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa terdapat kelainan pada gen angiotensinogen
tetapi mekanismenya mungkin bersifat poligenik. Berbagai
golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, susunan
genetika, dan sebagainya yang dapat mengakibatkan angka
kesakitan dan kematian (Artiyaningrum, 2015).
2) Faktor yang dapat Dikontrol
a) Aktivitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik lebih cenderung berpotensi untuk
terjadinya hipertensi dan lebih berisiko sebesar 1,02 kali
dibanding orang yang melakukan aktivitas fisiknya. Kurangnya
aktifitas fisik akan menurunkan daya tahan tubuh menjadi lemah
dan lesuh sehingga semua penyakit dengan gampang menyerang
tubuh kita, misalnya hipertensi (Hamadi dkk, 2017).
9

b) Merokok
Merokok dapat menyebabkan terjadinya hipertensi karena
didalam rokok itu mengandung 4.000 zat kimia yang dapat
memicu terjadinya hipertensi beberapa diantaranya tar, nikotin
dan karbon dioksida. Ketika tar masuk didalam tubuh kita tar ini
akan langsung menyerang dan merusak sel dan jaringan yang ada
didalam tubuh kita, kemudian nikotin ketika sudah masuk
didalam tubuh maka nikotin ini akan memengaruhi sistim kerja
otak sehingga membuat para perokok ketergantung atau
ketagihan, dan karbon dioksida dapat memengaruhi kemampuan
hemoglobin darah, sebagaimana kita ketahui bahwa fungsi
hemoglobin untuk mengikat sari-sari makanan dan oksigen yang
diperlukan oleh sel dan jaringan, ketika fungsi ini terganggu
maka jantung akan bekerja keras memompa darah untuk
memenuhi apa yang dibutuhkan oleh sel dan jaringan maka
disinilah mulai terjadi hipertensi (Setyanda dkk, 2015).
c) Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol adalah memasukan air (atau benda cair)
kedalam mulut dan meneguk minuman tersebut, minuman yang
memabukan seperti beer, anggur, arak, dan tuak. Kebiasaan
mengonsumsi minuman beralkohol juga dapat memengaruhi
terjadinya hipertensi, karena didalam alkohol terdapat senyawa
kimia yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
darah, salah satunya hidroginium memiliki pengaruh terhadap
kejadian hipertensi dan secara keseluruhan semakin banyak
alkohol yang dikonsumsi semakin tinggi tekanan darahnya.
Alkohol juga bisa meningkatkan keasaman darah sehingga
menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa jantung
memompah darah lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke
jaringan yang membutuhkan dengan cukup. Ini yang
10

menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah/hipertensi


(Kita dkk, 2014).
d) Stress
Seseorang dengan stress kejiwaan mengalami hipertensi. Kondisi
stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis yang kemudian
meningkatkan tekanan darah secara bertahap, artinya semakin
berat kondisi stress seseorang maka semakin tinggi pula tekanan
darahnya. Stress merupakan rasa takut dan cemas dari perasaan
dan tubuh seseorang terhadap adanya perubahan dari lingkungan.
Apabila ada sesuatu hal yang mengancam secara fisiologis
kelenjar pituitary otak akan mengirimkan hormon kelenjar
endokrin kedalam darah, hormon ini berfungsi untuk
mengaktifkan hormon adrenalin dan hidrokortison, sehingga
membuat tubuh dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan
yang terjadi. Secara alamiah dalam kondisi seperti ini seseorang
akan merasakan detak jantung yang lebih cepat dan keringat
dingin yang mengalir di daerah tengkuk. Selain itu peningkatan
aliran darah ke otot-otot rangka dan penurunan aliran darah ke
ginjal, kulit, dan saluran pencernaan juga dapat terjadi karena
stress.
Kondisi stress yang membuat tubuh menghasilkan hormon
adrenalin lebih banyak, membuat jantung bekerja lebih kuat dan
cepat. Apabila terjadi dalam jangka waktu yang lama maka akan
timbul rangkaian reaksi dari organ tubuh lain. Perubahan
fungsional tekanan darah yang disebabkan oleh kondisi stress
dapat menyebabkan hipertropi kardiovaskuler bila berulang
secara intermitten. Begitu pula stress yang dialami penderita
hipertensi, maka akan memengaruhi peningkatan tekanan
darahnya yang cenderung menetap atau bahkan dapat bertambah
tinggi sehingga menyebabkan kondisi hipertensinya menjadi
lebih berat (Islami, 2015).
11

e) Konsumsi Natrium
Konsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi dapat memengaruhi
tekanan darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume plasma
dan tekanan darah. Natrium merupakan kation utama dalam
cairan ekstraseluler yang berperan penting dalam
mempertahankan volume plasma dan ekstraseluler,
keseimbangan asam basa dan juga neuromuskular. Asupan tinggi
natrium dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat sehingga untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik keluar dan mengakibatkan meningkatnya
volume darah dan berdampak pada peningkatan tekanan darah
(Susanti, 2017).
f) Konsumsi Lemak
Asupan lemak jenuh/(Saturated Fatty Acid) SFA yang berlebih
dapat memicu terjadinya aterosklerosis yang merupakan salah
satu faktor risiko hipertensi terkait dengan peningkatan resistensi
dinding pembuluh darah. Hal ini disebabkan karena pembuluh
darah yang mengalami aterosklerosis selain terjadi peningkatan
resistensi pada dindingnya juga mengalami penyempitan,
sehingga memicu peningkatan denyut jantung dan peningkatan
volume aliran darah yang berakibat pada meningkatnya tekanan
darah serta terjadi hipertensi (Lidiyawati dan Kartini, 2014).
g) Obesitas
Obesitas dapat menimbulkan terjadinya hipertensi melalui
berbagai mekanisme, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung obesitas dapat menyebabkan
peningkatan cardiac output karena makin besar massa tubuh
makin banyak pula jumlah darah yang beredar sehingga curah
jantung ikut meningkat. Sedangkan secara tidak langsung
melalui perangsangan aktivitas sistem saraf simpatis dan Renin
Angiotensin Aldosteron System (RAAS) oleh mediator-mediator
12

seperti hormon, sitokin, adipokin, dan sebagainya. Salah satunya


adalah hormon aldosteron yang terkait erat dengan retensi air dan
natrium sehingga volume darah meningkat (Sulastri dkk., 2012).
h) Konsumsi Kopi
Pengaruh kopi terhadap terjadinya hipertensi saat ini masih
kontroversial. Kopi mempengaruhi tekanan darah karena
mengandung polifenol, kalium, dan kafein. Kafein memiliki efek
yang antagonis kompetitif terhadap reseptor adenosin. Adenosin
merupakan neuromodulator yang mempengaruhi sejumlah fungsi
pada susunan saraf pusat. Hal ini berdampak pada vasokonstriksi
dan meningkatkan total resistensi perifer, yang akan
menyebabkan tekanan darah. Kandunagan kafein pada secangkir
kopi sekitar 80-125 mg. Orang yang tidak mengkonsumsi kopi
memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan orang
yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per hari. Dan pria yang
mengkonsumsi kopi 3-6 cangkir per hari memiliki tekanan darah
lebih tinggi dibanding pria yang mengkonsumsi 1-3 cangkir per
hari (Uiterwaal dkk., 2007).
i) Status Sosial Ekonomi
Orang dengan tekanan darah tidak terkendali biasanya
dihubungkan dengan minimnya status sosial ekonomi. Jenis
pekerjaan berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya
pendapatan. Pendapatan yang rendah akan mempengaruhi
pendidikan, akses menuju pelayanan kesehatan, dan kepemilikan
asuransi pembayaran gratis. Akan tetapi status sosial ekonomi
bukan penyebab tekanan darah tidak terkendali secara signifikan.
Penelitian NHANES III melaporkan pada 92% penderita
hipertensi tidak terkendali, 86% melaporkan melakukan
perawatan ke layanan kesehatan secara mandiri tanpa asuransi
atau pembayaran gratis. Dalam studi multivariabel di sebuah kota
dan sebagian populasi, juga menekankan kontribusi kepemilikan
13

asuransi kesehatan dan status ekonomi rendah tidak cukup


berhubungan dengan tekanan darah tidak terkendali
(Artiyaningrum, 2015).
e. Klasifikasi Hipertensi
Menurut the seventh report of the joint national committee on
prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure
(JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi
kelompok normal, pre hipertensi, hipertensi tahap 1, dan hipertensi tahap
2 (Kemenkes RI, 2015).
Tabel 1. Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut JNC VII.
Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik(mmHg)

Normal
<120 <80

Pre hipertensi
120-139 80-89

Hipertensi tahap 1
140-159 90-99

Hipertensi tahap 2
≥160 ≥100

Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk usia ≥18, maka
persentase hipertensi berdasarkan pengukuran tekanan darah dihitung
hanya pada penduduk umur ≥18 tahun (Riskesdas, 2007).
f. Patogenesis Hipertensi
Penyebab-penyebab hipertensi ternyata sangat banyak. Tidak bisa
ditegakkan hanya dengan satu faktor penyebab. Memang betul pada
akhirnya kesemuanya itu akan menyangkut kendali natrium (Na) di
ginjal sehingga tekanan darah meningkat (Sugiantoro, 2014).
14

Tekanan darah Curah Resistensi perifer


jantung
Hipertensi = CJ x TPR

5
Preloa Kontraktilitas
Vasokonstrik
d Denyut
si
jantung
Volume cairan
3 2
Sistem Sistem renin
4 angiotensin
saraf
Retensi aldosteron
simpatis
natrium

Asupa Faktor
n
1 geneti
natriu k
m

Gambar 1. Patogenesis hipertensi menurut Kaplan


Sugiantoro (2014).
Sugiantoro (2014) menyatakan bahwa ada empat faktor yang
mendominasi terjadinya hipertensi:
1) Peran Volume Intravaskular
Menurut Kaplan tekanan darah adalah hasil interaksi antara
cardiac uotput (CO) atau curah jantung (CJ) dan TPR (total
peripheral resistance/tahanan total periver) yang masing-masing
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Volume intravaskular merupakan determinan utama untuk
kestabilan tekanan darah dari waktu ke waktu tergantung keadaan
TPR apakah dalam posisi vasodilatasi atau vasokonstriksi. Bila
asupan Natrium Chlorida (NaCL) meningkat, maka ginjal akan
merespons agar ekskresi garam keluar bersama urin ini juga akan
meningkat. Tetapi bila upaya mengekskresi NaCL ini melebihi
ambang kemampuan ginjal, maka ginjal akan meretensi H2O
15

sehingga volume intravaskular meningkat. Pada gilirannya CO


dan CJ juga akan meningkat. Akibatnya akan terjadi ekspansi
volume intravaskular, sehingga tekanan darah meningkat. Seiring
dengan perjalanan waktu TPR juga akan meningkat, lalu secara
berangsur CO atau CJ akan turun menjadi normal lagi akibat
autoregulasi. Bila TPR vasodilatasi tekanan darah akan meningkat
(Sugiantoro, 2014).
2) Peran Kendali Saraf Autonom
Persarafan autonom ada dua macam, yang pertama ialah
sistem saraf simpatis, yang mana saraf ini yang akan
menstimulasi saraf viseral (termasuk ginjal) melalui
neurotransmiter: katekolamin, epinefrin, maupun dopamin.
Sedangkan saraf parasimpatis adalah yang menghambat stimulasi
saraf simpatis. Regulasi simpatis dan parasimpatis berlangsung
independen tidak dipengaruhi oleh kesadaran otak, akan tetapi
terjadi secara automatis mengikuti siklus sirkardian.
Ada beberapa reseptor adrenergik yang berada di jantung,
ginjal, otak, serta dinding vaskular pembuluh darah ialah rsesptor
α1, α2, β1, dan β2. Belakangan ditemukan reseptor β3 di aorta
yang ternyata kalau dihambat dengan beta blocker β1 selektif
yang baru (nebivolol) maka akan memicu terjadinya vasodilatasi
melalui peningkatan nitrit oksida (NO). Karena pengaruh-
pengaruh lingkungan misalnya genetik, stress kejiwaan, rokok,
dan sebagainya, akan terjadi aktivasi sistem saraf simpatis berupa
kenaikan katekolamin, nor epinefrin (NE) dan sebagainya.
Selanjutnya neurotransmiter ini akan meningkatkan denyut
jantung (heart rate) lalu diikuti kenaikan CO atau CJ, sehingga
tekanan darah akan meningkat dan akhirnya akan mengalami
agregasi platelet.
Peningkatan neurotransmiter NE ini mempunyai efek
negatif terhadap jantung, sebab di jantung ada reseptor α1, β1,
16

dan β2, yang akan memicu terjadinya kerusakan miokard,


hipertrofi dan aritmia dengan akibat progresivitas dari hipertensi
aterosklerosis. Karena pada dinding pembuluh darah juga ada
reseptor α1, maka bila NE meningkat hal tersebut akan memicu
vasokonstriksi pembuluh darah dengan akibat hipertensi (melalui
reseptor α1) sehingga hipertensi aterosklerosis juga makin
progresif. Pada ginjal NE juga berefek negatif, sebab di ginjal ada
reseptor β1 dan α1 yang akan memicu terjadinya retensi natrium,
mengaktivasi sistem RAA, memicu vasokonstriksi pembuluh
darah darah dengan akibat hipertensi aterosklerosis juga makin
progresif (Sugiantoro, 2014).
3) Peran Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAA)
Bila tekanan darah menurun maka hal ini akan memicu
refleks baroreseptor. Berikutnya secara fisiologis sistem RAA
akan dipicu, yang mana akhirnya renin akan disekresi, lalu
angiotensin 1 (A1), angiotensin II (AII), dan seterusnya sampai
tekanan darah meningkat kembali. Begitulah secara fisiologis
autoregulasi tekanan darah terjadi melalui aktivasi dari sistem
RAA. Adapun proses pembentukan renin dimulai dari
pembentukan angiotensin yang dibuat di hati. Selanjutnya
angiotensinogen yang akan dirubah menjadi angiotensin 1 oleh
renin yang dihasilkan oleh makula densa apparat juxta glomerulus
ginjal. Lalu angiotensin 1 akan dirubah menjadi angiotensin II
oleh enzim ACE (angiotensin converting enzyme). Akhirnya
angiotensin II ini akan bekerja pada reseptor-reseptor yang terkait
dengan tugas proses fisiologinya ialah di reseptor AT1, AT2,
AT3, AT4.
Faktor risiko yang tidak dikelola akan memicu sistem RAA.
Tekanan darah makin meningkat, hipertensi ateroskloris makin
progresif. Ternyata yang berperan utama untuk memicu
progresifitas ialah angiotensin II, bukti uji klinisnya sangat kuat.
17

Setiap intervensi klinik pada tahap-tahap aterosklerosis


kardiovaskular kontinum ini terbukti selalu bisa menghambat
progresifitas dan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular
(Sugiantoro, 2014).
4) Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum,
penyakit yang berlanjut terus-menerus sepanjang umur.
Paradigma yang baru tentang hipertensi dimulai dengan disfungsi
endotel, lalu berlanjut menjadi disfungsi vascular, disfungsi
biologi berubah, lalu berakhir dengan kerusakan organ sasaran
(target organ damage/TOD). Mungkin hipertensi ini lebih cocok
menjadi bagian dari salah satu gejala sebuah sindroma penyakit
yang akan kita sebut sebagai ”the atherosclerotic syndrome” atau
“the hypertension syndrome”, sebab pada hipertensi sering
disertai gejala-gejala lain berupa resistensi insulin, obesitas,
mikroalbuminuria, gangguan koagulasi, gangguan toleransi
glukosa, kerusakan membran transport, disfungsi endotel,
dislipidemia, pembesaran ventrikel kiri, gangguan simpatis
parasimpatis. Aterosklerosis akan berjalan progresif dan berakhir
dengan kejadian kardiovaskular. Progresivitas sindrom
ateroklerotik ini dimulai dengan resiko yang tidak dikelola,
akibatnya hemodinamika tekanan darah makin berubah, hipertensi
makin meningkat serta vaskular biologi berubah, dinding
pembuluh darah makin menebal dan pasti berakhir dengan
kejadian kardiovaskular.
Hipertensi sudah diakui sebagai penyebab utama
aterosklerosis. Disfungsi endotel adalah merupakan risiko akibat
adanya semua faktor risiko. Penanda adanya disfungsi endotel
dapat dilihat pada retina mata dan dapat juga dilihat pada ginjal
(glomerulus), yaitu bilamana ditemukan mikroalbuminuria pada
pemeriksaan urin. Kesimpulannya hipertensi adalah hanya salah
18

satu gejala dari sebuah sindroma yang akan lebih sesuai bila
disebut sebagai sindroma hipertensi aterosklerotik (bukan
merupakan penyakit sendiri, kemudian akan memicu pengerasan
pembuluh darah sampai terjadi kerusakan target organ terkait
(Sugiantoro, 2014).
g. Gejala Klinis
Menurut Kemenkes RI (2015) hipertensi merupakan silent killer
dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir
sama dengan gejala penyakit lainnya. Hipertensi sulit disadari oleh
seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala khusus sehingga sering
menyebabkan komplikasi karena perlangsungan yang lama. Gejala yang
timbul karena hipertensi dapat berbeda-beda tergantung dari tinggi
rendahnya tekanan darah. Kadang-kadang hipertensi berjalan tanpa
gejala, baru timbul gejala, bila telah terjadi komplikasi pada organ target
seperti ginjal, jantung, otak dan mata. Gejala hipertensi yang sering
timbul adalah sakit kepala yang bervariasi dari ringan sampai berat,
pusing kadang-kadang disertai rasa mual sampai muntah, nyeri tengkuk
dan kepala bagian belakang merupakan keluhan yang paling sering
dijumpai terutama waktu bangun tidur dipagi hari, nyeri otot dan sendi,
insomnia, badan terasa lemah dan berdebar-debar. Pada umumnya gejala-
gejala ini dapat timbul sepintas dan hilang timbul sehingga penderita
tidak begitu mempersoalkannya. Tetapi, bila sakitnya semakin meningkat
dan terus-menerus, hal ini tidak dapat diabaikan dan harus dicari
penyebabnya (Noerhadi, 2008).
h. Diagnosis
Sugiantoro (2014) menyatakan bahwa pada umumnya penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi adalah the silent killer.
Penderita baru mempunyai keluhan setelah mengalami komplikasi di
TOD. Secara sistematik anamnesa dapat dilakukan sebagai berikut:
19

1) Anamnesis
Anamnesis meliputi:
a) Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah
b) Indikasi adanya hipertensi sekunder
i. Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
ii. Infeksi saluran kemih, hematuria, pemakaian obat-obat
analgesik dan obat/bahan lain
iii. Episode berkeringat, sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
iv. Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)
c) Faktor-faktor risiko
i. Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau
keluarga pasien
ii. Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
iii. Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
iv. Kebiasaan merokok
v. Konsumsi alkohol
vi. Pola makan
vii. Kegemukan
viii. intensitas olahraga dan
ix. Kepribadian
d) Gejala kerusakan organ
i. Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemik attacks, defisit sensoris atau motoris
ii. Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur
dengan bantal tinggi lebih dari dua bantal
iii. Ginjal: haus, poliuria, notularia, hematuria. Hipertensi yang
disertai kulit pucat anemis
iv. Arteri periver: ekstremitas dingin, klaudikasio intermitten
20

2) Pemeriksaan Fisis
Pengukuran tekanan darah (TD) dilakukan pada penderita yang
dalam keadaan nyaman dan relaks, dan dengan tidak
tertutup/tertekan pakaian. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
pada saat melakukan pengukuran TD adalah:
a) Untuk mengukur TD terdapat 3 jenis sphygmomanometer, yaitu
manometer aneroid (kurang akurat bila digunakan berulang-
ulang), manometer elektronik (juga kurang akurat) dan
manometer merkuri/air raksa (ingat merkuri dapat mencemari
lingkungan). Gunakan manset dengan ukuran inflatable bag
(karet yang ada di bagian dalam manset) yang sesuai, yaitu lebar
±40% dari lingkar lengan (rata-rata pada orang dewasa 12-14
cm) dan panjang ±60-80% lingkar lengan, sehingga cukup
panjang untuk melingkupi lengan.
b) Panjang manset pada lengan atas dengan pusat inflatable bag di
atas arteri brakhialis (pada sisi dalam lengan atas) dan sisi
bawah manset ±2,5 cm di atas fossa antecubiti.
c) Posisi lengan penderita sedikit fleksi pada siku, lengan harus
disangga (dengan bantal, meja atau benda lain yang stabil)
pastikan bahwa manset setinggi jantung. Cari arteri brakhialis,
biasanya sedikit medial dari tendon bisep.
d) Lakukan pemeriksaan palpasi tekanan darah sistolik (TDS) yaitu
ibu jari atau jari-jari lain diletakkan di atas arteri brakhialis,
manset dipompa/dikembangkan sampai ±30 mmHg di atas
tingkat dimana pulsasi mulai tidak teraba, kemudian manset
pelan-pelan dikendurkan dan akan didapatkan TDS yaitu saat
pulsasi mulai teraba kembali.
e) Selanjutnya stetoskop (bagian bell) diletakkan di atas arteri
brakhialis, manset dipompa kembali sampai ±30 mmHg di atas
harga pulsasi TDS, kemudian manset dikendurkan pelan-pelan
(kecepatan 2-3 mmHg/detik), tentukan TDS (mulai terdengar
21

suara) dan tekanan darah diastolik atau TTD (suara mulai


menghilang)
f) Pengukuran TD harus dilakukan pada lengan (arteri brakhialis)
kanan dan kiri, setidaknya pernah dilakukan walaupun sekali
saja. Normal antara kanan dan kiri terdapat perbedaan 5-10
mmHg. Bila ada perbedaan >10-15 mmHg perlu dicurigai
adanya kompresi atau obstruksi arteri pada sisi yang tekanan
darahnya lebih rendah.
g) Pada penderita yang mendapat obat antihipertensi dan ada
riwayat pingsan atau postural dizziness, atau pada penderita
dengan dugaan hipovolemik, TD diukur pada posisi tidur,
duduk, dan berdiri (kecuali ada kontraindikasi). Normal dari
posisi horizontal ke posisi berdiri akan menyebabkan TDS
sedikit menurun atau tidak berubah dan TTD sedikit meningkat.
Bila saat berdiri TDS turun dan 20 mmHg, apalagi disertai
adanya keluhan, menunjukkan adanya hipotensi ortostatik
(postural). TTD juga bisa turun, penyebabnya adalah obat,
hipovolemia, terlalu lama tirah baring dan gangguan sistem saraf
autonom periver.
3) Pemeriksaan Penujang
Pemeriksaan penunjang pasien hipertensi terdiri dari tes darah
rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum,
kolesterol LDL dan HDL serum, trigliserida serum, hemoglobin
dan hematokrit, urinalisis (uji carik celup serta sedimen urin), dan
elektrokardiogram.
Evaluasi pasien hipertensi juga diperlukan untuk menentukan
adanya penyakit penyerta sistemik, yaitu aterosklerosis (melalui
pemeriksaan profil lemak), diabetes (terutama pemeriksaan gula
darah), fungsi ginjal (dengan pemeriksaan proteinuria, kreatinin
serum, serta memperkirakan laju filtrasi glomerulus) (Sugiantoro,
2014).
22

i. Penatalaksanaan
Semua guidline pada umumnya sepakat dan sama untuk target
tekanan darah normal dengan cara modifikasi gaya hidup, kemudian
dilanjutkan dengan farmakoterapi secara individualistik sesuai dengan
komorbid dengan compelling indication yang ada pada penderita. Tujuan
pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan mortalitas dan
morbiditas kardiovaskuler. Penurunan tekanan sistolik harus menjadi
perhatian utama, karena pada umunya tekanan diastolik akan terkontrol
bersamaan dengan terkontrolnya tekanan sistolik (Nafrialdi, 2012).
1) Non Farmakologis
Strategi pengobatan hipertensi harus dimulai dengan
perubahan gaya hidup (lifestyle modification) berupa diet rendah
garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktifitas
fisik yang teratur dan penurunan berat badan, perubahan gaya
hidup juga terbukti meningkatkan efektifitas obat antihipertensi dan
menurunkan risiko kardiovaskuler (Nafrialdi, 2012).
Hipertensi tingkat 1 tanpa faktor risiko dan tanpa TOD,
perubahan pola hidup dapat dicoba sampai 12 bulan. Sedangkan
bila disertai kelainan penyerta (compelling indications) seperti
gagal jantung, pasca infark miokard, penyakit jantung koroner,
diabetes melitus dan riwayat stroke, maka terapi farmakologi harus
dimulai lebih dini mulai dari hipertensi tingkat 1. Bahkan untuk
pasien dengan kelainan ginjal atau diabetes, pengobatan dimulai
pada tahap prehipertensi dengan target TD < 130/80 mmHg
(Nafrialdi, 2012).
2) Terapi farmakologi
Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang
lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi, yaitu diuretik,
penyekat reseptor beta adrenergik (β-blocker), ACE-inhibitor,
penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker,
AR), dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa
23

adrenergik (α-blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini


pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok yang dianggap lini
kedua yaitu penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral, dan
vasodilator (Nafrialdi, 2012).
Hipertensi tanpa penyulit bisa diberikan monoterapi. JNC 7
menganjurkan thiazide sebagai pilihan pertama. Monoterapi bisa
mencapai target tekanan darah normal sekitar 40%. Dengan
kombinasi dua obat atau lebih dapat mencapai tekanan darah
normal sekitar 80%. Bila hipertensi disertai penyulit berupa adanya
TOD atau tergolong high and very high risk group hypertension,
maka pengobatan disesuaikan dengan tabel compelling indications
(Sugiantoro, 2014). Bila hipertensi tidak berkomplikasi
(uncomplicated hypertension) maka rata-rata semua guideline
sepakat targetnya ialah 140/90 mmHg. Akan tetapi bila hipertensi
disertai diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis target tekanan
darah harus <130 mmHg (Sugiantoro, 2014).
j. Komplikasi
Hubungan kenaikan tekanan darah dengan risiko PKV berlangsung
secara terus-menerus, konsisten dan independen dari faktor-faktor risiko
yang lain. Pada jangka lama bila hipertensi tidak dapat turun stabil pada
kisaran target normo tensi pasti akan merusak organ-organ terkait (TOD)
(Sugiantoro, 2014).
Penyakit kardiovaskular utamanya hipertensi tetap menjadi
penyebab kematian tertinggi di dunia. Risiko komplikasi ini bukan hanya
tergantung kepada kenaikan tekanan darah yang terus-menerus, tetapi
juga tergantung bertambahnya umur penderita. Kenaikan tekanan darah
yang berlangung lama juga akan merusak fungsi ginjal seperti nampak
pada hasil meta analisis dari Bakris. Makin tinggi tekanan darah, makin
menurun laju filtrasi glomerulus sehingga akhirnya menjadi penyakit
ginjal tahap akhir. Karena tingginya tekanan darah adalah faktor risiko
independen yang kuat untuk merusak ginjal menuju penyakit ginjal tahap
24

akhir (PGTA), maka untuk mencegah progresifitas menuju PGTA,


diusahakan untuk dipertahankan tekanan darah pada kisaran 120/80
mmHg (Sugiantoro, 2014).
k. Pencegahan
Sebagaimana diketahui pre hipertensi bukanlah suatu penyakit,
juga bukan sakit hipertensi, tidak diindikasikan untuk diobati dengan
obat farmasi, bukan target pengobatan hipertensi, tetapi populasi pre
hipertensi adalah kelompok yang beresiko tinggi untuk menuju kejadian
penyakit kardiovaskular. Populasi pre hipertensi ini diprediksi pada
akhirnya akan menjadi hipertensi permanen, sehingga pada populasi ini
harus segera dianjurkan untuk merubah gaya hidup (lifestyle
modification) agar tidak menjadi progresif ke TOD (Sugiantoro, 2014).
Untuk mencegah risiko menjadi hipertensi, dianjurkan untuk
menurunkan asupan garam sampai dibawah 1.500 mg/hari. Diet yang
sehat ialah bilamana dalam makanan sehari-hari kaya dengan buah-
buahan segar, sayuran, rendah lemak, makanan yang kaya serat (soluble
fibre), protein yang berasal dari tanaman, juga harus tidak lupa olahraga
yang teratur, tidak mengonsumsi alkohol, mempertahankan berat badan
pada kisaran BMI 18,5-24,9 kg/m2, mengusahakan lingkar perut pada
kisaran laki-laki ≤102 cm (Asia <90 cm), wanita ≤88 cm (Asia <80 cm),
harus tidak merokok dimanapun/kapanpun. Nasihat untuk olah raga
adalah sebagai berikut: frekuensi tujuh kali per minggu, intensitas
moderate, waktu sekitar 30-60 menit, tipe aktifitas kardiorespirasi
seperti brjalan, joging, bersepeda, berenang yang non kompetitif
(olahraga harus diberikan sebagai tambahan terhadap terapi
farmakologis) (Sugiantoro, 2014).
l. Prognosis
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan
berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan
target organ (TOD). Hipertensi yang tidak diobati meningkatkan: 35%
semua kematian kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian
25

PJK, 50% penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian prematur


(mati muda), serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit
ginjal kronis dan penyebab gagal ginjal terminal (Sugiantoro, 2014).
Pada banyak uji klinis, pemberian obat anti hipertensi akan diikuti
penurunan insiden stroke 35% sampai 40%, infark miokard 20% sampai
25%, dan >50% gagal jantung. Diperkirakan penderita hipertensi dengan
hipertensi stadium 1 (TDS, 140-159 mmHg dan/atau TDD, 90-99
mmHg) dengan faktor risiko kardiovaskular tambahan, bila berhasil
mencapai penurunan TDS sebesar 12 mmHg yang dapat bertahan
selama 10 tahun, maka akan mencegah satu kematian dari setiap 11
penderita yang telah diobati. Namun, belum ada studi terhadap hasil
terapi pada penderita pre hipertensi (120-139/80-89 mmHg), meskipun
diketahui bahwa dari studi TROPHY pemberian terapi pada pre
hipertensi dapat menurunkan terjadinya hipertensi sesungguhnya,
walaupun obat telah dihentikan selama satu tahun (Sugiantoro, 2014).
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. H
Usia : 33 tahun
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam
Suku : Tolaki
Alamat : Jln. Made Sabara
Tanggal Periksa : 6 Juli 2019
B. Anamnesa (Autoanamnesa)
Keluhan Utama : Tegang pada daerah leher
Riwayat Penyakit sekarang :
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Perumnas Kadia dengan
keluhan tegang pada daerah leher. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 3 hari
yang lalu setelah mengkonsumsi daging. Keluhan ini disertai dengan sakit
pada daerah kepala (+) dan kadang terasa mual (+), pusing (-), penglihatan
kabur (-), nyeri ulu hati (-) muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien mengaku keluhan ini sudah sering dirasakan sejak beberapa bulan
terakhir namun keluhan ini sering hilang timbul sehingga pasien tidak
menggap penyakit ini berbahaya. Pasien mengaku belum pernah berobat dan
belum pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Diabetes Mellitus (+), stroke dan penyakit kronis lainnya juga
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di dalam Keluarga, Bapak pasien menderita hipertensi. Selain itu,
Bapak pasien meninggal akibat gagal jantung.

26
27

Riwayat Kebisaaan :
Dalam kesehariannya, pasien merupakan Ibu Rumah Tangga sekaligus
Kepala Keluarga yang bertugas mencari nafkah untuk membiayai
kehidupannya sehari-hari. Sehari-hari pasien melakukan aktifitasnya sendiri
seperti memasak, mencuci dan mengurus rumahnya serta berjualan dipasar.
Pasien mengaku jarang berolahraga hal ini disebabkan bahwa setiap paginya
pasien harus pergi berjualan ke pasar. Dikeluarga pasien juga ada yang
memiliki riwayat hipertensi.
Riwayat Pengobatan :
Pasien sebelumnya sudah sempat berobat ke Puskesmas yang berada
dekat dengan rumahnya dan diberikan obat minum yaitu amlodipin diminum
1x1.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Saat ini Ny. H tinggal bersama dengan satu orang anak. Aspek
ekonomi keluarga Ny. H tergolong menengah ke bawah dengan pekerjaan Ny.
H sebagai penjual sayur dipasar mandonga. Pasien mengeluh kesulitan
keuangan yang dihadapi oleh Ny. H karena Tn. A telah meninggal dunia. Di
keluarga pasien ada yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Gizi
Ny. H dan keluarga makan sehari-hari biasanya 2-3 kali sehari dengan
Nasi, Sayur dan Lauk pauk bervariasi. Pasien selalu memasak dengan
menggunakan bumbu penyedap rasa terkadang pasien mencampuri antara
bumbu penyedap rasa dengan garam dapur. Selain itu pasien gemar
mengkonsumsi makanan ikan asin, daging dan sayur santan. Pasien
mengatakan bila mengkonsumsi daging atau makanan yang bersantan keluhan
sering timbul. Pasien mengaku bahwa jarang mengkonsumsi buah-buahan.
Kesan status gizi saat ini baik.
Keadaan Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah pasien kurang baik yang dimana rumah
tidak memiliki halaman diakibatkan rumah pasien dihimpit oleh beberapa
rumah. Pasien saat ini hidup di rumah kos yang dimana disekitar rumah kos
28

terdapat ada yang merokok aktif dan pasien TB yang sedang melakukan
pengobatan rawat jalan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status General
Pemeriksaan fisik dilakukan pada saat berkunjung ke rumah pasien.
1. Kesadaran Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis, GCS : E4V5M6 : 15
3. Tanda vital
a. Tekanan Darah: 150/100 mmHg
b. Nadi : 102x/menit, regular, kuat angkat
c. Respirasi : 21x/menit
d. Suhu : 36,5°C
4. Status Gizi : BB = 56 Kg
TB = 153 cm
56
IMT = 1,53² = 24,3

Kesan : Status gizi Ny. D termasuk kategori normal


5. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bentuk normocephal, rambut warna hitam bercampur sedikit uban,
mudah rontok, mudah dicabut, tidak ada luka
1) Wajah
Simetris, eritema (-), ruam muka (-), luka (-)
2) Mata
Konjungtiva palpebra anemis (-), sclera ikterik (-), udem
palpebra (-), sianosis (-), pupil isokor (3 mm/3 mm), reflex
cahaya direct/indirect (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
3) Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), gangguan fungsi
pendengaran (-)
29

4) Hidung
Deviasi septum nasi (-), epiktasis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-), fungsi pembau baik, foetor ex nasal (-)
5) Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-),stomatitis (-),pucat (-),
lidah tifoid (-), papil lidah atropi (-), luka pada sudut bibir (-)
b. Leher
Leher simetris,retraksi suprasternal (-),deviasi trakea(-),
pembesaran kelenjar limfe (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
c. Thorax
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-), pernafasan
thorakoabdominal, sela iga melebar (-), jejas (-)
Jantung
1) Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi
Batas Jantung
Kiri atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Kiri bawah : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Kanan atas : ICS II linea parasternalis dekstra
Kanan bawah : ICS IV linea parasternalis dekstra
Pinggang Jantung : ICS II-III parasternalis sinistra
Konfigurasi jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas, regular, bising
(-), gallop (-)
Paru-Paru
1) Inspeksi
Normochest, sela iga tidak melebar, gerkan pernafasan simetris
kanan kiri, retraksi intercostae (-)
30

2) Palpasi
Dada tertinggi (-)
Ekstremitas dalam batas normal
3) Perkusi
Tabel 2. Hasil Perkusi
Depan Belakang
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
4) Auskultasi
Suara dasar vesikuler
Suara tambahan : wheezing (-), ronkhi (-)
d. Abdomen
1) Inspeksi
Dinding perut sejajar dengan dinding dada, datar dan ikut gerak
napas
2) Auskultasi
Peristaltik (+) normal
3) Perkusi
Timpani (+), asites (-), shifting dullness (-)
4) Palpasi
Nyeri tekan epigastrium (-), lien, hepar, dan ginjal tidak teraba
e. Ekstremitas
1) Ekstremitas superior
a) Dekstra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda
inflamasi (-), udem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-),
kuku nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-)
31

b) Sinistra
Pergerakan motorik dalam batas normal, tanda-tanda
inflamasi (-), udem (-), CRT < 3 detik, clubbing finger (-),
kuku nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-)
2) Ekstremitas inferior
a) Dekstra Et Sinistra
Pergerakan motorik sendi lutut tidak terbatas, tanda-tanda
inflamasi sendi lutut (-), udem (-), CRT < 3 detik, clubbing
finger (-), kuku nekrosis (-), akral hangat (+), deformitas (-)
D. Pemeriksaan Penunjang
Uji Tempel : Tidak dilakukan
E. Resume
Pasien datang ke Poli Umum Puskesmas Perumnas dengan keluhan
tegang pada daerah leher. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu
setelah mengkonsumsi daging. Keluhan ini disertai dengan sakit pada daerah
kepala (+) dan kadang terasa mual (+), pusing (-), penglihatan kabur (-), nyeri
ulu hati (-) muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengaku
keluhan ini sudah sering dirasakan sejak beberapa bulan terakhir namun
keluhan ini sering hilang timbul sehingga pasien tidak menggap penyakit ini
berbahaya. Pasien mengaku belum pernah berobat dan belum pernah
mengkonsumsi obat-obatan.
Saat ini Pasien tengah mengkonsumsi obat dari dokter Puskesmas
Perumnas dan rasa tegang dan sakit kepala berkurang. Pasien juga mulai
mengurangi mengkonsumsi makanan yang asin serta berlemak.
Pasien tidak pernah merasakan keluhan seperti ini sebelumnya kurang
lebih beberapa bulan lalu. Riwayat diabetes mellitus (+),stroke dan penyakit
kronis lainnya juga disangkal.
Dari pemeriksaan fisik yang dapat dijumpai secara bermakna yaitu
tekan darah sistolik 150 mmHg dana tekanan darah diastolik 100 mmHg.
Selain itu semua hasil pemeriksaan fisik dalam batas normal.
32

F. Diagnosis Holistik
1. Diagnosis dari Segi Biologis : Hipertensi grade I
2. Diagnosis dari Segi Psikologis :
Dari segi psikologis Ny. H dan anak tidak ada masalah namun saat ini
suami Ny. H telah meninggal dunia
3. Diagnosis dari Segi Sosial dan Ekonomi :
Menurut Ny. H terdapat kesulitan keuangan yang dihadapi karena pasien
hanya bekerja sebagai penjual sayur dipasar sehingga kebutuhan ekonomi
kadang sulit untuk ditangani.
G. Penatalaksanaan Holistik
Farmakologi : Amlodipin 1x1
Non Farmakologi : Diet Rendah Garam dan Gula
H. Prognosis
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad functionam : Bonam
Qua ad sanationam : Bonam
BAB IV
PEMBAHASAN ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA
A. Identifikasi Keluarga
1. Profil Keluarga
a. Karakteristik Demografi Keluarga
Tanggal Kunjungan Pertama : 6 Juli 2019
Tanggal Kunjungan Kedua : 8 Juli 2019
Tanggal Kunjungan Keriga : 10 Juli 2019
Nama Kepala Keluarga : Ny. H
Alamat : Jln Made Sabara
Bentuk Keluarga : Keluarga Janda
Struktur Komposisi Keluarga :
Tabel 3. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal Serumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
1. Ny. H Kepala P 33 SLTA Wiraswasta
Keluarga
2. Nn. P Anak P 16 SMA Pelajar
Sumber: Data Primer, 2019
Kesimpulan : Keluarga Ny.H adalah keluarga janda (Singel Family)
yang terdiri atas 2 orang yang tinggal dalam rumah.
Terdapat satu orang yang sakit yaitu Ny. H yang
berusia 33 tahun dengan diagnosa Hipertensi grade I,
sedangkan anak pasien mengaku tidak pernah
merasakan keluhan yang sama dengan keluhan Ny. H.

33
34

B. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup


1. Desain rumah keluarga Ny. H
WC
Kamar Tidur
Ruang Dapur Kamar Tidur 1
2
Ruang Tamu

Gambar 2. Denah Rumah Ny. H


2. Penilaian Perilaku Kesehatan Keluarga
Jenis tempat berobat : Puskesmas Perumnas Kadia
Asuramsi/Jaminan Kesehatan : menggunakan JKN
Jarak layanan kesehatan : jarak Puskesmas Perumnas dengan rumah
pasien dekat dan terjangkau dapat ditempuh 10-15 menit dengan
kendaraan bermotor
3. Sarana Pelayanan Kesehatan
Tabel 4. Pelayanan Kesehatan
Faktor Keterangan Kesimpulan
Cara mencapai Jalan Kaki Ny. H pergi ke Puskesmas
Pusat Pelayanan Naik Ojek Perumnas dengan menaiki
Kesehatan ojek
Tarif Pelayanan Sangat mahal Tarif pelayanan kesehatan
Kesehatan Mahal terjangkau karena
Terjangkau menggunakan fasilitas
Murah kartu Jamkesmas yang
Gratis iurannya dibayar sendiri
oleh Ny. H
Kualitas Sangat Memuaskan
Pelayanan Memuaskan
Kesehatan Cukup Memuaskan
35

Tidak Memuaskan

4. Pola Konsumsi Makanan Keluarga


Kebisaaan makan dan penerapan pola gizi seimbang yang
dilakukan oleh keluarga Ny. H yaitu mereka makan sehari-hari
biasanya 2-3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk pauk, namun Ny. H
sering menambahkan garam atau bumbu penyedap rasa yang
belebihan pada makanannya sehari-hari.. Selain itu pasien gemar
mengkonsumsi makanan ikan asin, daging dan sayur santan.
Mengkonsumsi buah-buahan kurang. Kesan status gizi saat ini baik
5. Pola Dukungan Keluarga
Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga
Dalam menyelesaikan masalah, Ny. H selalu mendiskusikan
dengan anaknya yaitu Nn. P walaupun anaknya masih berstatus
seorang pelajar namun saran-saran yang diberikan Nn. P dapat
dipertimbangkan oleh Ny. H
Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga
Tidak adanya sosok laki-laki sebagai kepala keluarga yang dapat
membuat keputusan sehingga semua keputusan harus diputuskan
sendiri oleh Ny. H.
C. Identifikasi Fungsi-Fungsi Dalam Keluarga
1. Fungsi Holistik
a. Fungsi Biologis
Keluarga Ny. H terdapat satu orang yang sakit yaitu Ny. H 33
tahun dengan diagnosa Hipertensi Grade I. Sedangkan suami Ny. H
telah meninggal dunia dan anaknya Nn. P mengaku tidak pernah
merasakan keluhan yang sama seperti Ny. H.
b. Fungsi Psikologis
Dari segi psikologis, Ny. H dan anak tidak ada masalah dengan
penyakit yang diderita hal ini dikarena dengan mengkonsumsi obat
36

dari dokter sakitnya berkurang dan mulai sembuh. Selain itu biaya
pengobatan gratis sehingga membuat Ny. H merasa terbantu.

c. Fungsi Sosial dan Ekonomi


Menurut Ny. H merasa sering mengalami kesulitan dalam hal
keuangan hal ini karena pekerjaan Ny. H yang sebatas penjual yang
harus membiaya sekolah dan kebutuhan hidup meraka sehari-hari hal
ini mulai terjadi saat Ny. H kehilangan suaminya beberapa tahun yang
lalu. Sehingga perokonemian dalam keluarga cukup memprihatinkan.
2. Fungsi Fisiologis dengan APGAR Score
a. Adaptation
Kemampuan anggota keluarga beradaptasi dengan anggota
keluarga yang lain serta penerimaan, dukungan, dan saran dari anggota
keluarga yang lain.
b. Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi
antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh
keluarga tersebut.
c. Growth
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang
dilakukan anggota keluarga lain.
d. Affection
Menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota.
e. Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan
dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
f. Penilaian
Hampir selalu : 2 poin
Kadang-kadang : 1 poin
Hampir tak pernah: 0 poin
g. Penyimpulan
37

Nilai rata-rata ≤ 5 : kurang


Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang
Nilai rata-rata 8-10: baik
Tabel 5. APGAR Score Ny. H (33 tahun)
Sering/ Kadang- Jarang
No Pertanyaan Skor
selalu kadang / tidak
Saya puas kembali ke
1 keluarga saya bila saya 2
menghadapi masalah
Saya puas dengan cara
keluarga saya 2
2. membahas dan
membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara
keluarga saya
menerima dan 2
3. mendukung keinginan
saya untuk melakukan
kegiatan baru atau arah
hidup yang baru
Saya puas dengan cara
keluarga saya
mengekspresikan kasih 2
4. sayangnya dan
merespon emosi saya
seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara
5. keluarga saya dan saya 2
membagi waktu
38

bersama-sama

Total 10

Tabel 6. APGAR Score Nn. P (16 tahun)


Sering/ Kadang- Jarang
No Pertanyaan Skor
selalu kadang / tidak
Saya puas kembali ke
1 keluarga saya bila saya 2
menghadapi masalah
Saya puas dengan cara
keluarga saya membahas 2
2.
dan membagi masalah
dengan saya
Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima
dan mendukung 2
3. keinginan saya untuk
melakukan kegiatan
baru atau arah hidup
yang baru
Saya puas dengan cara
keluarga saya
mengekspresikan kasih 2
4. sayangnya dan
merespon emosi saya
seperti kemarahan,
perhatian dll
Saya puas dengan cara
5. keluarga saya dan saya
membagi waktu
39

bersama-sama

Total 10

Untuk Ny. H dan Nn. P APGAR Score dapat dijelaskan sebagai


berikut:
a. Adaptation: Ny. H dan Nn. P puas terhadap dukungan dan saran yang
diberikan keluarganya jika menghadapi masalah.
b. Patnership: Komunikasi Ny. H jarang terjadi masalah dalam keluarga,
kalaupun ada hanya masalah ekonomi. Yang dimana Ny. H terkadang
mampu menyelesaikannya walaupun harus membanting tulang
c. Growth: Anak Ny. H tidak pernah memberi batasan terhadap segala
aktifitas Ny. H baik pekerjaan atau kegiatan-kegiatan.
d. Affection: Ny. H dan Nn. P puas dengan kasih sayang dan perhatian
yang diberikan satu sama lain.
e. Resolve: Ny. H dan Nn. P puas dengan waktu yang disediakan
keluarga untuk menjalin kebersamaan.
3. Fungsi Patologis dengan Alat SCREEM Score
Fungsi patologis keluarga Ny. H dinilai menggunakan alat
SCREEM sebagai berikut:
Tabel 7. SCREEM Keluarga
Sumber Patologis
Social Ny. H dan keluarga sering berkumpul +
bersama dan berakhir pekan bersama
Culture Menggunakan adat dalam berbahasa dan +
berbudaya, pengambil keputusan juga
berdasarkan diskusi keluarga besar

Religius Fungsi agama Ny. H baik +


Economic Kondisi ekonomi keluarga Ny. H baik -
Educational Tingkat pendidikan dan pengetahuan Ny. H -
40

dan keluarga tergolong baik


Kesimpulan: Terdapat fungsi patologis keluarga Ny. H yang menjadi
hambatan

4. Genogram dalam Keluarga

1949-2008 1951-2019
1952-2015

60 68 60 60

62 60 51 47 46 44 37 58 56 55 55 51 33 28
8
1968-2019
16

Gambar 3. Genogram Keluarga Ny. H


Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

: Meninggal
: Kembar
D. Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Identifikasi Faktor Perilaku dan Non Perilaku Keluarga
a. Faktor Perilaku Keluarga
1) Pengetahuan
Tingkat pendidikan dan pengetahuan Ny. H tergolong baik
dan paham mengenai penyakit dirinya sendiri, sehingga tidak ada
hambatan yang berarti dalam hal pengobatan. Respon Ny. H juga
sangat baik pada saat terkena sakit pertama kali dengan
mengurangi konsumsi makanan tinggi garam.
41

2) Sikap
Sikap keluarga yaitu anak dan tetangga terhadap kondisi Ny. H
yaitu selalu memberikan dukungan.
3) Tindakan
Tindakan anak dan tetangga sekitar terhadap kondisi pasien baik
terbukti dengan menyarankan Ny. H untuk segera ke puskesmas
dan menyarankan untuk mendengarkan nasehat dari dokter.
b. Faktor Non Perilaku
1) Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah Ny. H tergolong bersih, namun rumah
Ny. H saling berdempetan dengan rumah tangganya sehingga
rumah Ny. H tidak memiliki halaman yang begitu luas. Terkait
dengan rumah yang memang berada di kawasan perumahan yang
cukup bagus namun Ny. H tinggal di rumah kosan.
2) Pelayanan Kesehatan
Tarif pelayanan kesehatan terjangkau karena menggunakan
fasilitas BPJS yaitu kartu jamkesmas yang iurannya dibayar
sendiri.
3) Usia, Keturunan dan Jenis Kelamin
Pada penyakit yang dialami oleh Ny. H, keturunan dan usia cukup
berpengaruh terhadap timbulnya Hipertensi.
E. Daftar Maasalah
1. Masalah Medis : Hipertensi Grade I
2. Masalah Non Medis : -
BAB V
PEMBAHASAN
Pasien dengan inisial Ny. H jenis kelamin perempuan, pekerjaan sebagai
Wiraswasta datang ke Poli Umum Puskesmas Perumnas Kadia dengan keluhan
tegang pada sekitar leher. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu
setelah mengkonsumsi daging. Keluhan ini disertai dengan sakit pada daerah
kepala (+) dan kadang terasa mual (+), pusing (-), penglihatan kabur (-), nyeri ulu
hati (-) muntah (-), BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien mengaku keluhan
ini sudah sering dirasakan sejak beberapa bulan terakhir namun keluhan ini sering
hilang timbul sehingga pasien tidak menggap penyakit ini berbahaya. Pasien
mengaku belum pernah berobat dan belum pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Saat ini Pasien tengah mengkonsumsi obat dari dokter Puskesmas
Perumnas Kadia sehingga keluhannya seperti tegang pada sekitar leher dan sakit
kepala serta mual yang dirasakan mulai berkurang. Pasien juga menghentikan
untuk sementara waktu untuk mengkonsumsi daging dan smakan yang
mengandung santan serta mengurangi bumbu penyedap rasa atau garam dapur ke
dalam makanannya. Pasien pernah merasakan hal ini sebelumnya sekitar 3 bulan
lalu namun keluhannya tidak seberat keluhan saat ini. Riwayat alergi makanan,
obat dan asma disangkal. Riwayat diabetes mellitus (+), stroke dan penyakit
kronis lainnya disangkal. Menurut pengakuan pasien, di dalam keluarga bapak
pasien pernah terdiagnosis memiliki tekanan darah tinggi. Oleh sebab itu,
kemungkinan besar Hipertensi yang diderita bukan hanya berasal dari pola makan
pasien tapi bisa juga diakibatkan terdapat riwayat penyakit dalam keluarga.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat. Tekanan sistolik
menunjukkan fase darah yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik
menunjukkan fase darah kembali ke dalam jantung.
Dari hasil pemeriksaan mulai dari pemeriksaan tanda vital dan secara head
to toe tidak menunjukan sesuatu yang khas melainkan dipmeriksaan tanda vital
khususnya tekanan darah 150/90 mmHg.

42
43

Kebiasaan makan Ny. H dan keluarga makan sehari-hari biasanya 2-3 kali
sehari dengan Nasi, Sayur dan Lauk pauk bervariasi. Pasien selalu memasak
dengan menggunakan bumbu penyedap rasa terkadang pasien mencampuri antara
bumbu penyedap rasa dengan garam dapur. Selain itu pasien gemar
mengkonsumsi makanan ikan asin, daging dan sayur santan. Pasien mengatakan
bila mengkonsumsi daging atau makanan yang bersantan keluhan sering timbul.
Pasien mengaku bahwa jarang mengkonsumsi buah-buahan. Kesan status gizi
saat ini baik.
Pada kunjungan kedokteran keluarga yang pertama yaitu pada tanggal 6
juli 2019 saya pertama-tama memperkenalkan diri pada Ny. H serta tujuan saya
dalam memilih Ny. H sebagai pasien hipertensi. Selain itu saya meminta izin
kepada Ny. H unuk mengambil dokumentasi rumah Ny. H serta kartu keluarga
Ny. H dan menanyakan beberapa hal seputar masalah kesehatan yang diderita Ny.
H. Pada tanggal 8 juli 2019 saya kembali berkunjung di rumah Ny.H, dalam
kunjungan saya kali ini saya melakukan pemeriksaan pada Ny. H dimulai dari
pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan secara umum dan hasil yang saya
dapatkan secara bermakna yaitu diperiksaan tanda vital tepatnya pengukuran
tekanan darah Ny. H yaitu 150/90. Setelah melakukan pemeriksaan saya
melakukakn edukasi kepada Ny. H bahwa harus rutin mengkonsumsi obat yang
telah diberikan oleh dokter puskesmas dan mengurangi makanan yang
mengandung tinggi garam serta makanan yang berlemak.
Pengambilan keputusan dalam menyelesaikan masalah, Ny. H merupakan
pengambil keputusan utama dengan menerima saran-saran dari anak sebagai
bahan pertimbangan. Terdapat faktor yang menghambat keluarga yaitu tidak
adanya sosok laki-laki sebagai kepala keluarga yang dapat membuat keputusan
sehingga semua keputusan harus diputuskan sendiri oleh Ny. H. Menurut Ny. H
sering mengalami kesulitan dalam bidang keuangan hal ini dikarenakan Ny. H
hanya bekerja sebagai penjual dan harus memenuhi biaya hidup mereka sehari-
hari.
Keluarga Ny.H adalah keluarga janda (Singel Family) yang terdiri atas 2
orang yang tinggal dalam rumah. Terdapat satu orang yang sakit yaitu Ny. H 33
44

tahun dengan diagnosa Hipertensi grade I, sedangkan anak-pasien mengaku tidak


pernah mengeluh keluhan yang sama. Keluarga Ny. H terdapat satu orang yang
sakit yaitu Ny. H 33 tahun dengan diagnosa Hipertensi Grade I. Sedangkan suami
Ny. H telah meninggal dunia dan anaknya Nn. P mengaku tidak pernah merasakan
keluhan yang sama seperti Ny. H. Dari segi psikologis, Ny. H dan anak tidak ada
masalah dengan penyakit yang diderita hal ini dikarena dengan mengkonsumsi
obat dari dokter sakitnya berkurang dan mulai sembuh. Selain itu biaya
pengobatan gratis sehingga membuat Ny. H merasa terbantu.
Berdasarkan APGAR score untuk Ny. H dan Nn. P puas terhadap
dukungan dan saran yang diberikan keluarganya jika menghadapi masalah.
Mereka menjauhkan ego dan menerima saran-saran dari anggota keluarga lain.
Komunikasi Ny. H jarang terjadi masalah dalam keluarga, kalaupun ada hanya
masalah ekonomi. Yang dimana Ny. H terkadang mampu menyelesaikannya
walaupun harus membanting tulang. Keluarga Ny. H terkhusus anak tidak pernah
memberi batasan terhadap segala aktifitas Ny. H baik pekerjaan atau kegiatan-
kegiatan. Ny. H dan Nn. P puas dengan kasih sayang, waktu dan perhatian yang
diberikan dan disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan.
Tingkat pendidikan dan pengetahuan Ny. H tergolong baik dan paham
mengenai penyakit dirinya sendiri, sehingga tidak ada hambatan yang berarti
dalam hal pengobatan. Respon Ny. H juga sangat baik pada saat terkena sakit
pertama kali dengan mengurangi konsumsi makanan tinggi garam. Sikap keluarga
yaitu anak dan tetangga terhadap kondisi Ny. H yaitu selalu memberikan
dukungan.
Tindakan anak dan tetangga sekitar terhadap kondisi pasien baik terbukti
dengan menyarankan Ny. H untuk segera ke puskesmas dan menyarankan untuk
mendengarkan nasehat dari dokter
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan Diagnosis Holistik
1. Diagnosis dari Segi Biologis : Hipertensi grade I
2. Diagnosis dari Segi Psikologis :
Dari segi psikologis Ny. H dan anak tidak ada masalah namun saat ini
suami Ny. H telah meninggal dunia
3. Diagnosis dari Segi Sosial dan Ekonomi :
Menurut Ny. H terdapat kesulitan keuangan yang dihadapi karena
pasien hanya bekerja sebagai penjual sayur dipasar sehingga
kebutuhan ekonomi kadang sulit untuk ditangani.
B. Saran
1. Bagi Masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat mengetahui bagaimana hipertensi
dan komplikasinya jika tidak tertangani, serta mengenali faktor-faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi, sehingga
masyarakat dapat mengurangi atau menghindari faktor-faktor risiko
tersebut.
2. Bagi Instansi Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan penyuluhan mengenai bahaya dan
faktor risiko hipertensi.

45
DAFTAR PUSTAKA
Artiyaningrum, B. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi tidak Terkendali pada Penderita yang Melakukan
Pemeriksaan Rutin di Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun
2014. Skripsi. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang. Semarang.
Astiari. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi pada Laki-
Laki Dewasa di Puskesmas Payangan, Kecamatan Payangan
Kabupaten Gianyar. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masarakat
Universitas Udayana. Dempasar
Budi A., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi
tidak terkendali pada Penderita yang Melakukan Pemeriksaan Rutin di
Puskesmas Kedungmundu Kota Semarang Tahun 2014. Skripsi.
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Semarang
Hamadi, I., Kundou, G.D., Asrifuddin, A. 2018. Hubungan antara Kebiasaan
Merokok, Aktifitas Fisik dan Konsumsi Alkohol pada Laki-Laki Usia ≥
18 Tahun dengan Kejadian Hipertensi di Desa Pulisan Tahun 2017.
Skripsi. Bidang Minat Epidemiologi Universitas Sam Ratulangi.
Manado.
Islami, K.I. 2015. Hubungan antara Stres dengan Hipertensi pada Pasien Rawat
Jalan di Puskesmas Rapak Mahang Kabupaten Kutai Kartanegara
Provinsi Kalimantan Timur. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan
Pengembangan. Jakarta.
Kementerian kesehatan RI. 2015. INFODATIN Pusat Data dan Informasi
Kemeterian Kesehatan RI Hipertensi. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. INFODATIN Perilaku Merokok Masyarakat
Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

46
47

Kita, H.P., Afrida, Semana A. 2014. Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Konsumsi
Alkohol terhadap Kejadian Hipertnsi di RSUD Labuang Baji Makassar.
Jurnal Ilmiah Keshatan Diagnosis 5 (5): 580-585.
Lidiyawati dan Kartini, A. 2014. Hubungan Asupan Asam Lemak Jenuh, Asam
Lemak tidak Jenuh dan Natrium dengan Kejadian Hipertensi pada
Wanita Menopause di Kelurahan Bojongsalaman. Journal of Nutrition
College 3(4): 612-619.
Mahatidanar, A. 2016. Pengaruh Musik Klasik terhadap Penurunan Tekanan
Darah pada Lansia Penderita Hipertensi. Skripsi. Program Studi
Pendidikan Dokter Universitas Lampung Bandar Lampung. Lampung.
Mannan, H., Wahiduddin, dan Rismayanti. 2012. Faktor Risiko Kejadian
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkala Kabupaten Jeneponto
Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanudin. Makassar.
Mukhibbin, A. 2012. Dampak Kebiasaan Merokok, Minum Alkohol dan Obesitas
terhadap Kenaikan Tekanan Darah pada Masyarakat di Desa Gonilan
Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Nafrialdi. 2012. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta.
Noerhadi M. 2008. Hipertensi dan pengaruhnya terhadap organ-organ tubuh.
Medikora IV(2): 1-18.
Pusparani, I.D. 2016. Gambaran Gaya Hidup pada Penderita Hipertensi di
Puskesmas Ciangsana Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta
Sartik, Tjekyan R.M.S., Zulkarnain M. 2017. Faktor – Faktor Risiko dan Angka
Kejadian Hipertensi pada Penduduk Palembang. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat. 8(3):180-191.
48

Sugiantoro, M. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Interna
Publising. Jakarta
Susanti, M.K. 2017. Hubungan Asupan Natrium dan Kalium dengan Tekanan
Darah pada Lansia di Kelurahan Pajang. Skripsi. Program Studi Ilmu
Gizi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Setyanda, Y.O.G., Sulastri, D., Lestari. 2015. Hubungan Merokok dengan
Kejadian Hipertensi pada Laki-Laki Usia 35-65 Tahun di Kota Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas 4(2): 434-440.
Sulastri, D., Elmatris, Ramadhani, R. 2012. Hubungan Obesitas dengan Kejadian
Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau Di Kota Padang.
Majalah Kedokteran Andalas 36 (2): 188-201.
Suprihatin, A. 2016. Hubungan antara Kebiasaan Merokok, Aktivitas Fisik,
Riwayat Keluarga dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Nguter. Skripsi. Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Tarigan, A.L., Lubis Z., Syarifah., 2018. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan
Dukungan Keluarga terhadap Diet Hipertensi di Desa Hulu Kecamatan
Pancur Batu Tahun 2016. Jurnal Kesehatan 11 (1): 10-17.
Uiterwaal C.S.P.M. dkk., 2007. Coffee intake and incidence of hypertension. Am
J Clin Nutr. 85(23): 718-723.
World Health Organization. 2014. Global Status Report on Noncommunicable
Diseases 2014. Geneva.
World Health Organization. 2015. Global Status Report on Noncommunicable
Diseases 2014. Geneva
LAMPIRAN

Gambar 4. Kunjungan Pertama tanggal 6 juli 2019 (Rumah Tempat Tinggal


Ny. H)

Gambar 5. Kunjungan Kedua tanggal 8 juli 2019 (pemeriksaan sekaligus


edukasi Ny. H)

49

Anda mungkin juga menyukai