Praktikum SDS PAGE
Praktikum SDS PAGE
Asam amino dalam suatu protein memiliki bentuk L, terionisir dalam larutan, dan memiliki
bentuk C asimetris kecuali asam amino jenis glisin. Asam amino standar memiliki jumlah
sebanyak 20 macam. Dari 20 macam asam amino tersebut terbentuklah suatu rantai
polipeptida. Rantai asam amino akan dilipat menjadi bentuk 3 dimensi dan menjadi bentuk
protein spesifik yang diperlukan oleh berbagai aktivitas metabolisme atau menjadi komponen
suatu sel (Lehninger et al., 2004; Vo-Dinh, 2005). Di dalam protein tersusun 20 macam asam
amino yang memiliki karakteristik yang bebeda-beda sehingga dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat dan ciri rantai sampingnya (gugus R). Pengelompokan tersebut antara lain
asam amino bersifat polar (serin, treonin, sistein, asparagin, dan glutamin); non-polar (glisin,
alanin, prolin, valin, leusin, isoleusin, dan metionin); gugus aromatik (fenilalanin, tirosin,
triptofan); bermuatan positif (lisin, histidin, arginin); dan bermuatan negatif (aspartat dan
glutamat). Pengelompokan tersebut didasarkan pada polaritas, ukuran, dan bentuk dari suatu
asam amino (Lehninger et al., 2004; Murray et al., 2009).
Struktur protein
Protein yang tersusun dari rantai asam amino akan memiliki berbagai macam struktur
yang khas pada masing-masing protein. Karena protein disusun oleh asam amino yang
berbeda secara kimiawinya, maka suatu protein akan terangkai melalui ikatan peptida dan
bahkan terkadang dihubungkan oleh ikatan sulfida. Selanjutnya protein bisa mengalami
pelipatan-pelipatan membentuk struktur yang bermacam-macam. Adapun struktur protein
meliputi struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener (Gambar
2).
Gambar 3. Reaksi pembentukan peptida melalui reaksi dehidrasi (Voet & Judith, 2009).
Struktur sekunder merupakan kombinasi antara struktur primer yang linear distabilkan
oleh ikatan hidrogen antara gugus =CO dan =NH di sepanjang tulang belakang polipeptida.
Salah satu contoh struktur sekunder adalah α-heliks dan β-pleated (Gambar 5 dan 6). Struktur
ini memiliki segmen-segmen dalam polipeptida yang terlilit atau terlipat secara berulang.
(Campbell et al., 2009; Conn, 2008).
Pada struktur sekunder β-pleated terbentuk melalui ikatan hidrogen antara daerah linear rantai
polipeptida. β-pleated ditemukan dua macam bentuk, yakni antipararel dan pararel (Gambar 7
dan 8). Keduanya berbeda dalam hal pola ikatan hidrogennya. Pada bentuk konformasi
antipararel memiliki konformasi ikatan sebesar 7 Å, sementara konformasi pada bentuk
pararel lebih pendek yaitu 6,5 Å (Lehninger et al, 2004). Jika ikatan hidrogen ini dapat
terbentuk antara dua rantai polipeptida yang terpisah atau antara dua daerah pada sebuah
rantai tunggal yang melipat sendiri yang melibatkan empat struktur asam amino, maka
dikenal dengan istilah β turn yang ditunjukkan dalam Gambar 9 (Murray et al, 2009).
Struktur tersier dari suatu protein adalah lapisan yang tumpang tindih di atas pola struktur
sekunder yang terdiri atas pemutarbalikan tak beraturan dari ikatan antara rantai samping
(gugus R) berbagai asam amino (Gambar 10). Struktur ini merupakan konformasi tiga
dimensi yang mengacu pada hubungan spasial antar struktur sekunder. Struktur ini
distabilkan oleh empat macam ikatan, yakni ikatan hidrogen, ikatan ionik, ikatan kovalen,
dan ikatan hidrofobik. Dalam struktur ini, ikatan hidrofobik sangat penting bagi protein.
Asam amino yang memiliki sifat hidrofobik akan berikatan di bagian dalam protein globuler
yang tidak berikatan dengan air, sementara asam amino yang bersifat hodrofilik secara umum
akan berada di sisi permukaan luar yang berikatan dengan air di sekelilingnya (Murray et al,
2009; Lehninger et al, 2004).
Gambar 10. Bentuk struktur tersier dari protein denitrificans cytochrome C550 pada bakteri Paracoccus
denitrificans (Timkovich and Dickerson, 1976).
Struktur kuarterner adalah gambaran dari pengaturan sub-unit atau promoter protein dalam
ruang. Struktur ini memiliki dua atau lebih dari sub-unit protein dengan struktur tersier yang
akan membentuk protein kompleks yang fungsional. ikatan yang berperan dalam struktur ini
adalah ikatan nonkovalen, yakni interaksi elektrostatis, hidrogen, dan hidrofobik. Protein
dengan struktur kuarterner sering disebut juga dengan protein multimerik. Jika protein yang
tersusun dari dua sub-unit disebut dengan protein dimerik dan jika tersusun dari empat sub-
unit disebut dengan protein tetramerik (Gambar 11) (Lodish et al., 2003; Murray et al, 2009).
Alat: Methanol
Beaker glass NaCl
Pisau Asam asetat
Talenan Aquabides
Pipet tetes Commasive blue
Mikropipet
Batang pengaduk
Alat homogenizer
Timbangan
Tabung eppendorf
Alat Sentrifuge
Seperangkat alat elektroforesis
Bahan:
Aquadest
akrilamid/bis
resolving buffer
stacking buffer
running buffer
SDS
Protein marker (Prestained SDS-
PAGE Standards,Board Range. Cat:
#161-0318)
APS 10%
TEMED
3.2 CARA KERJA
a. Penyiapan Sampel
Alat dan Bahan yang akan digunakan disiapkan
Daging sapi dan daging babi dicincang atau dihaluskan, kemudian ditimbang
sebanyak 10 gram
Daging dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 20 ml buffer,
1 ml NaCl dan 0,5 ml SDS
Suasana pengadukan atau pencampuran dikondisikan dalam suhu yang dingin (±
4oC),dengan menggunakan es batu yang diletakkan dalam beaker glass yang
diletakkan di bawah beaker glass yang digunakan
Sampel diomogenizer selama 30 menit dengan kecepatan ± 170-800 rpm (dengan
suhu ± 4oC)
Pengujian protein dilakukan pada sampel dengan menggunakan protein dye
Sampel disaring dengan kertas saring
Hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf ± 1 ml, lalu disentrifuge
(dengan suhu ± 4oC), dengan kecepatan 1600 rpm selama ± 15 menit
Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung eppendorf lain
Simpan pada pendingin pada suhu ± 4oC
e. Pembuatan destaining solution (40% metanol+ 7,5% asam asetat + ad 500 ml)
sebanyak 100 ml aquades dimasukan ke dalam labu ukur 500 ml
sebanyak 37,5 ml asam asetat ditambahkan ke dalam labu ukur
ad 500 ml aquades ke dalam labu ukur.
h. Penyiapan Protein marker (Protein marker ini digunakan untuk semua jenis
protein)
sebanyak 100 mikroliter protein marker diambil kemudian disimpan di freezer.
BAB IV
HASIL DAN EMBAHASAN
Preparasi sampel
Bahan Hasil
BSA + Protein Dye Biru
Sampel babi + Protein Dye Biru
Sampel sapi + Protein Dye Biru
Hasil Elektroforesis
Setelah dilakukan elektroforesis, gel dikeluarkan perlahan-lahan. Selanjutnya diberi pewarna
comassie blue untuk mempermudah analisis. Namun sebelum proses analisis dilakukan lebih
lanjut, gel yang dikeluarkan hancur terlebih dahulu, sehingga praktikan tidak bisa mengamati
hasilnya dengan pasti. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pembuatan gel yang terlalu tipis.
BAB V
KESIMPULAN
1. Hasil preparasi sampel babi dan sapi menunjukan bahwa bahwa protein telah
terisolasi yang ditandai dengan adanya warna biru dengan penggunaan reagen protein
dye
2. Tidak didapatkan hasil elektroforesis dikarenakan gel yang dibuat terlalu tipis,
sehingga gel menjadi menggulung dan tidak bisa diwarnai.
DAFTAR PUSTAKA
Harvey, D.. (2000). Modern Analytical Chemistry. McGraw-. Hill : New York.
Boyer, R. F. 1993. Modern experimental biochemistry. The Benjamin Clummings.
Publishing Company: California
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia
Seidman, L.A. & C.J. Moore. 2000. Basic laboratory for biotechnology: Textbook and
laboratory reference. Prentice Hall, Inc. : New Jersey
Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology. 2nd ed.
Appleton & Lange : Norwola
Martin, R. 1996. Gel electroforesis: Nucleid acids. Bros Scientific Publishers Ltd. : Oxford