Anda di halaman 1dari 17

Abstrak

Latar Belakang. Kanker payudara merupakan penyebab kematian nomor dua di


Amerika Serikat. Tindakan operatif untuk kanker payudara terbagi menjadi terapi
konservasi payudara dan mastektomi dengan atau tanpa diseksi KGB aksila.
Pembentukan seroma adalah komplikasi yang paling sering terjadi setelah operasi
mastektomi. Lem fibrin dapat mencegah pembentukan seroma setelah operasi.
Tetapi lem fibrin juga memerlukan biaya yang mahal dan menimbulkan reaksi
alergi. Sebagai alternatif, LFO (Lem Fibrin Otologous) dapat digunakan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pengurangan terhadap pembentukan
seroma sesudah tindakan operasi mastektomi pada dasar luka operasi.
Metode. Rancangan penelitian adalah eksperimental dan dilakukan secara single
blind randomized controlled trial terhadap kedua kelompok, yaitu kelompok
karsinoma payudara stadium lanjut lokal yang diberikan LFO secara topikal pada
permukaan luka setelah operasi mastektomi simpel dan kelompok kontrol tanpa
perlakuan khusus antara masing-masing kelompok dengan 5 hari perawatan
setelah operasi. Hari ke-7 pasien kontrol dan di hari ke-14 dilakukan pemeriksaan
USG di daerah luka operasi. Data yang diperoleh dicatat dalam formulir khusus
kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows.
Hasil. Pada kelompok perlakuan yang dilakukan USG pada hari ke-14, median
jumlah volume seroma grup perlakuan adalah 9.30 mL. Dan median pada grup
kontrol 20.90 mL. Nilai P < 0.05, berarti bermakna secara statistik. Sehingga,
jumlah seroma yang diukur dengan menggunakan USG pada hari ke-14, lebih
sedikit pada kelompok perlakuan.
Kesimpulan. Dari hasil penelitian ini, didapatkan bahwa pemberian LFO pada
permukaan luka operasi dapat mengurangi jumlah seroma pada mastektomi
simpel.
Kata Kunci : Mastektomi, LFO
Pendahuluan
Kanker payudara adalah pertumbuhan maligna yang muncul di jaringan
payudara, biasanya di duktus dan lobulus, dimana sel-sel yang abnormal tumbuh
tidak terkontrol. Tipe kanker payudara yang paling sering dijumpai adalah duktal
karsinoma (85-90% dari seluruh kasus) dan lobular karsinoma (8% dari seluruh
kasus). 26,27
Mastektomi (mastektomi total) adalah pengangkatan jaringan payudara
termasuk nipple-areola complex, axillary tail of the breast dan kelenjar getah
bening di aksila.27 Mastektomi radikal menurut Halsted adalah operasi
mengangkat seluruh jaringan payudara beserta kulit, nipple-areola complex, otot
pectoralis mayor dan minor disertai limfonodi aksila level I-II-III.29 Mastektomi
simpel adalah operasi pengangkatan payudara secara en bloc jaringan payudara
tanpa dilakukan diseksi KGB aksila. Terdapat beberapa macam mastektomi
berdasarkan KGB yang diangkat, pertama adalah mastektomi modifikasi radikal
yang dikembangkan oleh D.H. Patey dari Rumah Sakit St. Bartholomew London
tahun 1932 dan diadopsi serta digunakan secara ekstensif oleh R.S. Handley,
berupa pengangkatan jaringan payudara beserta fasia pectoralis dengan
pengangkatan otot pectoralis minor disertai diseksi KGB aksila level I, II, III.26,29
Alasan dilakukannya prosedur ini adalah pada kasus kanker payudara yang
bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila ternyata sebesar 98,5% terjadi pada
kedua level tersebut, sehingga diseksi KGB aksila dengan metode ini dianggap
cukup memadai dan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi
limfedema setelah operasi seperti pada diseksi KGB aksila yang dilakukan sampai
level III.30
Seroma didefinisikan sebagai pengumpulan cairan serous yang terjadi pada
sub kutis.2 Beberapa peneliti mendefinisikan sebagai pengumpulan cairan serous
di ruang antara dinding dada dan flap kulit setelah tindakan mastektomi pada
kanker payudara atau pengumpulan cairan serous di axillary dead space yang
terjadi segera atau pada fase akut setelah diseksi KGB aksila.2,4,13 Seroma bisa
terjadi sekunder oleh karena pencairan lemak yang nekrosis atau rusaknya
drainase limfatik.33 Cairan seroma mengandung imunoglobulin, granulosit, dan
sedikit limfosit sehingga menyokong pendapat bahwa seroma merupakan suatu
eksudat dari luka bukan suatu cairan limfatik.6,7,34 Dalam literatur tidak didapatkan
batasan istilah seroma yang pasti, meskipun definisi terakhir menyebutkan bahwa
seroma secara klinis adalah pengumpulan carian yang simptomatis dan
mengganggu pasien tetapi dapat dipalpasi dan fluktuatif sehingga memerlukan
paling sedikit satu kali aspirasi dengan jarum. 15,33 Kriteria seroma terpenuhi bila
didapatkan paling sedikit 5-20 ml cairan pada tindakan punksi atau aspirasi,
sedangkan penelitian lain menggunakan penunjang USG untuk menegakkan
diagnosis seroma setelah operasi mastektomi dan dalam penelitiannya didapatkan
bahwa dari pemeriksaan klinis ditemukan kasus seroma pada 42% pasien yang
memerlukan paling sedikit satu kali tindakan aspirasi, dan bila diperiksa dengan
USG maka frekuensinya meningkat menjadi 92 %.33
Tindakan mastektomi akan menimbulkan terjadinya dead space dalam
jaringan yang sebelumnya saling melekat (di bawah flap kulit), keadaan ini akan
merangsang timbulnya reaksi inflamasi oleh tubuh sebagai respons terhadap
trauma.34 Penumpukan cairan setelah operasi secara signifikan dapat berpengaruh
negatif terhadap penyembuhan jaringan lunak. Pembentukan hematom dan seroma
setelah operasi dilaporkan sebanyak 10 - 45 % pada pasien yang menjalani operasi
abdominoplasti dan 2,5 - 51 % pada operasi modifikasi mastektomi radikal.
Komplikasi dari menumpuknya cairan menimbulkan peningkatan morbiditas
terhadap pasien termasuk kebutuhan untuk mendapatkan terapi intervensi.
Donegan serta Hayes dan Bryan menyebutkan terdapat hubungan antara
pembentukan seroma terhadap infeksi dan proses penyembuhan luka yang kurang
baik. Peningkatan nekrosis dari flap juga terjadi karena hal ini disebabkan
regangan pembuluh darah di daerah kulit flap akibat dari adanya hematoma dan
seroma. LFO sebagai agen yang mampu mencegah terjadinya seroma karena
memiliki komponen utama berupa faktor XIII, fibrinogen dan trombin, sehingga
dapat berperan layaknya fase akhir kaskade koagulasi dimana fibrinogen akan
diaktifasi oleh trombin menjadi fibrin dan dengan bantuan dari faktor XIII akan
terbentuk bekuan fibrin, selanjutnya akan terjadi konsolidasi bekuan fibrin yang
dapat memberikan efek hemostasis pada pembuluh darah kecil dan juga efek
perlekatan jaringan.17 Sehingga dapat mengurangi terjadinya rembesan (oozing)
dari pembuluh darah kecil dan mereduksi dead space.23,38 Oleh karena itu,
pemberian LFO untuk mengurangi pembentukan seroma dapat dipertimbangkan
sebagai terapi tambahan.

Metode

Subjek pada penelitian ini adalah semua pasien kanker payudara stadium lanjut
local yang dirawat dan akan menjalani operasi mastektomi simpel di Sub Bagian
Bedah Onkologi Kepala dan Leher RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung dari bulan
September 2019 sampai Desember 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dan
tidak termasuk kriteria eksklusi. Kriteria inklusinya adalah wanita dengan
diagnosis karsinoma payudara stadium lanjut lokal, telah menjalani kemoterapi
neoadjuvant dan dilakukan operasi mastektomi simpel, IMT dalam rentang (18,5
– 30), kadar fibrinogen normal (1.5-3.6 g/dL), PT/aPTT normal (10 detik -13
detik /22 detik -37 detik), dan ingkar dada pasien sebesar 70 - 100 cm. Kriteria
eksklusinya adalah wanita dengan penyakit komorbid diabetes mellitus (GDP >
126mg/ dL, GD2PP > 200mg/dL) gangguan fungsi trombosit (telah didiagnosis
mengalami gangguan fungsi trombosit baik fungsi adhesi, agregasi, pelepasan,
aktivasi), penyakit gagal ginjal kronis (GFR < 60/menit/1.73m 2 selama > 3 bulan)
dan penyakit liver kronis. (telah didiagnosis memiliki penyakit pada liver selama
> 6 bulan), anemia dengan kadar Hb <10g/dL, trombositopenia dengan jumlah
trombosit < 200.000/ µL, hipoalbuminemia (< 3gr/dL), pasien yang dilakukan
operasi mastektomi simpel tapi dilakukan penutupan luka dengan tandur kulit, dan
pada hari ke-7 setelah operasi luka operasi mengalami infeksi, luka tidak intak,
flap nekrosis dan ada kebocoran seroma dari luka operasi tersebut.
Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah non desain khusus, analitis
kategorik numerik tidak berpasangan. Maka penentuan besar sampel, dilakukan
berdasarkan perhitungan statistik dengan menetapkan taraf kepercayaan 95% dan
kuasa uji (power test) 90%. Rancangan penelitian adalah eksperimental dan
dilakukan secara single blind randomized controlled trial terhadap kedua
kelompok, yaitu kelompok karsinoma payudara stadium lanjut lokal yang
diberikan LFO secara topikal pada permukaan luka setelah operasi mastektomi
simpel dan kelompok kontrol tanpa perlakuan khusus antara masing-masing
kelompok dengan 5 hari perawatan setelah operasi, kemudian pasien kontrol pada
hari ke 7 ke poli bedah onkologi dan dinilai apakah ada kriteria ekslusi dari
pasien tersebut yaitu tentang keadaan luka operasi, kemudian pasien kontrol pada
hari ke 14 untuk dilakukan pemeriksaan USG pada daerah luka operasi yang
dilakukan oleh 1 orang yang sama dengan level Chief Residen dibawah supervise
konsulen USG . Adapun kriteria kemaknaan yang digunakan adalah nilai p,
apabila p≤0,05 signifikan atau bermakna secara statistika, dan p>0,05 tidak
signifikan atau tidak bermakna secara statistik. Data yang diperoleh dicatat dalam
formulir khusus kemudian diolah melalui program SPSS versi 24.0 for Windows.

Hasil
Telah dilakukan penelitian mengenai peran LFO terhadap produksi seroma
pada pasien setelah operasi mastektomi simpel, dari hasil pengumpulan data,
didapatkan jumlah subjek penelitian untuk masing-masing kelompok berjumlah
20 orang sehingga total subjek pada penelitian ini adalah 40 orang. Pada
penelitian ini terdapat 10 % pasien yang di eksklusi yaitu 4 pasien dari 44 pasien
yaitu karena flap nekrosis dan luka tidak intak karena infeksi. Hal ini sudah
memenuhi jumlah sampel minimal yang diperlukan. Subjek penelitian
dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu : kelompok Kontrol dan kelompok
Perlakuan. Kelompok Kontrol adalah kelompok pasien dengan karsinoma
payudara yang dilakukan mastektomi simpel dan tidak diberikan perlakuan
khusus. Kelompok Perlakuan adalah kelompok pasien dengan karsinoma
payudara yang dilakukan mastektomi simpel kemudian diberikan LFO secara
topikal sebanyak 4cc pada permukaan luka operasi. Kemudian pada kedua
kelompok subjek penelitian dilakukan penutupan luka operasi dengan jahitan lapis
demi lapis. Karakteristik subjek penelitian secara umum dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Variabel N=40
Usia (tahun)
Mean±Std 47.35±10.329
Range (min-max) 26.00-84.00

Berat Badan (Kg)


Mean±Std 56.03±8.248
Range (min-max) 44.00-80.00

Tinggi Badan (m)


Mean±Std 1.56±0.047
Range (min-max) 1.45-1.65

IMT (%)
Mean±Std 23.13±3.205
Range (min-max) 17.60-33.30

Lingkar Dada (cm)


Mean±Std 85.03±15.129
Range (min-max) 52.00-114.00

Keterangan : Untuk data kategorik disajikan dengan jumlah/frekuensi dan persentase


sedangkan data numerik disajikan dengan rerata, median, standar deviasi dan range.

Tabel 4.1 menjelaskan karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, berat


badan, tinggi badan, indeks masa tubuh dan lingkar dada.
Rata-rata keseluruhan usia subjek penelitian adalah 47.35±10.329 tahun, rata-
rata keseluruhan berat badan subjek penelitian adalah 56.03±8.248 Kg. rata-rata
keseluruhan tinggi badan subjek penelitian adalah 1.56±0.047 meter, dan rata-rata
keseluruhan IMT subjek penelitian adalah 23.13±3.205. Sedangkan rata-rata
Lingkar Dada subjek penelitian adalah 85.03±15.129 cm.
Tabel 4.2 Perbandingan antara Karakteristik Subjek Penelitian pasien pada
kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol.
Kelompok Nilai P
Lem Fibrin Kontrol
Variabel
Otologus
N=20 N=20
Usia (tahun) 0.602
Mean±Std 49.00±12.118 45.70±8.151
Range (min-max) 26.00-84.00 28.00-54.00

Berat Badan (Kg) 0.779


Mean±Std 55.80±8.995 56.25±7.656
Range (min-max) 44.00-75.00 44.00-80.00

Tinggi Badan (m) 0.277


Mean±Std 1.56±0.046 1.55±0.049
Range (min-max) 1.45-1.65 1.45-1.65

IMT 0.434
Mean±Std 22.73±3.070 23.53±3.365
Range (min-max) 18.70-29.30 17.60-33.30

Lingkar Dada (cm) 0.491


Mean±Std 86.70±16.986 83.35±13.244
Range (min-max) 52.00-114.00 55.00-110.00
Keterangan : Untuk data numerik nilai p diuji dengan uji t tidak berpasangan apabila data
berdsitribusi normal dengan alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal.
Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan
atau bermakna secara statistik.
Tabel 4.2 menjelaskan perbandingan antara Karakteristik subjek penelitian pasien pada
kelompok Perlakuan dan Kontrol.

Untuk analisis data Numerik ini diuji dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan apabila data berdistribusi normal yaitu Tinggi Badan, IMT dan
Lingkar Dada, serta alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi
normal yaitu Usia dan Berat Badan. Hasil uji statistik pada subjek penelitian
diperoleh informasi nilai P pada variable Usia, Berat Badan, Tinggi Badan, IMT
dan Lingkar Dada lebih besar dari 0.05 (nilai P>0.05) yang berarti tidak signifikan
atau tidak bermakna secara statistik dengan demikian dapat dijelaskan bahwa
tidak terdapat perbedaan rerata yang signifikan secara statistik antara variable
Usia, Berat Badan, Tinggi Badan, IMT dan Lingkar Dada pada kelompok Lem
Fibrin Otologus dengan Kelompok Kontrol.
Berdasarkan perbandingan karakteristik kedua kelompok tersebut maka dapat
disimpulkan kedua kelompok sama atau homogen sehingga layak dibandingkan
dan dilakukan pengujian hipotesis statistik lebih lanjut.
Tabel 4.3 Perbandingan antara Hasil Laboratorium subjek penelitian pada
kelompok Perlakuan dan kelompok kontrol
Kelompok
Variabel Perlakuan Kontrol Nilai P
N=20 N=20
Hemoglobin 0.625
(g/dL)
Mean±Std 11.39±1.577 11.14±1.628
Range (min-max) 8.80-13.90 8.30-13.80

PT (detik) 0.060
Median 11.35 12.35
Range (min-max) 9.80-13.30 10.10-21.10

APTT (detik) 0.718


Mean±Std 27.61±3.700 28.09±4.603
Range (min-max) 20.00-36.00 20.10-41.70

INR 0.583
Median 0.90 0.90
Range (min-max) 0.80-1.01 0.83-1.12

Trombosit 0.165
(105/uL)
Median 263.50 238.50
Range (min-max) 158.00-429.00 103.00-597.00

Fibrinogen 0.407
(mg/dL)
Mean±Std 399.47±117.650 375.71±47.190
Range (min-max) 151.50-678.00 270.90-496.60

Albumin (g/dL) 0.832


Mean±Std 3.38±0.463 3.35±0.395
Range (min-max) 2.50-4.00 2.66-4.29
Keterangan : Untuk data numerik nilai p diuji dengan uji t tidak berpasangan apabila data
berdisitribusi normal, dengan alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal.
Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p<0,05 Tanda* menunjukkan nilai p<0,05 artinya signifkan
atau bermakna secara statistik.

Tabel 4.3 menjelaskan perbandingan antara Hasil Laboratoriuum pasien pada


kelompok Perlakuan dan Kontrol.
Pada kelompok Perlakuan, rata-rata kadar hemoglobin adalah 11.39±1.577
g/dL, rata-rata PT adalah 11.33±1.292 detik, rata-rata APTT adalah 27.61±3.700
detik, rata-rata INR adalah 0.90±0.053. Sedangkan rata-rata jumlah trombosit
adalah 283.45±79.607/uL, rata-rata kadar fibrinogen adalah 399.47±117.650
mg/dL dan rata-rata kadar albumin adalah 3.38±0.463 g/dL.
Pada Kelompok Kontrol, rata-rata kadar hemoglobin adalah 11.14±1.628
g/dL, rata-rata PT adalah 12.55±2.397 detik, rata-rata APTT adalah 28.09±4.603
detik, rata-rata INR adalah 0.92±0.076. Sedangkan rata-rata jumlah trombosit
adalah 251.55±108.965/uL, rata-rata kadar fibrinogen adalah sebesar
375.71±47.190 mg/dL dan rata-rata kadar albumin adalah 3.35±0.395 g/dL
Untuk analisis data Numerik ini diuji dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan apabila data berdistribusi normal yaitu Hemoglobin, APTT,
Fibrinogen dan Albumin serta alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak
berdistribusi normal yaitu PT, INR dan jumlah trombosit.
Tabel 4.4 Perbandingan Jumlah Seroma hari ke-14 dengan USG pada
kelompok Perlakuan dan Kontrol.
Kelompok Nilai P
Variabel Perlakuan Kontrol
N=20 N=20
Jumlah Seroma (mL) hari 0.005**
ke-14 dengan USG
Median 9.30 20.90
Range (min-max) 0.33-50.30 0.00-40.40
Keterangan : Untuk data numerik nilai p diuji dengan uji t tidak berpasangan apabila data
berdsitribusi normal dengan alternatif uji Mann Whitney apabila data tidak berdistribusi normal.
Nilai kemaknaan berdasarkan nilai p <0,05. Tanda* menunjukkan nilai p <0,05 artinya signifkan
atau bermakna secara statistik.
Tabel 4.4 menjelaskan perbandingan median antara jumlah seroma yang diperiksa
dengan menggunakan USG hari ke-14 pada kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol.
Pada kelompok Perlakuan, median jumlah seroma yang diperiksa dengan
menggunakan USG pada hari ke-14 adalah 9,30 mL.
Sedangkan pada kelompok Kontrol, median jumlah seroma yang diperiksa
dengan menggunakan USG pada hari ke-14 adalah 20.90 mL.
Data numerik ini diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney karena data
tidak berdistribusi normal. Hasil uji statistika pada kelompok penelitian di atas
diperoleh informasi nilai P pada variable Jumlah Seroma lebih kecil dari 0.05
(nilai P<0.05) yang berarti signifikan atau bermakna secara statistik. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa jumlah seroma yang diukur dengan
menggunakan USG pada hari ke 14, lebih sedikit secara bermakna pada kelompok
yang mendapat Lem Fibrin Otologus (LFO) dibandingkan dengan kelompok
kontrol.

Diskusi
Seroma merupakan komplikasi paling bermakna dan paling sering terjadi
setelah tindakan mastektomi. Meskipun seroma bukan merupakan komplikasi
yang bersifat mengancam jiwa, keadaan ini dapat menimbulkan morbiditas yang
cukup serius, karena keadaan ini berhubungan pula dengan penyulit-penyulit lain
seperti nekrosis flap kulit, nyeri, infeksi, keterlambatan penyembuhan luka, luka
operasi yang terbuka kembali, predisposisi terjadinya sepsis, dan limfedema.
Selain itu pengumpulan cairan yang berlebihan akan meregangkan kulit sehingga
menjadi bergelambir dan menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien2,48,3 .
Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya seroma setelah mastektomi
berdasarkan meta-analisis penelitian sebelumnya, namun yang cukup signifikan
adalah radikalitas operasi, berat badan berlebih, dan penggunaan elektrokauter. 2
Beberapa tindakan dilakukan untuk mengurangi produksi seroma, di antaranya
pemberian LFO secara topikal pada permukaan luka operasi. Lem Fibrin Otologus
memiliki komponen utama berupa faktor XIII, fibrinogen dan trombin, sehingga
dapat berperan layaknya fase akhir kaskade koagulasi dimana fibrinogen akan
diubah oleh trombin menjadi fibrin dan dengan bantuan faktor XIII akan
terbentuk bekuan fibrin, selanjutnya akan terjadi konsolidasi bekuan fibrin yang
dapat memberikan efek hemostasis pada pembuluh darah kecil dan juga efek
perlekatan jaringan, sehingga dapat mengurangi mengurangi akumulasi cairan
seroma setelah operasi, yang terjadi akibat transeksi beberapa pembuluh darah
kecil dan limfatik ketika proses pengangkatan payudara dan kelenjar getah bening
aksila10,22,23,15. Keuntungan lainnya yaitu dengan adanya efek perlekatan pada
jaringan, maka dapat mengurangi ukuran rongga (dead space) yang terbentuk
akibat pengangkatan jaringan dan pembuatan flap pada operasi mastektomi
sehingga dapat mempersingkat fase akut inflamasi dan mengurangi terbentuknya
seroma.22,23,20
Penelitian ini melibatkan 42 orang subjek penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi. Subjek penelitian kemudian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok
kontrol sebanyak 20 subjek, yang tidak mendapatkan perlakuan khusus dan
kelompok perlakuan yang sebanyak 20 subjek yang mendapatkan LFO secara
topikal sebanyak 4 cc pada permukaan luka operasi.
Dari nilai p yang diperoleh dari tabel 4.3 (p > 0,05) dapat disimpulkan bahwa
variabel kadar hemoglobin, PT, APTT, INR, jumlah trombosit, kadar fibrinogen
dan kadar albumin pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, tidak berbeda
bermakna.
Hasil perhitungan statistik dari tabel 4.2 menunjukkan kedua kelompok
homogen berdasarkan IMT sehingga tidak ada bias yang diakibatkan oleh obesitas
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi produksi seroma, dan hipoalbumin
(tabel 4.3) sebagai faktor yang dapat menghambat penyembuhan luka. Seperti
yang dikemukakan oleh Karakaya dkk9 dimana obesitas memiliki hubungan
langsung terhadap jumlah seroma. Penelitian lain yaitu dari Barnejee dkk 43
dimana terdapat hubungan linier antara penambahan IMT dengan produksi
seroma.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah seroma pada kelompok perlakuan yang
diukur dengan menggunakan USG pada hari ke 14, lebih sedikit secara bermakna
dibanding kelompok kontrol, dimana median jumlah volume seroma pada hari ke-
14 pada grup perlakuan adalah 9.30 mL. Dan median pada grup kontrol 20.90 mL.
Dan nilai P pada variable Jumlah Seroma lebih kecil dari 0.05 (nilai P<0.05) yang
berarti signifikan atau bermakna secara statistik. Sehingga, jumlah seroma yang
diukur dengan menggunakan USG pada hari ke 14, lebih sedikit secara bermakna
pada kelompok perlakuan.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mahmood Reza dkk, 2012
18
yang menyemprotkan 4cc lem fibrin komersil pada dasar luka pasien setelah
operasi mastektomi, dimana hasilnya 16% terbentuk seroma pada grup perlakuan
dan 24% pada grup kontrol.
Pada systematic review dan meta-analysis yang dilakukan oleh Carless,
25
2006 menunjukkan bahwa tidak ditemukan perbedaan signifikan antara pasien
yang dilakukan pemberian lem fibrin dan pasien yang tidak dilakukan pemberian
lem fibrin. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu
heterogenitas pasien penelitian yang dilakukan, tidak adekuatnya metode
penelitian seperti bervariasinya jumlah volume lem fibrin yang diberikan berkisar
dari 2ml-24 ml, bervariasinya jenis operasi payudara yang dilakukan seperti
modified radikal mastektomi, lumpektomi, diseksi KGB aksila, segmental
mastektomi dan total mastektomi.
21
Hal serupa dijelaskan pada penelitian oleh Lyneette, 2005 pemberian
lem fibrin pada pasien post mastektomi tidak menunjukkan perbedaan signifikan
terhadap pasien yang tidak diberikan lem fibrin. Pada penelitian ini penyebab
tidak adanya signifikansi diketahui karena dilakukan berbagai metode pada teknik
operasi mastektomi yang dilakukan. Dari 82 partisipan, 10 partisipan (12,2%)
menjalani mastektomi sederhana saja, 22 partisipan (26,8%) menjalani
mastektomi sederhana bersamaan dengan diseksi KGB aksila atau biopsi kelenjar
getah bening sentinel, 25 partisipan (30,5%) menjalani operasi konservasi
payudara, 23 partisipan (28,1%) menjalani modifikasi radikal mastektomi, dan 2
partisipan (2,4%) menjalani diseksi nodul, hal ini menyebabkan bias berupa
heterogenitas dari metode penelitian. Selain itu pada penelitian ini
membandingkan antara pasien yang diberikan lem fibrin tanpa pemasangan drain
dan pasien yang tidak diberikan lem fibrin namun menggunakan drain. Oleh
karena itu pada penelitian ini walaupun dengan pemberian lem fibrin cenderung
memiliki seroma yang lebih banyak.
Keterbatasan dari penelitian ini karena subjek penelitian adalah hanya pasien
yang menjalani mastektomi simpel saja sedangkan berdasarkan penelitian Kuroi
dkk15 salah satu faktor risiko utama terbentuknya seroma adalah radikalitas
operasi dan diseksi KGB aksila, karena jumlah kebocoran limfovaskular dan
rembesan (oozing) dari pembuluh darah kecil dari prosedur tersebut jauh lebih
banyak dibandingkan mastektomi simpel. Pada penelitian ini Respon pasien
terhadap kemoterapi pada pasien harus terukur dan dikelompokan karena sisa
tumor yang melekat pada jaringan otot sehingga batas sayatan tidak bebas tumor
akan ikut mempengaruhi jumlah seroma. Pada penelitian ini jumlah cairan
Aquabides yang digunakan saat mencuci dasar luka operasi yang digunakan tidak
disamakan jumlah nya untuk mengurangi bias pada tindakan operasi. Pada
penelitian ini juga tidak disertai data bagaimana perawatan luka, dressing luka
pasien dan data jenis penggunaan antibiotik yang dikonsumsi pasien.

Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai peran LFO terhadap jumlah seroma pada
pasien mastektomi simpel, didapatkan bahwa pemberian LFO pada permukaan
luka operasi dapat mengurangi jumlah seroma pada mastektomi simpel.

Referensi
1. Sanjitha S, Gabriel R. Seroma Formation after Mastectomy : Pathogenesis and
Prevention. Indian Journal of Surgical Oncology 2010;1(4): 328-333
2. Kuroi K, Shimozuma K, Taguchi T, Imai H, Yamashiro H, Oshumi S et al.
Evidence-based Risk Factor for Seroma Formation in Breast Surgery. Japan
Journal Clinical Oncology, 2006;36(4): 197-206.
3. Lumachi F, Brandes AA, Burelli P, Basso SM, Iacobone M, Ermani M.
Seroma prevention following axillary dissection in patients with breast cancer
by using ultrasound scissors: a prospective clinical study. Eur J Surg Oncol
2004; 30: 526–530.
4. Hashemi E, Kaviani A, Najafi M, Ebrahimi M, Hooshmand H, Montazeri.
Seroma Formation After Surgery of Breast Cancer. World Journal of Surgical
Oncology 2004;2: 44.
5. Stanczyk M, Grala B, Zwierowics T, Maruszynski M. Surgical Resection for
Persistent Seroma, Following Modified Radical Mastectomy. World Journal of
Surgical Oncology 2007;5: 104.
6. Karakaya M, Karaman N, ὅzazlan C, Kurukahvecioglu O, Bircan HY, Altinok
M. Wound Complication Following Breast Cancer Surgery. The Journal of
Breast Health 2006 ;pp. 085-088.
7. Junior N. O. Hubungan antara Seroma dengan Body Mass Index dan Kadar
Lekosit Cairan Seroma. Bedah Onkologi, Disertasi Program Pendidikan
Spesialis-2 Bedah Onkologi, Bandung. (2010)
8. Gonzalez EA, Saltzstein EC, Riedner CS, Nelson BK. Seroma formation
following breast cancer surgery. Breast J 2003; 9: 385–388.
9. Pogson CJ, Adwani A, Ebbs SR. Seroma following breast cancer surgery. Eur
J Surg Oncol 2003; 29: 711–717.
10. Moore MM, Freeman MG. Fibrin sealant in breast surgery. J Long Term
EffMed Implants 1998; 8: 133–142.
11. Burak WE, Jr., Goodman PS, Young DC, FarrarWB. Seroma formation
following axillary dissection for breast cancer: risk factors and lack of
influence of bovine thrombin. J Surg Oncol 1997; 64: 27–31.

12. Aytac HO, Nursal TZ, Çolakoğlu T, Bolat FA, Moray G. Seroma Cytology in
Breast Cancer: An Underappreciated Issue. Clin Breast Cancer.
2016;16(6):187–91.
13. Loo W, Chow L. Factor Predicting Seroma Formation After Mastectomy for
Chinese Breast Cancer Patients. Indian Journal of Cancer 2007;(44)5.

14. Aytac HO, Nursal TZ, Çolakoğlu T, Bolat FA, Moray G. Seroma Cytology in
Breast Cancer: An Underappreciated Issue. Clin Breast Cancer.
2016;16(6):187–91.
15. Kuroi K, Shimozuma K, Taguchi t, Imai H, Yamashiro H. Pathopysiology of
Seroma in Breast Cancer. Breast Cancer Journal 2005;12(4): 288-293.
16. Sierra DH. Fibrin sealant adhesive systems: a review of their chemistry,
material properties and clinical applications. Journal of Biomaterials
Applications 1993; 7: 309–352.
17. LindseyWH, Masterson TM, Spotnitz WD,Wilhelm MC, Morgan RF. Seroma
prevention using fibrin glue in a rat mastectomy model. Arch Surg 1990; 125:
305–307.
18. Eroglu E, Oral S, Unal E, Kalayci M, Oksuz O, Tilmaz M. Reducing seroma
formation with fibrin glue in an animal mastectomy model. Eur J Surg Oncol
1996; 22: 137–139.
19. Harada RN, Pressler VM, McNamara JJ. Fibrin glue reduces seroma
formation in the rat after mastectomy. Surg Gynecol Obstet 1992; 175: 450–
454.
20. Radosevich M, Goubran H.A, Burnouf T, Fibrint Sealant : Scientific
Rationale, Production Methods, Properties, and Current Clinical Use, Vox
Sanguinus 1997;72:133-143
21. Lyneette J,Therese E, Stephen D, Helmer. Influence of Fibrin Glue on Seroma
Formation after Breast Surgery. The American Journal of Surgery
2005;pp.319-323
22. Rifada M, Prawirakoesoema L, Dalimoenthe N.Z, Enus S. Perbandingan
Derajat Hiperemis Setelah Bedah Pterigium Inflamasi antara Teknik LFO dan
Teknik Jahitan. MKB 2013; 45(3)
23. Mahmood R. Efficacy of fibrin Glue on Seroma Formation after Breast
Surgery. International Jurnal Of Breast Cancer Hindawi publishing (2012)
24. Radosevich M, Goubran H.A, Burnouf T. Fibrint Sealant : Scientific
Rationale, Production Methods, Properties, and Current Clinical Use. Vox
Sanguinus 1997;72:133-143
25. Carless PA, Henry DA. Systematic review and meta-analysis of the use of
fibrin sealant to prevent seroma formation after breast cancer surgery. British
Journal of Surgery 2006; 93: 810–819.
26. Nadjwa Zamalek Dalimoenthe. Pendekatan Diagnosis Pasien dengan Kelainan
Perdarahan. Bagian Patologi Klinik Universitas Padjadjaran/RSHS 2015.
27. Mansjoer S. Mekanisme Kerja Obat Anti Radang Bagian Farmasi FK-USU.
USU Digital Library 2003, pp.1-7.
28. Manuaba IBTjW. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI, Sagung
Seto. 2010;pp.17-32.
29. Brunicardi FC. The Breast in : Schwartz's Principles of Surgery 10th ed. The
McGraw-Hills Companies. 2015;Chapter 17;pp.497-564.
30. Donegan WL, spratt JS. Surgical Technique in : Cancer of the Breast, 5th ed.
Elsevier Science. 2002;pp.623-631
31. Zollinger RM, Ellison EC. Zollinger's Atlas of Surgical Operations 9th ed.
McGraw-Hill Co. 2011;pp.428-433
32. J. van Bastelaar, R. Granzier. A multicenter, double blind randomized
controlled trial evaluating flap fixation aftermastectomy using sutures or tissue
glue versus conventional closure: protocol for the Seroma reduction After
Mastectomy(SAM) trial. 2018
33. Soomro SA, Husain N, Shaikh BA, Maher M. Predicting Factor of Seroma
Formation After Breast Cancer Surgery. Pakistan Journal of Surgery
2006;22(4):201-204.
34. ὅzdogan M, Yilmaz KB, ὅzaslan C, Gṻrer A, Gṻlbahar ὅ, Ersoy E. Scalpel
Versus Electrocautery Dissection: The Effect on Wound Complication and
Pro-inflamatory Cytokine Levels in Wound Fluid. Turkey Journal of Medical
Science 2008;38(2):111-116.
35. Banerjee D, Williams EV, Ilott J, Monypenny IJ, Webster DJT. Obesity
Predisposes to Increased Drainage Following Axillary Node Clearance : A
Prospective Audit. ann. Roy. Coll. Surg. England 2001;83:268-271.
36. Shiwaku K, Anuurad E, Enkhmaa B, Nogi A, Kitajima K, Shimono K et al.
Overweight Japanese with Body Mass Index of 23.0-24.9 have Higher Risk
for Obesity-associated Disorder : A Comparison of Japanese and Mongolians.
International Journal of Obesity 2004;28:152-158.
37. Suryadi I A, Asmarajaya AAGN, Maliawan S. Proses Penyembuhan dan
Penanganan Luka. 2013. Tersedia dari : http://www.ojs.unud,ac,id (Diunduh
pada tanggal 28 Juni 2016).
38. Durachim A, Astuti D. Gangguan Hemostasis. 2018. Tersedia dari :
http://www.buku-hijau.blogspot.com (Diunduh pada tanggal 07 Januari 2019).
39. Reny N M, Suega K. Laporan Kasus Seorang Penderita Hemofilia Ringan
dengan Perdarahan Masif, Jurnal Penyakit Dalam Unud 2006:Vol 7
40. National Cancer Institute. Breast Cancer. Tersedia dari :
http://www.cancer.gov (Diunduh pada tanggal 28 Juni 2016).
41. Bullock J, Basu B, Hsu P, Singer R. Revention of Hematomas and Seromas.
Semin Plast Surg 2006; 20: 233-240.
42. Spotnitz WD. Fibrin Sealant: The Only Approved Hemostat, Sealant, and
Adhesive - a Laboratory and Clinical Perspective. ISRN Surgery. 2014.
43. Takeshi Okuda. Novel surgical technique to solidify cyst-type metastatic brain
tumors using autologous fbrin glue for complete resection. 2014.
44. Dicuio M, Pomara G, Fabris FM, Ales V, Dahlstrand C, Morelli G.
Measurements of urinary bladder volume: comparison of five ultrasound
calculation methods in volunteers. Arch Ital Urol Androl 2005;77(1):60-2.
45. Kim SM, Park JM. Normal and abnormal US findings at the mastectomy site.
Radiographics 2004 Mar;24(2):357-65.
46. Coveney EC, O’Dwyer PJ, Geraghty JG, O’Higgins NJ. Effect of closing dead
space on seroma formation after mastectomy – a prospective randomized
clinical trial. Eur J Surg Oncol 1993;19: 143–14
47. Komite penanggulangan kanker Nasional Kementrian kesehatan Republik
indonesia. Pedoman penatalaksanaan kanker payudara. 2018;37
48. Newman, Lisa F. Complication of Breast Surgery : in Surgical Complication :
Diagnosis and Treatment. Imperial College Press London 2007;pp.169-178.

Anda mungkin juga menyukai