Anda di halaman 1dari 29

PENYAKIT ANTRAKS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Antraks merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini
pernah menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di
Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979,
epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun
itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66
kematian manusia akibat antraks pulmonal (Sjahrurachman, 2007).
Penyakit zoonosis ini, hampir semua negara Afrika dan Asia, beberapa
negara di Eropa (Inggris, Jerman dan Italia), beberapa negara bagian Amerika
Serikat (South Dakota, Nebraska, Louisiana, Arkansas, Texas, Misissipi dan
California) dan beberapa daerah di Australia (Victoria dan New South Wales)
(Adji dan Natalia, 2006).
Anthraks adalah penyakit menular yang biasanya bersifat akut atau perakut
pada berbagai jenis ternak (pemamah biak, kuda, babi dan sebagainya), yang
disertai dengan demam tinggi dan disebabkan oleh Bacillus anthracis.
Biasanya ditandai dengan perubahan-perubahan jaringan bersifat septisemia,
timbulnya infiltrasi serohemoragi pada jaringan subkutan dan subserosa,
disertai dengan pembengkakan akut limpa. Berbagai jenis hewan liar (rusa,
kelinci, babi hutan dan sebagainya) dapat pula terserang.
Penyakit ini tergolong penyakit kuno, sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus anthracis
dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada tahun 1857
Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara menginokulasikan
darah dari hewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada tahun 1877 Robert
Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium. Penyakit anthrax juga
semakin dibicarakan dan dianggap penting karena selain berpengaruh terhadap
kesehatan manusia maupun ternak, juga berdampak negatif terhadap
perekonomian serta perdangangan khususnya ternak secara nasional maupun

KELOMPOK 2 (KELAS E) 1
PENYAKIT ANTRAKS

internasional. Selain itu ternyata penyakit anthrax berpengaruh terhadap Sosio-


politik dan keamanan suatu negara karena endospora bakteri ini berpotensi
untuk dipergunakan sebagai senjata biologis. Beberapa daerah di Indonesia
sampai merupakan daerah endemis anthrax diantaranya di wilayah Jawa Barat,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Penyakit Antraks merupakan zoonosis yang penting di Indonesia. Antraks
dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia. Hewan herbivora sangat
rentan terhadap antraks, sedangkan karnivora, burung dan reptil lebih tahan
terhadap penyakit ini. Infeksi biasanya akut pada ternak yang mengakibatkan
kematian dalam waktu satu sampai tiga hari (Parker et al. 2002).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyebutkan selama
periode tahun 2002 hingga tahun 2007 kasus penyakit antraks pada manusia di
Indonesia mencapai 348 orang dengan kematian mencapai 25 orang, kasus
tersebut terjadi di 5 provinsi yang termasuk sebagai daerah endemis antraks di
Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu
wilayah di Indonesia yang setelah tahun 2000 selalu terjadi kasus antraks pada
manusia. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2007) melaporkan selama
periode tahun 2001 hingga tahun 2007 di Kabupaten Bogor pada manusia telah
terjadi 97 kasus penyakit antraks dengan kematian mencapai 8 orang (Basri
dan Kiptiyah, 2010).
Kejadian antraks di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1884 di
Teluk Betung Lampung. Kasus antraks di Provinsi Nusa Tenggara Barat
(NTB) terjadi pada tahun 1975 (Ditjennak 2001). Pulau Sumbawa adalah satu
dari dua pulau utama di Provinsi NTB yang memiliki potensi peternakan yang
cukup besar. Sistem peternakan umumnya dengan melepas ternaknya di lading
pengembalaan. Potensi padang pengembalaan ternak di P. Sumbawa tersebar di
hampir semua kecamatan dengan luas 68.544,65 hektar (ha) terdiri dari potensi
riil seluas 59.957,45 ha dan rencana perluasan 8.587,20 ha serta potensi kebun
untuk penanaman hijauan makanan ternak (HMT) seluas 17.813,25 ha
(Anonim 2009). Tantangan dalam peningkatan produksi peternakan di Pulau

KELOMPOK 2 (KELAS E) 2
PENYAKIT ANTRAKS

Sumbawa salah satunya adalah adanya kejadian antraks hampir selalu terjadi
setiap tahunnya. Jika padang pengembalaan atau lingkungan budidaya ternak
yang tercemar spora Bacillus anthracis dan tidak ditangani secara baik akan
mengakibatkan penyakit bersifat endemik pada wilayah tersebut (Ditjennak
2001). Daerah yang sudah terjangkit antraks maka akan sulit untuk dibebaskan.
Kerugian ekonomi yang ditimbulkan akibat penyakit antraks cukup tinggi
walaupun angka yang pasti belum diketahui. Kerugian meliputi biaya
vaksinasi, biaya pengobatan apabila terjadi kasus penyakit, kematian ternak,
penurunan produktivitas (tenaga kerja, daging dan susu), penurunan reproduksi
dan kerugian lain adalah rasa cemas di masyarakat karena penyakit antraks
bersifat zoonosis. Menurut data Disnak Prov. NTB (2008), realisasi vaksinasi,
populasi ternak (sapi dan kerbau) dan kematian ternak di P. Sumbawa antara
tahun 2005-2007sebagai berikut : tahun 2005 realisasi vaksinasi 146.786
dosis, populasi ternak 336.328 dan kematian ternak 14 ekor; tahun 2006
realisasi vaksinasi 278.452 dosis, populasi ternak 355.270 dan kematian ternak
28 ekor; dan tahun 2007 realisasi vaksinasi 298.375 dosis, populasi ternak
377.662 dan kematian ternak 12 ekor. Vaksinasi tersebut masing-masing hanya
mencakup 22%, 39% dan 39% dari populasi ternak sapi dan kerbau. Vaksinasi
pada kambing cakupannya sangat rendah dikarenakan pada kambing masih
terjadi anafilaktik shock setelah vaksinasi.
Sampai saat ini penyakit antraks masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat dan sering muncul dalam bentuk Kejadian Luar Biasa (KLB). Di
Indonesia kejadian antraks sering dilaporkan dibeberapa tempat seperti di
Propinsi Nusa Tenggara Timur antraks terjadi pada tahun 1984, 1953 dan tahun
1957 di pulau Flores, tahun 1980 di pulau Timor dan pada tahun 1980 wabah
antraks menyerang hewan dan manusia di kabupaten Sumba Timur.' Pada
tahun 2007 terjadi KLB antraks di kecamatan Kodi Kabupaten Sumba Barat
Daya dengan total kasus 18 orang dan yang meninggal dunia sebanyak 5 orang,
penyakit ini muncul ketika masyarakat memotong dan mengkonsumsi daging
ternak yang mati secara mendadak.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 3
PENYAKIT ANTRAKS

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana sejarah penyakit antraks?
2. Apa definisi penyakit antraks?
3. Bagaimana etiologi penyakit antraks?
4. Bagaimana patofisiologi penyakit antraks?
5. Bagaimana epidemiologi penyakit antraks?
6. Bagaimana gejala klinis penyakit antraks?
7. Bagaimana perilaku sehat sakit pada ternak?
8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan penyakit antraks?
9. Bagaimana pemeliharaan kandang sapi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui sejarah penyakit antraks.
2. Untuk mengetahui definisi penyakit antraks.
3. Untuk mengetahui etiologi penyakit antraks.
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit antraks.
5. Untuk mengetahui epidemiologi penyakit antraks.
6. Untuk mengetahui gejala klinis penyakit antraks.
7. Untuk mengetahui perilaku sehat sakit pada ternak.
8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan penyakit antraks.
9. Untuk mengetahui pemeliharaan kandang sapi.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 4
PENYAKIT ANTRAKS

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Penyakit Antraks


Penyakit antraks paling sering terjadi pada binatang herbivora akibat
tertelan spora dari tanah. Spora dapat bertahan hidup dalam jangka waktu yang
lama di dalam tanah. Burung gagak dikatakan dapat berperan dalam
penyebaran mikroorganisme ini. Kejadian luar biasa epizootik pada herbivora
pernah terjadi pada tahun 1945 di Iran yang mengakibatkan 1 juta domba mati.
Program vaksinasi pada binatang secara dramatis menurunkan mortalitas pada
binatang piaraan. Walaupun demikian spora antraks tetap ada dalam tanah pada
beberapa belahan dunia. Pada manusia terdapat tiga tipe antraks yaitu: antraks
kulit, antraks inhalasi, dan antraks gastrointestinal. Antraks inhalasi secara
alamiah sangat jarang terjadi.
Penyakit ini tergolong penyakit kuno, sejak tahun 1850 Davaine dan Rayer
serta Pollander pada tahun 1855 telah menemukan bakteri Bacillus anthracis
dari jaringan hewan yang mati akibat penyakit anthrax. Pada tahun 1857
Brauell telah dapat memindahkan bakteri ini dengan cara menginokulasikan
darah dari hewan yang terinfeksi pada percobaan. Pada tahun 1877 Robert
Koch berhasil mengisolasi bakteri ini di laboratorium. Penyakit anthrax juga
semakin dibicarakan dan dianggap penting karena selain berpengaruh terhadap
kesehatan manusia maupun ternak, juga berdampak negatif terhadap
perekonomian serta perdangangan khususnya ternak secara nasional maupun
internasional. Selain itu ternyata penyakit anthrax berpengaruh terhadap Sosio-
politik dan keamanan suatu negara karena endospora bakteri ini berpotensi
untuk dipergunakan sebagai senjata biologis. Beberapa daerah di Indonesia
sampai merupakan daerah endemis anthrax diantaranya di wilayah Jawa Barat,
Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Di Amerika Serikat dilaporkan 18 kasus antraks inhalasi dari tahun 1900-
1976. Hampir semua kasus terjadi pada pekerja yang mempunyai risiko tertular
antraks, seperti tempat pemintalan bulu kambing atau wool atau penyamakan

KELOMPOK 2 (KELAS E) 5
PENYAKIT ANTRAKS

kulit. Tidak ada kasus antraks inhalasi di AS sejak tahun 1976. Secara alamiah
antraks kulit merupakan bentuk yang paling sering terjadi dan diperkirakan
terdapat 2000 kasus pertahunnya di seluruh dunia. Pada umumnya penyakit
timbul setelah seseorang terpajan dengan hewan yang terinfeksi antraks. Di AS
dilaporkan 224 kasus antraks kulit dari tahun 1944-1994. Centers for diseases
Control and Prevention (CDC) melaporkan kejadian antraks kulit dari tahun
1984-1993 hanya tiga orang, dan satu kasus dilaporkan terjadi pada tahun
2000.
Kejadian luar biasa terjadi di Zimbabwe pada tahun 1978-1980 yang
mengakibatkan 10.000 orang terjangkit antraks kulit terutama pada pekerja
perkebunan. Kejadian itu terjadi akibat perang yang menyebabkan terhentinya
program vaksinasi, kerusakan infrastruktur medis dan veteriner. Walaupun
jarang terjadi, di Afrika dan Asia ledakan kasus antraks gastrointestinal masih
sering dilaporkan.
Kejadian luar biasa 24 kasus antraks gastrointestinal terjadi di Thailand
pada tahun 1982. Kejadian itu terjadi akibat konsumsi daging kerbau yang
terkontaminasi dan proses pemasakan yang tidak sempurna. Kejadian epidemi
antraks pada manusia berhubungan langsung dengan epizootik pada ternak.

B. Definisi Penyakit Antraks


Anthraks adalah penyakit menular yang biasanya bersifat akut atau perakut
pada berbagai jenis ternak (pemamah biak, kuda, babi dan sebagainya), yang
disertai dengan demam tinggi dan disebabkan oleh Bacillus anthracis.
Biasanya ditandai dengan perubahan-perubahan jaringan bersifat septisemia,
timbulnya infiltrasi serohemoragi pada jaringan subkutan dan subserosa,
disertai dengan pembengkakan akut limpa. Berbagai jenis hewan liar (rusa,
kelinci, babi hutan dan sebagainya) dapat pula terserang. Di Indonesia
Anthraks menyebabkan banyak kematian pada ternak, kehilangan tenaga kerja
di sawah dan tenaga tarik, serta kehilangan daging dan kulit karena ternak tidak
boleh dipotong. Kerugian ditaksir sebesar dua milyar rupiah pertahun (1980).

KELOMPOK 2 (KELAS E) 6
PENYAKIT ANTRAKS

Anthrax adalah penyakit infeksi gawat yang disebabkan oleh bakteri yang
bernama bacillus anthracis. Antraks paling sering menyerang herbivora-
herbivora liar dan yang telah dijinakkan, namun juga dapat menjangkiti
manusia karena terekspos hewan-hewan yang telah dijangkiti, jaringan hewan
yang tertular, atau tehirup spora antraks. Pada umumnya, penyakit anthrax
yang berakibat fatal itu terjadi apabila orang menghirup bakteri anthrax dalam
kadar yang tinggi saat bakteri berubah menjadi spora. Spora bakteri antrax ini
bisa disebar-luaskan oleh angin karena ukurannya yang sangat kecil.
Spora yang terhirup kemudian masuk ke paru-paru dan kembali berkembang
menjadi bakteri anthrax ganas yang mengakibatkan pendarahan dan rusaknya
paru-paru, sehingga korbannya akan meninggal dalam waktu kira-kira satu
minggu.
Anthrax sebetulnya bukan penyakit baru dan sudah diketahui sejak lama
oleh para peternak sapi, kambing dan biri-biri. Khususnya di mana ternak
potong itu tidak di vaksinasi, seperti di dunia berkembang. Para pekerja
peternakan biasanya terkena penyakit anthrax kulit karena bersentuhan dengan
dari hewan-hewan yang sakit. Kata para pakar 95 persen kasus anthrax yang
diketahui adalah anthrax yang menyerang kulit, dan mudah diobati. Selain
penyakit anthrax yang disebabkan oleh spora yang masuk ke tubuh manusia
lewat saluran pernapasan, anthrax juga bisa ditularkan lewat daging yang
tercemar dan tidak dimasak dengan sempurna. Kata para pakar kesehatan,
spora anthrax baru bisa menimbulkan bencana kalau masuk ke dalam tubuh
manusia dalam jumlah cukup banyak, yaitu antara 2,500 sampai 50,000 butir
spora yang kecil.
Kalau orang terhirup spora anthrax dalam jumlah cukup banyak, orang itu
akan sakit seperti orang yang terkena demam influenza. Otot-otot sakit,
kemudian demam, yang dilanjutkan dengan kesulitan bernapas dan akhirnya
orang yang bersangkutan akan mati. Karena itulah bakteri anthrax dalam
bentuk spora itu dianggap sebagai bencana potensial kalau digunakan sebagai
senjata pemusnah massal.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 7
PENYAKIT ANTRAKS

C. Etiologi Penyakit Antraks

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : B. anthracis
Penyebab anthraks adalah Bacillus anthracis. Bacillus anthracis
berbentuk batang lurus, dengan ujung-ujung siku-siku. Dalam biakan
membentuk rantai panjang. Dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai
panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2-6
organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berselubung (berkapsul), kadang-
kadang satu selubung melingkupi beberapa organisme. Selubung tersebut
tampak jelas batas-batasnya dan dengan pewarnaan biasa tidak berwarna atau
berwarna lebih pucat dari tubuhnya. Basil anthraks bersifat aerob, membentuk
spora yang letaknya sentral bila cukup oksigen. Oleh karena tidak cukup
terdapat oksigen, spora tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau
didalam bangkai yang tidak dibuka (diseksi), baik dalam darah maupun dalam
jeroan. Kuman bersifat Gram-positif, dan mudah diwarnai dengan zat-zat
warna biasa.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 8
PENYAKIT ANTRAKS

Pada media agar, kuman anthraks membentuk koloni yang suram, tepinya
tidak teratur, yang pada pembesaran lemah menyerupai jalinan rambut
bergelombang, yang sering kali disebut caput medusae. Pada media cair mula-
mula terjadi pertumbuhan di permukaan, yang kemudian turun ke dasar tabung
sebagai jonjot kapas, cairannya tetap jernih.
Spora tahan terhadap kekeringan untuk jangka waktu yang lama, bahkan
dalam tanah dengan kondisi tertentu dapat tahan sampai berpuluh-puluh tahun.
Lain halnya dengan bentuk vegatif B.anthracis mudah mati oleh suhu
pasteurisasi, desinfektan atau oleh proses pembusukan. Pemusnahan spora
B.anthracis dapat dicapai antara lain dengan : uap basah bersuhu 90° selama 45
menit, air mendidih atau uap basah bersuhu 100°C selama 10 menit, dan panas
kering pada suhu 120°C selama satu jam. Meskipun anthrak tersebar di seluruh
dunia namun pada umumnya penyakit terdapat terbatas pada beberapa wilayah
saja. Biasanya penyakit timbul secara enzootik pada saat tertentu saja
sepanjang tahun.

D. Patogenesis Penyakit Antraks


Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan
saluran cerna. Adapun pada manusia, masuknya spora lewat kulit yang luka
(antraks kulit), membran mukosa (antraks gastrointestinal), atau lewat inhalasi
ke paru-paru (antraks pernafasan). Spora tumbuh pada jaringan tempat
masuknya mengakibatkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil menyebar
melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke
jaringan, terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian (Pohan, 2005).
Virulensi B.anthracis tergantung pada 3 eksotoksin (plasmid px01), yaitu
protektif antiagen (PA), edema factor (EF), dan lethal factor (LF), dan juga
yang disebut sebagai anthiphagocytic polydiglumatic acid capsule (px020.
Strain yang hanya mempunyai salah satu saja dari kedua plasmid px01 dan
px02 bersifat tidak virulen.PA mempunyai efek mengikat reseptor permukaan,
sehingga bisa digunakan oleh EF dan LF untuk masuk ke sitoplasma (Anonim
A, 2009).

KELOMPOK 2 (KELAS E) 9
PENYAKIT ANTRAKS

Kombinasi PA dan EF akan menyebabkan edema lokal dan manghambat


fungsi PMN, sedangakn kombinasi PA dan LF akan menyebabkan syok dan
kematian yang cepat dan bersifat akut. Spora dari Bacillus anthracis masuk ke
dalam tubuh penderitanya melalui 3 cara, yaitu :
1. Cutaneus antrax
Spora akan masuk melalui kulit yang luka, di jaringan akan berubah
bentuk menjadi vegetative, bermultiplikasi dan mengeluarkan eksotoksin
dan material kapsul antifagositik (px02). Akan terjadi oedema dan nekrosis
jaringan. Selanjutnya bakteri akan difagosit oleh makrofag dan menyebar
ke kelenjar getah bening setempat, dimana toksin akan meyebabkan
perdarahan, oedema, dan nekrosis (limfadenitis), lalu masuk ke dalam
peredaran darah dan mampu menyebabkan pneumonia, meningitis dan
sepasis (Anonim A, 2009).
2. Inhalation anthrax
Umumnya hal ini jarang terjadi, apabila melalui tahap ini spora akan
terhirup saat inhalasi dimana spora akan sampai di alveoli, difagosit oleh
makrofag dan selanjutnya akan dibawa ke kelenjar limfe mediastinum, lalu
akan berkembang biak dan akan terjadi pembentukan toksin sehingga akan
terjadi limfadenitis dan mediatinitis yang hemoragis. Kapiler paru juga
bisa terkena dan akanmneyebabkan gagal nafas karena thrombosis, bisa
juga terjadi efusi pleura. Pneumonia merupakan infeksi sekunder oleh basil
anthraks, meningitis hemoragis bisa terjadi karena keadaan ini (Anonim A,
2009).
3. Intestinal anthraks
Spora masuk ke dalam mulut setelah hewan memakan rumput yang
mana di situ telah terkontaminasi. Pada oropharyngeal bisa terjadi
pembengkakan pharynx, dan bisa menyebabkan obstruksi trakea atau
limfadenopati servikal dengan oedema. Sedangkan pada intestinal anthraks
terjadi oedema, nekrosis, dan perdarahan mukosa usus besar dan usus
kecil, acites hemoraghi, dan sepsis (Anonim A, 2009).

KELOMPOK 2 (KELAS E) 10
PENYAKIT ANTRAKS

E. Epidemiologi Antraks
1. Spesies Rentan atau Populasi Rentan
Menurut penelitian, kerentanan hewan terhadap antraks dapat dibagi
dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
a. Hewan-hewan pemamah biak, terutama sapi dan domba, kemudian
kuda, rusa, kerbau dan pemamah biak liar lain, juga marmut dan mencit
(mouse) sangat rentan.
b. Babi tidak begitu rentan.
c. Anjing, kucing, tikus (rat) dan sebagian besar bangsa burung, relatif
tidak rentan tetapi dapat diinfeksi secara buatan.
d. Hewan-hewan berdarah dingin sama sekali tidak rentan (not affected).

Anthrax terutama menyerang hewan ternak sapi,kambing, domba /


biri-biri, kuda. Endospora dari Bacillus anthracis yang mencemari tanah
kemungkinan akan menempel pada rerumputan atau tanaman lainnya dan
termakan oleh ternak. Manusia umumnya terinfeksi oleh endospora bakteri
ini melalui lesi di kulit, inhalasi atau per oral. Menghirup spora dari hewan
yang sakit, spora antraks yang ada di tanah/rumput dan lingkungan yang
tercemar spora antraks maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang
sakit, seperti kulit, daging, tulang, dan darah. Mengkonsumsi daging hewan
yang sakit/mati dan produknya karena antraks dan Pernah dilaporkan
melalui gigitan serangga Afrika yang telah memakan bangkai hewan yang
tertular kuman Antraks, serta Penularan dari manusia ke manusia jarang
terjadi.

2. Pengaruh Lingkungan
Anthraks banyak terdapat di daerah-daerah pertanian, daerah tertentu
yang basah dan lembab, dan juga daerah banjir. Di daerah-daerah tersebut
anthraks timbul secara enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang
berbeda-beda. Daerah yang terserang anthraks biasanya memiliki tanah
berkapur dan kaya akan bahan-bahan organik.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 11
PENYAKIT ANTRAKS

Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus
dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Wabah anthraks pada
umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis
yang rnenjadi daerah inkubator kuman tersebut. Di daerah-daerah tersebut
spora tumbuh rnenjadi bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi
perturnbuhannya.

3. Sifat Penyakit
Enzootik hampir setiap tahun dengan derajat yang berbeda-beda di
daerah-daerah tertentu. Derajat sakit (morbidity rate) tiap 100.000 populasi
hewan dalam ancaman, tiap propinsi dalam tahun 1975 menunjukan derajat
yang paling tinggi di Jambi (530 tiap 100.000) dan terendah di Jawa Barat
(0,1 tiap 100.000). Dari laporan itupun dapat diketahui bahwa 5 (lima)
daerah mempunyai derajat sakit lebih rendah dari 5 tiap 100.000 populasi
dalam ancaman dan hanya Jambi yang mempunyai angka ekstrim.

4. Mekanisme Penularan

Pada hakekatnya anthraks adalah "penyakit tanah", yang berarti bahwa


penyebabnya terdapat didalam tanah, kemudian bersama makanan atau

KELOMPOK 2 (KELAS E) 12
PENYAKIT ANTRAKS

minuman masuk ke dalam tubuh hewan. Pada manusia infeksi dapat terjadi
lewat kulit, mulut atau pernafasan. Anthraks tidak lazim ditularkan dari
hewan yang satu kepada yang lain secara langsung.
Anthraks tidak lazim ditularkan dari hewan yang satu kepada yang
lain secara langsung. Wabah anthraks pada umumnya ada hubungannya
dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis yang menjadi daerah
inkubator kuman tersebut. Di daerah-daerah tersebut spora tumbuh menjadi
bentuk vegetatif bila keadaan lingkungan serasi bagi pertumbuhannya,
yaitu tersedianya makanan, suhu dan kelembaban tanah, serta dapat
mengatasi persaingan biologik. Bila keadaan lingkungan tetap
menguntungkan, kuman akan berkembang biak dan membentuk spora lebih
banyak.
Basil anthraks berkerumunan di dalam jaringan-jaringan hewan
penderita, yang dikeluarkan melalui sekresi dan ekskresi menjelang
kematiannya. Bila penderita anthraks mati kemudian diseksi atau termakan
burung-burung atau hewan pemakan bangkai, maka spora dengan cepat
akan terbentuk dan mencemari tanah sekitarnya. Bila terjadi demikian
maka menjadi sulit untuk memusnahkannya. Hal tersebut menjadi lebih
sulit lagi, bila spora yang terbentuk itu tersebar oleh angin, air, pengolahan
tanah, rumput makanan ternak dan sebagainya.
Di daerah iklim panas lalat pengisap darah antara lain jenis Tabanus
dapat bertindak sebagai pemindah penyakit. Masa tunas anthraks berkisar
antar 1-3 hari, kadang-kadang ada yang sampai 14 hari. Infeksi alami
terjadi melalui :
a. Saluran pencernaan
b. Saluran pernafasan dan
c. Permukaan kulit yang terluka.

Infeksi melalui saluran pencernaan lazim ditemui pada hewan-hewan


dengan tertelannya spora, meskipun demikian cara infeksi yang lainpun
dapat saja terjadi. Pada manusia, biasanya infeksi berasal dari hewan

KELOMPOK 2 (KELAS E) 13
PENYAKIT ANTRAKS

melalui permukaan kulit yang terluka, terutama pada manusia-manusia


yang banyak berhubungan dengan hewan. Infeksi melalui pernafasan
mungkin terjadi pada pekerja-pekerja penyortir bulu domba (wool-sorter's
disease), sedangkan infeksi melalui saluran pencernaan terjadi pada
manusia-manusia yang makan daging asal hewan penderita anthraks.

Pintu masuknya penyakit antraks pada hewan, umumnya bisa melalui


saluran pencernaan hewan, kontak kulit dan terhirup masuk melalui
saluran pernapasan. Sedangkan pada manusia, selain bisa menular melalul
kontak atau mengonsumsi daging hewan ternak yang terkena antraks,
penularan antarmanusia bisa terjadi melalui udara yang tercemar spora
antraks dan masuk ke paru-paru manusia.

Dengan kata lain, bakteri Bacillus anthracis akan bersifat


menghancurkan sel-sel darah, baik pada hewan maupun manusia. Apabila
gejala klinis sudah timbul, biasanya dilkuti dengan kematian, baik pada
hewan maupun manusia .Untuk itu, orang yang mengonsumsi daging
hewan terkena antraks akan sangat membahayakan.Apalagi kondisi daging
hewan tersebut tidak kita masak teriebih dahulu secara sempurna.

Selain itu, Bacillus anthracis juga membentuk spora sebagai bentuk


resting cells. Pembentukan spora akan terjadi apabila nutrisi esensial yang
diperlukan tidak memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan, prosesnya
disebut sporulasi.Spora berbentuk elips atau oval, letaknya sentral dengan
diameter tidak lebih dari diameter bakteri itu sendiri. Spora Bacillus
anthracis ini tidak terbentuk pada jaringan atau darah binatang yang hidup,
spora tersebut tumbuh dengan baik di tanah maupun pada jaringan hewan
yang mati karena antraks.

Di sinilah keistimewaan bakteri ini, apabila keadaan lingkungan


sekitar menjadi baik kembali atau nutrisi esensial telah terpenuhi, spora
akan berubah kembali menjadi bentuk bakteri. Sporaispora ini dapat terus
bertahan hidup selama puluhan tahun dikarenakan sulit dirusak atau mati

KELOMPOK 2 (KELAS E) 14
PENYAKIT ANTRAKS

oleh pemanasan atau bahan kimia tertentu, sehingga bakteri tersebut


bersifat dormant, hidup tapi tak berkembang biak.

5. Distribusi Penyakit
Di Indonesia berita tentang suatu penyakit yang sangat menyerupai
anthraks pada kerbau di daerah Teluk betung dimuat dalam "Javasche
Courant" tahun 1884. Kemudian berita yang lebih jelas tentang
berjangkitnya Anthraks di beberapa daerah di Indonesia di beritakan oleh
"Kolonial Verslag" antara tahun 1885 dan 1886. Kemudian antara tahun
1899 dan 1900 sampai 1914, tahun 1927 sampai 1928, tahun 1930 tercatat
kejadian-kejadian anthraks di berbagai tempat di Jawa dan di luar Jawa.
Insidensi kasus di Indonesia menurut Bulletin Veteriner tahun 1975 di
Jabar, Sultra, NTT dan NTB; tahun 1996 di Jambi, Sultra, Sulsel, NTB,
NTT dan Jabar; 1977 di NTB ;1981 di DKI. Jakarta, Jabar, NTT dan NTB;
1982 di NTB, Jatim dan Sulsel; 1983 di DKI Jakarta, NTB, NTT dan
Sulsel; 1986 di NTB, Jabar dan Sumbar, 1988 -1993 di NTB;1991 di
Jogya, Bali dan NTB dan 1992 -1994 di NTB.
Kasus anthrak di Jawa Tengah tahun 1990 tercatat 97 kasus pada
manusia di kabupaten marang dan Bojolali, sedang di Jawa Barat pada
tahun 1975 -1974 tercatat 36 kasus di kabupaten Kawarang, 30 kasus di
kabupaten Purwakarta, di kabupaten Bekasi 22 kasus pada tahun 1983 dan
25 kasus pada tahun 1985.
Laporan kasus anthraks pada Januari tahun 2000 yang diduga telah
terjadi tiga bulan sebelumnya, menyatakan kasus terjadi pada penduduk
desa Ciparungsari kecamatan Cempaka, kabupaten Purwakarta, Jabar yang
menjarah burung unta. (Struthio Camelus) milik P.T. Cisada Kema Suri
yang dimusnahkan karena tertular penyakit anthraks.
Laporan kasus anthraks terakhir terjadi pada tahun 2012 di Kabupaten
Boyolali dan Kabupaten Sragen (Jawa Tengah), Kabupaten Maros dan
Kabupaten Takalar (Sulawesi Selatan), yang menyerang sapi potong dan
sapi perah milik peternak.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 15
PENYAKIT ANTRAKS

6. Faktor Predisposisi
Anthraks merupakan penyakit yang menyerang pada hewan menyusui.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya anthrak antara lain adalah hewan
dalam kondisi kedinginan, kekurangan makanan, dan juga keletihan dapat
mempermudah timbulnya penyakit. Hal ini terjadi terutama pada hewan-
hewan yang mengandung spora yang bersifat laten.

F. Gejala Klinis
1. Gejala Klinis pada Hewan
a. Antraks bentuk akut
Pada sapi, kuda dan domba. Gejala-gejala penyakitnya mula-mula
demam, penderita gelisah, depresi, susah bernafas, detak jantung
frekuen dan lemah, kejang, dan kemudian penderita segara mati.
Selama sakit berlangsung, demamnya dapat mencapai 41,50C, ruminasi
berhenti, produksi susu berkurang, pada ternak yang sedang bunting
mungkin terjadi keguguran. Dari lubang-lubang alami mungkin terjadi
eksreta berdarah. Gejala anthraks poda kuda dapat berupa demam,
kedinginan, kolik yang berat, tidak ada nafsu makan, depresi hebat,
otot-otot lemah, diare berdarah, bengkak di daerah leher, dada, perut
bagian bawah, dan di bagian kelamin luar. Kematian pada kuda
biasanya terjadi sehari atau lebih lama bila dibandingkan dengan
anthraks pada ruminansia.

b. Antraks bentuk kronis


Biasanya terdapat pada babi, tetapi kadang-kadang terdapat juga
pada sapi, kuda dan anjing dengan lesi lokal yang terbatas pada lidah
dan tenggorokan. Pada satu kelompok babi yang mendapat infeksi,
beberapa babi diantaranya mungkin mati karena antraks akut tanpa
menunjukan gejala penyakit sebelum nya. Beberapa babi yang lain
menunjukan pembengkakan yang cepat pada tenggorokan, yang pada
beberapa kasus menyebabkan kematian karena lemas. Kebanyakan babi

KELOMPOK 2 (KELAS E) 16
PENYAKIT ANTRAKS

dalam kelompok itu mati karena anthraks kronis yang ringan, yang
berangsur-angsur akan sembuh. Bila babi tersebut disembelih, pada
kelanjar limfa servikal dan tonsil terdapat infeksi anthraks.
c. Pada kuda
Anthraks menyebabkan kolik, mungkin karena torsi intestinal atau
invaginasi, dengan tidak disertai akumulasi feses dan gas. Sering juga
disertai busung di daerah leher, dada, bahu, dan faring. Busung tersebut
berbeda dengan pembengkakan yang disebabkan oleh purpura
hemoragika, karena pembengkakannya cepat, ada rasa nyeri, ada
demam tinggi dan perbedaan lokalisasinya. Gejala gelisah jarang terjadi
tetapi selalu mengalami sesak nafas dan kebiruan. Penyakit tersebut
biasanya berakhir 8-36 jam, atau kadang-kadang sampai 3-8 hari.
d. Pada sapi
Gejala-gejala permulaan kurang jelas kecuali demam tinggi sampai
420C. Biasanya sapi-sapi tersebut terus digembalakan atau dikerjakan.
Dalam keadaan seperti itu sapi dapat mendadak mati di kandang, di
padang gembalaan atau saat sedang dikerjakan. Penyakit ini ditandai
dengan gelisah waktu sedang mengunyah, menanduk benba-benda
keras di sekitarnya, kemudian dapat diikuti dengan gejala-gejala
penyakit umum seperti hewan menjadi lemah, panas tubuh tidak
merata, paha gemetar, rasa nyeri meliputi pinggang, perut atau seluruh
tubuh. Nafsu makan hilang sama sekali, sekresi susu menurun atau
terhenti, tidak ada ruminasi, dan perut nampak agak kembung. Pada
puncak penyakit darah keluar melalui dubur, mulut, lubang hidung, dan
urinnya bercampur darah. Pada beberapa kasus terdapat bungkul-
bungkul keras berisi cairan jernih atau nanah, pada mukosa mulut
terdapat bercak-bercak, lidah bengkak dan kebiruan, serta nampak lidah
keluar dari mulut. Kadang-kadang terdapat anthraks pharyngeal primer.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 17
PENYAKIT ANTRAKS

e. Pada domba dan kambing


Biasanya bentuk perakut dengan perubahanperubahan apopleksi
serebral, hewan-hewan yang terserang tiba-tiba pusing, nampak
berputar-putar, gigi gemeretak dan mati hanya beberapa menit setelah
darah keluar dari lubang-lubang alami tubuh. Pada kasus yang kurang
cepat, penyakit tersebut hanya berlangsung beberapa jam, dengan
tanda-tanda seperti gelisah, berputar-putar, respirasi berat dan cepat,
jantung berdebar-berdebar, feses dan urinnya berdarah, ludah keluar
dari mulut dan terjadi konvulsi. Busung dan enteritis jarang ditemukan.
f. Pada babi
Gejala penyakitnya berupa demam dan pharyngitis dengan
kebengkakan pada daerah subparotidea dan larynx yang berlangsung
dengan cepat (anthraks angina). Pembengkakan tersebut dapat meluas
dari leher sampai ke dahi muka dan dada, menyebabkan kesulitan
makan dan bernafas. Selaput lendir kebiruan, pada kulit terdapat noda-
noda merah, mencret, disfagia muntah dan sesak nafas menyebabkan
hewan mati lemas. Pada kasus tanpa pembengkakan leher, gejala
penyakitnya mungkin hanya berupa lemah, tidak ada nafsu makan dan
menyendiri. Pada antraks lokal atau kronis hewan sering nampak
normal.
g. Pada anjing dan pemakan daging (carnivora) lainnya
Gejala penyakitnya berupa gastroenteritis dan faryngitis, tetapi
kadang-kadang hanya demam. Setelah makan daging yang mengandung
kuman anthraks, bibir dan lidah menjadi bengkak, atau timbul bungkul-

KELOMPOK 2 (KELAS E) 18
PENYAKIT ANTRAKS

bungkul pada rahang atas. Kadang-kadang dapat terjadi infeksi umum


melalui erosi pada mukosa kerongkongan.

2. Gejala Klinis pada Manusia


a. Antraks Inhalasi
Secara klasik gejala klinis antraks inhalasi bersifat bifasik. Pada
fase awal, 1-6 hari setelah masa inkubasi timbul gejala yang tidak khas
berupa demam ringan, malaise, batuk nonproduktif, nyeri dada atau
perut, dan biasanya tanpa disertai kelainan fisik, penyakit akan masuk
ke dalam fase kedua. Pada fase tersebut secara mendadak timbul
demam, sesak napas akut, diaforesis, dan sianosis. Akibat pembesaran
kelenjar getah bening, pelebaran mediastinum, dan edema subkutan di
dada dan leher yang dapat menimbulkan obstruksi trakea maka stridor
dapat terjadi.
b. Antraks Kulit
Gejalanya berupa benjolan yang awalnya kecil dan kemudian
membesar. Benjolan ini bisa sangat gatal. Masa inkubasinya (masa
yang dibutuhkan dari sejak masuk hingga menjadi penyakit) adalah
sekitar 5 -7 hari. Lalu, benjolan menjadi terisi cairan dengan diameter
1-3 cm. Lama-kelamaan, benjolan berair ini akan membentuk luka
seperti lecet dengan bagian pinggiran yang kemerah-merahan. Di hari
ke-7 hingga ke-10 terjadi pembengkakan kelenjar getah bening; sakit
kepala; dan demam.
c. Antraks Gastrointestinal
Gejala klinis berupa demam, nyeri abdomen difus, konstipasi, atau
diare. Oleh karena ulserasi yang terjadi maka buang air besar atau
muntah menjadi kehitaman atau kemerahan. Dapat terjadi asites yang
jernih sampai purulen (bila dilakukan kultur sering ditemukan koloni B.
Anthracis). Kematian terjadi akibat perdarahan, gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, perforasi, syok, atau toksemia. Bila

KELOMPOK 2 (KELAS E) 19
PENYAKIT ANTRAKS

penderita dapat bertahan hidup maka sebagian besar gejala akan hilang
dalam 10-14 hari.

G. Perilaku Sehat Sakit Pada Ternak


Kesehatan ternak adalah suatu keadaan atau kondisi dimana tubuh hewan
dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang dikandungnya secara
fisiologis berfungsi normal. Salah satu bagian yang paling penting dalam
penanganan kesehatan ternak adalah melakukan pengamatan terhadap ternak
yang sakit melalui pemeriksaan ternak yang diduga sakit. Pemeriksaan ternak
yang diduga sakit adalah suatu proses untuk menentukan dan mengamati
perubahan yang terjadi pada ternak melalui tanda-tanda atau gejala-gejala yang
nampak sehingga dapat diambil suatu kesimpulan dan suatu penyakit dapat
diketahui penyebabnya.

Ciri visual ternak sehat dibandingkan dengan ternak sakit

No Kategori Sehat Sakit

1 Pergerakan Aktif dan lincah kurang aktif dan lincah

2 Mata Jernih Pucat dan sayu

3 Bulu Halus dan bersih Kasar, berdiri dan


kusam

4 Nafsu makan Normal Berkurang

5 Lendir lubang Tidak ada Ada


alami

6 Suara napas Halus, teratur dan Ngorok, tidak teratur


tidak tersengal-sengal dan tersengal-sengal

KELOMPOK 2 (KELAS E) 20
PENYAKIT ANTRAKS

H. Pencegahan dan Pengendalian Antraks


1. Pencegahan
Pencegahan dapat di lakukan dengan cara cucilah tangan sebelum
makan, hindari kontak dengan hewan atau manusia yang sudah terjangkit
anthrax, belilah daging dari rumah potong hewan yang resmi, masaklah
daging dengan sempurna, hindari menyentuh cairan dari luka anthrax,
melaporkan secepat mungkin bila ada masyarakat yang terjangkit anthrax.
Bagi peternak atau pemilik hewan ternak, upayakan untuk menvaksinka
hewan ternaknya. Dengan Pemberian SC ,untuk hewan besar 1 ml dan
untuk hewan kecil 0,5 ml.Vaksin ini memiliki daya pengebalannya tinggi
berlangsung selama satu tahun.
Vaksinasi merupakan salah satu cara yang dipergunakan untuk
pencegahan penyakit Anthrax. Vaksin pertama kali dibuat oleh PASTEUR
(1879). Pasteur menemukan bahwa inkubasi bakteri pada suhu 420C akan
menyebabkan penurunan sifat virulensi bakteri ini. Vaksin ini tidak
digunakan lagi setelah ditemukan vaksin spora (“spore live vaccine”) oleh
karena dapat disimpan lebih lama. Vaksin spora ini berasal dari varian yang
tidak berkapsel dan tidak virulen (LAY, 1988). Penambahan saponin dalam
vaksin akan menghambat penyebaran yang cepat dari spora ke dalam
jaringan sehingga akan dihasilkan efek adjuvan (vaksin carbozoo).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam vaksinasi Anthrax
antara lain:
a. Penyimpanan vaksin tidak boleh di frezzer tetapi di refrigeratornya.
b. Hewan-hewan yang sedang dalam pengobatan antibiotika tidak
diijinkan untuk divaksin Anthrax misalnya sapi perah dalam
pengobatan karena mastitis.
c. Hewan yang akan dipotong dalam waktu minimal 6 minggu
sebelumnya tidak boleh divaksin
Perlakuan terhadap hewan yang dinyatakan berpenyakit anthraks
dilarang keras untuk dipotong. Bagi daerah bebas anthraks, tindakan
pencegahan di dasarkan pada pengaturan yang ketat terhadap pemasukan

KELOMPOK 2 (KELAS E) 21
PENYAKIT ANTRAKS

hewan kedaerah tersebut. Anthraks pada hewan ternak dapat dicegah


dengan vaksinasi. Vaksinasi dilakukan pada semua hewan ternak di daerah
enzootik anthraks setiap tahun sekali, disertai cara-cara pengawasan dan
pengendalian yang ketat.

2. Pengendalian
Disamping pencegahan, perlu cara-cara pengendalian khusus untuk
penahan penyakit dan mencegah perluasannya.Tindakan-tindakan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Hewan-hewan yang menderita anthraks harus diasingkan sedemikian
rupa sehingga tidak dapat kontak dengan hewan-hewan lain.
2. Pengasingan tersebut sedapat mungkin dikandang atau ditempat dimana
hewan tersebut didapati sakit. Didekat tempat itu digali lubang sedalam
2 -2,5 meter, untuk menampung sisa makanan dan feses dari kandang
hewan yang sakit.
3. Setelah penderita mati, sembuh atau setelah lubang itu terisi sampai 60
cm, lubang itu di penuhi dengan tanah yang segar.
4. Dilarang menyembelih hewan-hewan yang tersangka dalam waktu 14
hari tidak ada yang sakit, hewan-hewan tersebut dibebaskan kembali.
5. Hewan-hewan tersangka tidak boleh meninggalkan halaman dimana ia
berdiam sedangkan hewan-hewan yang lain tidak boleh dibawa
ketempat itu.
6. Jika diantara hewan-hewan yang tersangka tersebut timbul gejala-gejala
penyakit, maka hewan-hewan yang sakit tersebut diasingkan menurut
cara seperti ditentukan dalam a.
7. Jika diantara hewan-hewan yang tersangka dalam waktu 14 hari tidak
ada yang sakit, hewan-hewan tersebut dibebaskan kembali.
8. Di pintu-pintu yang menuju halaman, dimana hewan-hewan yang sakit
atau tersangka sakit diasingkan dipasang papan bertuliskan "Penyakit
Hewan Menular Anthraks" disertai nama penyakit yang dimengerti
didaerah itu.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 22
PENYAKIT ANTRAKS

9. Bangkai hewan yang mati karena anthraks harus segera dibinasakan


dengan dibakar habis atau dikubur dalam-dalam.
10. Setelah penderita mati atau sembuh, kandang dan semua perlengkapan
yang tercemar harus dihapus hamakan.
11. Kandang dari bambu atau alang-alang dan semua alat-alat yang tidak
dapat diidentifikasi, harus dibakar.
12. Dalam satu daerah, penyakit dianggap telah berlalu setelah lewat masa
14 hari sejak matinya atau sembuhnya penderita terakhir.
13. Untuk mencegah perluasan penyakit melalui serangga, dipakai obat-
obat pembunuh serangga.
14. Hewan yang mati karena anthraks dicegah agar tidak dimakan oleh
hewan pemakan bangkai.
15. Tindakan sanitasi umum terhadap manusia yang kontak dengan hewan
penderita penyakit dan untuk mencegah perluasan penyakit.

I. Pemeliharaan Kandang Sapi


1. Pemilihan lokasi Kandang
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang
letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk, tetapi mudah dijangkau
oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak
minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran
kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat
dilakukan secara berkelompok di tengah sawah ataupun ladang.
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda maupun tunggal, tergantung
dari jumlah sapi yang dimiliki.
a. Kandang tunggal
Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu
baris atau satu jajaran.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 23
PENYAKIT ANTRAKS

b. Kandang ganda
Pada kandang tipe ganda, penempatan dilakukan pada dua jajaran
yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua
jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya


berben¬tuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit.
Namun apabila kegiatan penggemukan ditujukan untuk komersial,ukuran
kandang harus lebih besar dan luas, agar dapat menampung sapi dalam
jumlah yang lebih banyak.Lantai kandang yang digunakan harus dijaga
kebersihannya agar terhindar dari berbagai macam penyakit. Lantai
kandang terbuat dari tanah padat atau semen, sehingga memudahkan
dalam pembersihan. Lantai tanah dilapisi dengan jerami kering sebagai
alas kandang yang hangat. Seluruh bagian kandang dan segala peralatan
yang pernah dipakai harus dicuci hamakan terlebih dahulu dengan
desinfektan, seperti creolin, lysol dan bahan-ba¬han lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk satu ekor sapi jantan dewasa yaitu
1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan muntuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2
m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5
m dari tanah. Tem¬peratur disekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33
derajat C dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan di
dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
2. Kontruksi Dan Letak Kandang
Kontruksi dan letak kandang sapi seperti rumah dari kayu, Atap
kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai
kandang di buat padat, Lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya, Dan
agak miring kearah selokan di luar kandang. Yang bermaksut adalah, Agar
air tidak tamapak, Termasuk kencing.
1. Sapi mudah mengalir keluar lantai kandang tetap kering.
2. Bahan kontruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 24
PENYAKIT ANTRAKS

3. Dari kayu yang kuat, Dan kandang sapi tidak boleh tertutup rapat,
Tetapi Agak.
4. Terbuka agar sirkulasi udara di dalam kandang lancar.
5. Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air munim
yang bersih.
6. Air minum di berikan secara ad libitum, Yang artinya harus tersedia,
dan tidak boleh kehabisan setiap saat.
7. Kandang harus terpisah dari rumah tempat tinggal dengan jarak
minimal 10 meter.
8. Sinar matahari harus dapat menembus peralatan kandang, pembuatan
kandang sapi dapat di lakukan secara berkelompok di tengah sawah
atau ladang.
3. Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya di perhitungkan terlebih dahulu
jumlah sapi yang akan di pelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi
jantan dewasa adalah : (1,5 x 2 m) Sedangkan untuk seekor sapi betina
dewasa adalah 1,8 x 2 m) dan untuk seeokor anak sapi cukup (1,5 x 1 m).
4. Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan
minum, yang sebaiknya di buat di luar kandang, Tetapi masih di bawah
atap. Tempat pakan di buat agak lebih tinggi agar pakan yang di berikan
tidak di Injak-injak/Tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya di
buat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada
permukaan lantai.
Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur di
dalamnya. Dan perlengkapan lain yang perlu di sediakan adalah : Sapu,
Sikat, Sekop, Sabit, Dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan
tersebut adalah untuk membersihkan kandang, Agar sapi terhindar dari
gangguan penyakit sekaligus bisa di pakai untuk memandikan sapi.
5. Penyediaan Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :

KELOMPOK 2 (KELAS E) 25
PENYAKIT ANTRAKS

a) Sistem penggembalaan (pasture fattening)


b) Kereman (dry lot fattening)
c) Kombinasi cara pertama dan kedua
Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat. Hijauan yang
berupa je¬rami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah,
rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah
pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi
dewasa umumnya diberikan seba¬nyak 10% dari bobot badan (BB) dan
pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan
sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang
berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan
(legum). Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu,
gaplek dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa
garam dapur, kapur, dll. Pemberiaan pakan konsentrat sebaiknya diberikan
pada pagi dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.
Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat
badan per hari. Pemeliharaan utama adalah pemberian makanan yang
berkualitas dan cukup, serta menjaga kebersihan kandang secara teratur dan
kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman harus
dikombinasikan dengan penggembalaan. Di awal musim kemarau, setiap
hari sapi digembalakan. Di mu¬sim hujan sapi dikandangkan dan pakan
diberikan menurut jatah.
Makanan sangat mempengaruhi terhadap produksi susu sapi perah.
Bila maka¬nan itu berkualitas dan diberikan secara teratur maka produksi
susu pun akan ter¬jamin kualitasnya dan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh peternak.
6. Perawatan ternak dan pemeliharaan kandang
a. Perawatan ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan
setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 26
PENYAKIT ANTRAKS

Kandang harus diber¬sihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan


pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk.
Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lan¬tainya diberi tilam sebagai
alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan
hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).
Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi
pedet ditim¬bang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang
setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang
sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan
taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan
dan tinggi pundak.
b. Pemeliharaan kandang
Pada pemeliharaan secara intensif, sapi-sapi dikandangkan
sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan
secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang
dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam
naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%)
dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan.
Bibit yang sakit segera diobati dan bibit yang menjelang beranak
dikering kan-dangkan selama 1-2 bulan.
Kotoran sapi perah juga sangat bermanfaat, karena kotoran tersebut
dapat digu-nakan sebagai pupuk kandang. Kotoran tersebut ditimbun
ditempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan
berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang
sapi tidak boleh tertutup rapat (agak ter¬buka) agar sirkulasi udara
didalamnya berjalan dengan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan
dan minum sebaiknya dibuat diluar kandang tetapi masih di bawah
atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang dibuat
tidak diinjak-injak atau tercampur den¬gan kotoran. Tempat air minum
sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi

KELOMPOK 2 (KELAS E) 27
PENYAKIT ANTRAKS

daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan


sapi.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 28
PENYAKIT ANTRAKS

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu antraks
merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal. Penyakit ini pernah
menjadi epidemi: misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan
dikenal sebagai black bane disease. Anthraks adalah penyakit menular yang
biasanya bersifat akut atau perakut pada berbagai jenis ternak (pemamah
biak, kuda, babi dan sebagainya), yang disertai dengan demam tinggi dan
disebabkan oleh Bacillus anthracis. Gejala klinis pada hewan dan manusia
pada umumnya diawali dengan suhu badan yang naik. Vaksinasi merupakan
salah satu cara yang dipergunakan untuk pencegahan penyakit Anthrax.

B. Saran
Adapun saran dari penulis yaitu agar selalu menjaga kebersihan diri dan
lingkungan, melakukan pencegahan-pencegahan penyakit antraks, serta jika
sudah terkena antraks segera periksakan pada dokter.

KELOMPOK 2 (KELAS E) 29

Anda mungkin juga menyukai