Anda di halaman 1dari 82

PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN


KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

RANI KURNILA
A24052666

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
RINGKASAN

RANI KURNILA. Pengendalian Mutu Produksi Benih Kelapa Sawit


(Elaeis guineensis Jacquin) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat,
Sumatera Utara. (Dibimbing oleh MARYATI SARI dan ENY WIDAJATI).
Kegiatan magang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari – 12 Juni 2009
di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat, Sumatera Utara. Kegiatan
magang ini secara umum bertujuan untuk (1) melatih kemampuan teknis dan
manajemen mahasiswa untuk bekerja secara profesional di bidang produksi benih
kelapa sawit dan mengetahui cara memproduksi benih kelapa sawit, (2)
meningkatkan kemampuan softskill mahasiswa untuk mempersiapkan diri
memasuki dunia kerja. Tujuan khusus kegiatan magang adalah mempelajari
pengendalian mutu produksi benih kelapa sawit, terutama (1) pengaruh kriteria
dan panjang kecambah terhadap vigor bibit dan (2) pengaruh umur tanaman induk
terhadap produksi dan mutu benih.
Metode magang yang digunakan selama mengikuti kegiatan magang di
PPKS adalah metode umum dan metode khusus. Metode umum adalah : (1)
bekerja secara aktif di Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman (SUS-BHT), (2)
mengumpulkan data sekunder yang berguna untuk penulisan skripsi meliputi
lokasi, letak geografis kebun, keadaan iklim, luas kebun, luas areal, organisasi
serta manajemen kebun produksi benih, dan (3) wawancara dengan berbagai
sumber di Pusat Penelitian Kelapa Sawit untuk mendapatkan informasi yang
diperlukan. Sedangkan metode khusus adalah melakukan dua evaluasi berkaitan
dengan mutu benih yaitu : (1) evaluasi “Pengaruh Kriteria dan Panjang
Kecambah terhadap Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery”. Peubah yang diamati
adalah persentase hidup bibit, tinggi bibit, jumlah daun dan diameter batang. (2)
evaluasi “Pengaruh Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan Mutu Benih
yang Dihasilkan”. Peubah yang diamati adalah bobot tandan, jumlah calon benih
dan jumlah benih baik. Hasil evaluasi pengaruh kriteria dan panjang kecambah
terhadap pertumbuhan bibit di pre nursery menunjukkan bahwa panjang
kecambah berpengaruh nyata terhadap persentase hidup dan pertumbuhan bibit.
Kecambah yang sudah dapat dibedakan plumula dan radikula memiliki
persentase hidup dan pertumbuhan bibit di pembibitan lebih baik dibandingkan
kecambah yang belum dapat dibedakan plumula dan radikulanya. Kecambah yang
belum dapat dibedakan plumula dan radikulanya belum siap untuk ditanam di
pembibitan.
Pengaruh umur tanaman terhadap produksi dan mutu benih yang
dihasilkan menunjukkan terdapat kecenderungan peningkatan bobot tandan
seiring dengan pertambahan umur tanaman. Jumlah calon benih dan jumlah benih
baik yang dihasilkan meningkat sampai tanaman berumur 16 tahun.
PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN
KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA

Skripsi sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RANI KURNILA
A24052666

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Judul : PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI BENIH KELAPA
SAWIT (Elaeis guineensis Jacquin) DI PUSAT PENELITIAN
KELAPA SAWIT MARIHAT, SUMATERA UTARA
Nama : RANI KURNILA
NRP : A24052666

Menyetujui
Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Maryati Sari, SP. MSi Dr. Ir. Eny Widajati, MS


NIP : 19700918 200003 2001 NIP : 19610106 198503 2002

Mengetahui
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr


NIP : 19611101 198703 1003

Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Jati, Propinsi Sumatera Barat pada tanggal


24 Juni 1987. Penulis merupakan anak pertama dari Bapak Afdal dan Ibu Amna
Yuliati.
Tahun 1999 penulis lulus dari SD N 19 Koto Kecil, kemudian pada tahun
2002 penulis menyelesaikan studi di SMP N 4 Ampang Gadang, Kecamatan
Guguk, Kabupaten Lima puluh Kota, Sumatera Barat. Selanjutnya penulis lulus
dari SMA N 1 Suliki pada tahun 2005.
Tahun 2005 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan
Seleksi Masuk IPB). Selanjutnya pada tahun 2006 penulis diterima sebagai
mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis mengikuti kepanitian pada organisasi
kampus seperti panitia FESTA 2007, U- CUP 2007 dan Bina Generasi Agronomi
dan Hortikultura angkatan 43. Selain itu penulis juga aktif pada Organisasi
Mahasiswa Daerah (OMDA) yaitu IKMP (Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa
Payakumbuh) yang ada di Bogor.
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Pengendalian Mutu Produksi
Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacquin) di Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Marihat, Sumatera Utara”. Sholawat beserta salam tak lupa juga penulis
sampaikan kepada tauladan umat, Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Skripsi ini ditulis berdasarkan kegiatan magang di Satuan Usaha Strategis
Bahan Tanaman (SUS-BHT) Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Marihat yang
penulis laksanakan selama empat bulan. Kegiatan ini merupakan bagian dari
tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana pada Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.
Dengan selesainya penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Ayahanda Afdal dan Ibunda Amna Yuliati yang telah memberikan dorongan
yang tulus baik moril maupun materil selama penulis menempuh kegiatan
perkuliahan di IPB.
2. Maryati Sari, SP. MSi dan Dr. Ir. Eny Widajati, MS sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing penulis dalam
pelaksanaan magang dan penulisan skripsi.
3. Dr. Ir. Sudradjat, MS dan Dr. Ir Munif Ghulamahdi, MS sebagai dosen
pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh
kegiatan perkuliahan di IPB.
4. Dr. Ir. Suwarto, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dan
memberi masukan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Dr. Ir. A. Razak Purba selaku Kepala Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman
(SUS-BHT) PPKS yang telah memberikan izin kepada penulis melaksanakan
magang di PPKS Marihat.
6. Ir. Edy Suprianto, MSc yang telah membimbing penulis selama melaksanakan
magang di PPKS Marihat.
7. Nanang Supena SP, dan Yabani, SP yang telah banyak membimbing dan
menyediakan pustaka kepada penulis selama penulis melaksanakan magang di
PPKS Marihat.
8. Seluruf staf dan karyawan PPKS yang telah banyak membantu penulis selama
melaksanakan magang di PPKS.
9. Bapak Ruslan dan Ibu Nuria Sumanti sebagai bapak dan ibu mess dua yang
telah menjaga penulis selama penulis melaksanakan magang di PPKS Marihat.
10. Weri Candra Kartika, Amd atas doa, perhatian, dukungan kepada penulis
selama penulis menempuh kuliah dan menyelesaikan skripsi.
11. Seluruh dosen, staf dan pegawai Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB
yang telah memberikan pendidikan dan pelayanan terbaik kepada penulis
selama menempuh perkuliahan.
12. Teman-teman Agronomi dan Hortikultura angkatan 42 sebagai teman sekelas
dan seperjuangan atas dukungan, bantuan dan kebersamaan selama kuliah.
13. Adikku Rizki Kurniawan dan seluruh keluarga besar atas dukungan dan doa
yang telah diberikan kepada penulis.
14. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama kuliah dan penyelesaian
skripsi ini.
Pada akhirnya harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, November 2009

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii


DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ x
PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Magang ....................................................................................... 3
Tujuan Umum ..................................................................................... 3
Tujuan Khusus .................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4
Asal Usul dan Penyebaran Kelapa Sawit .............................................. 4
Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit ........................................................ 4
Morfologi dan Fisiologi Kelapa Sawit .................................................... 5
Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ................................................................. 7
Jenis Tanaman Kelapa Sawit .................................................................. 8
Pemuliaan Kelapa Sawit.......................................................................... 9
Benih Tanaman Kelapa Sawit ................................................................. 12
Proses Produksi Benih Kelapa Sawit ...................................................... 12
Dormansi dan Pengecambahan Benih Kelapa Sawit .............................. 13
Pengolahan Benih ................................................................................... 14
METODE MAGANG .................................................................................. 15
Waktu dan Tempat ................................................................................. 15
Metode Pelaksanaan ................................................................................ 15
Metode Umum .................................................................................... 15
Metode Khusus ................................................................................... 15
Pengamatan dan Pengumpulan Data ....................................................... 17
Analisis Data dan Informasi ................................................................... 18
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ................................................ 19
Sejarah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat ..................................... 19
Visi dan Misi .......................................................................................... 20
Visi ..................................................................................................... 20
Misi .................................................................................................... 21
Struktur Organisasi ................................................................................. 21
Lokasi dan Letak Geografis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat...... 23
Sarana Penelitian dan Sumber Daya Manusia......................................... 23
Kebun Produksi ..................................................................................... 23
Produk dan Pelayanan PPKS ................................................................. 24
Posisi PPKS pada Perdagangan Benih Kelapa Sawit di Indonesia ....... 26
Pengendalian Mutu Produksi Benih Kelapa Sawit ................................ 28
Mutu Genetik ..................................................................................... 29
Mutu Fisik dan Fisiologis ................................................................... 30
Seleksi Kecambah Siap Salur ............................................................ 33
Pengemasan, Pengiriman dan Penyaluran Kecambah ....................... 34
HASIL PELAKSANAAN MAGANG ....................................................... 35
Pengolahan Tandan Benih untuk Analisis Tandan ............................... 35
Karakter Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit ............................................. 36
Pembungkusan, Penyerbukan Bunga, Pemanenan dan
Pengangkutan Tandan Benih .................................................................. 37
Pembungkusan dan Pemanenan Bunga Jantan........................................ 39
Pengujian Viabilitas Tepung Sari ............................................................ 40
Seleksi Benih .......................................................................................... 42
Penganginan Benih .................................................................................. 44
Seleksi dan Perhitungan Kecambah Siap Salur....................................... 45
Pengemasan Kecambah Siap Salur ........................................................ 46
Perhitungan Jumlah Kecambah pada Ruang Stock Opname .................. 47
Evaluasi Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap
Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery .......................................................... 48
Evaluasi Pengaruh Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan
Mutu Benih yang Dihasilkan................................................................... 53
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 56
Kesimpulan.............................................................................................. 56
Saran ........................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 57
LAMPIRAN ................................................................................................. 59
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman

1. Kebun Produksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat. ................... 24


2. Viabilitas Beberapa Tepung Sari ....................................................... 42
3. Persentase Jumlah Benih Total, Benih Baik dan Benih Afkir ............ 43
4. Jumlah Kecambah pada Ruang Stock Opname tanggal
7 Mei 2009 .......................................................................................... 48
5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap
Peubah yang Diamati pada 5 hingga 12 MST ................................... 49
6. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Persentase
Hidup Bibit pada 5 hingga 12 MST .................................................... 50
7. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Tinggi Bibit
pada 5 hingga 12 MST ........................................................................ 50
8. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Jumlah Daun
Bibit pada 5 hingga 12 MST ............................................................... 51
9. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Diameter
Batang Bibit pada 5 hingga 12 MST .................................................. 52
10. Potensi Produksi Kelapa Sawit ........................................................... 54
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Skema Reciprocal Recurrent Selection (RRS) .................................. 11


2. Perlakuan Kecambah untuk Evaluasi ................................................. 16
3. Struktur Organisasi PPKS .................................................................. 22
4. Produksi Kecambah Produsen Benih Kelapa Sawit di Indonesia ....... 26
5. Konsumen Pusat Penelitian Kelapa Sawit .......................................... 27
6. Penjualan Bahan Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Berdasarkan Varietas yang Dihasilkan ............................................... 28
7. Struktur Benih Kelapa Sawit ............................................................. 31
8. Ruang Perkecambahan ....................................................................... 32
9. Kecambah Kelapa Sawit .................................................................... 33
10. Pengemasan Kecambah Siap Salur ..................................................... 34
11. Box Plastik .......................................................................................... 34
12. Pengamatan Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit .................................. 37
13. Pembungkusan Bunga Betina ............................................................ 38
14. Bunga Betina Antesis ........................................................................ 39
15. Benih Afkir ........................................................................................ 43
16. Penganginan Benih ............................................................................ 44
17. Perbandingan Kecambah Normal, Kecambah Abnormal,
Kecambah Tumbuh Panjang, Benih Tidak Tumbuh dan PTM
dengan Menggunakan Tray dan Kantong Plastik sebagai
Wadah Pengecambahan ...................................................................... 45
18. Pengemasan Kecambah Siap Salur .................................................... 46
19. Hubungan Umur Tanaman Induk dengan Bobot Tandan
Tanaman ............................................................................................. 53
20. Hubungan Umur Tanaman Induk dengan JCB dan JBB .................... 54
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Magang Penulis ............................................................ 60


2. Data Klimatologi Kebun Pembibitan Pusat Penelitian
Kelapa Sawit Marihat ......................................................................... 64
3. Produksi Kecambah Produsen Benih Kelapa Sawit di Indonesia ...... 64
4. Data Produksi Kecambah Pusat Penelitian Kelapa Sawit ................. 64
5. Penjualan Kecambah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2008
Berdasarkan Pengguna/Konsumen ..................................................... 65
6. Penjualan Kecambah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2008
Berdasarkan Varietas .......................................................................... 66
7. Sidik Ragam Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap
Persentase Hidup pada 5 hingga 12 MST ........................................... 67
8. Sidik Ragam Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap
Tinggi Bibit pada 5 hingga 12 MST ................................................... 68
9. Sidik Ragam Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap
Jumlah Daun pada 5 hingga 12 MST.................................................. 69
10. Sidik Ragam Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap
Diameter Batang pada 5 hingga 12 MST............................................ 70
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacquin) merupakan penyumbang devisa


negara yang cukup penting. Volume ekspor minyak kelapa sawit pada tahun 2007
mengalami peningkatan yaitu menjadi 5 701 300 ton dengan nilai ekspor sebesar
US$ 1 062 215 dibandingkan dengan tahun 2003 sebesar 2 892 100 ton dengan
nilai ekspor US$ 1 062 215 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009). Tingginya
peranan kelapa sawit dalam perekonomian Indonesia telah mendorong pemerintah
dan pihak swasta berlomba-lomba untuk berperan dalam pengembangan kelapa
sawit. Hal ini ditunjukkan dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa
sawit di Indonesia. Data Departemen Pertanian (2008) menunjukkan terjadi
peningkatan luas areal penanaman kelapa sawit selama 28 tahun dari 290 000 ha
pada tahun 1980 menjadi 6 611 000 ha pada tahun 2008. Menurut Setyamidjaja
(2006) kelapa sawit merupakan komoditas perdagangan yang sangat menjanjikan,
karena beberapa tahun yang akan datang selain digunakan untuk minyak goreng,
mentega, sabun dan kosmetika minyak sawit juga dapat dijadikan sebagai
substitusi bahan bakar minyak.
Salah satu cara untuk menjamin pengembangan kelapa sawit di Indonesia
adalah menjamin ketersediaan benih unggul dan bermutu. Data Direktorat
Jenderal Perkebunan (2008a) menunjukkan prakiraan ketersediaan benih dalam
negeri pada tahun 2009 – 2010 adalah ± 160 juta benih, sedangkan permintaan
terhadap benih kelapa sawit dalam negeri adalah ± 230 juta benih. Oleh karena
itu masih terdapat kekurangan benih kelapa sawit sekitar ± 70 – 80 juta benih.
Pemerintah telah menetapkan Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) sebagai
salah satu produsen sekaligus penyalur resmi benih kelapa sawit untuk membantu
dan memenuhi kebutuhan benih kelapa sawit dalam negeri. Penetapan Pusat
Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri
Pertanian RI No. KB – 320/261/KPTS/5/1984. Penetapan PPKS sebagai salah
satu produsen benih kelapa sawit di Indonesia mendorong dan mengharuskan
PPKS meningkatkan kapasitas produksi benihnya sehingga kekurangan benih
kelapa sawit di dalam negeri dapat diatasi.
Salah satu faktor penentu keberhasilan produksi bahan tanaman unggul
kelapa sawit adalah pengendalian mutu pada setiap proses produksi. Pengendalian
mutu dalam kegiatan produksi benih kelapa sawit di PPKS dimulai dari
pengelolaan pohon induk dan pohon bapak sampai pada penyaluran benih atau
kecambah kepada konsumen. Meskipun ada konsumen yang membeli dalam
bentuk benih, sebagian besar benih disalurkan kepada konsumen dalam bentuk
kecambah (germinated seed). Hal ini dikarenakan benih kelapa sawit mengalami
dormansi yang cukup lama. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan
bahwa ketika baru dipanen, benih kelapa sawit mengalami dormansi dan
perkecambahan alami sangat jarang terjadi. Dormansi adalah suatu kondisi
dimana benih tidak berkecambah meskipun benih itu normal dan kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Dengan adanya
dormansi pada benih kelapa sawit maka diperlukan pengetahuan khusus mengenai
sifat, penyebab serta teknik pemecahannya. Oleh karena itu untuk memudahkan
konsumen maka benih kelapa sawit sebagian besar disalurkan dalam bentuk
kecambah. Kecambah yang disalurkan kepada konsumen harus memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan untuk menjamin mutu bibit yang dihasilkan. Kriteria
kecambah siap salur yang digunakan PPKS adalah (1) kecambah tumbuh
sempurna, (2) plumula dan radikula sudah dapat dibedakan (berbentuk seperti
huruf T), (3) plumula dan radikula tumbuh berlainan arah (4) plumula dan
radikula tampak segar, (5) kecambah tidak berjamur dan (6) panjang plumula dan
radikula maksimum 2 cm.
Kepuasan konsumen merupakan prioritas utama PPKS. Oleh karena itu
PPKS membentuk Divisi Quality Control/Quality Ansurance (QC/QA) untuk
menjamin mutu kecambah yang dihasilkan. Peran QC/QA dimulai dari
pengelolaan pohon induk dan pohon bapak hingga pengemasan kecambah.
Meskipun QC/QA telah bekerja sebaik mungkin, karena tingginya permintaan
kecambah kelapa sawit pada tahun 2008 PPKS meloloskan penyaluran kecambah
yang belum berbentuk seperti huruf T kepada konsumen sehingga banyak
kecambah yang tidak tumbuh setelah ditanam di pembibitan. Hal tersebut
menimbulkan keluhan dari konsumen sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap
pengaruh kriteria dan panjang kecambah terhadap pertumbuhan bibit di pre
nursery”. Evaluasi ini merupakan salah satu kegiatan penulis selama
melaksanakan kegiatan magang.
Selain itu, penulis juga melakukan evaluasi terhadap produksi dan mutu
benih dari varietas Simalungun. Sampel yang digunakan diambil dari data panen
bulan Februari – Maret tahun 2009. Berdasarkan data tersebut, penulis melakukan
evaluasi terhadap pengaruh umur tanaman terhadap produksi dan mutu benih
kelapa sawit yang dihasilkan.

Tujuan Magang

Tujuan Umum
 Melatih kemampuan teknis dan manajemen mahasiswa untuk bekerja secara
profesional dibidang produksi benih kelapa sawit dan mengetahui cara
memproduksi benih kelapa sawit di PPKS.
 Meningkatkan kemampuan softskill mahasiswa untuk mempersiapkan diri
memasuki dunia kerja.

Tujuan Khusus
 Mempelajari pengendalian mutu produksi benih kelapa sawit, terutama
pengaruh kriteria dan panjang kecambah terhadap vigor bibit, serta pengaruh
umur tanaman induk terhadap produksi dan mutu benih yang dihasilkan.
TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul dan Penyebaran Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika tepatnya dari
kawasan Nigeria di Afrika Barat. Penyebaran kelapa sawit dari daerah asalnya
secara tidak langsung terkait dengan perdagangan budak dari Afrika pada abad
pertengahan. Setelah Colombus menemukan benua Amerika dan terbukanya
perjalanan ke kawasan Asia, tanaman kelapa sawit menyebar ke berbagai kawasan
baru oleh usaha-usaha bangsa Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda
(Setyamidjaja, 2006).
Tanaman kelapa sawit masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya dibawa
oleh bangsa Belanda dengan bibit yang berasal dari Bourbon atau Mauritius
sebanyak dua batang dan dari Amsterdam juga dua batang. Bibit tersebut ditanam
di Kebun Raya Bogor untuk dijadikan sebagai tanaman koleksi pada tahun 1848.
Oleh karena itu tanaman kelapa sawit yang ada di Kebun Raya Bogor ini
dianggap sebagai nenek moyang tanaman kelapa sawit di Asia Tenggara
(Setyamidjaja, 2006).

Taksonomi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman monokotil. Menurut


Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) secara taksonomi kelapa sawit dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Ordo : Spadiciflorae (Arecales)
Famili : Palmae
Sub – family : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
Nama Elaeis guineensis diberikan olah Jacquin pada tahun 1763
berdasarkan pengamatan pohon-pohon kelapa sawit yang tumbuh di Martinique,
kawasan Hindia Barat, Amerika Tengah. Kata Elaeis (Yunani) berarti minyak,
sedangkan kata guineensis dipilih berdasarkan keyakinan Jacquin bahwa kelapa
sawit berasal dari Guinea (Afrika). Jenis-jenis lain dari marga Elaeis antara lain
adalah E.madagascariensis Becc dan E. melanococca Gaertn.

Morfologi dan Fisiologi Kelapa Sawit

Akar pertama yang muncul dari biji yang telah tumbuh (berkecambah)
adalah radikula yang panjangnya dapat mencapai 15 cm, mampu bertahan sampai
6 bulan. Dari radikula muncul akar lainnya yang berfungsi mengambil air dan
hara lainnya dari media tumbuh namun masih perlu dibantu dari cadangan
makanan yang ada pada endosperm. Akar ini kemudian fungsinya diambil alih
oleh akar primer (utama) yang keluar dari bagian bawah batang (bulb) beberapa
bulan kemudian. Akar ini tumbuh 45 derajat vertikal ke bawah berfungsi
mengambil air dan makanan. Dari akar primer tersebut tumbuh akar sekunder
yang tumbuh horizontal dan dari akar sekunder tersebut tumbuh pula akar tertier
dan kwarter yang berada dekat pada permukaan tanah. Akar tertier dan kwarter
inilah yang paling aktif mengambil air dan hara lain dari dalam tanah
(Lubis, 2008).
Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus (phototropi) dibungkus oleh
pelepah daun (frond base). Bagian bawah umumnya lebih besar disebut bongkol
batang atau bowl. Sampai umur 3 tahun batang belum terlihat karena masih
terbungkus pelepah daun yang belum dipangkas. Karena sifatnya yang phototropi
dan heliotropi (menuju arah cahaya matahari) maka pada keadaan terlindung
tumbuhnya akan lebih tinggi, tetapi diameter (tebal) batang akan lebih kecil
(Lubis, 2008).
Daun kelapa sawit bersirip genap, dan bertulang sejajar. Pada pangkal
pelepah daun terdapat duri-duri atau bulu-bulu halus sampai kasar. Panjang
pelepah daun dapat mencapai 9 m tergantung pada umur tanaman kelapa sawit.
Helai anak daun yang terletak di tengah pelepah daun adalah yang terpanjang dan
panjangnya dapat mencapai 1.2 m. Jumlah anak daun dalam satu pelepah berkisar
antara 120 - 160 pasang dan dalam satu pohon terdapat 40 - 50 pelepah daun
(Setyamidjaja, 2006).
Tandan bunga terletak di ketiak daun yang mulai tumbuh setelah tanaman
berumur 12 – 14 bulan, tetapi baru ekonomis untuk dipanen pada umur 2.5 tahun.
Primordia bakal bunga terbentuk sekitar 33 – 34 bulan sebelum bunga matang
(siap melaksanakan penyerbukan). Pertumbuhan bunga sangat dipengaruhi oleh
kesuburan tanah. Jika tanaman kelapa sawit tumbuh kerdil, maka pertumbuhan
bunganya lebih lambat daripada tanaman yang tumbuh subur (Setyamidjaja,
2006).
Kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12 bulan. Pembungaan kelapa
sawit termasuk monocious artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada
satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Namun terkadang bisa
ditemukan dalam satu tandan bunga yang bisa disebut dengan bunga banci
(hemaprodit). Tanaman kelapa sawit dapat menyerbuk secara silang dan
menyerbuk sendiri (Risza, 1994).
Tandan bunga betina dibungkus oleh seludang bunga yang akan pecah
antara 15 - 30 hari sebelum antesis. Antesis bunga betina tidak serentak. Pada satu
tandan umumnya membutuhkan waktu 3 - 5 hari atau lebih. Satu tandan bunga
betina memiliki 100 – 200 spikelet dan tiap spikelet memiliki 15 – 20 bunga
betina. Tidak semua bunga betina tersebut akan berhasil membentuk buah
sempurna yang matang terutama dibagian dalam. Pada tandan tanaman dewasa
dapat diperoleh 600 – 2000 buah tergantung pada besarnya tandan dan setiap
pokok dapat menghasilkan 15 – 25 tandan/pokok/tahun pada tanaman muda dan
pada tanaman tua berkisar antara 8 – 12 tandan/ pokok/tahun (Lubis, 2008).
Tandan bunga jantan (infloressensia) juga dibungkus oleh seludang bunga
yang pecah jika akan antesis seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki
100 – 250 spikelet yang panjangnya 10 – 20 cm dan diameter 1 – 1.5 cm. Tiap
spikelet berisi 500 – 1500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari.
Tandan bunga yang sedang antesis berbau amis (khas). Pada tanaman muda
jumlah bunga jantan per pokok sedikit dibanding dengan tandan bunga betina dan
perbandingan ini akan berubah sesuai peningkatan umur tanaman (Lubis, 2008).
Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah yang
terletak di sebelah dalam tandan berukuran lebih kecil dan bentuknya kurang
sempurna dibandingkan dengan yang berada di luar tandan. Pada satu buah
terdapat susunan sebagai berikut :
1. Kulit buah (exocarp) yang selama 3 bulan setelah penyerbukan warnanya
masih putih kehijau-hijauan, tetapi 3 – 6 bulan berikutnya warnanya berubah
menjadi kuning.
2. Daging buah (pulp, mesocarp) yang pada 3 bulan pertama tersusun dari air,
serat, klorofil, dan tiga bulan berikutnya terjadi pembentukan minyak dan
karoten.
3. Cangkang (tempurung) yang pada tahap awal tipis dan lembut, tetapi setelah
berumur 3 bulan bertambah tebal dan keras serta warnanya berubah dari putih
menjadi coklat muda kemudian coklat.
4. Inti (endosperm) yang mula-mula cair, kemudian lunak dan akhirnya padat
serta agak keras
Cangkang dan inti merupakan biji kelapa sawit. Di dalam biji terdapat
embrio yang panjangnya 3 mm dan berdiameter 1.2 mm berbentuk silindris. Inti
merupakan cadangan makanan bagi pertumbuhan embrio. Pada pertumbuhan atau
perkecambahan, embrio akan keluar melalui lubang yang terdapat pada cangkang
(germpore) dengan membentuk akar (radikula) dan batang (plumula)
(Setyamidjaja, 2006).

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada suhu udara 27 ºC dengan
suhu maksimum 33 ºC dan suhu minimum 22 ºC sepanjang tahun. Curah hujan
rata-rata tahunan yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah
1250 - 3000 mm yang merata sepanjang tahun (dengan jumlah bulan kering
kurang dari 3) dan curah hujan optimal berkisar antara 1750 - 2500 mm.
Ketinggian tempat yang optimal untuk pengembangan tanaman kelapa sawit
adalah kurang dari 400 m di atas permukaan laut (dpl). Apabila ketinggian tempat
lebih dari 400 m dpl maka areal ini tidak disarankan untuk pengembangan kelapa
sawit ( Buana et al., 2006).
Bentuk wilayah yang sesuai untuk kelapa sawit adalah datar sampai
berombak yaitu wilayah dengan kemiringan lereng antara 0 - 8 %. Jika suatu
wilayah topografinya bergelombang sampai berbukit (kemiringan lereng 8 - 30 %)
tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik tetapi
harus melakukan tindakan pengelolaan tertentu seperti dengan pembuatan teras
(Buana et al., 2006).
Kondisi tanah yang memungkinkan untuk pertumbuhan kelapa sawit
adalah tanah yang memiliki tekstur agak kasar sampai halus yaitu antara pasir
berlempung sampai liat masif. Beberapa karakteristik tanah yang digunakan
dalam penilaian kesesuaian lahan untuk kelapa sawit meliputi batuan di
permukaan tanah, kedalaman efektif tanah, tekstur tanah, kondisi drainase tanah
dan tingkat kemasaman tanah (Buana et al., 2006).
Tekstur tanah yang paling ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah
lempung berdebu, lempung liat berdebu, lempung berliat dan lempung liat
berpasir. Kedalaman efektif tanah yang baik adalah jika > 100 cm. Kemasaman
pH tanah yang optimal adalah berkisar diantara 5,0 – 6,0 namun kelapa sawit
masih toleran terhadap pH < 5,0 misalnya pada pH 3,5 – 4,0 (pada tanah gambut)
(Buana et al., 2006).

Jenis Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan tebal tipisnya
cangkang, yaitu dura, pisifera, dan tenera (Setyamidjaja, 2006) .
1. Tipe Dura (D)
Tipe ini memiliki ciri-ciri daging buah (mesocarp) tipis, cangkang
(endocarp) tebal (2 – 8 mm), inti (endosperm) besar, dan tidak terdapat cincin
serabut. Persentase daging buah 35 - 60 % dengan rendemen minyak 17 - 18 %.
2. Tipe Pisifera (P)
Tipe ini memiliki ciri-ciri daging buahnya tebal, tidak mempunyai
cangkang, tetapi terdapat cincin serabut yang mengelilingi inti. Intinya kecil sekali
bila dibandingkan dengan tipe Dura ataupun Tenera. Perbandingan daging buah
terhadap buahnya tinggi dan kandungan minyaknya tinggi. Bunga kelapa sawit
tipe Pisifera biasanya sterile. Kelapa sawit tipe ini hanya dipakai sebagai "pohon
bapak" dalam persilangan dengan tipe Dura.
3. Tipe Tenera (T)
Tipe ini merupakan hasil persilangan antara tipe Dura dan Pisifera. Sifat
tipe Tenera merupakan kombinasi sifat khas dari kedua induknya. Tipe ini
mempunyai tebal cangkang 0.5 – 4 mm, mempunyai cincin serabut walaupun
tidak sebanyak seperti Pisifera, sedangkan intinya kecil. Perbandingan daging
buah terhadap buah 60 – 90 %, rendemen 22 - 24 %.
Bahan tanaman kelapa sawit yang umum digunakan di perkebunan
komersial merupakan benih hasil penyerbukan buatan antara pohon induk dura
(D) dengan pisifera (P). Berkaitan dengan tingkat produktivitas minyak, kelapa
sawit tipe tenera memiliki proporsi kandungan minyak di dalam mesocarp 30 %
lebih tinggi dibandingkan dengan tipe dura. Hal ini dapat dipahami karena
persentase mesocarp per buah tipe tenera lebih tinggi dibandingkan dengan tipe
dura, dan memiliki sifat heterosis (hybrid vigor) hasil persilangan dura x pisifera.
Lain halnya dengan kelapa sawit tipe pisifera, meskipun persentase mesocarp per
buahnya sangat tinggi, tetapi karena sebagian besar memiliki sifat mandul betina
(female sterile), kelapa sawit tipe ini tidak digunakan sebagai bahan tanaman.
Selain benih, bahan tanaman kelapa sawit juga dapat diperoleh dari hasil
perbanyakan secara vegetatif melalui metode kultur jaringan, dan dikenal sebagai
klon kelapa sawit (Latif, 2006).

Pemuliaan Kelapa Sawit

Pemuliaan kelapa sawit memiliki tujuan utama untuk memperoleh


individu-individu terbaik dalam hal produktivitas dan kualitas minyak. Tujuan
jangka panjang lainnya adalah mendapatkan pohon yang pertumbuhan tingginya
lambat, lebih toleran terhadap penyakit, respon terhadap pemupukan baik, tandan
lebih berat, komposisi buah dan minyak lebih baik, tangkai tandan buah lebih
pendek, serta adaptasi tanaman baik (Lubis, 2008). Dalam melaksanakan program
pemuliaan metode yang banyak digunakan adalah metode Reciprocal Reccurent
Selection (RRS) yang dikembangkan oleh Institute de Recherches pour les Hulles
et Oleagineux (IRHO). Metode RRS adalah suatu skema yang sangat menarik
baik untuk program pemuliaan maupun produksi benih dan klon kelapa sawit. Hal
ini dikarenakan : (1) pemilihan tetua untuk memproduksi hibrida komersil
didasarkan atas pengujian keturunan (progeny test), sehingga hanya hibrida-
hibrida yang telah diuji yang disalurkan kepada konsumen, (2) skema seleksi
memungkinkan untuk mengeksploitasi sesegera mungkin persilangan-persilangan
terbaik dan perbaikan dapat dilakukan melalui selfing, (3) hibrida komersil dapat
direproduksi menggunakan berbagai tipe persilangan dura di seleksi dura dan
berbagai persilangan tenera/pisifera di seleksi tenera (Purba et al.,1997). Pada
prinsipnya metode pemuliaan RRS adalah memperbaiki secara serentak daya
gabung (combining ability) dari dua grup individu yaitu grup A dan B yang
dicirikan dengan :
 Grup A (dura) meliputi jenis kelapa sawit yang menghasilkan tandan sedikit
tetapi dengan tandan yang besar.
 Grup B (pisifera, tenera) adalah kelapa sawit yang menghasilkan banyak
tandan tetapi berukuran relatif lebih kecil.
Dua grup tersebut menjadi populasi dasar (base population) dalam
pelaksanaan pemuliaan kelapa sawit. Dari populasi dasar yang telah diseleksi
dilakukan suatu tahapan evaluasi melalui pengujian keturunan (progeny test).
Tujuan pengujian keturunan adalah untuk menganalisis dan menentukan
persilangan terbaik yang dapat dilihat dari daya gabung umum dan daya gabung
khusus dari tetua yang diuji. Berdasarkan informasi daya gabung tersebut
dilakukan seleksi untuk menentukan tetua-tetua yang dapat dijadikan pohon induk
untuk produksi benih. Selain itu, pada tahapan seleksi ini juga dilakukan
pemilihan tetua yang akan direkombinasikan untuk mencari materi persilangan
dengan potensi yang lebih baik yang akan digunakan pada program pemuliaan
selanjutnya. Dengan rekombinasi diharapkan dapat dihasilkan suatu populasi
dasar baru dengan sifat-sifat yang lebih baik dari populasi dasar sebelumnya
(Purba et al.,1997). Skema program pemuliaan dengan menggunakan metode
RRS dapat dilihat pada Gambar 1.
Populasi Dura Populasi
Tenera/Pisifera

D1,D2,D3…… Pengujian P1,P2,P3,T1,T2….


Progeni
DxP, DxT

Dura terpilih Pisifera/Tenera


Selfing/crossing terpilih
Selfing/crossing

Produksi Kecambah
DxP
Introduksi
Introduksi

Populasi Dura
Populasi Pisifera/
hasil Rekombinasi
Tenera hasil
reombinasi

D1 x D2 Pengujian P1 x P2
D2 x D3 Progeni P3 x P4, T1 x T2
D x P, D x T

Gambar 1. Skema Reciprocal Reccurent Selection (RRS)


Benih Tanaman Kelapa Sawit

Benih yang baik adalah benih penghasil tanaman yang bermutu,


berproduksi tinggi, memiliki sifat sekunder yang baik atau unggul, serta telah
dilepas Pemerintah secara resmi. Pada UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman dikatakan bahwa benih bermutu jika varietasnya benar dan
murni serta mempunyai mutu genetis, mutu fisiologis dan mutu fisik yang tinggi
sesuai dengan standar mutu pada kelasnya.
Menurut Lubis (1993) pada tanaman kelapa sawit varietas benih yang baik
atau unggul adalah (1) berasal dari hasil pemuliaan serta telah diuji pada berbagai
kondisi, (2) tersedia sebagai bahan tanaman dalam jumlah yang dibutuhkan (3)
umur genjah, (4) memiliki produksi dan kualitas minyak yang tinggi, (5) respon
terhadap perlakuan yang diberikan, (6) memiliki umur ekonomis cukup panjang,
(7) tahan terhadap hama penyakit dan toleran terhadap lingkungan (ekologi), dan
(8) benih tersebut dihasilkan oleh Pusat Sumber Benih kelapa sawit yang resmi
telah ditunjuk Pemerintah.
Latif (2006) menyatakan karakteristik tanaman induk yang menjadi
standar kriteria seleksi untuk produksi benih adalah :
1. Produksi tandan buah segar (TBS) ≥ 150 kg/pohon/tahun dan atau 6 ton palm
product (CPO + PKO)/ha/tahun yang dihitung dengan basis 136 pohon/ha,
rerata selama 3 tahun produksi.
2. Rendemen pabrik ≥ 23 % yang dihitung berdasarkan hasil rendemen
laboratorium x 0,855.
3. Pertumbuhan meninggi ≤ 80 cm/tahun, yang diukur setelah tanaman berumur
6 tahun setelah tanam.

Proses Produksi Benih Kelapa Sawit

Tahapan produksi benih kelapa sawit, dalam hal ini kecambah, adalah
mencakup seluruh proses mulai dari pemilihan pohon induk dan pohon bapak
sampai pengemasan untuk dikirim ke konsumen. Pada sumber benih kelapa sawit
semua tahap tersebut diawasi dengan ketat agar kualitas mutu bahan tanam dapat
dijamin (Direktorat Jenderal Perkebunan 2008b).
Pada sub sistem seed garden, pohon induk terpilih adalah pohon-pohon
elit yang teruji kemampuannya untuk menghasilkan turunan DxP. Pelaksanaan
polinasi terkendali di seed garden merupakan penentu dalam pengelolaan pohon
induk. Lembaga riset/produsen benih umumnya sangat menyadari bahwa
kontaminasi dura yang tinggi, sebagai akibat polinasi yang kurang terkendali,
sangat merugikan pelaku agribisnis kelapa sawit di kemudian hari. Untuk itu,
lembaga riset/produsen benih menaruh perhatian yang sangat tinggi dalam
pengelolaan pohon induk dan polinasi sehingga bahan tanaman unggul DxP yang
diterima pelanggan memiliki kemurnian sangat tinggi (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2007).
Kepedulian mutu bahan tanaman juga terjaga saat penyiapan benih
maupun pada saat pemprosesan kecambah. Identitas bahan tanaman sangat terjaga
dan dapat ditelusuri kebenarannya. Kepedulian akan mutu ini tercermin pada
implementasi prinsip-prinsip manajemen mutu ISO 9001:2000 oleh seluruh
lembaga riset/produsen benih kelapa sawit Indonesia (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2007).

Dormansi dan Pengecambahan Benih Kelapa Sawit

Benih kelapa sawit termasuk benih yang mengalami dormansi cukup lama
sebelum berkecambah. Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan
bahwa ketika baru dipanen, benih kelapa sawit mengalami dormansi dan
perkecambahan alami sangat jarang terjadi selama lebih dari beberapa tahun.
Sementara itu, perkebunan membutuhkan benih yang lebih cepat untuk
berkecambah.
Pemecahan dormansi dapat dilakukan pada suhu 40 ºC selama 80 hari.
Pemberian oksigen berkonsentrasi tinggi dapat membantu perkecambahan jika
diberikan selama atau setelah proses pemanasan (Mangoensoekarjo dan
Semangun, 2005).
Benih kelapa sawit termasuk ke dalam benih rekalsitran sehingga tidak
tahan disimpan dalam suhu dingin dibawah 5 ºC dan akan mati apabila kadar
airnya berada di bawah 12,5 % (Chin & Robert, 1980). Lubis (2008)
menambahkan kadar air yang optimal untuk perkecambahan benih kelapa sawit
adalah ± 23 %. Kondisi ini dapat terpenuhi dengan cara menyimpan benih di
dalam kantong plastik dan menempatkanya di ruang perkecambahan yang
suhunya dapat tetap dikontrol.

Pengolahan benih

Pengolahan benih sebagai suatu kegiatan diantara kegiatan lainnya dalam


teknologi benih, adalah jelas mempunyai arti yang sangat penting. Hasil
pengolahan benih menentukan kemampuan benih untuk mempertahankan
viabilitas pertumbuhannya serta meningkatkan produknya, baik kuantitas maupun
kualitas. Pengolahan benih yang dilakukan dengan perlakuan-perlakuan yang
baik, sesuai dengan ketentuan yang diharuskan, akan dapat memberikan jaminan
sebagai berikut : (1) jaminan kepada para peneliti dan mereka yang telah
mengusahakan bidang perbenihan, sesuai dengan jerih payahnya untuk
menciptakan varietas unggul dan atau peningkatan hasil yang sangat diharapkan,
(2) kepuasan pada para pemakai benih, yang selalu mengharapkan diperolehnya
benih yang baik, demi usaha taninya dan demi tercapainya peningkatan produk
(kuantitas dan kualitas), (3) kelegaan pada masyarakat dan pemerintah karena
dengan terciptanya benih-benih varietas unggul, berbagai produk pertanian akan
meningkat (kuantitas dan kualitas), yang berarti tersedianya cukup pangan bagi
masyarakat, sehingga tidak perlu menggantungkan pada impor (Kartasapoetra,
1992).
Pengolahan benih kelapa sawit meliputi sejumlah kegiatan yang dimulai
setelah tandan benih dipanen sampai benih menjadi kecambah. Kegiatan tersebut
meliputi penerimaan tandan, pencincangan, fermentasi, pengupasan daging buah,
penirisan, seleksi benih, perlakuan pemanasan serta pengecambahan benih kelapa
sawit (Direktorat Jenderal Perkebunan 2008b).
METODE MAGANG

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2009


yang bertempat di Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman (SUS-BHT) Pusat
Penelitian Kelapa Sawit Marihat, Pematang Siantar, Sumatera Utara.

Metode Pelaksanaan

Metode magang yang digunakan selama mengikuti kegiatan magang


adalah metode umum dan metode khusus.

Metode Umum
Metode umum yang digunakan adalah : (a) bekerja secara aktif di Satuan
Usaha Strategis Bahan Tanaman (SUS BHT). Kegiatan yang dilakukan penulis
selama magang dapat dilihat pada Lampiran 1. (b) mengumpulkan data sekunder
yang berguna untuk penulisan skripsi meliputi lokasi, letak geografis kebun,
keadaan iklim, luas kebun, luas areal, organisasi serta manajemen kebun produksi
benih dan, (c) wawancara dengan berbagai sumber di Pusat Penelitian Kelapa
Sawit untuk mendapatkan informasi yang diperlukan.

Metode Khusus
Metode khusus yang digunakan adalah dengan melakukan dua evaluasi
yang berkaitan dengan mutu benih yaitu :
a. Evaluasi “Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Pertumbuhan
Bibit di Pre Nursery”.
Evaluasi ini dijalankan dengan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari
empat perlakuan (Gambar 2) yaitu :
 P0 : kecambah yang belum dapat dibedakan antara plumula dan radikula
 P1 : panjang kecambah (plumula dan radikula) 0 – 0.5 cm
 P2 : panjang kecambah (plumula dan radikula) 0.5 – 1 cm
 P3 : panjang kecambah (plumula dan radikula) 1 – 2 cm
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL).

P0 P1 P2 P3

Gambar 2. Perlakuan Kecambah untuk Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan di pembibitan Pusat Penelitian Kelapa Sawit


Marihat pada bulan Maret sampai dengan Mei 2009. Suhu udara rata-rata adalah
25.20 oC dengan suhu maksimum berada pada bulan April dan minimum pada
bulan Maret. Curah hujan rata-rata 355.06 mm dengan curah hujan tertinggi
terjadi pada bulan Maret dan terendah pada bulan April (Lampiran 2).
Pada pembibitan tersebut terdapat naungan 60 %. Media tanam yang
digunakan adalah top soil yang diambil dari daerah sekitar areal penelitian. Tanah
yang digunakan diayak agar bebas dari rerumputan, sisa-sisa akar/kayu, dan
sampah-sampah lainnya. Media yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam
polybag yang berukuran 22 cm x 14 cm. Polybag diisi hingga ± 2 cm dari
permukaan atau bibir polybag. Seminggu sebelum tanam, pengisian tanah ke
polybag telah selesai dilaksanakan. Lubang tanam dibuat di tengah polybag
dengan ibu jari/tugal sedalam 2 cm. Kecambah ditanam dengan radikula
menghadap ke bawah dan plumula menghadap ke atas. Kecambah yang belum
dapat dibedakan antara plumula dan radikulanya ditanam dengan cara kecambah
yang sudah muncul sedikit posisinya diletakkan dengan posisi menghadap ke atas.
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari
tergantung curah hujan yang turun, pagi dan sore hari. Tiap kali penyiraman
dibutuhkan air sampai dengan kapasitas lapang. Penyiangan gulma dilakukan
terhadap gulma yang tumbuh di polybag dan di sekitar polybag. Penyiangan
dilakukan secara manual dan frekuensinya tergantung kepada kecepatan
pertumbuhan gulma di lapangan. Pemupukan pertama dilakukan 5 minggu setelah
tanam, kemudian pemberian selanjutnya dengan interval 2 minggu sekali. Pupuk
yang digunakan adalah pupuk Urea. Pemberian pupuk dengan penyemprotan
melalui daun dengan konsentrasi 0.20 g (2 g/l air) untuk seratus bibit. Rotasi
pemupukan dilakukan dua minggu sekali yang dirangkaikan dengan pengamatan.
Masing-masing taraf perlakuan terdiri dari tiga ulangan. Pada pengamatan
persentase hidup tanaman setiap ulangan terdiri dari 10 kecambah, sedangkan
pada pengamatan tinggi bibit, jumlah daun, dan diameter batang setiap ulangan
contoh menggunakan 5 tanaman contoh.
b. Evaluasi “Pengaruh Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan Mutu Benih
yang Dihasilkan”.
Evaluasi dijalankan dengan menganalisis tanaman induk yang berumur 9,
13, 14, 16, dan 17 tahun dari varietas Simalungun (SMB). Sampel data diambil
sebanyak 20 tandan dari masing-masing perlakuan umur yang dikumpulkan dari
Divisi Produksi Benih.

Pengamatan dan Pengumpulan Data

Peubah yang diamati pada evaluasi “Pengaruh Kriteria dan Panjang


Kecambah terhadap Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery” adalah :
 Persentase Hidup Bibit
Persentase hidup bibit dihitung mulai dari 5 MST sampai akhir
pengamatan (12 MST) dengan cara membandingkan jumlah bibit yang
tumbuh dengan total jumlah bibit yang ditanam.
 Tinggi Bibit
Diukur dari pangkal batang di atas tanah sampai ujung daun tertinggi
dengan menggunakan penggaris.
 Jumlah Daun
Di hitung jumlahnya dari daun termuda sampai daun tertua. Daun termuda
yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna.
 Diameter Batang
Diukur dari pangkal batang dengan menggunakan caliper (jangka sorong).
Evalusi “Pengaruh Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan Mutu
Benih yang Dihasilkan” peubah yang diamati adalah :
 Bobot tandan tanaman
 Jumlah calon benih
Jumlah calon benih yang dimaksud adalah jumlah benih total yang
dihasilkan (jumlah benih afkir ditambah jumlah benih baik).
 Jumlah benih baik
Jumlah benih baik yang dimaksud adalah jumlah semua benih baik yang
diperoleh dari selisih antara jumlah benih total dengan jumlah benih afkir.

Analisis Data dan Informasi

Evaluasi “Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap


Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery” dianalisis dengan menggunakan uji F. Jika
hasil sidik ragam pada uji F diperoleh pengaruh nyata, selanjutnya dilakukan uji
lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 %. Evaluasi “Pengaruh
Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan Mutu Benih Tanaman yang
Dihasilkan” dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif.
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG

Sejarah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat

Cikal bakal dari Pusat Penelitian Perkebunan (Puslitbun) Marihat adalah


perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang diambil alih oleh Negara
menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN). Bagian penelitian Marihat ini
terus dilanjutkan walaupun telah terjadi reorganisasi yang didasarkan jenis
komoditi yang diusahakan sehingga terbentuklah yang disebut PPN Karet, PPN
Gula, PPN Tembakau, PPN Serat dan PPN Aneka Tanaman. Pada Aneka
Tanaman dimasukkan tanaman kelapa sawit, teh, kina, coklat, pinus, kapuk dan
lain-lain. Badan Pengawasan Urusan (BPU) melihat bahwa pekerjaan penelitian
yang dilakukan masing-masing PPN dalam lingkup PPN Aneka Tanaman perlu
diorganisir dengan baik agar terarah dan mencapai hasil maksimum. Atas prakarsa
Ir. H. Suherlan, Direktur Teknik/Produksi BPU Aneka Tanaman maka melalui SE
No. 57/III/1007/AT/64 yang dikeluarkan pada tanggal 6 juni 1964 dibentuklah
Pusat Penelitian Aneka Tanaman Sumatera disingkat dengan PUPENAS
berkantor di Marihat, Pematang Siantar (Sumatera Utara) (Lubis, 2008).
Berdasarkan Instruksi Dirjen Perkebunan dan BPU Aneka Tanaman
masing-masing bernomor 168/D/1967 tanggal 20 Desember 1967 dan
No.26/III/1007/AT/67 tanggal 23 Desember 1967 maka semua pohon-pohon
induk material seleksi, kebun/blok pengujian dan usaha-usaha penyediaan
material tanaman yang ada di masing-masing unit diserahkan pengawasan dan
penguasaannya kepada PUPENAS (Lubis, 2008).
Pada tahun 1968 nama PUPENAS diganti menjadi Marihat Research
Station dan pembinaannya diserahkan kepada Perseroan Negara Perkebunan
(PNP) I, II VI, dan VIII. Pada tahun 1973 – 1992 pembinaannya dilakukan
Perseroan Terbatas Perkebunan (PTP) VI dan PNP VII. Pada tahun 1981 sesuai
dengan Surat Keputusan Dewan Penyantun & Pembina yang didasarkan pada
Instruksi Menteri Pertanian, nama Marihat Research Station diganti menjadi
Pusat Penelitian Marihat yang disingkat dengan PPM (Pusat Penelitian Marihat,
1983).
Sesuai dengan surat keputusan Ketua Dewan Pimpinan Harian AP3I No.
084/Kpts/DPH/XII/92 tanggal 24 Desember 1992 tentang penataan pengelolaan
unit pelaksana penelitian di lingkungan AP3I, maka pada tanggal 4 Februari 1993
dibentuk Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) berkedudukan di Medan, yang
merupakan gabungan dari (Puslitbun) Medan, Puslitbun Marihat dan Puslitbun
Bandar Kuala. Penggabungan ketiga Puslitbun tersebut dilakukan dalam upaya
peningkatan efisiensi pengelolaan organisasi (Lubis, 2008).
Perbaikan organisasi PPKS selanjutnya dilakukan pada tahun 1966.
Berdasarkan keputusan Rapat Anggota Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia
(APPI) dalam suratnya No.03/RA-APPI/11/1996, Pusat Penelitian Perkebunan
lingkup Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia bertanggungjawab kepada
Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, yang dalam melaksanakan tugasnya
mendapatkan pembinaan dan pengawasan dari Dewan Pembina Pusat Penelitian
Perkebunan. Pusat Penelitian Kelapa Sawit merupakan salah satu unit penelitian
dari Asosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia (APPI) yang anggotanya terdiri
dari PT. Perkebunan Nusantara I – XIV dan PT Rajawali Nusantara Indonesia.
Dalam kegiatannya, PPKS dibina oleh Dewan Penyantun Pusat Penelitian
Perkebunan yang beranggotakan Direktur-Direktur Utama PTP. Nusantara,
Direktur Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Kepala Badan Litbang Pertanian,
Deputi Menteri BUMN Bidang Agro Industri, Kehutanan, Kertas, Percetakan dan
Penerbitan, dan Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia, yang mewakili
kepentingan pemerintah (Lubis, 2008).

Visi & Misi

Visi

1. Menjadi world-class institution dalam penelitian kelapa sawit yang memainkan


peranan penting pada pembangunan industri kelapa sawit nasional dan menjadi
acuan perkelapasawitan internasional.
2. Menjadi center of excellence yang dijadikan acuan dalam penentuan kebijakan
pembangunan dan penanganan perkelapasawitan nasional.
3. Menjadi institusi penelitian yang mengacu pada business research (hasil
penelitiannya dapat dipasarkan secara bisnis dan mandiri dalam pembiayaan)
dan menyediakan paket teknologi kelapa sawit yang bermanfaat.

Misi

1. Mengembangkan teknologi unggul perkelapasawitan melalui penelitian yang


efektif dan efisien dan melakukan kegiatan pelayanan tepat sasaran.
2. Menunjang pengembangan perkelapasawitan nasional melalui penyediaan
produk dan jasa pelayanan, dan konsep/pemikiran penanganan masalah kelapa
sawit.
3. Mendorong pengembangan SDM, lapangan kerja dan pelestarian sumber daya
alam/lingkungan.
4. Menggali potensi usaha sendiri dalam kerangka institusi nirlaba yang memiliki
badan hukum, untuk dapat mandiri dan sejahtera secara berkesinambungan.

Struktur Organisasi

PPKS dipimpin oleh seorang Direktur yang saat ini dipegang oleh Dr.Ir
Witjaksana Darmosarkoro. Dalam pelaksanaan kegiatan Direktur PPKS dibantu
oleh Kepala Bidang Penelitian, Kepala Biro Umum/SDM, Kepala Bidang Usaha
dan Kepala Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman (SUS-BHT). Kepala Bidang
Penelitian membawahi tujuh kelompok penelitian yang masing-masing diketuai
oleh seorang Ketua Kelompok Peneliti dan Kepala Urusan Penelitian. Kepala Biro
Umum/SDM membawahi tiga urusan yaitu Urusan SDM dan Hukum, Urusan
Akuntansi dan Keuangan, dan Urusan Rumah Tangga. Kepala bidang Usaha
membawahi Unit Usaha Marihat, Unit Usaha Medan, Urusan Pengembangan
Usaha dan Promosi, Urusan Pelayanan dan Konsultasi, serta Urusan Laboratorium
dan Pelayanan. Kepala Satuan Usaha Strategis Bahan Tanaman membawahi
semua bagian yang memproduksi, memproses, memasarkan dan mengawasi
kecambah kelapa sawit. Di samping itu, Direktur dibantu oleh Kepala Urusan
Satuan Pengawasan Intern (SPI) yang dalam tugasnya bertanggungjawab
langsung kepada Direktur. Struktur organisasi Pusat Penelitian Kelapa Sawit
secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.
Direktur

Ka. Bidang Ka. Biro Umum Ka. Bidang Usaha Ka. Satuan Usaha Srategis Ka. Urusan Satuan
Penelitian atau SDM Bahan Tanaman Pengawasan Intern

 Pemuliaan  Kepala Urusan  Kepala Unit Usaha  Manager Divisi BRD


Tanaman SDM & Marihat  Manager Divisi Pohon
 Bioteknologi Hukum  Kepala Unit Usaha Induk
Tanaman  Kepala Urusan Medan  Manager Divisi
 Tanah & Akuntansi &  Urusan Pengembangan Produksi
Agronomi Keuangan Usaha dan Promosi  Manager Divisi QC/QA
 Engineering &  Kepala Urusan  Urusan Pelayanan dan  Manager Divisi
Lingkungan Rumah Tangga Konsultasi Pemasaran dan Logistik
 Proteksi  Urusan Laboratorium
Tanaman
dan Pelayanan
 Pengolahan
Hasil Mutu
 Sosial Ekonomi

Gambar 3. Struktur Organisasi PPKS


35

Lokasi dan Letak Geografis Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat

Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat terletak di Marihat, Pematang


Siantar kabupaten Simalungun propinsi Sumatera Utara atau 135 km di sebelah
selatan Medan. Areal kompleks termasuk dalam konsesi PTP Nusantara IV.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat mempunyai topografi lahan dengan
ketinggian 369 meter di atas permukaan laut, curah hujan rata-rata
3 331 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 184 hari dan kisaran suhu
minimum 20 °C dan maksimum 29 °C. Jenis tanah Podzolik dengan pH rata-rata
berkisar antara 5,0 – 6,0. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan maka kebun PPKS
Marihat termasuk ke dalam kelas S1.

Sarana Penelitian dan Sumber Daya Manusia

Sebagai sarana pendukung pelaksanaan program penelitian, PPKS memiliki


kebun percobaan, rumah kaca, stasiun klimatologi, pabrik kelapa sawit mini dan
supermini, laboratorium kultur jaringan tanaman, laboratorium pemuliaan
tanaman dan genetika, laboratorium analisis tanah, daun, dan pupuk, laboratorium
proteksi tanaman, laboratorium pengujian mutu hasil perkebunan dan
laboratorium penelitian teknologi limbah yang dilengkapi dengan peralatan
modern.
Sumber daya manusia yang dimiliki Pusat Penelitian Kelapa Sawit
Marihat adalah 290 orang dengan rincian 27 orang staf dengan pendidikan
Diploma - Doktor dan 263 orang karyawan (SD - SMA), sedangkan jumlah
karyawan harian lepas dan karyawan kontrak yang dimiliki PPKS marihat adalah
444 orang ( SD – Sarjana).

Kebun Produksi

Kebun produksi yang dimiliki Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat


bekerja sama dengan PTPN IV. Luas kebun produksi benih yang dimiliki adalah
137.28 ha dengan rincian 110.27 ha untuk pohon induk dan 27.01 ha untuk pohon
bapak. Jumlah pohon induk yang masih produktif hingga bulan maret 2009 adalah
3 539 pohon dan pohon bapak 153 pohon. Lokasi kebun produksi benih unit
marihat adalah Bah Jambi, Balimbingan Benoa dan Dalu-Dalu (Riau).
Selain untuk produksi kecambah/benih PPKS Marihat juga memiliki
kebun produksi komersil. Lokasi kebun tersebut tersebar di beberapa daerah di
Sumatera Utara dan Riau. Luas kebun komersil yang dimiliki adalah 881.46 ha
tetapi yang produktif hanya 548.57 ha. Lokasi kebun produksi dan luas areal
yang dimiliki PPKS Marihat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebun Produksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat

No Sub station Lokasi Luas (ha) Produktif (ha) Keterangan

1 Sijambu-Jambu Sumatera Utara 21 21 DxP

2 Teluk Dalam Sumatera Utara 40 35 DP

3 Pulau Maria Sumatera Utara 4.75 4.75 DP

4 Pargarutan Sumatera Utara 45.86 45 DP

5 Simirik Sumatera Utara 4.58 4.58 DP


Padang
6 Riau 402.201 102.167 DP
Madarsyah
7 Kalianta Riau 93.1 83.40 Dura, DD, DP
DP/DD, DT TT
8 Dalu-Dalu Riau 269.97 252
TP MK
Total 881.46 548.57
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat

Produk dan Pelayanan PPKS

Produk PPKS adalah kepakaran, teknologi dan sarana perkebunan. PPKS


memiliki tenaga pakar di bidang perkelapasawitan yang dapat memberikan advice
teknis maupun strategis baik untuk pelaku bisnis maupun pemerintah. Diantara
pemanfaatan kepakaran yang sering dilakukan adalah rekomendasi pemupukan,
diagnostik kebun dan pabrik, studi kelayakan, evaluasi lahan, jasa analisis
laboratorium dan konsep kebijakan perkelapasawitan baik untuk pemerintah pusat
maupun daerah (Lubis, 2008).
Kegiatan pelayanan dimaksudkan sebagai upaya menyampaikan hasil-hasil
penelitian perkebunan ke pekebun agar dapat diterapkan bagi keberhasilan
industri kelapa sawit. Pelayanan yang disediakan olah PPKS antara lain : survey
kesesuaian lahan, studi kelayakan, evaluasi produksi, penyusunan rekomendasi
pemupukan, evaluasi pabrik kelapa sawit, analisis manajemen dampak lingkungan
(amdal), dan lain-lain. Selain itu secara rutin PPKS mengadakan pelatihan
budidaya kelapa sawit dan Pertemuan Teknis Kelapa Sawit (PTKS) yang diikuti
oleh staf perusahaan, petani perkebunan, perbankan, peneliti lain dan lain-lain
(Lubis, 2008).
Teknologi yang dihasilkan PPKS meliputi aspek budidaya, pengolahan hasil
hulu dan hilir baik untuk usaha skala kecil maupun skala besar. PPKS juga
menghasilkan bahan dan alat perkebunan yang merupakan hasil dari kegiatan
penelitian pengembangan. PPKS saat ini dalam melaksanakan kegiatan penelitian
maupun pengembangan mengandalkan pada penghasilan sendiri, utamanya dari
produksi bahan tanaman unggul yang saat ini merupakan yang terbesar di dunia
(Lubis, 2008).
Menurut Lubis (2008) diantara produk PPKS yang sudah dikenal masyarakat
luas adalah :
1. Bahan Tanaman Kelapa Sawit Unggul
Terdapat 11 varietas bahan tanaman kelapa sawit unggul yang dihasilkan
jenis D x P 1dan Dy x P 2
dengan produktivitas 7 – 8 ton CPO/ha/tahun. Akan
tetapi semenjak 2009 varietas yang diproduksi berjumlah 9 varietas.
2. Biofungisida Marfu
PPKS juga menyediakan biofungisida hasil temuan PPKS untuk penyakit
busuk pangkal batang (Ganoderma). Biofungisida yang diberi nama MARFU
sangat diperlukan dalam peremajaan tanaman kelapa sawit.
3. Feromon
Feromon berguna untuk pengendalian kumbang tanduk Oryctes
rhinoceros yang juga banyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit.
4. Frying Shortening
Frying shortening digunakan sebagai medium penggoreng terutama pada
proses deep frying, untuk menghasilkan produk yang renyah. Frying shortening
ini mempunyai beberapa keunggulan antara lain: bebas kolesterol, bebas asam
lemak dan relatif stabil terhadap panas.
1 D x P = Dura x Pisifera
2
Dy x P = Dura dumpy x Pisifera
5. Publikasi dan Jasa perpustakaan
PPKS secara rutin menerbitkan publikasi ilmiah sebagai sarana
penyampaian hasil penelitian kepada pengguna. Publikasi tersebut berupa warta
dan jurnal. Penyampaian informasi secara berkala disampaikan dalam bentuk
pertemuan teknis, baik yang bersifat lokal maupun internasional.

Posisi PPKS pada Perdagangan Benih Kelapa Sawit di Indonesia

Pusat Penelitian Kelapa Sawit sebagai penghasil sekaligus penyalur bahan


tanaman kelapa sawit unggul mampu menghasilkan ± 40 – 50 juta kecambah pada
setiap tahunnya. Produksi yang dihasilkan PPKS lebih tinggi dibandingkan
dengan produsen penghasil bahan tanaman lain. Perbandingan produksi Pusat
Penelitian Kelapa Sawit tahun 2008 dibandingkan dengan produsen lain dapat
dilihat pada Gambar 4 sedangkan data perbandingan produksi tersebut dapat
dilihat pada Lampiran 3.

Gambar 4. Produksi Kecambah Produsen Benih Kelapa Sawit Di Indonesia

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa produksi kecambah yang dihasilkan


PPKS pada tahun 2008 adalah 45 juta kecambah tertinggi dari produsen lainnya.
Urutan kedua dan ketiga diduduki oleh PT Lonsum dan PT Bakri Sumatera
Plantation dengan total produksi secara berurutan adalah 40 juta kecambah dan 30
juta kecambah. Produksi kecambah terkecil terdapat pada produsen PT Tania
Selatan dan PT Bakti Tani dengan total produksi sama-sama 3 juta kecambah.
Pada tahun 2009 Produksi PPKS pada periode Januari – April adalah
sebesar 13 270 613 kecambah. Total kecambah yang dihasilkan lebih rendah
dibandingkan pada tahun 2008 dengan periode yang sama yaitu 16 440 022
kecambah (Lampiran 4). Penurunan produksi PPKS pada tahun 2009 seiring
dengan terjadinya penurunan permintaan terhadap kecambah kelapa sawit sebagai
akibat adanya krisis global yang menyebabkan turunnya harga TBS dan CPO.
Pengguna kecambah yang dihasilkan PPKS meliputi Perusahaan Swasta,
PTPN, Koperasi, Dinas Perkebunan,Waralaba, Perorangan/Petani, CV dan PPKS
sendiri. Berdasarkan data penjualan tahun 2008 (Lampiran 5) perusahaan swasta
merupakan konsumen tertinggi dalam memesan kecambah kelapa sawit dengan
persentase 56.8 % diikuti oleh PTPN 19.2 %, Waralaba 7.6 % dan perorangan
sebesar 6.2 %. Jumlah kecambah yang dipesan oleh setiap konsumen pada tahun
2008 dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Konsumen Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Varietas yang dihasilkan PPKS saat ini berjumlah 11 varietas. Varietas


tersebut antara lain adalah : Yangambi, Lame, Langkat, PPKS 540, PPKS 718,
Simalungun, Sungai Pancur 1 (Dumpy), Avros, Sungai Pancur 2, Bah Jambi dan
Marihat. Varietas PPKS 540 dan PPKS 718 merupakan varietas baru yang dilepas
pada tahun 2007. Varietas yang dihasilkan ini memiliki karakteristik yang berbeda
satu dengan lainnya. Potensi hasil (CPO) yang dihasilkan berkisar antara
6 - 9 ton/ha/tahun. Berdasarkan data penjualan tahun 2008 (Lampiran 6) varietas
yang banyak diminati oleh konsumen adalah varietas Simalungun (SMB)
Yangambi, Dumpy dan Avros. Jumlah penjualan terhadap semua varietas yang
dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 . Penjualan Bahan Tanaman Berdasarkan Varietas

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa varietas yang banyak diminati oleh
konsumen adalah varietas Simalungun (SMB), Yangambi, Dumpy dan Avros
dengan total penjualan secara berurutan adalah 13 457 800, 10 913 805, 6 828 191
dan 6 699 791 kecambah. Tingginya permintaan terhadap kecambah dari varietas
Simalungun disebabkan karena varietas Simalungun memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan varietas lain yaitu: umur dapat dipanen lebih awal yaitu
22 bulan, dan rendemen minyak/tandan mencapai 26,5 %.

Pengendalian Mutu Produksi Benih Kelapa Sawit

Pengendalian mutu produksi dimulai sejak pengelolaan tanaman induk dan


tanaman bapak, seleksi calon benih, pematahan dormansi, pengecambahan,
seleksi kecambah siap salur serta pengemasan dan penyaluran kecambah.
Pengendalian mutu produksi pada PPKS merupakan tanggung jawab Divisi
Quality Control/Quality Ansurance (QC/QA). Kegiatan Divisi QC/QA dimulai
dari pengelolaan tanaman induk dan tanaman bapak sampai penyaluran kecambah
kepada konsumen. Pengendalian mutu secara teknis dilakukan dengan cara
memeriksa setiap kegiatan yang dilakukan oleh karyawan dengan cara mengambil
sampel sebanyak 32 % pada Divisi Pohon Induk 7.5 % untuk kualitas produk dan
2.5 % untuk kuantitas produk pada Divisi Produksi serta saat penyaluran
kecambah kepada konsumen sebanyak 7.5 % dari total kegiatan yang dilakukan
oleh karyawan. Jika petugas Quality Control menemukan ada kesalahan yang
dilakukan oleh karyawan maka karyawan tersebut akan ditegur sampai 2 kali dan
jika kesalahan tersebut terulang untuk ketiga kalinya maka karyawan yang
melakukan kesalahan akan dilaporkan kepada divisi terkait dan sanksi yang
diberikan diserahkan kepada divisi terkait.
Selain pengendalian mutu pada setiap aspek produksi PPKS juga
memberikan jaminan mutu kepada konsumen dengan membuat tulisan PPKS pada
benih yang dihasilkan PPKS. Tulisan yang bernamakan PPKS ini dibuat sebelum
benih dikecambahkan dengan menggunakan suatu alat yang bernama inject print.
Alat ini bekerja dengan cara mengeluarkan tinta pada saat benih dimasukkan ke
dalam alat tersebut. Tujuan pemberian tulisan “PPKS” adalah untuk menghindari
pemalsuan benih kelapa sawit yang mengatasnamakan PPKS. Dengan
dibentuknya Divisi Quality Control ini PPKS mampu menjadi penghasil
kecambah terbesar dengan mutu varietas yang unggul di Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan tingginya permintaan konsumen terhadap kecambah kelapa
sawit yang dihasilkan PPKS. Selain Divisi QC/QA terdapat empat divisi lain yang
juga berperan penting dalam produksi benih bermutu kelapa sawit. Divisi tersebut
adalah Divisi Breeding Research and Development (BRD), Divisi Pohon Induk,
Divisi Produksi, dan Divisi Pemasaran. Kelima Divisi tersebut saling bekerjasama
dalam produksi benih bermutu kelapa sawit.

Mutu Genetik

Saat ini PPKS telah menghasilkan 11 varietas unggul yaitu Yangambi,


Lame, Langkat, PPKS 540, PPKS 718, Simalungun, Sungai Pancur 1 (Dumpy),
Avros, Sungai Pancur 2, Bah Jambi dan Marihat. Berdasarkan data penjualan
tahun 2008 (Lampiran 6) varietas yang banyak diminati dan diproduksi adalah
varietas Simalungun (SMB), Yangambi, Dumpy dan Avros.
Mutu genetik yang meliputi kebenaran dan kemurnian genetik bahan
tanaman yang dihasilkan merupakan tanggung jawab Divisi Pohon Induk. Divisi
Pohon Induk pada SUS-BHT PPKS merupakan divisi yang bertugas menyediakan
bahan baku benih unggul kelapa sawit yang baik dan benar. Kegiatan divisi pohon
induk dimulai ketika bunga muncul. Selanjutnya memelihara bunga betina agar
tidak terkontaminasi dengan polen liar, menyediakan tepung sari sebagai sumber
penyerbukan buatan, melakukan penyerbukan buatan dan memeliharanya hingga
panen. Pemeliharaan keutuhan bagging (pembungkus) dan kebenaran label
merupakan hal yang paling penting dalam rangka menjamin kemurnian dan
kebenaran genetik benih yang dihasilkan.

Mutu Fisik dan Fisiologis

Benih kelapa sawit produksi PPKS hampir seluruhnya disalurkan dalam


bentuk kecambah. Hal ini disebabkan adanya dormansi yang sangat kuat pada
benih kelapa sawit sehingga memerlukan perlakuan khusus untuk dapat
mengecambahkannya. Kegiatan ini merupakan tanggung jawab Divisi Produksi.
Divisi Produksi benih kelapa sawit merupakan divisi yang bertugas mengolah
tandan benih sampai benih menjadi kecambah yang siap disalurkan kepada
konsumen. Kegiatan pada Divisi Produksi merupakan salah satu perhatian utama
penulis dalam melaksanakan magang. Dalam melaksanakan kegiatannya Divisi
Produksi dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bagian persiapan benih, pemecahan
dormansi dan perkecambahan.
1. Bagian Persiapan Benih
Tugas utama bagian persiapan benih adalah memproses tandan benih
menjadi benih. Kegiatan tersebut meliputi, penerimaan tandan, pencincangan,
fermentasi, pemipilan, pengupasan daging buah, penirisan, seleksi benih, dan
penyimpanan benih.
Pada bagian ini penulis melakukan evaluasi pengaruh umur tanaman induk
terhadap produksi dan mutu benih tanaman yang dihasilkan. Hasil evaluasi
disajikan pada bagian bab hasil pelaksanaan magang.
2. Bagian Pemecahan Dormansi
Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) ketika baru dipanen,
benih kelapa sawit mengalami dormansi dan perkecambahan alami sangat jarang
terjadi selama lebih dari beberapa tahun. Dormansi adalah suatu kondisi dimana
benih tidak berkecambah meskipun kondisi lingkungan mendukung untuk
terjadinya perkecambahan. Oleh karena itu diperlukan teknik khusus untuk
mematahkan dormansi tersebut.
Menurut Haryani (2005) dormansi benih kelapa sawit disebabkan adanya
penghalang berupa struktur penutup di germpore yaitu operculum (Gambar 7).
Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan pemecahan dormansi benih
kelapa sawit dapat dilakukan pada suhu 40 ºC selama 80 hari. Pemberian oksigen
berkonsentrasi tinggi dapat membantu perkecambahan jika diberikan selama atau
setelah proses pemanasan.

Gambar 7. Struktur Benih Kelapa Sawit

Pemecahan dormansi yang digunakan PPKS yaitu pemanasan benih pada suhu
40 °C selama 60 hari. Ruangan pemanas dilengkapi dengan kipas angin,
thermograph, sinko, dan heater. Fungsi heater adalah untuk menyemburkan
panas secara otomatis sedangkan thermograph berfungsi sebagai alat perekam
suhu ruangan yang bekerja secara berkesinambungan pada proses pemecahan
dormansi. Sinko berfungsi sebagai alat kontrol, apabila suhu lebih dari 40 °C
maka alat ini akan bekerja mematikan heater dan menghidupkan kipas angin.
Hasil penelitian PPKS menunjukkan dormansi benih kelapa sawit sudah dapat
dipatahkan dengan pemanasan selama 60 hari, dikombinasikan dengan
perendaman dan pengeringan sebelum dan setelah perlakuan pemanasan. Hal ini
dibuktikan bahwa dengan perlakuan tersebut persentase daya berkecambah benih
kelapa sawit PPKS tahun 2007 adalah 83.4 % (Arif, 2008).
Kegiatan pematahan dormansi di PPKS adalah perendaman I selama 7 hari,
pengeringan selama 24 jam, dilanjutkan dengan pemanasan selama 60 hari.
Setelah dipanaskan selama 60 hari dilakukan perendaman kedua selama 3 hari
dan pengeringan selama 5 jam. Perendaman berfungsi untuk mencuci zat-zat yang
menghambat dan melunakkan buah atau kulit benih dan pengeringan
dimaksudkan untuk mengurangi kadar air benih sehingga benih aman untuk
diproses lebih lanjut serta terhindar dari serangan hama dan penyakit (Haryani,
2003; Sukarman dan Hasanah, 2003). Perlakuan pemanasan bertujuan untuk
mematahkan dormansi benih kelapa sawit. Dengan pemanasan diharapkan
operculum menjadi retak sehingga benih dapat berkecambah. Setelah proses
pemanasan selesai benih siap dikirim ke ruang pengecambahan.
3. Bagian Pengecambahan Benih
Bagian pengecambahan benih bertugas mengecambahkan benih yang
diterima dari bagian pemecahan dormansi. Suhu ruangan pengecambahan berkisar
antara 28 ºC – 30 ºC dan kelembaban berkisar antara 65 °C – 75 °C. Temperatur
(suhu) dan kelembaban merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat
viabilitas benih selama perkecambahan. Temperatur ruang pengecambahan yang
terlalu tinggi (> 35 °C) dapat menghambat perkecambahan benih (Elisa, 2006).
Pada ruang pengecambahan, benih yang wadahnya terbuat dari kantong
plastik benih diletakkan pada rak-rak pengecambahan secara teratur sehingga
mudah untuk mengeluarkan dan meletakkan kembali (Gambar 8 a). Benih yang
wadahnya terbuat dari tray, benih dimasukkan ke dalam tray plastik dengan
kapasitas satu tray ± 1000 benih. Selanjutnya tray ditumpuk dengan tray lainnya
± 21 tumpukan (Gambar 8 b).

a. Wadah Plastik b. Wadah Tray

Gambar 8. Ruang Perkecambahan


Seleksi Kecambah Siap Salur

Pemilihan kecambah pertama pada PPKS dilakukan apabila benih telah


dikecambahkan selama 7 – 14 hari. Pemilihan berikutnya dilakukan seminggu
sekali pada wadah yang terbuat dari kantong plastik dan 3 – 4 hari sekali pada
wadah yang terbuat dari tray. Benih dipilah menjadi kecambah normal, abnormal
dan tumbuh panjang (Gambar 9). Kriteria kecambah normal menurut Chairani
(1991) adalah (1) radikula berwarna kekuning-kuningan dan plumula keputih-
putihan, (2) radikula lebih panjang dari plumula, (3) radikula dan plumula
tumbuh lurus serta berlawanan arah dan (4) panjang maksimum radikula 5 cm
dan plumula 3 cm. Kriteria kecambah normal yang digunakan PPKS adalah (1)
kecambah tumbuh sempurna, (2) plumula dan radikula sudah dapat dibedakan,
(3) plumula dan radikula tampak segar, (4) kecambah tidak berjamur dan (5)
panjang plumula dan radikula maksimum 2 cm. Kriteria kecambah abnormal
adalah : (1) tumbuh membengkok, (2) plumula dan radikula tumbuh searah dan
(3) layu dan berjamur. Kriteria kecambah panjang yaitu plumula dan radikula
lebih dari 2 cm. Hasil penelitian Williyatno (2007) menunjukkan plumula dan
radikula panjangnya lebih dari 2 cm terdapat pada selang 5 – 10 hari setelah
benih mulai berkecambah. Oleh karena itu untuk menghindari terdapatnya
kecambah tumbuh panjang maka pemilihan kecambah harus dilakukan
maksimum 10 hari setelah benih mulai berkecambah.

a. Kecambah Normal b. Kecambah Abnormal c. Kecambah Panjang

Gambar 9. Kecambah Kelapa Sawit

Kecambah normal, abnormal dan tumbuh panjang dipisahkan kemudian


dihitung jumlahnya setiap persilangan. Benih yang panjang plumula dan radikula
belum memenuhi kriteria kecambah normal atau belum berkecambah dimasukkan
kembali ke ruangan perkecambahan. Kegiatan pemilihan kecambah ini dilakukan
oleh 4 grup dan setiap grup terdiri dari 8 orang. Setiap orang mendapat 2 - 4
persilangan kecambah setiap hari untuk kegiatan pemilihan kecambah. Jumlah
kecambah yang dipilih tergantung pada jumlah persilangan yang ada. Berdasarkan
hasil pengamatan penulis jumlah kecambah yang dipilih oleh petugas pemilih
kecambah berkisar antara 2000 – 3000 kecambah/hari.

Pengemasan, Pengiriman dan Penyaluran Kecambah

Kecambah normal yang sudah dihitung dimasukkan ke dalam kantong


plastik berukuran 26 cm x 30 cm, tebal 0.05 mm, berwarna biru dan berlogo
“PPKS”. Setiap kantong berisi 150 kecambah. Apabila jumlah kecambah normal
pada tiap persilangan lebih dari 150 maka kecambah dimasukkan ke dalam
kantong lain. Selanjutnya identitas kecambah yang telah dipilih disiapkan serta
kecambah yang berasal dari satu persilangan diikat menjadi satu (Gambar 10).
Selanjutnya kantong kemasan kecambah dimasukkan ke dalam box plastik
berukuran 62 cm x 54 cm x 12 cm yang telah berisi busa styrofoam. Tiap box
memuat 5 125 kecambah atau 34 kantong plastik kecambah (Gambar 11). Tujuan
penggunaan busa styrofoam untuk mencegah kecambah dari kerusakan akibat
guncangan selama pengiriman ke PPKS Medan. Selanjutnya kecambah siap untuk
dikirim ke PPKS Medan dan disalurkan kepada konsumen. Sebelum disalurkan
kepada konsumen pada PPKS Medan kecambah disimpan pada ruang stock
opname dengan suhu berkisar antara 19 - 20 ºC. Penyaluran kecambah kelapa
sawit dilakukan setiap hari kerja yaitu dari hari senin sampai hari jumat.

Gambar 10. Pengemasan Kecambah Gambar 11. Box Plastik


HASIL PELAKSANAAN MAGANG

Pada Satuan Usaha Srategis Bahan Tanaman (SUS-BHT) PPKS terdapat


lima Divisi yang berperan dalam menghasilkan kecambah kelapa sawit. Kelima
Divisi tersebut adalah Divisi BRD, Divisi Pohon Induk, Divisi Produksi, Divisi
Pemasaran dan Divisi Quality Control/Quality Ansurance (QC/QA). Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan penulis selama melaksanakan magang di SUS-BHT
PPKS adalah (1) mengamati proses pengolahan tandan benih untuk analisis
tandan, (2) pengamatan karakter vegetatif tanaman kelapa sawit, (3) mengamati
proses pembungkusan, penyerbukan, pemanenan dan pengangkutan tandan benih,
(4) mengamati proses pembungkusan dan pemanenan bunga jantan, (5) pengujian
viabilitas tepung sari, (6) seleksi benih, (7) penganginan benih, (8) seleksi dan
perhitungan kecambah siap salur, (9) pengemasan kecambah siap salur, dan (10)
menghitung jumlah kecambah siap salur pada ruang stock opname. Selain itu
selama melaksanakan magang penulis juga melakukan evaluasi “Pengaruh
Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery” dan
evaluasi “Pengaruh Umur Tanaman Induk terhadap Produksi dan Mutu Benih
yang Dihasilkan”.

Pengolahan Tandan Benih untuk Analisis Tandan

Analisis tandan merupakan salah satu kegiatan yang ada pada divisi BRD.
Jenis persilangan yang dianalisis adalah DxD/DxT untuk mendapatkan calon
tanaman induk dan tanaman bapak yang akan digunakan untuk produksi benih
selanjutnya, dan DxP untuk pengujian keturunan sehingga mendapatkan infomasi
persilangan yang akan dilepas menjadi varietas baru. Teknis pelaksanaannya
adalah tandan diambil dari masing-masing kebun percobaan dengan rentang
waktu enam bulan sekali tetapi jika dalam satu pohon pada rentang waktu empat
bulan tandannya sudah matang maka sudah bisa dipanen dan tidak harus
menunggu sampai enan bulan. Selanjutnya tandan yang sudah diambil ditimbang
beratnya, dicincang untuk memisahkan buah dari tangkai buah, kemudian diambil
30 buah yang terdiri dari 10 buah bagian luar, tengah dan buah bagian dalam.
Mesocarp buah dipisahkan dari bijinya, mesocarp dicincang sampai halus
sedangkan inti difermentasi selama 10 hari. Mesocarp dikeringkan dengan
menggunakan oven kemudian dianalisis kandungan minyaknya. Sedangkan biji
dipecah setelah difermentasi selama 10 hari untuk melihat banyaknya inti yang
terkandung di dalam biji.

Karakter Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit

Pengamatan karakter vegetatif tanaman yang diuji juga dilakukan oleh Divisi
BRD. Karakter vegetatif yang diamati adalah tinggi tanaman, produksi daun,
jumlah daun, panjang pelepah, jumlah anak daun, diameter batang, serta lebar
dan panjang petiole. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan egrek yang
panjangnya sudah ditandai sebelumnya. Pengukuran tinggi dilakukan pada daun
ke - 17. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis (2008) bahwa daun ke – 17
merupakan daun yang paling sensitif dengan perubahan hara. Pada tanaman yang
masih muda (umur 1 - 2 tahun) dimana daun ke – 17 belum terbentuk
pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada pelepah daun ke - 4 dan pada
tanaman umur 3 - 4 tahun pada pelepah daun ke – 9.
Produksi daun tanaman dapat diperoleh dengan menghitung pertambahan
jumlah daun dari pengamatan sebelumnya. Sedangkan jumlah daun dihitung
dengan cara menghitung jumlah pelepah yang ada saat pengamatan dengan
menghitung jumlah spiral daun kelapa sawit kemudian dikalikan dengan delapan.
Pengamatan panjang pelepah didapat dengan cara mengukur dari anak daun
rudimenter paling bawah sampai ujung daun yang paling atas.
Jumlah anak daun diperoleh dengan cara menghitung jumlah anak daun
pada salah satu sisi pelepah daun ke – 17. Diameter batang diukur dengan
menggunakan meteran dimana pengukuran dilakukan satu meter di atas
permukaan tanah. Pengukuran panjang dan lebar petiole dilakukan dengan
menggunakan jangka sorong. Kegiatan pengukuran beberapa karakter vegetatif
tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 12.
a. Pengukuran Diameter Batang b. Pengukuran Petiole

Gambar 12. Pengamatan Vegetatif Tanaman Kelapa Sawit

Pembungkusan, Penyerbukan Bunga Betina, Pemanenan dan


Pengangkutan Tandan Benih

Kegiatan pembungkusan, penyerbukan bunga betina, pemanenan dan


pengangkutan tandan benih tidak dilakukan penulis secara langsung. Kegiatan
tersebut dilakukan oleh polinator PPKS dan penulis hanya mengamati proses
pelaksanaan kegiatannya.
 Pembungkusan
Pembungkusan bunga betina bertujuan untuk menjaga bunga betina dari
kontaminasi polen liar sehingga kemurnian genetik tandan benih yang dihasilkan
tetap terjaga. Pembungkusan dilakukan minimal 10 hari sebelum bunga antesis
atau seludang bunga pecah maksimal 25 % (Gambar 13 a). Menurut Lubis
(1993) apabila bunga dibungkus terlalu lama akan menyebabkan pembungkus
rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi sedangkan apabila dibungkus kurang
dari 10 hari juga kurang baik karena antesis bunga dalam satu tandan kadang-
kadang berlangsung lama yang dapat mencapai 5 – 10 hari sehingga
dikhawatirkan adanya tepung sari yang menyerbuki bunga yang lebih dulu
reseptif sebelum pembungkusan. Teknis pembungkusan bunga betina adalah :
a. Pembungkusan dilakukan 10 hari sebelum bunga antesis. Duri pelepah daun
yang mengganggu disingkirkan dan pelepah ditekan ke bawah. Tujuannya
adalah untuk memudahkan pelaksanaan pembungkusan (Gambar 13 b).
b. Tandan bunga (stalk) ditutupi dengan kapas yang sebelumnya sudah ditaburi
insektisida.
c. Pembungkus disarungkan dari atas dan dilipat pada pangkal tandan bunga.
Selanjutnya diikat dengan menggunakan karet yang terbuat dari ban bekas
yang sebelumnya sudah dipotong-potong menjadi beberapa bagian. Jumlah
ikatan adalah 6 – 7 kali lilitan (Gambar 13 c).
d. Untuk menghindari terjadinya serangan organisme pengganggu maka
pembungkus ditutupi dengan kawat kasa atau pembungkus yang sudah tidak
digunakan lagi.

(a) Seludang Bunga Pecah (b) Bunga Siap di Bungkus (c) Bunga Setelah
di Bungkus

Gambar 13. Pembungkusan Bunga Betina

 Penyerbukan Bunga Betina


Penyerbukan dapat dilakukan apabila tandan bunga betina 70 % telah
antesis dengan ciri-ciri kepala putik telah membuka dan berwarna putih
kekuningan (Gambar 14). Antesis dimulai dari spikelet yang berada pada dasar
tandan dan selesai dalam jangka waktu 2 hari. Jika kepala putik telah berwarna
cokelat maka antesis bunga betina sudah lewat sehingga apabila dilakukan
penyerbukan maka tandan tidak akan membentuk buah. Teknis kegiatan
penyerbukan adalah :
a. Kondisi fisik pembungkus diperiksa terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk
memastikan apakah ada serangga penyerbuk kelapa sawit yang masuk atau
tidak. Selanjutnya tepung sari yang sudah dimasukkan ke dalam botol
disemprotkan pada jendela bagging yang sebelumnya telah dilubangi.
b. Setelah disemprotkan bagging digoyang-goyang dengan tujuan agar tepung
sari yang sudah disemprot menyebar rata pada kepala putik.
Selanjutnya setelah 15 hari selesai diserbuki bagging dibuka dan pada
tandan buah kelapa sawit dimasukkan label. Label berisi identitas persilangan
tandan benih, tanggal bungkus dan tanggal penyerbukan. Tujuan pemasangan
label adalah menjaga kebenaran genetik tandan benih yang akan dihasilkan.

Gambar 14. Bunga Betina Antesis

 Pemanenan dan pengangkutan tandan benih


Panen tandan benih dilakukan 4,5 – 5 bulan setelah penyerbukan. Kriteria
lain yang digunakan untuk panen tandan benih apabila cangkang telah berwarna
hitam. Kegiatan panen dilakukan pada pagi hari. Sebelum panen kondisi label
diperiksa terlebih dahulu untuk memastikan label dalam kondisi baik dan benar.
Jika ada tandan yang tidak mempunyai label, atau tidak sesuai dengan buku
serbukan maka tandan benih tersebut diafkir.
Tandan benih yang berlabel baik dan benar dipotong dengan
menggunakan parang dan dimasukkan ke dalam kantong panen tandan dan diikat.
Selanjutnya tandan-tandan tersebut dimasukkan ke truk pengangkut tandan benih
untuk dikirim ke Bagian Persiapan Benih. Setiap tandan benih yang dikirim
dilengkapi dengan Surat Pengantar Tandan Bibit. Jumlah tandan yang dipanen
saat penulis mengikuti kegiatan ini adalah 25 tandan benih.

Pembungkusan dan Pemanenan Bunga Jantan

Kegiatan pembungkusan dan pemanenan bunga jantan juga tidak


dilakukan penulis secara langsung karena keterbatasan kemampuan penulis dalam
melakukan kegiatan tersebut sehingga penulis hanya mengamati proses
pelaksanaannya.
 Pembungkusan
Pembungkusan tandan bunga jantan juga dilakukan 10 hari sebelum bunga
antesis. Cara pembungkusan bunga jantan sama dengan cara pembungkusan
bunga betina.
 Pemanenan
Pemanenan bunga dilakukan apabila 60 – 70 % bunga telah antesis yang
dapat diketahui dengan cara melihat bunga dari jendela yang terdapat pada
bagging (pembungkus). Ciri-ciri bunga jantan telah antesis adalah bunga telah
mengeluarkan tepung sari dan berbau adas wangi.
Kegiatan panen dilakukan pada pagi hari berkisar antara 07.00 – 10.00
pagi. Tandan yang telah dipanen diturunkan dari pohon dengan menggunakan
tali. Tandan tersebut selanjutnya diserahkan kepada petugas penerima tandan
yang akan memeriksa keadaan bunga. Pemeriksaan meliputi :
 Kondisi bagging (pembungkus). Jika bagging rusak atau bocor maka tandan
diafkir.
 Kondisi tandan. Jika pada tandan di dalam bagging terdapat serangga
penyerbuk kelapa sawit atau tandan dalam keadaan busuk karena terlambat
panen maka tandan tersebut juga diafkir dan berita acara dibuat setelah
pemeriksaan.

Pengujian Viabilitas Tepung Sari

Pengujian viabilitas tepung sari merupakan tanggung jawab divisi pohon


induk. Tujuan pengujian viabilitas adalah untuk melihat daya tumbuh tepung sari
yang akan digunakan di lapangan. Pengujian viabilitas sangat penting dilakukan
karena viabilitas tepung sari merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
kegiatan penyerbukan di lapangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gardner et
al. (1991) kegagalan pembentukan buah dapat disebabkan kurangnya fertilisasi
karena kurang viabelnya polen yang digunakan.
Bahan yang digunakan adalah media sukrosa sebagai media
pengecambahan, larutan borax 15 ppm serta aquades atau air bersih. Cara
pengujian viabilitas adalah :
 Media yang telah dipersiapkan dan tepung sari yang akan diuji diletakkan
pada dek gelas.
 Kemudian dek gelas dan tepung sari tersebut dipanaskan dalam oven dengan
suhu 38 ºC selama 3 – 4 jam.
 Setelah dipanaskan, preparat (tepung sari) diamati di bawah mikroskop.
 Pengamatan yang dilakukan meliputi jumlah kecambah tepung sari yang
hidup dan yang mati.
 Viabilitas tepung sari dihitung berdasarkan persentase kecambah tepung sari
yang hidup.
Tepung sari yang hidup dicirikan dengan adanya ekor sedangkan yang
mati yaitu yang terlihat berwarna hitam. Penilaian terhadap viabilitas tepung sari
dilakukan dalam dua tahap. Jika pada pemeriksaan pertama diperoleh viabilitas
atau daya berkecambah > 70 % maka tepung sari dinilai baik dan layak digunakan
sehingga langsung disimpan. Jika viabilitas < 70 % maka dilakukan pemeriksaan
kedua. Apabila hasil rata-rata pada pemeriksaan pertama dan kedua diperoleh
hasil > 70 % maka tepung sari dinilai baik dan dapat disimpan sedangkan jika
hasilnya < 70 % maka tepung sari langsung diafkir.
Pemeriksaan viabilitas awal dilakukan beberapa hari (selesai diproses)
setelah panen. Pemeriksaan berikutnya dilakukan apabila tepung sari telah
disimpan selama 2 – 3 bulan di dalam freezer. Apabila hasil pengujian viabilitas
setelah disimpan < 70 % maka tepung sari tersebut diafkir, sedangkan jika
viabilitasnya > 70 % maka tepung sari masih dapat digunakan. Hasil penelitian
Widiastuti (2005) menunjukkan viabilitas tepung sari mulai mengalami penurunan
setelah disimpan selama 3 bulan tetapi sampai pada batas penyimpanan 6 bulan
viabilitas tepung sari masih dapat dipertahankan diatas 70 %.
Hasil pengamatan penulis terhadap viabilitas beberapa tepung sari dapat
dilihat pada Tabel 2. Pengamatan ini merupakan pengamatan viabilitas awal yang
dilakukan lima dan enam hari setelah tepung sari dipanen.
Tabel 2. Viabilitas Beberapa Tepung Sari

No No Buku Polen Tanggal Panen Tanggal Pengujian DB (%)


1 BO 104 P 01-04-09 07-04-09 79.4
2 BO 713 P 01-04-09 07-04-09 81.8
3 BO 323 P 02-04-09 07-04-09 82.3
4 BO 484 P 02-04-09 07-04-09 81.4
5 BO 408 P 02-04-09 07-04-09 81.0
Sumber Data : Pengamatan Penulis

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa viabilitas tepung sari yang diuji
viabilitasnya cukup tinggi dimana nilai rata-rata dari tiga ulangan yang diuji lebih
dari 70 % dimana berkisar antara 79.4 – 82.3 %. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kualitas polen yang dihasikan PPKS Marihat termasuk ke
dalam serbuk sari kualitas baik. Widiastuti (2005) menyatakan serbuk sari
dikatakan berkualitas baik apabila memiliki daya berkecambah (viabilitas) yang
tinggi karena daya berkecambah serbuk sari tersebut menentukan jumlah buah
yang akan terbentuk. Semakin kecil daya berkecambah serbuk sari pembentukan
buah juga akan semakin kecil.

Seleksi Benih

Seleksi benih dilakukan setelah benih ditiriskan selama 24 jam. Kegiatan


seleksi ini dilakukan oleh Divisi Produksi benih bagian persiapan benih. Seleksi
merupakan kegiatan pemilihan benih yang baik untuk dijadikan sebagai
kecambah. Benih yang dianggap tidak layak untuk dikecambahkan akan diangap
sebagai benih afkir. Adapun yang termasuk ke dalam benih afkir adalah benih
pecah, benih kecil dan benih putih (Gambar 15).
 Benih pecah
Benih pecah adalah benih yang terbelah atau terpotong dan mengenai
bagian inti. Pecahnya benih-benih tersebut sebagai akibat dari proses
pencincangan atau terlambat mematikan mesin pengupas daging buah.
 Benih kecil
Benih yang kecil merupakan benih yang lolos dari kawat seleksi. Ukuran
lubang kawat yang digunakan PPKS adalah adalah 1 cm x 1 cm. Benih dipisahkan
karena ukurannya yang kecil sehingga tidak disukai oleh konsumen.
 Benih Putih
Benih putih adalah benih yang terbentuk akibat pematangan tandan yang
tidak seragam. Benih ini harus dipisahkan karena warnanya yang putih kurang
disukai oleh konsumen.

(a) Benih pecah (b) Benih kecil (c) Benih putih


(d)
Gambar 15. Benih Afkir

Persentase jumlah benih afkir (pecah, kecil dan putih) berdasarkan hasil
pengamatan penulis dapat dilihat pada Tabel 3. Data yang diperoleh merupakan
data sekunder yang dikumpulkan dari seleksi benih Divisi Produksi. Sampel data
diambil dari tanaman induk yang berumur 9 tahun (tahun tanam 2000) sebanyak
5 tandan.

Tabel 3. Persentase Jumlah Benih Total, Benih Baik dan Benih Afkir

Jumlah Benih
Tandan
Pecah Kecil Putih JBA JBB JBT
1 5 11 6 22 1155 1177
2 12 25 26 63 584 647
3 0 19 10 29 701 730
4 3 8 81 92 316 408
5 8 40 15 63 264 327
Total 28 103 138 269 3020 3289
% 0.85 % 3.13 % 4.19 % 8.17 % 91.83 % 100 %
Keterangan : JBA : Jumlah Benih Afkir
JBB : Jumlah Benih Baik
JBT : Jumlah Benih Total

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase benih baik mencapai 91.83 %
dan benih afkir 8.17 %. Persentase benih afkir tertinggi terdapat pada benih putih
(4.19 %) diikuti benih kecil (3.13 %) dan benih pecah (0.85 %). Hal ini berarti
mutu benih yang dihasilkan PPKS sudah cukup tinggi karena persentase benih
baik tergolong tinggi.
Benih afkir dipisahkan dari benih baik. Selanjutnya jumlah benih baik dan
benih afkir dihitung jumlahnya dan dicatat ke dalam buku seleksi benih. Benih
baik dimasukkan ke dalam kantong plastik dimana setiap kantong benih
dilengkapi dengan label identitas dari lapangan dan label kertas kuning yang
berisi data-data benih dari lapangan serta jumlah benih hasil seleksi.

Penganginan Benih

Kegiatan penganginan dilakukan satu kali dalam seminggu selama benih


berada di dalam ruang pemanas (Gambar 16). Kegiatan ini bertujuan untuk
memberi tambahan oksigen atau mengganti oksigen pada benih. Teknis
pelaksanaannya adalah :
 Benih dalam kantong plastik
Benih dikeluarkan dari ruang pemanas kemudian karet yang mengikat
kantong plastik dibuka dan dibiarkan selama 15 menit.
 Benih dalam tray
Tray dikeluarkan dari ruang pemanas kemudian tray yang sebelumnya
ditumpuk dibuka sehingga oksigen dapat masuk ke dalam tray.

Gambar 16. Penganginan Benih


Seleksi dan Perhitungan Kecambah Siap Salur

Sewaktu penulis melaksanakan magang di PPKS, PPKS sedang


melakukan continual improvement sistem produksi bahan tanaman dengan cara
mencoba menggantikan wadah pengecambahan benih yang semula menggunakan
kantong plastik dengan tray. Latar belakang digantinya wadah pengecambahan
disebabkan oleh rendahnya persentase kecambah yang layak disalurkan kepada
konsumen dimana berdasarkan data tahun 2007 dari 84.91 % daya berkecambah
benih hanya 59.91 % kecambah yang layak disalurkan kepada konsumen. Pada
kantong plastik benih-benih dalam satu kantong plastik tertumpuk hingga
beberapa lapis sehingga diduga sebagai penyebab tingginya jumlah benih
abnormal (Arif, 2008). Oleh karena itu penulis mencoba mengambil sampel
perbandingan wadah pengecambahan benih antara kantong plastik dengan tray.
Data diambil dari percobaan perbandingan penggunaan tray dengan
kantong plastik untuk proses pengecambahan benih. Data yang diambil terdiri
dari lima persilangan kelompok tanaman Langkat (LTC) yang tanggal
pemanasannya sama. Hasil evalusi dapat dilihat pada Gambar 17.

100 79.51
81.6
Persentase (%)

80
60 74.82
40 82
20 2.02 7.18 0.04 18.41
0 0
18

Tray Plastik
Kecambah
Keterangan : PTM : Potensi Tumbuh maksimum
TT : Tidak Tumbuh

Gambar 17. Perbandingan , Kecambah Normal, Kecambah Abnormal,


Kecambah Tumbuh Panjang, Benih Tidak Tumbuh, dan PTM
dengan menggunakan tray dan kantong plastik sebagai wadah
pengecambahan.
Gambar 17 menunjukkan terdapat perbedaan jumlah kecambah normal,
abnormal, tumbuh panjang, potensi tumbuh maksimum (PTM) serta kecambah
yang tidak tumbuh antara tray dengan kantong plastik. Jumlah kecambah normal
pada wadah pengecambahan yang menggunakan tray (79.51 %) lebih besar dari
wadah pengecambahan dari kantong plastik (74.82 %). Hal ini berarti jumlah
kecambah abnormal pada wadah pengecambahan yang terbuat dari kantong
plastik lebih besar dari wadah pengecambahan yang terbuat dari tray. Kecambah
yang tumbuh panjang pada wadah tray lebih tinggi persentasenya (0,04 %) dari
wadah pengecambahan yang terbuat dari kantong plastik (0 %). Hal yang sama
juga diungkapkan oleh Arif (2008) jumlah kecambah yang tumbuh panjang pada
wadah tray lebih banyak dari wadah kantong plastik. Hal ini berarti pertumbuhan
kecambah pada wadah tray lebih cepat dibandingkan wadah pengecambahan
yang terbuat dari kantong plastik. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 17
dapat disimpulkan bahwa keputusan PPKS mengganti wadah pengecambahan
dari kantong plastik dengan tray sudah tepat.

Pengemasan Kecambah Siap Salur

Kegiatan pengemasan kecambah siap salur dilakukan penulis selama dua


hari berada pada Divisi Produksi. Teknis pelaksanaannya adalah kecambah
normal yang telah dipilih dimasukkan ke dalam kantong plastik yang berlabel
“PPKS”. Satu kantong plastik berisi 150 kecambah. Sebelum diikat dengan karet
gelang kantong plastik diberi suplai oksigen dengan cara mengembungkan
kantong plastik. Setelah itu kantong plastik diikat bersama identitas persilangan
kecambah tersebut (Gambar 18).

Identitas Persilangan

Gambar 18. Pengemasan Kecambah Siap Salur


Perhitungan Jumlah Kecambah Siap Salur pada ruang Stock Opname

Kecambah yang dihasilkan Divisi Produksi dari Medan dan Marihat yang
akan disalurkan kepada konsumen disimpan pada sebuah ruangan AC dengan
suhu berkisar antara 19 - 20 ºC di PPKS Medan. Pada ruangan stock terdapat rak-
rak tempat penyimpanan kecambah. Pada rak tersebut kecambah disusun dan
dikelompokkan berdasarkan varietas. Satu varietas kecambah disusun sebanyak
34 kantong kecambah dengan rincian setiap kantong berisi 150 kecambah
ditambah 125 butir bonus (2.5 %), sehingga totalnya adalah 5 125. Selanjutnya
kecambah yang totalnya sudah 5 125 tersebut diberi label. Apabila jumlah
kantong kecambah varietas yang sama kurang dari 34 kantong maka kecambah
tersebut disusun tetapi belum di beri label.
Kecambah dapat disimpan pada ruangan stock opname selama seminggu.
Apabila lebih dari seminggu maka kecambah akan bertambah panjang plumula
dan radikulanya melebihi standar yang telah ditetapkan yaitu 2 cm. Selain itu
kecambah juga dapat berjamur, busuk dan mati apabila disimpan terlalu lama.
Apabila kecambah tersebut terpaksa disimpan lebih dari seminggu dan ditemukan
kecambah yang berjamur, busuk atau mati maka kecambah tersebut dikembalikan
ke Divisi Produksi untuk dimusnahkan.
Penyaluran kecambah kelapa sawit dilakukan setiap hari kerja yaitu dari
hari senin sampai hari jumat. Perhitungan jumlah kecambah pada ruang stock
opname dilakukan setelah semua kegiatan penyaluran selesai dilakukan. Kegiatan
ini biasanya dilakukan pada malam hari setelah kecambah siap salur dari PPKS
marihat sampai di PPKS medan. Hasil perhitungan penulis pada jumlah kecambah
yang berada pada ruang stock opname tanggal 7 Mei 2009 dapat dilihat pada
Tabel 4. Jumlah kecambah awal yang berada pada ruang stock opname adalah
724 040 kecambah. Jumlah kecambah siap salur dari PPKS Medan yang masuk
keruang stock opname adalah sebesar 26 875 kecambah dan dari PPKS Marihat
sebesar 96 725 kecambah. Jumlah kecambah total pada ruang stock opname
tanggal 7 Mei 2009 adalah sebesar 786 140 kecambah (Tabel 4).
Tabel 4. Jumlah Kecambah pada Ruang Stock Opname
periode 7 Mei 2009
Pemasukan
No Varietas Stok Awal Penyaluran Sisa Stok Akhir
Medan Marihat
1 Dy x P 44.727 2.050 42.677 15.450 0 58.127

2 D x P SMB 295.717 51.250 244.467 11.425 11.600 267.492

3 D x P LTC 133.267 0 133.267 0 11.750 145.017


DxP
4 1.350 0 1.350 0 0 1.350
PPKS 718
DxP
5 76.725 0 76.725 0 6.025 82.750
PPKS 540
DxP
6 28.036 5.453 22.583 0 23.500 46.083
Yangambi
DxP
7 77.050 0 77.050 0 27.575 104.625
Avros
DxP
8 67.168 2.747 64.421 0 16.275 80.696
Lame
Total 724.040 61.500 662.540 26.875 96.725 786.140
Sumber Data : Pengamatan Penulis

Evaluasi Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap


Pertumbuhan Bibit di Pre Nursery

Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 7 – 10 dan hasil
rekapitulasi sidik ragam dapat dilihat pada Tabel 5. Rekapitulasi hasil sidik ragam
menunjukkan panjang kecambah mempengaruhi persentase hidup bibit pada
5 - 12 MST, tinggi bibit pada 5 – 12 MST, jumlah daun pada 6 dan 7 MST serta
diameter batang pada 6 dan 7 MST. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan
panjang kecambah terhadap pertumbuhan bibit di pre nursery dapat dilihat pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap
Peubah yang Diamati pada 5 hingga 12 MST

Periode Pengamatan
Peubah P KK
(MST)
Persentase Hidup 5 * 9.44
6 * 9.36
7 * 9.44
8 * 9.44
9 * 9.44
10 * 9.44
11 * 9.44
12 * 9.44
Tinggi Bibit 5 ** 9.63
6 ** 9.69
7 ** 9.38
8 * 10.58
9 * 9.81
10 ** 7.59
11 ** 6.83
12 ** 7.09
Jumlah Daun 5 tn 21.81
6 * 16.32
7 ** 11.52
8 tn 9.15
9 tn 9.44
10 tn 8.37
11 tn 8.90
12 tn 10.28
Diameter Batang 5 * 7.85
6 tn 7.14
7 * 5.19
8 tn 8.29
10 tn 5.49
11 tn 5.09
12 tn 6.97
Keterangan : MST : Minggu Setelah Tanam
P : Panjang Kecambah
* : Berpengaruh nyata pada uji F taraf 5 %
** : Berpengaruh sangat nyata pada uji F taraf 1 %
tn : tidak nyata

1. Persentase Hidup
Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap persentase hidup bibit
menunjukkan perlakuan panjang kecambah mempengaruhi persentase hidup bibit
pada 5 MST – 12 MST. Perlakuan P3 (panjang plumula dan radikula 1 – 2 cm)
memiliki persentase hidup tertinggi yang stabil dengan nilai 100 %
(5 MST – 12 MST). Persentase hidup terendah terdapat pada perlakuan P0
(plumula dan radikula belum dapat dibedakan) dengan nilai 76.66 % pada
5 MST – 6 MST dan turun menjadi 73.33 % pada 7 MST. Pada 5 MST masing-
masing mempunyai nilai persentase hidup 93.33 % (P1) dan 96.66 % (P2). Pada
6 MST keduanya mempunyai nilai persentase hidup yang sama yaitu 96.66 %
hingga akhir pengamatan (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Persentase


Hidup Bibit pada 5 hingga 12 MST
Perlaku Waktu Pengamatan (MST)
an 5 6 7 8 9 10 11 12
..................................persentase hidup (%)..................................
P0 76.66b 76.66b 73.33b 73.33b 73.33b 73.33b 73.33b 73.33b
P1 93.33a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a
P2 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a 96.66a
P3 100.00a 100.00a 100.00a 100.00a 100.00a 100.00a 100.00a 100.00a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %.

Perlakuan P0 banyak yang busuk dan berjamur dan akhirnya mati. Hal ini
menunjukkan bahwa kecambah yang belum dapat dibedakan antara plumula dan
radikulanya (P0) masih terlalu rentan untuk menghadapi kondisi pembibitan yang
relatif kurang optimum dibandingkan kondisi di ruang perkecambahan.
2. Tinggi Bibit
Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan terhadap tinggi bibit
menunjukkan tinggi bibit pada perlakuan P0 nyata lebih rendah dibandingkan
perlakuan P1, P2, P3 baik pada awal pengamatan (5 MST) maupun akhir
pengamatan (12 MST). Pada 5 MST perlakuan P3 mempunyai tinggi bibit
tertinggi (6.60 cm) berbeda nyata dengan P1 dan P2 yang masing-masing bernilai
5.62 cm (P1) dan 5.11 cm (P2). Meskipun pada awalnya P1 dan P2 tertinggal
pertumbuhannya dibandingkan dengan P3 tetapi pada 11 MST perlakuan P1, P2,
P3 ketiganya tidak berbeda nyata. Demikian pula pada 12 MST perlakuan P1, P2
dan P3 mempunyai tinggi bibit yang tidak berbeda dimana masing-masing
bernilai 16.55 cm (P1), 14.78 cm (P2) dan 16.10 cm (P3) (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Tinggi Bibit


pada 5 hingga 12 MST
Waktu Pengamatan (MST)
Perlakuan
5 6 7 8 9 10 11 12
....................................tinggi bibit (cm)....................................
P0 3.82c 5.49c 7.06c 8.45b 9.6b 10.47c 11.22b 12.13b
P1 5.62b 7.78b 9.90ab 11.86a 12.98a 13.96a 14.84a 16.55a
P2 5.11b 6.95b 8.63cb 10.34b 11.33b 12.05b 13.51a 14.78a
P3 6.60a 8.80a 10.86a 12.46a 13.15a 13.70b 14.79a 16.10a
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 %
Jaringan penyimpan cadangan makanan pada tanaman kelapa sawit
disebut dengan endosperm. Endosperm pada tanaman kelapa sawit tidak pernah
keluar dari cangkang, melainkan diserap oleh haustorium sebagai bahan makanan
(sumber energi) untuk pertumbuhan perkecambahan (Mangoensoekarjoe dan
Semangun, 2005). Cadangan makanan berisi karbohidrat, lemak dan protein
(Pahan, 2008). Cepatnya laju tinggi tanaman pada perlakuan P1 - P3 diduga
sebagai akibat sudah terbentuknya plumula dan radikula pada ketiga perlakuan
tersebut, sedangkan pada perlakuan P0 plumula dan radikula belum terbentuk.
Sehingga pada saat ditanam (awal pertumbuhan) kecambah pada perlakuan P0
menggunakan energi yang diperoleh dari endosperm untuk pertumbuhan plumula
dan radikula sedangkan ketiga perlakuan lainnya (P0, P1 dan P2) menggunakan
energi tersebut untuk pemanjangan plumula dan radikula. Akibatnya pertumbuhan
tinggi pada perlakuan P0 lebih lama dibandingkan dengan ketiga perlakuan
lainnya.
3. Jumlah Daun
Peubah jumlah daun dipengaruhi oleh perlakuan panjang kecambah hanya
saat 6 dan 7 MST. Menurut Lubis (2008) fotosintesis tanaman kelapa sawit
dimulai pada umur 1 bulan setelah tanam yaitu ketika daun pertama telah
terbentuk. Perlakuan P0 nilai jumlah daunnya lebih rendah dari perlakuan P1, P2
dan P3 dan terlihat perbedaannya saat bibit berumur 6 dan 7 MST (Tabel 8).
Berdasarkan jumlah daun dapat diduga laju fotosintesis pada perlakuan P1, P2,
P3 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0, yang akan berpengaruh pada
pertumbuhan bibit secara keseluruhan.

Tabel 8. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Jumlah Daun


pada 5 hingga 12 MST
Waktu Pengamatan (MST)
Perlakuan 5 6 7 8 9 10 11 12
..................................jumlah daun......................................
P0 0.73 0.73b 1.00c 1.66 1.66 1.80 1.93 2.46
P1 1.06 1.20a 1.53ab 1.80 1.93 2.13 2.26 2.73
P2 0.86 1.00ab 1.40b 1.66 1.73 1.86 2.20 2.66
P3 1.00 1.06a 1.73a 2.00 2.00 2.00 2.20 2.66
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%
4. Diameter Batang
Perlakuan panjang kecambah terhadap diameter batang hampir sama
dengan jumlah daun yang dihasilkan. Panjang kecambah hanya berpengaruh nyata
terhadap diameter batang pada 5 MST dan 7 MST. Hasil analisis statistik
pengaruh perlakuan terhadap diameter batang dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Kriteria dan Panjang Kecambah terhadap Diameter


Batang pada 5 hingga 12 MST
Waktu Pengamatan (MST)
Perlakuan
5 6 7 8 10 11 12
..............................diameter batang (cm)..............................
P0 0.23b 0.27 0.29b 0.34 0.39 0.42 0.45
P1 0.28a 0.32 0.35a 0.39 0.46 0.47 0.52
P2 0.28a 0.30 0.32ab 0.35 0.42 0.45 0.51
P3 0.27a 0.31 0.33a 0.37 0.43 0.46 0.53
Keterangan : Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan yang sudah dapat dibedakan
antara plumula dan radikula (P1, P2 dan P3) diameter batangnya relatif sama dan
lebih besar dibandingkan perlakuan yang belum dapat dibedakan antara plumula
dan radikula (P0), khususnya pada 5 dan 7 MST.
Meskipun mulai 8 MST hingga akhir pengamatan (12 MST) semua
perlakuan mempunyai jumlah daun dan diameter batang yang tidak berbeda nyata
(Tabel 8 dan 9) tetapi tinggi bibit P0 nyata lebih rendah dibandingkan P1, P2, P3
(Tabel 7) dan persentase hidup P0 nyata lebih rendah dibanding perlakuan yang
lain (Tabel 6) sehingga dapat disimpulkan bahwa kecambah yang belum dapat
dibedakan plumula dan radikulanya belum siap di tanam di pembibitan.
Hasil penelitian Williyatno (2007) menunjukkan panjang rata-rata plumula
dan radikula mencapai 0.4 cm setelah dikecambahkan selama lima hari, 1.8 cm
setelah benih dikecambahkan selama 10 hari dan 3.6 cm setelah dikecambahkan
selama 15 hari. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diduga waktu yang
dibutuhkan kecambah yang belum dapat dibedakan plumula dan radikulanya
dapat dibedakan antara plumula dan radikula serta dapat mencapai panjang
seperti pada perlakuan P1, P2 dan P3 berkisar antara 2 – 5 hari setelah benih
mulai berkecambah. Oleh karena itu untuk menghindari adanya bibit yang tidak
tumbuh di pembibitan maka penyaluran kecambah yang belum dapat dibedakan
antara plumula dan radikula harus ditunggu ± 2 - 5 hari setelah benih mulai
berkecambah.
Hasil evaluasi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Divisi Produksi
serta QC/QA dalam menyalurkan kecambah kepada konsumen.

Evaluasi Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi


dan Mutu Benih Tanaman yang Dihasilkan

Hasil evaluasi “Pengaruh Umur Tanaman terhadap Produksi dan Mutu


Benih Tanaman yang Dihasilkan” menunjukkan rata-rata bobot tandan pohon
induk kelapa sawit meningkat seiring dengan pertambahan umur tanaman dan
rata-rata bobot tandan mulai stabil saat tanaman berumur 14 tahun. Bobot tandan
tertinggi terdapat pada tanaman yang berumur 17 tahun dengan nilai rata-rata
31,75 kg/tandan dan bobot terendah terdapat saat tanaman berumur 9 tahun
dengan nilai rata-rata 24.55 kg/tandan (Gambar 19).
40
Bobot Tandan (kg)

30
20
10
0
9 13 14 16 17
Umur Tanaman (tahun)

Gambar 19. Hubungan Umur Tanaman Induk dengan Bobot Tandan Tanaman

Peningkatan bobot tandan disebabkan prediksi jumlah tandan per pohon


pada tanaman kelapa sawit menurun seiring dengan pertambahan umur tanaman.
Jumlah tandan dalam satu pohon berkurang seiring dengan pertambahan umur
tanaman (Tabel 10). Jumlah tandan tanaman yang masih berumur 9 tahun lebih
banyak dibandingkan dengan tanaman yang berumur > 9 tahun. Semakin banyak
jumlah tandan dalam satu pohon maka rata-rata bobot tandan akan semakin kecil.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Lubis (2008) bahwa pada tanaman muda jumlah
bunga jantan per pohon sedikit dibandingkan dengan tandan bunga betina dan
perbandingan ini akan berubah sesuai peningkatan umur tanaman. Rendahnya
nilai rata-rata bobot tandan pada tanaman yang berumur 9 tahun dibandingkan
dengan tanaman yang lebih tua diduga sebagai akibat dari jumlah tandan serta
jumlah bunga betina yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan tanaman
yang lebih tua. Semakin banyak jumlah tandan dan bunga betina dalam satu
pohon maka bobot tandan lebih kecil dan jumlah benih yang terbentuk per
tandan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman yang menghasilkan sedikit
tandan dalam satu pohon. Hal ini disebabkan hasil fotosintesis tanaman terbagi ke
dalam jumlah tandan yang lebih banyak sehingga bobot/tandan menurun.

Tabel 10. Potensi Produksi Kelapa Sawit


Umur
RJT TBS
Tanaman(tahun)
(tandan/pohon) (ton/ha/th)
9 14 31.0
13 11.3 31.0
14 10.3 30.0
16 8.5 27.1
17 8.0 26.0
Keterangan: TBS = Tandan Buah Segar
RJT = Rata-rata Jumlah Tandan
Sumber : Lubis (2008)

Pengaruh umur tanaman juga terlihat pada mutu benih yang dihasilkan.
Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah calon benih (JCB) dan jumlah benih baik
(JBB) yang dihasilkan tanaman. Pengaruh umur tanaman terhadap JCB dan JBB
yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 20.
1600
1400
1200
1000
jumlah

800
600 JCB
400 JBB
200
0
9 13 14 16 17
Umur Tanaman ( tahun)

Keterangan : JCB = Jumlah Calon Benih


JBB = Jumlah Benih Baik

Gambar 20. Hubungan Umur Tanaman dengan JCB dan JBB


Gambar 20 menunjukkan bahwa jumlah calon benih dan jumlah benih
baik yang dihasilkan meningkat sampai tanaman berumur 14 – 16 tahun dan mulai
mengalami penurunan saat tanaman berumur 17 tahun.
Menurut Setyamidjaja (2006) pada tanaman dewasa dapat diperoleh 600 –
2000 buah/tandan tergantung pada besarnya tandan. Hal ini berarti semakin besar
ukuran tandan maka tandan semakin berat dan jumlah benih yang dihasilkan
juga semakin banyak sampai tanaman mencapai puncak produksi.
Bobot tandan tanaman tertinggi terdapat saat tanaman berumur 17 tahun
(Gambar 19) sedangkan jumlah calon benih (JCB) dan jumlah benih baik (JBB)
mengalami penurunan saat berumur 17 tahun (Gambar 20). Hal ini berarti
peningkatan rata-rata bobot tandan tidak diikuti dengan peningkatan JCB dan
JBB yang dihasilkan. Produksi JCB dan JBB mulai turun saat tanaman berumur
17 tahun ketika bobot tandan masih menunjukkan peningkatan. Diduga saat
tanaman berumur 17 tahun bobot setiap butir benih mengalami peningkatan
dibandingkan tanaman yang berumur < 17 tahun.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Keberhasilan PPKS menjadi produsen benih kelapa sawit terbesar di


Indonesia tidak terlepas dari kemampuan teknis yang handal dan keberhasilan
manajemen di PPKS termasuk komitmennya dalam memperhatikan mutu benih
yang diproduksi.
Kriteria dan panjang kecambah saat ditanam di pembibitan berpengaruh
terhadap persentase hidup dan pertumbuhan tanaman. Hasil evaluasi penulis di
PPKS menunjukkan bahwa kecambah yang belum dapat dibedakan antara
plumula dan radikula memiliki persentase hidup dan vigor tanaman (tinggi
tanaman, jumlah daun dan diameter batang) lebih rendah dibandingkan kecambah
yang sudah dapat dibedakan antara plumula dan radikulanya. Hasil evaluasi
diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi PPKS sebagai standar mutu
penyaluran kecambah.
Umur pohon induk mempengaruhi produksi dan mutu benih yang
dihasilkan. Berdasarkan hasil evaluasi penulis berat tandan tanaman meningkat
seiring dengan pertambahan umur tanaman, sedangkan jumlah calon benih dan
benih baik yang dihasilkan meningkat sampai tanaman berumur 16 tahun.

Saran

Pusat Penelitian Kelapa Sawit perlu meningkatkan kemampuan dalam


memprediksi permintaan pasar terhadap kecambah kelapa sawit sehingga dapat
senantiasa memenuhi permintaan konsumen tanpa harus menurunkan mutu
produksi dan semua kecambah yang dihasilkan dapat terserap oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008. Kajian penggunaan tray plastik untuk proses pengecambahan


benih kelapa sawit. Warta PPKS. 16:23-27.

Buana, L., D. Siahaan, dan S. Adiputra. 2006. Budidaya Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan.

Chairani, M. 1991. Teknik pengadaan benih kelapa sawit bersertifikat. Berita Pen.
Perkeb. 2:57-70.

Chin, H.F and E.H. Roberts. 1980. Recalsitrants Crop Seeds. Tropical Press.
Kuala Lumpur. 151 P.

Departemen Pertanian. 2008. Pendataan kelapa sawit tahun 2008 secara


komprehensif dan objektif. http://www.deptan.co.id. [3 Januari 2009].

Direktorat Jenderal Perkebunan 2007. Perkembangan pemuliaan dan


perbenihan kelapa sawit http://www.ditjenbun.deptan.go.id. [13 Januari
2009].

. 2008a. Ketersediaan benih kelapa sawit dalam


negeri. http://www.ditjenbun.deptan.go.id. [3 Januari 2009].

. 2008b. Proses produksi benih tanaman kelapa


sawit. http://www.ditjenbun.deptan.go.id. [23 Januari 2009].

. 2009. Pendataan lengkap perkebunan kelapa


sawit Indonesia tahun 2008. http://www.ditjenbun.deptan.go.id.
[10 Juli 2009] .

Elisa. 2006. Dormansi dan perkecambahan biji. http://elisa.ugm.ac.id.com.


[28 Oktober 2009).

Gardner, F.P., R.B. Pearce dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan. H. Susilo. UI Press. Jakarta. 428 hal.

Haryani, N. 2005. Pengujian Viabilitas Benih Selama Periode Konservasi dan


Upaya Pematahan Dormansi untuk Mempercepat Pengecambahan Kelapa
Sawit. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. 49 hal.

Kartasapoetra, A.G.1992. Teknologi Benih : Pengolahan Benih dan Tuntunan


Praktikum. Rineke Cipta. Jakarta. 188 hal.
Latif, S. 2006. Potensi dan Peluang Investasi Industri Kelapa Sawit di Indonesia.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 220 hal.

Lubis, A. U. 1993. Pengadaan Benih Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis


Jacguin.). Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan 63 hal.

Lubis, A. U. 2008. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Indonesia. Edisi 2.


Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 348 hal.

Mangoensoekarjo, S. dan H. Semangun. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa


Sawit. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 605 hal.

Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Penebar Swadaya. Depok. 410 hal.

Purba, A. R., Akiyat, dan C. Muluk. 1997. Bahan tanaman kelapa sawit asal Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Prosiding Pertemuan, Teknis Kelapa Sawit. Pusat
Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 11-26.

Pusat Penelitian Marihat. 1983. Pusat Penelitian Marihat. Pusat Penelitian


Marihat. Pematang Siantar. 15 hal.

Risza, S. 1994. Upaya Peningkatan Produktifitas Kelapa Sawit.


Kanisius.Yogyakarta. 186 hal.
Setyamidjaja, D. 2006. Kelapa Sawit, Teknik Budidaya, Panen dan Pengolahan.
Kanisius. Yogyakarta. 127 hal.

Sukarman. dan M. Hasanah. 2003. Perbaikan mutu benih aneka tanaman


perkebunan melalui cara panen dan penanganan benih. Jurnal Litbang.
Pertanian. 22:16-23.
Widiastuti, A. 2005. Studi Media Perkecambahan serta Pengaruh Lama
Penyimpanan dan Jumlah Serbuk Sari terhadap Pembentukan Buah Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacquin). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 40 hal.
Williyatno. 2007. Pengaruh Tingkat Kemasakan dan Posisi Benih dalam Tandan
terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit. Skripsi. Program Studi Pemuliaan
Tanaman dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
47 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jurnal Harian Kegiatan Magang

No Tanggal Uraian Kegiatan Divisi/ Lokasi Pembimbing


 Penjelasan mengenai teknis pelaksanaan Edi Supriyanto,
magang dan penelitian yang diberikan kepada Muhamad Arif
1 12-02-09 mahasiswa BRD Nanang Supena
 Membaca literatur tentang kelapa sawit (Buku Baktiar H. Saragih
Adlin U. Lubis)
 Senam pagi bersama keluarga besar PPKS Edi Supriyanto,
Marihat. Muhamad Arif
 Konsultasi lebih lanjut mengenai penelitian Lapangan, BRD, Nanang Supena
2 13-02-09 Baktiar H. Saragih
yang diminta PPKS Marihat Perpustakaan
 Ke perpustakaan untuk mencari literatur
mengenai penelitian yang akan dilakukan
Edi Supriyanto,
 Menyerahkan proposal penelitian
Muhamad Arif
3 14-02-09  Membuat surat permohonan permintaan BRD
Nanang Supena
kecambah varietas Dumpy dan Simalungun
Baktiar H. Saragih
Edi Supriyanto,
 Pengenalan beberapa divisi BRD (Analisis
Muhamad Arif
Tandan, Crossing Plan, Perpustakaan,
5 16-02-09 Nanang Supena
Penyimpanan,Vegetatif, Produksi, Recording BRD
Baktiar H. Saragih
Data, Kantor Besar)
Lampiran 1. (Lanjutan)

No Tanggal Uraian Kegiatan Divisi/ Lokasi Pembimbing


6 17 -19 -02-09  Studi literatur PPKS Marihat Muhamad Arif
 Kunjungan lapang ke kebun Mahanda. Nanang Supena
7 20-02-09 Kegiatannya, melihat proses pengambilan Lapangan
sampel tandan untuk analisis minyak
 Kunjungan lapang ke kebun Bah Jambi. Muhamad Arif
Kegiatannya melihat proses pembungkusan
bunga jantan untuk selfing, melihat tanaman
8 21-02-09 Lapangan
yang dijadikan ortet, melihat tanaman hasil
backcross Elaeis quineensis x Eelaeis
oleifera
Yusran Pangaribuan
Divisi Pohon Induk Arsad Taher Harahap
dan lapangan Bah Robinson Damanik
9 23-24-02-09 Review Divisi Pohon Induk
Jambi afdeling VIII Supriyadi
Blok 2000 Sakat Berutu

Rolettha Yahya Purba, Ahmad P.


10 25-26- 02-09 Review Divisi Produksi Divisi Produksi
Dongoran, Yabani
Divisi Quality Harry Hidayat
11 27-02-09 Review divisi Quality Control
Control Budi Santoso
Pembibitan Kelapa
 Ke pembibitan untuk menyiapkan polybag
12 28-02-09 Sawit PPKS Muhamad Arif
penanaman kecambah.
Marihat
Lampiran 1. (Lanjutan)

No Tanggal Uraian Kegiatan Divisi/ Lokasi Pembimbing


 Mempelajari teknik pengolahan tandan Rolettha Yahya Purba, Ahmad P.
benih sampai benih dikecambahkan. Dongoran, Yabani
Divisi Produksi dan
Kegiatan yang dilakukan penulis
13 02-20-03-09 Pembibitan Kelapa
langsung adalah seleksi benih,
Sawit PPKS Marihat
penganginan, seleksi kecambah siap
salur dan pengemasan kecambah
Yusran Panggaribuan Arsad Taher
 Mempelajari teknik pengelolaan pohon Harahap
Divisi Pohon Induk
induk dan pohon bapak di lapangan serta Robinson Damanik
14 23-10-04-09 Pembibitan Kelapa
mempejari teknik pengolahan tepung sari Supriyadi
Sawit Marihat
 Pengamatan evaluasi yang dilakukan Sakat Berutu

 Mempelajari asal tetua kelapa sawit di Nanang Supena


Indonesia serta asal tetua bahan tanaman Baktiar H. Saragih
yang ada di PPKS.
15 13-1-05-09  Mempelajari prosedur seleksi tanaman Divisi BRD
induk dan tanaman bapak, selfing dan
rekombinasi.
 Pengamatan evaluasi yang dilakukan.
Ferry Salman
 Mempelajari prosedur pembelian dan Divisi Pemasaran
16 4-08-05-09 Reni Y
penyaluran kecambah. Medan
Sarah Sandra
 Mempelajari teknik pengadaan bahan Kultur Jaringan Yohannes Samosir
17 11-15-05-09 tanaman kelapa sawit melalui metoda Pembibitan Retno Diah Setyowati
kultur jaringan
Lampiran 1. (Lanjutan)

No Tanggal Uraian Kegiatan Divisi/ Lokasi Pembimbing


 Melengkapi data dan studi pustaka yang Nanang Supena
18 18-22-05-09 Perpustakaan
diperlukan untuk penulisan skripsi Baktiar H. Saragih
 Membuat laporan penelitian dan laporan Nanag Supena
19 25-5-06-09 -
magang Baktiar H. Saragih
Edy Suprianto
 Diskusi dan penyerahan laporan kegiatan
20 8-12-06-09 Divisi BRD Nanang Supena,
magang dan evaluasi yang dilakukan
Baktiar H. Saragih
64

Lampiran 2. Data Klimatologi Kebun Pembibitan PPKS Marihat


Suhu Min Suhu Max Suhu Rata-Rata CH HH
Bulan
(°C) (°C) (°C) (mm) (mm)

Maret 21 30.1 24.72 403.8 15

April 21.5 30.5 25.52 308.6 18

Mei 21.5 30.1 25.38 352.8 11

Sumber : Stasiun Klimatologi PPKS Unit Usaha Marihat tahun 2009

Lampiran 3. Produksi Kecambah Produsen Benih Kelapa Sawit di Indonesia


No Produsen Produksi
1 PPKS 45
2 PT. Socfindo 40
3 PT London Sumatera 18
4 PT. Tunggal Yunus 25
5 PT. Dami Mas 21
6 PT. Bina Sawit Makmur 25
7 PT. Tania Selatan 3
8 PT. Bakti Tani 3
9 PT. Prima Inti 10
10 Bakri Plantation Sumatera 30
11 PT. Sarana Inti 18
12 PT. Sarana Ehsa 20

Lampiran 4. Data Produksi Kecambah Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Produksi
Bulan
2008 2009
Januari 4058405 3539831
Februari 3931430 2919458
Maret 4032438 3543649
April 4417749 3267675
Mei 4377500 -
Juni 4588985 -
Juli 4967953 -
Agustus 4443716 -
September 3584048 -
Oktober 4213546 -
November 4429399 -
Desember 4858396 -
Total 51903565 13270613
Lampiran 5. Penjualan Kecambah Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2008 Berdasarkan Pengguna/Konsumen

Perusahaan Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Perus Swasta 1805844 1829625 2028475 2558462 2479749 2183250 2862250 2292924 2183908 2176924 2032085 1549505
PTPN 1186554 1054274 461184 507375 410000 687906 687906 622317 209423 817335 916099 1282053
Koperasi 127100 123340 81692 116593 89687 72262 72262 93428 - 38950 76362 215106
Disbun 128125 97375 102 70724 20500 64575 64575 316340 156312 304425 393036 563236
Waralaba 123000 148625 249075 350550 362850 370742 370742 394625 174250 251125 363875 348500
Perorangan 298003 256999 182702 218136 261110 286590 286590 223006 254111 238969 137131 113049
Keb Sendiri 10250 16000 11000 - - - 45000 20000 25000 27675 40590
CV 92250 102500 124025 243940 191674 172454 172454 30750 41000 15375 - 300
Lampiran 6 .Penjualan Kecambah Kelapa Sawit Pusat Penelitian Kelapa Sawit Tahun 2008 Berdasarkan Varietas

Bulan Varietas
PPKS PPKS
Yangambi SP2 SMB LTC LAME Dumpy Avros BJ Mar Total
718 540
Januari 1010269 66317 1156349 108985 174882 574090 663603 307 6374 3761176
Februari 748746 32102 1177884 242770 207222 712939 484311 15272 1742 3622988
Maret 603256 53606 1070277 152242 173609 532603 398655 67650 89154 2203 3143255
April 1057139 202026 1054367 142181 149360 660787 603829 138625 66875 2050 4077239
Mei 958944 71339 1061163 208586 101883 634217 533614 77900 138374 3786020
Juni 928234 122487 1009251 297515 92998 542206 663767 47661 133660 3837779
Juli 1217714 54004 1148244 214839 28187 915243 666885 105456 156574 4507146
Agustus 1275380 80885 960815 156220 83536 614183 570127 35082 232162 4008390
September 610383 34235 757166 283425 71718 570612 455405 10575 245487 3039006
Oktober 741431 51250 1234580 578100 78596 436229 536414 14216 197287 3868103
November 903658 1537 1214974 605963 130174 268037 563942 21665 236313 3946263
Desember 858651 4830 1612730 416150 54250 367045 559239 13719 225455 4353400
Lampiran 7. Sidik Ragam Pengaruh Panjang Kecambah terhadap Persentase Hidup Bibit pada 5 hingga 12 MST
Sumber Waktu Jumlah Kuadrat
db Fhitung Pr > f KK
Keragaman Pengamatan Kuadrat Tengah
Perlakuan 5 3 966.666 322.222 4.3 0.044 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1566.666
Perlakuan 6 3 1025.000 341.666 4.56 0.038 9.36
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1625.000
Perlakuan 7 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Perlakuan 8 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Perlakuan 9 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Perlakuan 10 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Perlakuan 11 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Perlakuan 12 3 1366.666 455.555 6.07 0.018 9.44
Galat 8 600.000 75.000
Total 11 1966.666
Lampiran 8 . Sidik Ragam Pengaruh Panjang Kecambah terhadap Tinggi Bibit pada 5 hingga 12 MST
Sumber Waktu Jumlah Kuadrat
db Fhitung Pr > f KK
Keragaman Pengamatan Kuadrat Tengah
Perlakuan 5 3 12.062 4.020 15.47 0.001 9.63
Galat 8 2.079 0.259
Total 11 14.141
Perlakuan 6 3 17.592 5.864 11.85 0.002 9.69
Galat 8 3.959 0494
Total 11 21.551
Perlakuan 7 3 24.266 8.088 11.05 0.003 9.38
Galat 8 5.857 0.732
Total 11 30.124
Perlakuan 8 3 28.830 9.610 7.38 0.010 10.58
Galat 8 10.414 1.301
Total 11 39.244
Perlakuan 9 3 24.831 8.277 6.21 0.017 9.81
Galat 8 10.670 1.333
Total 11 35.502
Perlakuan 10 3 23.609 7.869 8.66 0.006 7.59
Galat 8 7.269 0.908
Total 11 30.878
Perlakuan 11 3 25.855 8.618 9.98 0.004 6.83
Galat 8 6.908 0.863
Total 11 32.763
Perlakuan 12 3 35.526 11.842 10.61 0.003 7.09
Galat 8 8.930 1.116
Total 11 44.457
Lampiran 9. Sidik Ragam Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah daun pada 5 hingga 12 MST
Sumber Waktu Jumlah Kuadrat
db Fhitung Pr > f KK
Keragaman Pengamatan Kuadrat Tengah
Perlakuan 5 3 0.196 0.655 1.64 0.256 21.81
Galat 8 0.320 0.040
Total 11 0.516
Perlakuan 6 3 0.346 0.115 4.33 0.043 16.32
Galat 8 0.213 0.026
Total 11 0.560
Perlakuan 7 3 0.863 0.287 10.79 0.003 11.52
Galat 8 0.213 0.026
Total 11 1.076
Perlakuan 8 3 0.223 0.074 2.79 0.109 9.15
Galat 8 0.213 0.026
Total 11 0.436
Perlakuan 9 3 0.226 0.075 2.52 0.131 9.44
Galat 8 0.240 0.030
Total 11 0.466
Perlakuan 10 3 0.196 0.065 2.46 0.137 8.37
Galat 8 0.213 0.026
Total 11 0.410
Perlakuan 11 3 0.196 0.065 1.79 0.227 8.90
Galat 8 0.293 0.036
Total 11 0.490
Perlakuan 12 3 0.120 0.040 0.55 0.664 10.28
Galat 8 0.586 0.073
Total 11 0.706
Lampiran 10. Sidik Ragam Pengaruh Panjang Kecambah terhadap Diameter Batang pada 5 hingga 12 MST
Sumber Waktu Jumlah Kuadrat
db Fhitung Pr > f KK
Keragaman Pengamatan Kuadrat Tengah
Perlakuan 5 3 0.005 0.001 4.45 0.040 7.85
Galat 8 0.003 0.0004
Total 11 0.009
Perlakuan 6 3 0.003 0.001 2.35 0.148 7.14
Galat 8 0.003 0.0004
Total 11 0.007
Perlakuan 7 3 0.006 0.002 7.09 0.012 5.19
Galat 8 0.002 0.0002
Total 11 0.008
Perlakuan 8 3 0.005 0.001 1.83 0.219 8.29
Galat 8 0.007 0.0009
Total 11 0.0122
Perlakuan 10 3 0.006 0.002 4.02 0.051 5.49
Galat 8 0.004 0.0005
Total 11 0.011
Perlakuan 11 3 0.004 0.001 2.63 0.122 5.09
Galat 8 0.004 0.0005
Total 11 0.008
Perlakuan 12 3 0.012 0.004 3.24 0.081 6.97
Galat 8 0.009 0.001
Total 11 0.021

Anda mungkin juga menyukai