Anda di halaman 1dari 20

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Elektroforesis merupakan metode yang sudah dipakai oleh banyak peneliti


terutama peneliti yang berkaitan dengan genetika ataupun molecular. Seiring dengan
kemajuan zaman yang semakin pesat dinegara-negara berkembang akan selalu diikuti
pula dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang semakin marak dibidang teknologi.
Salah satu diantaranya adalah pengembangan di bidang Biologi Molekul. Bidang
ilmu pengetahuan Bidang Molekuler ini telah dimulai pada akhir abad ke 19, setelah
metode elektroforesis ditemukan dan dipakai untuk menganalisa berbagai kegiatan
penelitian di bidang Kimia, Biologi (Genetika, Taksonomi dan Bio-sistematik).
Metode elektroforesis mulai berkembang akhir abad ke-19 setelah ditemukan
penelitian yang menunjukkan adanya penelitian yang menunjukkan adanya efek dari
listrik terhadap partikel-partikel atau molekul-molekul yang bermuatan listrik, dalam
hal ini termasuk juga protein. Elektroforesis berasal dari bahasa Yunani yang
mempunyai arti transport atau perpindahan melalui partikelpartikel listrik. Metode
elekroforesis telah digunakan dan dikembangkan didalam teknik analisa untuk
penelitian di bidang biologi dan genetika. Metode tersebut berkembang sangat pesat
sekali di zaman kemajuan teknologi, disebabkan karena pengerjaannya sangat
sederhana dan sangat mudah. Di dalam ilmu biologi maupun biologi molekuler,
metode elektrorofesis banyak digunakan untuk taksonomi, sistematik dan genetik dari
hewan ataupun tumbuhan

1.2. Tujuan Praktikum


Untuk mengetahui proses pelaksanaan elektroforesis dan cara penggunaanya.
BAB II
LANDASAN TEORI

Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan yang memisahkan analit berdasarkan


kemampuannya bergerak dalam medium konduksi yang biasanya berupa larutan buffer dan
akan memberikan respons setelah diberikan medan listrik (Harvey, 2000). Jika suatu zat
bermuatan diberi potensial, maka zat tersebut akan berpindah sepanjang medium yang
kontinu ke arah katode atau anode sesuai dengan muatan yang dibawanya.Elektroforesis SDS
– PAGE termasuk ke dalam kelompok elektroforesis zona/ wilayah, yaitu kelompok
elektroforesis yang dibedakan berdasarkan medium penyangganya. Elektroforesis SDS –
PAGE menggunakan gel buatan sebagai medium penyangga. Gel yang digunakan terbentuk
dari polimerisasi akliramida dengan N,N’ – metilena bis akrilamida sehingga terbentuk ikatan
silang karena polimerisasi akrilamida sendiri hanya menghasilkan ikatan linear yang tidak
membentuk gel kaku (Girindra, 1993). Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamide Gel
Electrophoresis (SDS-PAGE) adalah suatu teknik pemisahan molekul-molekul protein
berdasarkan perbedaan berat masing-masing. Prinsip dari SDS PAGE adalah dengan
memanfaatkan perbedaan kemampuan migrasi masing-masing molekul protein. Kemampuan
migrasi tiap molekul akan berbeda disebabkan perbedaan berat molekul protein (Davis 1994:
157; Campbell dkk. 2002: 384). Terdapat perbedaan metode elektroforesis dengan mtode
SDS- PAGE. Elektroforesis menggunakan gel agarosa sebagai medium. SDS-PAGE
menggunakan gel berupa gel poliakrilamid. Sifat dari gel agarosa non- toxic sementara pada
gel poliakrilamid adalah neurotoxic atau bersifat racun syaraf. Gel agarosa memiliki pori
yang lebih besar daripada gel poliakrilamid. Selain gel, komponen yang digunakan dalam
metode SDS-PAGE dan elektroforesis juga berbeda. SDS-PAGE merupakan teknik purifikasi
skala kecil yang menghasilkan pemisahan suatu protein berdasarkan berat molekulnya dalam
band (pita) spesifik yang tampak pada gel polyacrylamide. Teknik purifikasi dalam skala
besar kita dapatkan degnan menggunakan chromatography. Gel acrylamide alam SDS-PAGE
diletakkan diantara dua plat kaca. Ada dua macam gel yang digunakan, yaitu main atai
separating gel dan stacking gel. Main gel merupakan gel yang komposisinya paling banyak
dan terletak dibagian bawah alat. Main gel berfungsi untuk memisahkan protein berdasarkan
berat molekulnya. Stacking gel terletak pada bagian atas, digunakan untuk mencetak sumuran
(sekat pemisah untuk penempatan sempel).
SDS merupakan sejenis detergen yang berfungsi mendenaturasikan protein,
memberikan muatan negatif pada protein, dan molekul hidrofobik (tidak suka air) (Seidman&
Moore 2000: 583). Metode SDS PAGE dimanfaatkan untuk mendenaturasi protein menjadi
bentuk yang lebih sederhana, mengubah molekul menjadi bermuatan negatif. Metode SDS-
PAGE menggunakan gel poliakrilamid. Gel poliakrilamid terbentuk dari hasil polimerasi
monomer akrilamid dan bisakrilamid. Polimerisasi tersebut diinisiasi oleh amoniun persulsat
(APS) yang dapat membentuk radikal bebas (Martin 1996: 36).
Sistem buffer terdiri dari continous system dan discontinuous system . Continous
system menggunakan satu jenis gel yaitu menggunakan resolving gel, sementara discontinous
system menggunakan dua jenis gel berupa resolving gel dan stacking gel. Stacking gel
berfungsi untuk menahan sementara agar sampel bermigrasi pada waktu yang bersamaan.
Resolving gel berfungsi untuk memisahkan molekul-molekul yang ada berdasarkan berat
molekulnya. (Boyer 1993: 118 & 119). Perwarnaan atau staining pada gel juga merupakan
bagian dari teknik SDS-PAGE. Pewarnaan gel pada teknik SDS-PAGE terdiri dari commasie
blue staining dan silver salt staining. Commasie blue straining adalah pewarna tekstil
trifenilmetana, dan lebih sering digunakan di dalam teknik SDS PAGE. Commasie blue
straining banyak beberapa kelebihan yaitu harga yang relatif murah, mengikat protein secara
spesifik, bekerja cepat. Silver salt staining memiliki kelebihan yaitu hasilnya lebih akurat jika
dibandingkan coomassie blue staining. Kekurangan silver salt staining yaitu harga yang lebih
mahal dan membutuhkan waktu yang lebih lama ( Boyer 1993: 139).
PROTEIN
Protein berasal dari kata protos atau proteus yang berarti pertama atau utama. Hal ini
dikarenakan protein merupakan komponen penting atau komponen utama bagi sel hewan atau
manusia (Lehninger, 1994). Protein merupakan salah satu zat makanan yang penting bagi
tubuh dan memiliki banyak fungsi. Protein berfungsi sebagai bahan bakar tubuh dan juga zat
pembangun tubuh. Selain itu protein dapat berguna sebagai bahan bakar tubuh apabila
kebutuhan energi tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak. Protein dapat berupa
enzim yang berfungsi sebagai biokatalisator. Selain itu protein terdapat dalam bentuk
hemoglobin yang berfungsi mengangkut darah dari paru-paru ke seluruh tubuh dan juga
dalam bentuk antigen yang berperan melawan virus atau bakteri penyebab penyakit.
Penyusun protein
Protein tersusun dari peptida-peptida sehingga membentuk suatu polimer yang disebut
polipeptida. Setiap monomernya tersusun atas suatu asam amino. Asam amino adalah
molekul organik yang memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang mana pada bagian
pusat asam amino terdapat suatu atom karbon asimetrik (Gambar 1). Pada keempat
pasangannya yang berbeda itu adalah gugus amino, gugus karboksil, atom hidrogen, dan
berbagai gugus yang disimbolkan dengan huruf R. Gugus R disebut juga sebagai Rantai
samping yang berbeda dengan gugus amino. (Campbell et al., 2009).

Gambar 1. Struktur umum asam amino (Lehninger et al., 2004).

Gambar 2. Level dari struktur protein (Berg et al., 2006).

Asam amino dalam suatu protein memiliki bentuk L, terionisir dalam larutan, dan memiliki
bentuk C asimetris kecuali asam amino jenis glisin. Asam amino standar memiliki jumlah
sebanyak 20 macam. Dari 20 macam asam amino tersebut terbentuklah suatu rantai
polipeptida. Rantai asam amino akan dilipat menjadi bentuk 3 dimensi dan menjadi bentuk
protein spesifik yang diperlukan oleh berbagai aktivitas metabolisme atau menjadi komponen
suatu sel (Lehninger et al., 2004; Vo-Dinh, 2005). Di dalam protein tersusun 20 macam asam
amino yang memiliki karakteristik yang bebeda-beda sehingga dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat dan ciri rantai sampingnya (gugus R). Pengelompokan tersebut antara lain
asam amino bersifat polar (serin, treonin, sistein, asparagin, dan glutamin); non-polar (glisin,
alanin, prolin, valin, leusin, isoleusin, dan metionin); gugus aromatik (fenilalanin, tirosin,
triptofan); bermuatan positif (lisin, histidin, arginin); dan bermuatan negatif (aspartat dan
glutamat). Pengelompokan tersebut didasarkan pada polaritas, ukuran, dan bentuk dari suatu
asam amino (Lehninger et al., 2004; Murray et al., 2009).
Struktur protein
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur
yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang
berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan
bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami
pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein
meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar
2).

Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).

Gambar 4. Struktur primer dari protein (Campbell et al., 2009).


Struktur primer merupakan struktur yang sederhana dengan urutan-urutan asam amino yang
tersusun secara linear yang mirip seperti tatanan huruf dalam sebuah kata dan tidak terjadi
percabangan rantai (Gambar 4). Struktur primer terbentuk melalui ikatan antara gugus α–
amino dengan gugus α–karboksil (Gambar 3). Ikatan tersebut dinamakan ikatan peptida atau
ikatan amida (Berg et al., 2006; Lodish et al., 2003). Struktur ini dapat menentukan urutan
suatu asam amino dari suatu polipeptida (Voet & Judith, 2009).

Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan
oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida.
Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur
ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang.
(Campbell et al., 2009; Conn, 2008).

Gambar 5. Struktur sekunder α-heliks (Murray et al, 2009).

Gambar 6. Struktur sekunder β-pleated (Campbell et al., 2009).


Struktur α-heliks terbentuk antara masing-masing atom oksigen karbonil pada suatu ikatan
peptida dengan hidrogen yang melekat ke gugus amida pada suatu ikatan peptida empat
residu asam amino di sepanjang rantai polipeptida (Murray et al, 2009).

Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai
polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel (Gambar 7
dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi
antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk
pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat
terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah
rantai tunggal yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka
dikenal dengan istilah β turn yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).

Gambar 7. Bentuk konformasi antipararel (Berg, 2006).

Gambar 8. Bentuk konformasi pararel (Berg, 2006).


Gambar 9. Bentuk konformasi β turn yang melibatkan empat residu asam amino (Lehninger et al., 2004).

Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur
sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping
(gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga
dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini
distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen,
dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein.
Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler
yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum
akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al,
2009; Lehninger et al, 2004).

Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada bakteri Paracoccus
denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).

Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam
ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang
akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini
adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein
dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Jika protein yang
tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-
unit disebut dengan protein tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).

Gambar 11. Beberapa contoh bentuk struktur kuartener.


BAB III
METODOLOGI

3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat:  Methanol
 Beaker glass  NaCl
 Pisau  Asam asetat
 Talenan  Aquabides
 Pipet tetes  Commasive blue
 Mikropipet
 Batang pengaduk
 Alat homogenizer
 Timbangan
 Tabung eppendorf
 Alat Sentrifuge
 Seperangkat alat elektroforesis

Bahan:
 Aquadest
 akrilamid/bis
 resolving buffer
 stacking buffer
 running buffer
 SDS
 Protein marker (Prestained SDS-
PAGE Standards,Board Range. Cat:
#161-0318)
 APS 10%
 TEMED
3.2 CARA KERJA

a. Penyiapan Sampel
 Alat dan Bahan yang akan digunakan disiapkan
 Daging sapi dan daging babi dicincang atau dihaluskan, kemudian ditimbang
sebanyak 10 gram
 Daging dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 20 ml buffer,
1 ml NaCl dan 0,5 ml SDS
 Suasana pengadukan atau pencampuran dikondisikan dalam suhu yang dingin (±
4oC),dengan menggunakan es batu yang diletakkan dalam beaker glass yang
diletakkan di bawah beaker glass yang digunakan
 Sampel diomogenizer selama 30 menit dengan kecepatan ± 170-800 rpm (dengan
suhu ± 4oC)
 Pengujian protein dilakukan pada sampel dengan menggunakan protein dye
 Sampel disaring dengan kertas saring
 Hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ± 1 ml, lalu disentrifuge
(dengan suhu ± 4oC), dengan kecepatan 1600 rpm selama ± 15 menit
 Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung eppendorf lain
 Simpan pada pendingin pada suhu ± 4oC

b. Pembuatan Resolving gel 12% sebanyak 10 ml:


 sebanyak 3,4 ml aquades dimasukkan ke dalam beaker glass.
 sebanyak 4 ml akrilamid/bis ditambahkan ke dalam beaker glass.
 sebanyak 2,5 resolving buffer ditambahkan ke dalam beaker glass.
 sebanyak 0,1 ml SDS ditambahkan ke dalam beaker glass.

c. Pembuatan Stacking Gel 4% sebanyak 5 ml:


 sebanyak 3,05 ml dimasukkan aquades ke dalam beaker glass.
 sebanyak 0,65 ml akrilamid/bis ditambahkan ke dalam beaker glass.
 sebanyak 1,25 ml stacking buffer ditambahkan ke dalam beaker glass.
 sebanyak 0,05 ml SDS ditambahkan ke dalam beaker glass.
d. Pembuatan staining solution (40% metanol+ 1% commasive blue+ 15% asam
asetat + ad 200 ml):
 sebanyak 80 ml aquades dimasukan ke dalam labu ukur 200 ml
 sebanyak 2 gram commasive blue ditambahkan ke dalam labu ukur
 sebanyak 30 ml asam asetat ditambahkan ke dalam labu ukur
 ad 200 ml aquades ke dalam labu ukur.

e. Pembuatan destaining solution (40% metanol+ 7,5% asam asetat + ad 500 ml)
 sebanyak 100 ml aquades dimasukan ke dalam labu ukur 500 ml
 sebanyak 37,5 ml asam asetat ditambahkan ke dalam labu ukur
 ad 500 ml aquades ke dalam labu ukur.

f. Proses pencetakan gel


 sebanyak 200 mikroliter APS 10% ditambahkan ke dalam beaker glass berisi
resolving gel. (APS adalah inisiator dalam proses polimerisasi, APS adalah
radikal yang akan membuat monomer membentuk radikal sehingga nantinya
monomer, yaitu akrilamid dan bisakrilamid, dapat membentuk polimer)
 sebanyak 20 mikroliter TEMED (TEMED adalah katalis dalam proses
polimerisasi) ditambahkan ke dalam beaker glass berisi resolving gel.
 campuran tersebut dimasukan ke dalam cetakan gel menggunakan pipet sampai
batas bawah hijau pada cetakan.
 aquabides dimasukan ke dalam cetakan gel sampai batas atas cetakan
(penambahan aquabides ini untuk meratakan dan menghilangkan gelembung yang
muncul saat proses memasukan campuran resolving gel+APS+TEMED ke dalam
cetakan. Aquabides ini tidak akan berikatan dengan polimer. Jadi penambahan
aquabides tidak akan mempengaruhi proses pembuatan dan pencetakan gel).
Proses pembentukan gel ini umumnya membutuhkan waktu 15-30 menit.
 setelah resolving gel terbentuk, miringkan cetakan untuk membuang aquabides
yang ada di cetakan. Kemudian masukan stacking gel ke dalam cetakan tersebut.

g. Proses preparasi sampel


 Sebanyak 50 mikroliter sampel dan 100 mikroliter sampel buffer ( 1:2 =
sampel:sampel buffer)diambil. Kemudian dimasukan ke dalam tabung eppendorf.
Setelah itu letakkan tabung eppendorf di steroform.
 Di sisi lain, air dalam beaker glass dipanaskan hingga mendidih. Kemudian
setelah air mendidih, tabung ependorf diletakkan ke dalam air panas tersebut
selama 4 menit.
 Setelah itu sampel disentrifugasi 12.000 rpm selama 15 menit di suhu 4 celcius.
 Sampel yang telah disentrifugasi siap dirunning.

h. Penyiapan Protein marker (Protein marker ini digunakan untuk semua jenis
protein)
 sebanyak 100 mikroliter protein marker diambil kemudian disimpan di freezer.
BAB IV
HASIL DAN EMBAHASAN

Preparasi sampel

Bahan Hasil
BSA + Protein Dye Biru
Sampel babi + Protein Dye Biru
Sampel sapi + Protein Dye Biru

Preparasi sampel pada hari pertama


Salah satu metode PAGE yang umumnya digunakan untuk analisa campuran pr
otein secara kualitatif adalah SDSPAGE (Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrilamide Gel El
ectroforesis).Prinsip penggunaan metode ini adalah migrasi komponen akril amida deng
an bisakrilamida.Perpindahan migrasi berdasarkan ukuran molekul protein.
Penggunaan SDSPAGE bertujuan untuk memberikan muatan negatif pada protein yang
akan dianalisa. Muatan negatif terjadi pada saat protein berikatan dengan SDS yang
merupakan detegen yang bersifat negatif.
Pada praktikum SDS-PAGE, pertama kali yang dilakukan preparasi sampel yaitu
dengan cara merendam daging babi dan daging sapi dalam air es di beaker glass yang
berbeda. Selama preparasi sampel ini dilakukan pada suhu 4oC, hal ini dilakukan untuk
menonaktifkan enzim protease yang dapat merusak protein menjadi terpotong-potong yang
akhirnya terdegradasi dan menstabilkan protein yang mudah terpengaruhi oleh suhu selama
preparasi. Daging yang telah direndam di dalam air es kemudian dicincang sehalus mungkin
menggunakan pisau, hasil cincangan masing-masing daging ditimbang sebanyak 10 gram.
Alas yang digunakan pada saat penghalusan daging diusahakan digunakan dari bahan
keramik bukan dari bahan kayu, hal ini dilakukan untuk menghindarkan protein tidak terserap
ke talenan yang terbuat dari kayu.
Cincangan daging dimasukan ke dalam beacker glass, beacker glass tersebut disimpan
dibawah gelas beacker lain yang lebih besar dan telah diisi oleh air berisi es untuk menjaga
selama preparasi suhunya 4oC. Daging cincang tadi ditambahkan larutan SDS 0,5 ml, PBS
(Phosphat Buffer Salina) 20 ml dan NaCl 0,5 ml. Penambahan buffer bertujuan untuk
mengikat protein terlarut.
PBS bertindak sebagai larutan penyangga protein agar tidak rusak. Selain itu PBS
juga menjaga pH agar selalu tetap. Protein hewani ini berada di dalam sel, penambahan SDS
ini mampu merusak membran jaringan sel yang mengandung fofolipid. Setelah itu, untuk
membantu proses lisis atau menghancurkan dinding sel dari membrane sel dengan cara
melalui proses tumbukan antara partikel dengan cara penambahan silika, namun praktikum
kali ini tidak menggunakan silica. NaCl merupakan sebuah garam, garam ini
memiliki fungsi utama yaitu untuk memberikan kondisi ionik, sehingga reaksi berjalan lebih
stabil dan NaCl ini mampu berikatan dengan protein yang terlarut sehingga didapat hasil
isolasi protein yang stabil. Kemudian homogenkan dengan homogenizer selama 15 menit
masih dalam keadaan dingin suhu 4oC. Hasil homogen diambil larutan ekstraknya dengan
mikro pipet dan masukan ke tabung sentrifuse untuk disentrifugasi. Ambil supernatannya
kemudian cek kadar proteinnya dengan menggunakan pereagen protein dye. Protein dye ini
untuk mengetahui apakah protein dalam sampel sudah terbentuk. Penambahan pereagen
protein dye ini pada larutan yang mengandung protein akan menimbulkan perubahan warna
dari merah kecoklatan menjadi biru jika mengandung protein, perubahan warna yang semakin
pekat menggambarkan bahwa protein yang terkandung jumlahnya banyak. Hasil setelah
ditambahkan adalah warna biru. Hasil ini dibandingkan dengan BSA (Bovine Serum
Albumin) yang memiliki protein dan ditambahkan protein dye terbentuk warna biru.

Preparasi sampel pada hari kedua


Setelah sampel didiamkan dalam lemari es beberapa hari kemudian di keluarkan.
Dalam prosedur yang tepat sampel yang akan dianalisis seharusnya dicampur dengan SDS
dan sampel buffer (volume 2 kalinya dari sampel) dan dipanaskan di suhu 60°C. Tujuan
pemanasan adalah membantu membuka struktur protein sehingga membantu SDS dalam
mengikat protein. Pada strukturnya SDS mempunyai SO4- di bagian kepalanya, bagian ini
yang akan membuat setiap protein yang diikatnya menjadi bermuatan negatif. Dalam larutan
sampel buffer terdapat beta merkaptan, beta merkaptan ini akan memutus ikatan disulfide
pada protein sehingga pita protein yang awalnya berbentuk globular karena adanya ikatan
disulfide berubah menjadi bentuk lurus. Hal-hal tersebut yang menyebabkan fragmen pita
protein saat dilakukan elektroforesis berjalan lurus dan menuju electrode positif (anoda).
Untuk mempermudah melihat pita-pita protein saat di elektroforesis nanti, ditambahkan
bromfenol blue sebagai pemberi warna biru. Setelah hal tersebut dilakukan kemudian lakukan
sentrifugasi 1200 rpm selama 10 menit pada sampel. Namun dalam percobaan, praktikan lupa
untuk menambahkan buffer sehingga kemungkinan peluang sampel protein rusak karena
pemanasan lebih besar.

Proses pembuatan SDS page


Selama proses pembuatan bahkan sampai preparasi sampel protein, gunakan
aquabidest hal ini disebabkan bila digunakan aquadest, aquadest ditakutkan masih
mengandung zat-zat anorganik yang dapat menginhibisi enzim ataupun merusak protein.
Bahan gel dimasukkan ke dalam gel kaset yang ketebalannya 0,75 mm. Gel yang dimasukkan
ke dalam gel casset dibuat dari gel yang terdiri dari 2 lapisan gel yaitu resolving gel yang
dimasukkan di bagian bawah dan stacking gel (running gel) dimasukkan di atas resolving gel.
Kedua gel ini memiliki formulasi yang berbeda gel. Untuk stacking gel dibuat dengan
formulasi 4 % yang terdiri dari 6,1 ml aquabidest, 1,3 ml akrilamid 30 %, 2,5 ml stacking
buffer dan 0,1 ml SDS. Formulasi tersebut dibuat untuk larutan 10 ml, karena stacking gel
hanya diperlukan sedikit maka dibuat dalam larutan 5 ml, yang berarti jumlah bahan untuk
membuat formulasi stacking gel tersebut dikurangi menjadi separuhnya. Dengan jumlah
larutan 5 ml sudah mampu membentuk sepasang gel. Resolving gel formulasinya adalah 12
% yang terdiri dari 3,4 ml aquabidest, 4 ml akrilamid 30 %, 2,5 ml resolving buffer dan 0,1
SDS. Formula ini dibuat untuk larutan 10 ml, dan dengan jumlah tersebut gel yang dapat
dibuat adalah dua (sepasang).
Masing-masing formula kemudian ditambahkan TEMED 10 ml dan APS 10 %
sebanyak 0,1 ml untuk satu formulasi, namun saat pembuatan ternyata penambahan APS ini
tidak menjadikan gel terbentuk. Hal ini disebabkan APS merupakan bahan lama (kadaluarsa)
sehingga reaktifitasnya menurun. Fungsi APS ini adalah insiator yang akan mengiinisiasi
reaksi polimerisasi akrilamid menjadi poliakrilamid dengan penambahan bisakrilamid.
Reaksi polimerisasi ini yang mengakibatkan larutan berubah menjadi gel bahan yang
mengental dan lebih kaku. Sedangkan fungsi TEMED sebagai katalis, yang dapat
mempercepat proses reaksi polimerisasi.

Penyiapan gel akrilamid


Larutan gel yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam gel cassette, yang
didahului penambahan larutan bahan gel resolving dan dilanjutkan dengan bahan gel
stacking. Kemudian masukan comb ke dalam bagian atas cetakan (tempat stacking gel), comb
akan membentuk ruang yang disebut sumur. Sumur ini dijadikan tempat pemasukan larutan
marker dan larutan sampel untuk dilakukan elektroforesis. Secara singkat digambarkan
sebagai berikut :

Persiapan proses elektroforesis


Gel akrilamid kemudian dipasangkan ke negative electrode chamber sampai posisinya
pas dan merata. Kemudian negative electrose chamber akan dimasukan ke dalam tank,
dilanjutkan dengan pemasukan cairan running buffer ke dalam bagian antara sepasang gel
akrilamid sampai tumpah ruah dan dapat merendam elektrodanya. Hal ini penting karena
proses elektroforesis dapat berjalan bila kedua elektroda telah terendam. Masukkan ke 10
sumur yang terbentuk baik larutan marker maupun sampel, masing-masing larutan
dimasukkan ke dalam sumur maksimal 15 µl menggunakan mikro pipet dengan urutan
sebagai berikut :
1. Marker protein
2. Sampel babi
3. Sampel babi
4. Sampel sapi
5. Sampel sapi
6. Sampel babi
7. Sampel babi
8. Sampel sapi
9. Sampel sapi
10. Marker protein
Kemudian tutup tank, dimana letak penutup disesuaikan dengan kutubnya bagian
berwarna merah dipasangkan dengan berwarna merah yang menandakan kutub positif
(anoda) dan bagian berwarna hitam dengan yang berwarna hitam, menandakan kutub
negative (katoda). Nyalakan sumber listrik, atur tegangan 200 volt dengan waktu 60 menit.
Perlahan-lahan pola pita-pita protein akan turun menuju anoda, dan dari pita-pita ini lah yang
akan menjadi bahan analisis.

Hasil Elektroforesis
Setelah dilakukan elektroforesis, gel dikeluarkan perlahan-lahan. Selanjutnya diberi pewarna
comassie blue untuk mempermudah analisis. Namun sebelum proses analisis dilakukan lebih
lanjut, gel yang dikeluarkan hancur terlebih dahulu, sehingga praktikan tidak bisa mengamati
hasilnya dengan pasti. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pembuatan gel yang terlalu tipis.
BAB V
KESIMPULAN

1. Hasil preparasi sampel babi dan sapi menunjukan bahwa bahwa protein telah
terisolasi yang ditandai dengan adanya warna biru dengan penggunaan reagen protein
dye
2. Tidak didapatkan hasil elektroforesis dikarenakan gel yang dibuat terlalu tipis,
sehingga gel menjadi menggulung dan tidak bisa diwarnai.
DAFTAR PUSTAKA

Harvey, D.. (2000). Modern Analytical Chemistry. McGraw-. Hill : New York.
Boyer, R. F. 1993. Modern experimental biochemistry. The Benjamin Clummings.
Publishing Company: California
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and
laboratory reference. Prentice Hall, Inc. : New Jersey

Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed.
Appleton & Lange : Norwola

Martin, R. 1996. Gel electroforesis: Nucleid acids. Bros Scientific Publishers Ltd. : Oxford

Anda mungkin juga menyukai