Anda di halaman 1dari 11

REKURENSI MIOMA UTERI SETELAH MIOMEKTOMI: LAPARATOMI VS

LAPAROSKOPI

Yasushi Kotani1, Takako Tobiume1, Risa Fujishima1, Mamoru Shigeta1, Hisamitsu Takaya1,
Hidekatsu Nakai1, Ayako Suzuki1, Isao Tsuji1, Masaki Mandai2, Noriomi Matsumura1
1
Department of Obstetrics and Gynecology, Kindai University Faculty of Medicine, Osaka
Sayama
2
Department of Obstetrics and Gynecology, Kyoto Graduate School of Medicine, Kyoto
University, Kyoto, Japan

ABSTRAK
Tujuan: Miomektomi laparatomi (OM) paling sering digunakan sebelumnya; Namun, saat ini
miomektomi laparoskopi (LM) menjadi pilihan utama. Meskipun demikian, kemungkinan
rekurensi dapat terjadi pada mioma uteri baik yang menjalani LM maupun OM. Pada penelitian
ini, dilakukan penyelidikan retrospektif terhadap rekurensi mioma uteri dengan membandingkan
LM dan OM.
Metode: Sebanyak 474 pasien menjalani LM dan 279 pasien menjalani OM. Semua pasien
menjalani follow up pasca operasi selama enam bulan hingga delapan tahun. Rekurensi
dikonfirmasi ketika ditemukan mioma dengan diameter ≥ 1 cm. Kemudian dilakukan investigasi
tingkat rekurensi pasca-LM, pasca-OM dan kumulatif serta dilakukan pemeriksaan Cox hazard.
Hasil: Tingkat rekurensi kumulatif antara kedua kelompok yaitu 76,2% (LM) vs 63,4% (OM)
pada delapan tahun pertama pasca operasi. Pemeriksaan log-rank menyatakan perbedaan yang
signifikan antara kedua kelompok. Pemeriksaan Cox hazard menyatakan bahwa pada LM,
jumlah massa mioma enukleasi lebih besar dan tidak ada terjadi kehamilan paska operasi secara
signifikan yang dihubungkan dengan tingkat rekurensi pasca operasi.
Kesimpulan: LM menghasilkan tingkat rekurensi yang lebih tinggi daripada OM, kemungkinan
karena pengangkatan mioma secara manual pada OM, yang merupakan tindakan ekstraksi massa
mioma dengan ukuran kecil yang lebih lengkap daripada yang dilakukan pada LM. Dengan kata
lain, massa mioma residual yang lebih sedikit setelah OM berhubungan pada tingkat rekurensi
pasca operasi yang lebih rendah.
Kata Kunci: Miomektomi Laparoskopi, Laparoskopi, Miomektomi Laparatomi, Rekurensi,
Mioma Uteri

PENDAHULUAN
Mioma adalah penyakit ginekologis yang sering terjadi pada 20% wanita berusia > 30
tahun dan 40% pada wanita berusia > 40 tahun. 1,2 Sebelumnya miomektomi terbuka /
miomektomi laparatomi (open myomectomy/OM) sering dilakukan pada penatalaksanaan mioma
uteri. Pada saat ini miomektomi laparoskopi (laparoscopy myomectomy/LM) cenderung lebih
sering dilakukan.Namun, rekurensi mioma dapat terjadi baik setelah LM maupun OM.
Yoo et al. melaporkan tingkat rekurensi mioma uteri sebesar 11,7%, 36,1%, 52,9% dan
84,4% pada tahun pertama, ketiga, kelima, dan delapan tahun setelah operasi LM secara
berurutan.3 Mereka juga melaporkan bahwa rekurensi lebih jarang terjadi pada pasien dengan
jumlah massa mioma <2, massa mioma dengan ukuran setara dengan usia kehamilan 13 minggu,
pasien yang tidak melahirkan pasca operasi dan pasien berusia <35 tahun. 3 Mereka
menyimpulkan bahwa usia, jumlah dan ukuran tumor, adanya penyakit panggul dan paritas pasca
operasi adalah faktor risiko untuk terjadinya rekurensi. Selain itu, Nezhat et al. melaporkan
tingkat rekurensi pada tahun ketiga dan kelima pasca operasi sebesar 31,7% dan 51,4% secara
berurutan sedangkan Fedele et al. melaporkan bahwa terjadi peningkatan rekurensi sebesar 51%
pada tahun kelima.4,5 Departemen kami melaporkan tingkat rekurensi sebesar 15,3%, 43,8% dan
62,1%, masing-masing pada tahun pertama, ketiga dan kelima setelah operasi LM. Kemudian
dilakukan identifikasi usia, diameter terbesar massa mioma dan jumlah massa mioma sebagai
faktor risiko rekurensi.6 Ada beberapa laporan lain tentang rekurensi setelah operasi LM.3-7
Untuk membandingkan hasil antara OM dan LM, Rossetti et al. melakukan penelitian
randomisasi pada kasus - kasus rekurensi mioma, tidak termasuk pasien dengan jumlah massa
<7, massa terkecil berukuran <3 cm dan mioma submukosa. Mereka melaporkan tingkat
rekurensi sebesar 23% setelah penatalaksanaan dengan operasi terbuka / laparatomi dan 27%
setelah penatalaksanaan dengan operasi laparoskopi, namun perbedaannya tidak signifikan
secara statistik.7
Dalam beberapa tahun terakhir, LM lebih dipilih dibandingkan OM karena sifatnya yang
kurang invasif dan prognosa hasil pembedahan yang baik. 7 Laparatomi dilakukan pada kasus di
mana LM tidak dapat dilakukan, termasuk kasus dengan diameter ukuran mioma > 10 cm dan
jumlah massa mioma 10-20. Begitu juga dengan hasil yang didapati pada fasilitas kesehatan
kami, di mana lebih sering dilakukan operasi LM daripada OM. Dan OM tidak dilakukan apabila
kasus tersebut telah diindikasikan untuk operasi LM. Perbandingan tingkat rekurensi antara LM
dan OM sangat bermakna; Namun, kami belum menemukan studi yang membandingkan angka
rekurensi ini dengan menggunakan data akumulasi yang aktual.
Dalam tinjauan komparatif, Hirschelmann dan De Wilde melaporkan tingkat rekurensi
setelah operasi LM lebih tinggi dibandingkan OM.8 Namun, data yang digunakan untuk
perbandingan berasal dari berbagai artikel, karena tidak ditemukan studi perbandingan skala
besar yang menggunakan data dari satu situs.4,8
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, kami melaporkan penelitian secara retrospektif
rekurensi mioma dengan membandingkan laparaskopi dan laparatomi.

METODE
Sebanyak 474 pasien menjalani operasi miomektomi laparoskopi (LM) dan 279 pasien
menjalani miomektomi laparatomi (OM) pada satu rumah sakit antara Januari 1995 dan
Desember 2014. Para pasien menjalani follow up pasca operasi dari enam bulan hingga delapan
tahun, selama waktu tersebut dilakukan penilaian rekurensi setiap tahunnya menggunakan
ultrasonografi (USG) transvaginal dan magnetic resonance imaging (MRI). Rekurensi
dikonfirmasi apabila ditemukan mioma dengan diameter ≥ 1 cm saat pemeriksaan USG
transvaginal atau MRI.
Rata-rata usia, paritas, berat uterus, jumlah massa mioma, diameter mioma terbesar,
durasi pembedahan, kehilangan darah, durasi perawatan pasca operasi, dosis terapi agonis
hormon pelepas gonadotropin (gonadotropin releasing hormone agonist / GnRHa) sebelum
operasi dan tingkat kehamilan pasca operasi miomektomi dibandingkan dengan kelompok.
Dilakukan penilaian tingkat rekurensi pasca-LM dan pasca-OM dan tingkat rekurensi
kumulatif pada tahun pertama, ketiga, kelima, dan delapan tahun pasca operasi.
Selain itu, dilakukan pengujian Cox hazard terhadap tindakan LM atau OM, usia, paritas,
penggunaan GnRHa, jumlah massa mioma yang diangkat, diameter mioma terbesar dan adanya
kehamilan pasca operasi.
Teknik Pembedahan
Miomektomi laparoskopi dilakukan dengan prosedur berikut ini : Setelah insersi
manipulator uterus, jarum pneumoperitoneum dimasukkan melalui umbilikus, dan
pneumoperitoneum dicapai dengan menggunakan metode tertutup. Kemudian, trocar pertama
dimasukkan melalui umbilikus dan laparoskop dimasukkan. Trocar kedua dan ketiga
ditempatkan di sisi kiri dan kanan abdomen bagian bawah, dan trocar keempat ditempatkan disisi
kiri umbilicus. Ukuran trocars sebesar 5 mm, kecuali trokar keempat berukuran 12 mm untuk
pengambilan massa mioma dan penjahitan intracorporal. Untuk mengurangi kehilangan darah,
vasopressin diencerkan 100 kali lipat dan disuntikkan secara lokal melalui permukaan massa
mioma.9,10 Miometrium diinsisi dengan pisau ultrasonik dan massa mioma digenggam, ditarik,
dan dienukleasi dengan penggerek atau bor. Sayatan uterus ditutup dengan dua hingga tiga
lapisan jahitan 1-vicryl pada jarum CT-1. Nodul mioma dienukleasi diangkat menggunakan
morcellator. Operasi dianggap selesai setelah hemostasis dikonfirmasi, rongga intraperitoneal
dicuci dan Seprafilm Asam Hyaluronic atau membran karboksimetilselulosa digunakan untuk
menutup area sayatan.11,12
Miomektomi laparatomi dilakukan dengan prosedur berikut ini : Dilakukan sayatan pada
abdomen secara midline kemudian massa mioma diinsisi dengan pisau elektrosurgikal dan
dienukleasi serta ditarik dengan benang. Sayatan pada uterus dibagi menjadi dua atau tiga
lapisan, masing-masing dijahit dengan VICRYL CTB1-1. Perdarahan dikontrol, rongga
intraperitoneal dicuci dan Seprafilm digunakan untuk menutup luka.
Analisis Statistikal
Metode Kaplan-Meier digunakan untuk mengevaluasi tingkat rekurensi kumulatif.
Pengujian log rank dilakukan untuk membandingkan kelompok, sementara itu dilakukan
pengujian t-tes yang digunakan untuk menguji perbedaan rerata antara kelompok. Pengujian Chi-
square digunakan untuk membandingkan tingkat rekurensi, nilai p <0,05 dianggap signifikan
secara statistik pada semua pengujian.

HASIL
Gambaran klinis pasien dan hasil pembedahan setelah prosedur tindakan LM dan OM
ditunjukkan pada Tabel 1. Ditemukan perbedaan yang signifikan pada rerata usia yaitu 38 tahun
(LM) vs 36 tahun (OM) tahun; rerata paritas (0,5 (LM) vs 0,2 (OM)); dosis administrasi GnRHa
(29,7% (LM) vs 16,0% (OM)); rerata enukleasi massa mioma (3,6 (LM) vs 6,1 (OM)); rerata
diameter mioma terbesar (7,0 (LM) vs 9,1 (OM) cm); rerata durasi operasi (148 (LM) vs 126
(OM) menit); rerata kehilangan darah (249 (LM) vs 156 (OM) mL); dan rerata durasi perawatan
pasca operasi (3,5 (LM) vs 11,9 (OM) hari). Tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada
rerata indeks massa tubuh (21,7 (LM) vs 22,1 (OM)) dan tingkat kehamilan pasca-miomektomi
(14,6% (LM) vs 15,1% (OM)).
Tabel 1. Gambaran klinis Pasien dan Hasil Pembedahan berdasarkan teknik yang
digunakan.
Karakteristik dan Miomektomi Miomektomi
Nilai P
Hasil Laparoskopi (n=474) Laparatomi (n=279)
Usia (Tahun) 37.6 +5.2 (24–52) 36.0 +5.8 (23–53) < 0.001
Paritas 0.5 +0.8 (0–4) 0.2 +0.5 (0–3) < 0.001
Indeks Massa Tubuh
21.7 +3.5 (15.8–36.6) 22.1 +3.3 (15.4–35.0) 0.061
(kg/m2)
Agonis GnRH (%) 29.7 (141/474) 16.1 (45/279) < 0.001
Jumlah Mioma 3.7 +4.1 (1–32) 6.5 +8.6 (1–65) < 0.001
Diameter terbesar
7.0 +2.6 (1.0–20.0) 9.0 +4.6 (1.0–30.0) < 0.001
(cm)
Durasi Operasi (min) 148 +58 (53–422) 127 +48 (25–315) < 0.001
Jumlah kehilangan
207 +225 (9–1325) 554 +536 (34–2875) < 0.001
darah (mL)
Durasi perawatan
3.5 +1.8 (2–17) 11.7 +3.9 (3–36) < 0.001
pasca operasi (hari)
Tingkat kehamilan
pasca miomektomi 14.6 (69/474) 15.1 (42/279) 0.853
(%)
Tingkat rekurensi kumulatif antara kedua kelompok sebesar 11,0% dan 5,3% masing-
masing pada tahun pertama pasca operasi kemudian 41,6% dan 34,2% pada tahun ketiga pasca
operasi, 57,3% dan 49,6% pada tahun kelima pasca operasi dan 76,2% dan 63,4% pada tahun
kedelapan pasca operasi (Gbr. 1). Ditemukan perbedaan tingkat rekurensi kumulatif yang
signifikan antara kedua kelompok, seperti yang ditunjukkan pada pengujian log-rank
Gambar 1.Perbandingan tingkat rekurensi kumulatif antar kelompok. Tingkat
rekurensi kumulatif setelah miomektomi laparoskopi adalah 11,0+ 1,5%, 41,6+2,8%,
57,3+3,5% dan 76,2+4,9% masing-masing pada tahun pertama, ketiga, kelima dan
kedelapan tahun pasca operasi. Tingkat rekurensi kumulatif setelah miomektomi
laparatomi adalah 5,3+1,4%, 34,2+3,4%, 46,9+3,9% dan 63,4+4.3% masing-masing pada
tahun pertama, ketiga, kelima dan kedelapan tahun pasca operasi

Pengujian Cox hazard menyatakan bahwa tindakan LM, sejumlah massa mioma yang
terenukleasi dan tidak adanya kehamilan pasca operasi memberikan hasil yang signifikan
terhadap tingkat rekurensi pasca operasi (Tabel 2).
Tabel 2. Analisis regresi Cox proportional hazards untuk faktor risiko rekurensi
pasca-miomektomi.
95%
Standard Resiko confidenc
Faktor Resiko  Z P
Error () Relatif e
interval
1,268-
Miomektomi Laparoskopi 0,515 0,142 3,636 <0,001 1,674
2,210
Usia (Tahun) 0.007 0,012 0,561 0,575
Paritas -0.065 0,089 0,723 0,469
Indeks Massa Tubuh -0.009 0,021 0,405 0,146
(kg/m2)
0,775-
Agonis GnRH (%) 0.007 0,134 0,056 0,956 1,008
1,310
Jumlah Mioma 0,041 0,007 6,229 <0,001
Diameter terbesar (cm) 0,013 0,016 0,802 0,423
Tingkat kehamilan pasca 0,392-
-0,542 0,201 2,692 0,007 0,582
miomektomi (%) 0,863
Dibandingkan wanita yang tidak hamil, wanita hamil menunjukkan resiko rekurensi
pasca operasi yang relatif lebih rendah (0,582) setelah operasi. Dengan demikian, risiko
rekurensi relative (1,674) dengan tindakan LM lebih tinggi pada wanita yang tidak hamil
daripada wanita hamil.

DISKUSI
Tindakan Miomektomi adalah suatu operasi pelestarian kesuburan yang memungkinkan
terjadinya kehamilan pasca operasi dan persalinan yang aman. Namun, tingkat rekurensi mioma
meningkat dengan bertambahnya tahun pasca operasi. Di Jepang, terdapat peningkatan
kecenderungan penundaan pernikahan, banyak pasien yang tidak ingin segera hamil setelah
operasi dan dengan demikian meningkatkan resiko rekurensi mioma. Sedangkan tingkat
rekurensi pada wanita yang tidak hamil adalah 40,5% (260/642).
Dalam hal prosedur, tindakan LM yang kurang invasif lebih dipilih dibandingkan
tindakan OM karena telah dilaporkan memiliki tingkat keamanan yang sama dengan OM
sehingga semakin sering dilakukan pada fasilitas kesehatan di berbagai negara. 7, 13–17 OM hanya
dilakukan pada kasus mioma dengan ukuran yang sangat besar (seperti pada supraumbilical) atau
dengan sejumlah besar massa mioma (seperti pada leiomiomatosis difus). Setelah dilakukan
pengumpulan kasus LM dan dilakukan analisis ditemukan sejumlah besar kasus rekurensi, yang
menunjukkan pentingnya dilakukan studi tentang rekurensi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa operasi laparatomi memiliki tingkat rekurensi yang lebih rendah, meskipun digunakan
untuk tatalaksana kasus yang lebih rumit. Analisis regresi Cox proportional hazards
menunjukkan bahwa tingkat rekurensi 167% lebih tinggi setelah tindakan LM daripada OM. Hal
ini dikarenakan pengangkatan mioma yang dilakukan secara manual pada OM yang merupakan
ekstraksi massa mioma ukuran kecil yang lebih sempurna.dibandingkan prosedur LM. Dengan
kata lain, lebih sedikit massa mioma residu yang tersisa setelah operasi laparatomi dihubungkan
pada tingkat rekurensi pasca operasi yang lebih rendah. Selanjutnya,Terapi GnRHa, yang
digunakan lebih sering untuk prosedur LM dibandingkan OM, hal ini lebih mempersulit untuk
mengidentifikasi massa mioma yang lebih kecil.
Penelitian ini melibatkan subyek yang menjalani tindakan LM maupun OM dalam
kondisi yang berbeda, seperti jumlah massa mioma, ukuran mioma atau penggunaan GnRHa.
Idealnya, sebuah penelitian harus mengacak subyek dengan kondisi yang identik; Namun,
pemilihan tatalaksana LM dalam penelitian ini terutama dikarenakan prosedur yang non
invasive. Meskipun preferensi ini untuk membuat kondisi identik yang sulit, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa OM adalah pilihan yang lebih baik dibandingkan LM dilihat dari
pertimbangan tingkat rekurensi.
Miomektomi laparoskopi adalah pilihan yang lebih disukai secara perspektif pada adhesi
pasca operasi, invasive dan kriteria lainnya.7,13–17Secara konvensional, dilakukan pemeriksaan
MRI pada semua kasus LM, dan dilaporkan bahwa tingkat rekurensi dapat diturunkan dengan
18
penghitungan jumlah mioma preoperative berdasarkan hasil MRI. Namun, penelitian ini
menunjukkan bahwa LM mempunyai tingkat rekurensi yang lebih tinggi daripada OM, terlepas
dari keyakinan dan praktik sehari-hari. Perlu dilakukan pembaharuan dalam upaya menurunkan
tingkat rekurensi yang tinggi setelah tindakan LM dan memberikan tatalaksana sesuai kasus.
Seiring dengan kemajuan teknologi medis, demikian juga halnya kualitas pencitraan.
Penggunaan laparoskopi liver, merupakan suatu system baru yang mengintegrasikan gambaran
berbasis komputer ke layar monitor laparoskopi, hal ini dapat membantu prosedur pengangkatan
tumor dengan lebih efisien dan aman.19 Sistem atau teknik lain yang sejenis akan berkontribusi
pada penurunan tingkat rekurensi yang diharapkan pada tatalaksana mioma uteri dengan LM.

PENYINGKAPAN
Penulis menyatakan tidak ada konflik kepentingan.

KONTRIBUSI PENULIS
Semua penulis telah membaca dan menyetujui naskah terakhir

REFERENSI
1. Hendrickson ME, Kempson RL. Surgical Pathology of theUterine Corpus. Philadelphia,
PA: WB Saunders, 1980.
2. Parsons L, Sommers SC. Gynecology, 2nd edn. Philadelphia,PA: WB Saunders, 1978.
3. Yoo EH, Lee PI, Huh CY et al. Predictors of leiomyomarecurrence after laparoscopic
myomectomy. J Minim InvasiveGynecol 2007; 14: 690–697.
4. Nezhat FR, Roemisch M, Nezhat CH, Seidman DS,Nezhat CR. Recurrence rate after
laparoscopic myomectomy.J Am Assoc Gynecol Laparosc 1998; 5: 237–240.
5. Fedele L, Parazzini F, Luchini L, Mezzopane R, Tozzi L,Villa L. Recurrence of fibroids
after myomectomy: Atransvaginal ultrasonographic study. Hum Reprod 1995; 10:1795–
1796.
6. Shiota M, Kotani Y, Umemoto M, Tobiume T, Hoshiai H.Recurrence of uterine myoma
after laparoscopic myomectomy:What are the risk factors? Gynecol Minim Invasive
Ther.2012; 1: 34–36.
7. Rossetti A, Sizzi O, Soranna L, Cucinelli F, Mancuso S,Lanzone A. Long-term results of
laparoscopic myomectomy:Recurrence rate in comparison with abdominal
myomectomy.Hum Reprod 2001; 16: 770–774.
8. Hirschelmann A, De Wilde RL. Plastic and reconstructiveuterus operations by minimally
invasive surgery? A reviewon myomectomy. GMS Interdiscip Plast Reconstr Surg
DGPW2012; 1: 1–13. https://doi.org/10.3205/iprs000009.
9. Fletcher H, Frederick J, Hardie M, Simeon D. A randomizedcomparison of vasopressin
and tourniquet as hemostatic agent during myomectomy. Obstet Gynecol 1996; 87: 1014–
1018.
10. Frederick J, Fletcher H, Simeon D, Mullings A, Hardie M.Intramyometrial vasopressin as
a haemostatic agent duringmyomectomy. Br J Obstet Gynaecol 1994; 101: 435–437.
11. Diamond MP. Reduction of adhesions after uterine myomectomyby Seprafilm membrane
(HAL-F): A blinded, prospective,randomized, multicenter clinical study.
SeprafilmAdhesion Study Group. Fertil Steril 1996; 66: 904–910.
12. Mais V, Ajossa S, Piras B, Guerriero S, Marongiu D,Melis GB. Prevention of de-novo
adhesion formation afterlaparoscopic myomectomy: A randomized trial to evaluatethe
effectiveness of an oxidized regenerated cellulose absorbablebarrier. Hum Reprod 1995;
10: 3133–3135.
13. Mais V, Ajossa S, Guerriero S, Mascia M, Solla E, Melis GB.Laparoscopic versus
abdominal myomectomy: A prospective,randomized trial to evaluate benefits in early
outcome.Am J Obstet Gynecol 1996; 174: 654–658.
14. Seracchioli R, Rossi S, Govoni F et al. Fertility and obstetricoutcome after laparoscopic
myomectomy of large myomata:A randomized comparison with abdominal
myomectomy.Hum Reprod 2000; 15: 2663–2668.
15. Cagnacci A, Pirillo D, Malmusi S, Arangino S,Alessandrini C, Volpe A. Early outcome of
myomectomy bylaparotomy, minilaparotomy and laparoscopically
assistedminilaparotomy. A randomized prospective study. HumReprod 2003; 18: 2590–
2594.
16. Benassi L, Marconi L, Benassi G, Accorsi F, Angeloni M,Besagni F. Minilaparotomy vs
laparotomy for uterine myomectomies:A randomized controlled trial. Minerva
Ginecol2005; 57: 159–163.
17. Alessandri F, Lijoi D, Mistrangelo E, Ferrero S, Ragni N.Randomized study of
laparoscopic versus minilaparotomicmyomectomy for uterine myomas. J Minim Invasive
Gynecol2006; 13: 92–97.
18. Kotani Y, Shiota M, Umemoto M, Tobiume T, Shimaoka M, Hoshiai H. Efficacy of
preoperative gonadotropin-releasinghormone agonist therapy for laparoscopic
myomectomy.Asian J Endosc Surg 2009; 2: 24–28.
19. Yamanaka J, Okada T, Saito S et al. Minimally invasive laparoscopicliver resection: 3D
MDCT simulation for preoperativeplanning. J Hepatobiliary Pancreat Surg 2009;
16:808–815

Anda mungkin juga menyukai