Krisis HT
Krisis HT
KRISIS HIPERTENSI
Disusun guna memenuhi persyaratan sebagai peserta dokter internsip
di RSUD Kalideres
Periode 7 November 2017 6 November 2018
Disusun oleh : dr. Johan
Pembimbing : dr. Ratna Hastuti
LEMBAR PENGESAHAN
Program Dokter Internsip RSU Kalideres Periode 7 November 2017 – 6 November 2018
Kasus : Krisis Hipertensi
Pembimbing : dr. Ratna Hastuti
Mengetahui,
dr. Ratna Hastuti
Pembimbing Internsip
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas case report ini
mengenai “Krisis Hipertensi” sebagai salah satu syarat program dokter internship RSUD
Penulis menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna. Penulis
mengharapkan kritik dan saran sebagai masukan yang membangun untuk menjadi lebih baik
dan semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat dengan baik.
Penulis
dr. Johan
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 70 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Bangsa : Indonesia
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Citra Garden 2, Kalideres Jakarta barat
Tanggal Periksa : 23 Agustus 2017
Status Menikah : Menikah
Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan pasien pada tanggal 23 Agustus 2017
pukul 08.00
Keluhan Utama : Sakit kepala sejak 1 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan sakit
kepala sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan memberat dua hari terakhir ini. Nyeri
kepala dirasakan seperti diikat pada kepala terutama bagian tengkuk. Tidak terasa berputar.
Tidak nyeri telinga Pasien merasakan mual tetapi tidak muntah. Tidak nyeri dada. Tidak sesak
napas. Sebelumnya sudah pernah seperti ini. BAB tidak ada keluhan . BAK tidak ada
keluhan.
Riwayat Kebiasaan :
Pasien tidak merokok maupun minum minuman beralkohol. Pasien biasa mengendarai motor
jika pergi dan pulang bekerja pada malam hari, memakai helm dan masker. Tempat tinggal
pasien di perkampungan yang padat penduduk, rumah memiliki ventilasi yang cukup baik.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital : Tekanan darah : 200/120 mmHg
Nadi : 100/menit, irama teratur,isi cukup
Suhu : 36o C
Pernafasan : 24 x/menit, regular
Kepala : Normochepal, rambut tersebar merata, tidak mudah dicabut.
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+
Telinga : Normotia +/+, nyeri tekan tragus dan anti tragus -/- , serumen -/-
Hidung : Deviasi septum -/-, sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, gigi karies (+)
Leher : Trakea terletak ditengah, KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid
Thoraks :
Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari medial linea midklavikula
sinistra
Perkusi : pinggang jantung ICS III linea parasternalis sinistra, batas
kanan ICS IV linea parasternalis dextra, batas kiri ICS V 2 jari
medial linea midklavikularis sinistra
Auskultasi : S1 dan S2 normal reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pemeriksaan Paru
Inspeksi : pergerakkan dada simetris pada statis dan dinamis
Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri sama
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : datar, tidak tampak buncit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba membesar
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Punggung : deformitas (-), gibus (-)
Pemeriksaan Ekstremitas
Atas : akral hangat + / +, edema - / -
Bawah : akral hangat + / +, edema - / -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai rujukan
Hb 14,3 13-17mg/dl
Eritrosit 4,7 4,5-5,5juta/mm3
Leukosit 6,2 4-10ribu/mm3
Trombosit 280 150-450ribu/mm3
Hematocrit 39,8 36,1-49,4%
LED 6 0-10mm/jam
MCV 88,2 80-95fl
MCH 28,2 27-31pg
MCHC 32 32-36g%
Basofil 0 0-1
Eusinofil 0 2-4
Staff 0 3-5
Segmen 77 50-70
Limfosit 17 25-40
Monosit 6 2-8
Resume
Pasien laki-laki usia 70 tahun datang ke IGD RSUD Kalideres dengan keluhan sakit
kepala sejak 1 minggu SMRS. Sakit kepala dirasakan memberat dua hari terakhir ini. Nyeri
kepala dirasakan seperti diikat pada kepala terutama bagian tengkuk. Tidak terasa berputar.
Tidak nyeri telinga Pasien merasakan mual tetapi tidak muntah. Tidak nyeri dada. Tidak sesak
napas. Sebelumnya sudah pernah seperti ini. Os memiliki riwayat hipertensi tidak terkontrol
selama 10 tahun dan biasa konsumsi obat amlodipin 10mg untuk hipertensinya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang ditemukan bermakna adalah TD 200/120mmHg.
Dari hasil pemeriksaan penunjang tidak tampak kelainan yang bermakna pada pemeriksaan
laboratorium darah. Dari hasil EKG didapatkan RBBB komplit. Dari masil pemeriksaan ro
thoraks didapatkan kesan cardiomegali.
Diagnosis
Krisis hipertensi
Penatalaksanaan
Captopril 25mg
Pasien mendapatkan terapi pulang berupa:
Captopril 3x25mg
Ranitidine 2x 150 mg
Ondansetron 3x 4 mg
Pasien disarankan untuk kontrol ke poli penyakit dalam
Prognosis
• Quo ad vitam : dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI
Krisis hipertensi disebut juga kegawatan hipertensi. Krisis hipertensi merupakan suatu
sindrom klinis dengan tanda khas berupa kenaikan tekanan darah sistolik dan diastolik secara
tiba-tiba dan progresif.(3).
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak (sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang memerlukan
penanggulangan segera.
1. Hipertensi emergensi (darurat), kenaikan TD mendadak yang disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut. Keterlambatan
pengobatan akan menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan
sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan
intensive care unit atau (ICU).
a. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD > 200/110 mmHg,
walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple drug) pada penderita dan
kepatuhan pasien.
b. Hipertensi akselerasi : TD meningkat (diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan
funduskopi KW III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna.
c. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130
mmHg dan kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intracranial, kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya pada penderita
dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder dan jarang terjadi pada penderita
yang sebelumnya mempunyai TD normal.
d. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan keluhan sakit
kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat menjadi reversible bila
TD diturunkan.(2)
Survei kesehatan nasional dalam berbagai negara sudah menunjukkan prevalensi yang
tinggi dari control hipertensi yang lemah. Studi ini melaporkan prevalensi hipertensi di
Canada 22%, dimana 16% terkendali; 26,3% di Mesir, dimana 8% terkendali; dan 13,6%
dinegeri China, dimana 3% terkendali. Hipertensi adalah sesuatu yang mewabah di seluruh
dunia; pada banyak dnegara-negara, 50% dari populasi berusia diatas 60 tahun mempunyai
hipertensi. Keseluruhan kira-kira 20% orang dewasa di dunia diperkirakan sudah mengalami
hipertensi. Dari 20 % prevalensi adalah hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Prevalensi secara dramatis meningkat pada pasien berusia diatas 60 tahun.(9,10)
Angka kejadian krisis HT menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara
maju berkisar 2 – 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan
yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun
belakangan ini karena kemajuan dalam pengobatan HT.(2) Krisis hipertensi mempengaruhi
lebih dari 500.000 orang Amerika setiap tahunnya. Walaupun insiden krisis hipertensi rendah,
mengenai kurang dari 1% pada orang dewasa yang menderita hipertensi, lebih dari 5 juta
orang Amerika menderita penyakit hipertensi.(7) Di Indonesia belum ada laporan tentang
angka kejadian ini.(2)
2.3 ETIOLOGI
Krisis hipertensi dapat terjadi pada penderita dengan hipertensi esensial maupun
hipertensi yang terakselerasi. Juga dapat terjadi pada penderita dengan tekanan darah normal
(normotensif). Krisis hipertensi pada penderita yang dulunya normotensif kemungkinan
karena glomerulonefritis akut, reaksi terhadap obat monoamin oksidase inhibitor (MAO),
feokromositoma atau toksemia gravidarum. Sedangkan pada penderita yang telah mengidap
hipertensi kronis, krisis hipertensi terjadi karena glomerulonefritis, pielonefritis, atau
penyakit vaskular kolagen, lebih sering pada hipertensi renovaskuler dengan kadar renin
tinggi.(3)
Krisis hipertensi dapat mengenai usia manapun, dapat mengenai neonatus dengan
hipoplasi arteri ginjal kongenital, anak-anak dengan glomerulonefritis akut, wanita hamil
dengan eklampsia, atau orang yang lebih tua dengan arterisklerotis stenosis pembuluh darah
ginjal.(4)
Etiologi terjadinya krisis hipertensi dapat dilihat pada tabel dibawah ini(5) :
Berikut ini beberapa penyakit yang dapat menyertai terjadinya krisis hipertensi :
o Aneurisma
o Eklampsia
2.4 PATOFISIOLOGI
Dengan kenaikan tekanan darah menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak dan iskemi, Meningginya permeabilitas kapiler akan
menyebabkan pecahnya dinding kapiler, edema di otak, petekhie, perdarahan dan mikro
infark.
Bila tekanan darah mencapai ambang penerima isyarat tertentu dapat mengakibatkan
transudasi, mikroinfark dan edema otak, ptekhie, hemorage, fibrinoid dari arteriole.
Overautoregulation
Spasme Arteriole Oedema Otak
Ptekies
CBF Hemorage
TD naik Hipertensi
mendadak Ensefalopati Mikro Infark
CBF
Nekrosis Vaskuler
Break Through
Autoregulation
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila
Mean Arterial Pressure (MAP) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita
hipertensi baru dengan MAP 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiperkapnia, autoregulasi
menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan sedikit saja dari
TD menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya edema otak. (2)
Derajat kenaikan tekanan darah pada kegawatan dan ada tidaknya penyakit pada end
organ sebelumnya sangat menentukan tanda dan keluhan yang ada pada krisis hipertensi. Bila
terdapat keluhan, manifestasinya biasa berupa ensefalopati hipertensi dengan keluhan sakit
kepala, perubahan mental dan gangguan neurologist, mual, muntah, gangguan kesadaran,
atau disertai dengan gejala kerusakan end organ seperti (nyeri dada, pemendekan nafas,
kecemasan, gangguan penglihatan, dll).(3,4,6)
Pada tingkat permulaan, manifestasi klinis krisis hipertensi dapat hilang seluruhnya
tanpa meninggalkan komplikasi yang menetap. Oleh karena itu diagnosa harus secepatnya
ditegakkan, agar tindakan pengobatan dilakukan dengan cepat dan tepat.(3)
2.6 DIAGNOSIS
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil terapi
tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan
yang menyeluruh walaupun dengan data-data yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa
suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesa
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting ditanyakan :
Riwayat hipertensi : lama dan beratnya
Obat antihipertensi yang digunakan dan kepatuhannya
Riwayat pemakaian obat-obatan yang dapat menaikkan tekanan darah seperti kokain,
phencyclidine (PCP), Lysergic Acid Diethylamide (LSD), amphetamin, atau obat-obat
simpatomimetic lainnya
Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun
Gejala sistem saraf (sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas)
Gejala sistem ginjal (gross hematuri, jumlah urin berkurang)
Gejala sistem kardiovaskuler (adanya payah jantung, kongestif dan oedema paru,
nyeri dada).
Riwayat penyakit : glomerulonefritis, pyelonefritis
Riwayat kehamilan : tanda eklampsia(2,3,4,6)
2. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik dengan melakukan pengukuran tekanan darah setelah beristirahat
pada posisi (baring dan berdiri) pada kedua tangan, mencari kerusakan organ sasaran
(retinopati, gangguan neurologi, payah jantung kongestif). Perlu dibedakan komplikasi krisis
hipertensi dengan kegawatan neurologi atau payah jantung, kongestif dan edema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lainnya.(2)
Dilakukan funduskopi untuk melihat : edema retina, perdarahan retina, eksudat pada
retina atau papil edema. Pemeriksaan kardiovaskuler dinilai apakah ada peningkatan tekanan
vena jugularis, bunyi jantung 3, diseksi aorta, defisit nadi. Pemeriksaan neurologi untuk
menilai tanda perubahan neurologis yang segera terjadi atau berkelanjutan. Tanda hipertensi
encephalopaty seperti disorientasi, penekanan gangguan kesadaran, defisit neurologis fokal
dan kejang fokal.(4,7)
3. Pemeriksaan Penunjang
o
Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : CT scan
o
Bila disangsikan feokromositoma : urine 24 jam untuk khatekolamin,
metamefrin, Venumandelic Acid (VMA)
o
Echocardiografi dua dimensi : membedakan gangguan fungsi diastolik dari
gangguan fungsi sistolik ketika tanda gagal jantung didapatkan.(2,4,5,6,7,8)
o
Hipertensi renovaskuler
o
Glomerulonefritis akut
o
Sindroma withdrawal anti hipertensi
o
Cedera kepala dan rudapaksa susunan syaraf pusat
o
Renin – secretin tumors
o
Pemakaian prekursor katekholamin pada pasien yang mendapat MAO Inhibitor
o
Penyakit parenkim ginjal
o
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, antidepresant trisiklik, MAO inhibitor,
simpatomimetik (pil diet, sejenis amphetamin), kortikosteroid, NSAID
o
Luka bakar
o
Progresif sistemik sklerosis, SLE(2)
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis hipertensi
seperti :
1 - Hipertensi berat
2 - Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan
3 - Ansietas dengan hipertensi labil
4 - Oedema paru dengan payah jantung kiri.(2)
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Menurunkan tekanan darah seoptimal mungkin, tetapi tidak mengganggu perfusi organ
sasaran.
4. Memantau dan mengontrol efek samping obat yang lain (hipokalemia dan sebagainya)
yang dapat menambah morbiditas dan mortalitas.(11)
Tekanan darah yang sedemikan tinggi pada krisis hipertensi haruslah segera
diturunkan karena penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat
maupun lambat. Tetapi dipihak lain penurunan yang terlalu agresif juga dapat menimbulkan
berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak, jantung dan ginjal.(2) Oleh
karena itu penurunan tekanan darah terutama pada hipertensi kronik, harus bertahap dan
memerlukan pendekatan individual.(11)
Sampai sejauh mana tekanan darah harus diturunkan, perlu diperhatikan berbagai
faktor antara lain; keadaan hipertensi sendiri (TD segera diturunkan atau bertahap,
pengamatan problem yang menyertai krisis hipertensi, perubahan aliran darah dan
autoregulasi tekanan darah pada organ vital serta pemilihan obat anti hipertensi yang efektif
untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.(2)
Selain itu keadaan klinis pasien juga harus diperhitungkan. Pada penderita dengan
aneurisma aorta desenden akut atau feokromasitoma dengan hipertensi akut, atau setelah
mendapat MAO inhibitor dan pernah mengalami krisis hipertensi, tekanan sistolik dapat
diturunkan menjadi 100-120 mmHg. Demikian juga bila fungsi ginjal normal dan tidak ada
riwayat CVD atau CAD, tekanan darah dapat diturunkan sampai normal. Namun demikian
pada penderita dengan penyakit pembuluh darah otak, penderita penyakit jantung koroner,
atau penderita yang telah mengalami trombosis serebri terutama 6 minggu terakhir, akan
berbahaya menurunkan tekanan darah ketingkat normal karena akan memperberat gangguan
koroner atau akan terjadi gangguan serebrovaskuler. Pada beberapa penderita tingkat
penurunan tekanan darah yang aman adalah sampai 160-180 mmHg sistolik dan 100-110
mmHg diastolik. Kecepatan penurun tekanan darah tergantung pada keadaan klinis penderita.
(3)
AUTOREGULASI
Bila TD turun, terjadi vasodilatasi, jika TD naik timbul vasokonstriksi. Pada individu
normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi Mean Arterial Pressure ( MAP ) 60 –
70 mmHg. Bila MAP turun dibawah batas autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan
oksigen lebih banyak dari darah untuk kompensasi dari aliran darah yang berkurang. Bila
mekanisme ini gagal, maka dapat terjadi iskemi otak dengan manifestasi klinik seperti mual,
menguap, pingsan dan sinkop.
Bila diagnosa hipertens emergensi telah ditegakkan, maka tekanan darah (TD) perlu
diturunkan secara bertahap. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
o Rawat ICU, pasang femoral intra arterial line dan pulmonary arterial kateter (bila ada
indikasi) untuk menentukan fungsi kardiopulmoner dan status volume intravaskuler.
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika hipertensi
emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita dirawat diruangan
intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti hipertensi intravena ( IV ).
2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan dosis
tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit, duration of
action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek samping : sakit
kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V bolus.
Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of action 4 – 12
jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5 menit
sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah,
distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1 jam,
i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 –
40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta Blocker
untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk mengurangi volume
intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem saraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + ), demam,
gangguan gastrointestinal, sindrom putus obat dll. Karena onset of actionnya bisa tak
terduga dan khasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan
dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi
dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma putus obat.
11. Nicardipine merupakan salah satu IV dari dihidropiridine kalsium antagonist dan
efektif pada hipertensi emergensi dengan persentase yang tinggi. Terutama sekali pada
infus dengan kecepatan tinggi. Kecepatan infus dapat ditingkatkan 2,5 mg/jam dengan
interval 15-20 menit sampai dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu 15mg/jam
atau sampai pengurangan tekanan darah yang diinginkan dicapai. Dosis nicardipine
tidak tergantung dengan berat badan. Nicardipine dapat mengurangi iskemia cerebral
dan serangan jantung, walaupun ada kalnya kita harus mengamati keluhan sakit
kepala, mual dan muntah.
12. Esmolol, merupakan penghambat beta adrenergic dengan waktu kerja singkat dan
diberikan secara intra vena. Onset efeknya dapat dilihat dalam 1 sampai 5 menit,
dengan kecepatan kehilangan efeknya dalam 15 sampai 30 menit setelah obat tidak
dilanjutkan. Esmolol dapat diberikan 500 g/kg secara injeksi bolus. Yang bisa
diulangi setelah 5 menit. Sebagai alternatif dapat diberikan dalam infus 50-100
g/kg/menit dan bisa ditingkatkan 300 g/kg/menit jika diperlukan. Efek yang tidak
disukai adalah dapat meningkatkan hambatan pada jantung, gagal jantung kongestif
dan spasme bronchus.(2,3,5,7)
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat oral yang
cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah lebih aman. Dengan
Sodium nitrotprusside, Nitroglycerine, Trimethaphan, TD dapat diturunkan baik secara
perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara mengatur tetesan infus. Bila terjadi
penurunan TD berlebihan, infus dihentikan dan TD dapat naik kembali dalam beberapa
menit.
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun yang
dihindari adalah sebagai berikut(2, 4, 6) :
Dari berbagai sediaan obat anti hipertensi parenteral yang tersedia, Sodium
nitroprusside merupakan drug of choice pada kebanyakan hipertensi emergensi. Karena
pemakaian obat ini haruslah dengan cara tetesan intravena dan harus dengan monitoring
ketat, penderita harus dirawat di ICU karena dapat menimbulkan hipotensi berat.
Alternatif obat lain yang cukup efektif adalah labetalol, diazoxide yang dapat
diberikan bolus intravena. Phentolamine, nitroglycerine, hidralazine diindikasikanpada
kondisi tertentu. Nicardipine−suatu calsium channel antagonist merupakan obat baru yang
diberikan secara intravena, telah diteliti untuk kasus hipertensi emergensi (dalam jumlah
kecil) dan tampaknya memberikan harapan yang baik.(2)
Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah sakit.
Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD diukur kembali
dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat dimulai pengobatan.
Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam menggulangi hipertensi urgensi ini
dan hasilnya cukup memuaskan.
1. Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit).Buccal (onset 5 –10
menit),oral (onset 15-20 menit),duration 5 – 15 menit secara sublingual/buccal). Efek
samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
3. Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30
menit sesuai kebutuhan. Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal
akut pada penderita bilateral renal arteri sinosis.
4. Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila perlu.
Efek samping : first dosyncope, hipotensi orthostatik, palpitasi, takhikardi dan sakit
kepala.
Dikenal adanya “first dose” effek dari Prozosin. Dilaporkan bahwa reaksi
hipotensi akibat pemberian oral Nifedifine dapat menyebabkan timbulnya infark miokard
dan stroke.(2,6)
2.9 KOMPLIKASI
2.10 PROGNOSIS
Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita hanyalah
20% dalam 1 tahun.Kematian disebabkan oleh uremia (19%), payah jantung kongestif (13%),
cerebro vascular accident (20%), payah jantung kongestif disertai uremia (48%), infark
miocard (1%), diseksi aorta (1%).
Pada tahun 1939, survival dalam 1 tahun berkisar 21 % dan survival 5 tahun kurang
dari 1%. Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun
berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan diantara
retionopati KWIII dan IV. Serum creatine merupakan prognostik marker yang paling baik dan
dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan creatinite <300 umol/l
memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita yang mempunyai fungsi ginjal
yang jelek yaitu 9 %.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan peningkatan tekanan darah yan mendadak (sistol
≥180 mmHg dan/atau diastol ≥ 120mmHg), pada penderita hipertensi, yang memerlukan
penanggulangan segera.
2. Hipertensi emergensi perlu dibedakan dengan hipertensi urgensi agar dapat memilih
pengobatan yang memadai bagi penderita.
Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan, lama kerja
dari obat dan efek samping obat.
Autoregulasi dan perfusi dari organ vital bila tekanan darah diturunkan
6. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena TD dapat diatur
sesuai keinginan, sedangkan dengan obat oral TD kurang dapat dikontrol.
8. Nifedipin, clonidine merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi urgensi.
DAFTAR PUSTAKA
2. 2014 Evidence Based Guidelines For The Management of High Blood Pressure in
Adults. Report From The Panel Members Appointed to The Eighth Joint National
Comitte (JNC 8). JAMA 2013, 10:284-427.
3. Majid, Abdul. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. Medan: Bagian
Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2004.
4. Idris, Idris, M.Kasim. Krisis Hipertensi dalam Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Penerbit
FKUI. 1999.
7. Lanthier, Luc, Daniel Pilon. Recognizing Hipertensive Crisis. Canada: The Canadian
Journal of CME. 2002.
http://www.clevelandclinicmeded.com/diseasemanagement/nephrology/crises/crises.h
tm, 2006.
9. Branch, WT, Wayle Alexander, et al. Cardiology In Primary Care, Singapore: The Mc
Graw – Hill Companies.2000.
13. Mayza, Adre, dkk. Ringkasan Eksekutif Krisis Hipertensi. Jakarta: Perhimpunan
Hipertensi Indonesia (InaSH). 2007