Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pajak Penghasilan jika merujuk pada UU No. 36 Tahun 2008. UU No. 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan dalam pasal 1 dijelaskan bahwa Pajak Penghasilan dikenakan
terhadap orang pribadi atau perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang
diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak. Pasal 2 UU PPh 2008 mengatakan
bahwa subjek pajak adalah pihak yang mempunyai kewajiban-kewajiban subjektif, atau
terhadap siapa saja pajak akan ditagih. Dalam UU PPh 2008 pasal 2 dikatakan bahwa subjek
pajak meliputi:
1.Orang pribadi atau atau perseorangan; warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak;
2. Badan;
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak akan dikenai pajak pengh asilan apabila subjek pajak tersebut
memperoleh atau menerima penghasilan. Dalam hal ini subjek pajak dapat dibedakanlagi
menjadi subjek pajak dalam negri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak dalam negeri
adalah subjek pajak yang berkedudukan di Indonesia dan/atau badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri meliputi subjek pajak yang
bertempat tinggal, bertempat kedudukan, yang didirikan di luar Indonesia yang
menerima atau memperoleh penghasilan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri dapat
berbentuk orang pribadi ataupun badan. Dewasa ini, orang Indonesia dalam mencari pekerjaan
banyak yang melakukan mobilitas ke luar negeri, begitupun sebaliknya. Dengan dikeluarkannya
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-2/PJ/2009 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Pekerja
Indonesia di Luar Negeri.
2.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemajakan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja Di luar
negeri lebih dari 183 hari ?
2. Bagaimana pemajakan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja Di luar
negeri kurang dari 183 hari ?

2.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemajakan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja Di
luar negeri lebih dari 183 hari ?
2. Untuk mengetahui pemajakan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja Di
luar negeri kurang dari 183 hari ?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TKI Bekerja Di Luar Negeri Lebih Dari 183 Hari


Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-2/PJ/2009, pekerja Indonesia yang
bekerja di luar negeri lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas), merupakan subjek pajak luar negeri, sehingga atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh pekerja Indonesia di luar negeri, sehubungan dengan pekerjaannya di luar negeri dan
telah dikenai pajak di luar negeri, maka ia tidak dikenai lagi pajak penghasilan di Indonesia.
Namun dalam hal pekerja Indonesia di luar negeri tersebut menerima atau memeroleh
penghasilan dari Indonesia, maka atas penghasilan tersebut dikenai pajak penghasilan sesuai
ketentuan yang berlaku. Sebagai contoh, simaklah ilustrasi berikut ini.

Contoh:
Tn. Amir adalah seorang penduduk Indonesia yang telah terdaftar sebagai wqjib pajak di KPP
Pratama Cibinong, Pada suatu waktu, Tn. Amir menandatangani kontrak untuk bekerja pada
SlNTRADE Pte Ltd,yaitu sebuah perusahaan dagang yang berlokasi di Singapura. Di dalam
kontrak tersebut telah disepakati, bahwa Tn. Amir akan bekerja di Singapura selama 2 tahun
dengan mendapat gaji dari SlNTRADE Pte Ltd sebesar Rp. 40.000.000 per bulan dan dipotong
pajak sesuai ketentuan yang berlaku di Singapura.
Tn. Amir berada di Singapura selama 300 hari tiap tahunnya, sisanya dihabiskan di Indonesia
ketika mengambil cuti dan hari raya Idul Fitri.

Dari kasus tersebut, walaupun Tn. Amir sudah memiliki NPWP (karena bekerja di luar
negeri selama lebih dari 183 hari) , maka status subjek pajak Tn. Amir adalah subjek pajak luar
negeri. Oleh karena itu, atas penghasilan berupa gaji yang telah dikenakan pajak di Singapura
tersebut, maka Tn. Amir tidak akan dikenakan pajak lagi di Indonesia.
Contoh:
Tn. Rahmat adalah seorang penduduk Indonesia yang telah terdaftar sebagai wqjib pajak di KPP
Pratama Sleman. Pada suatu waktu, Tn. Rahmat menandatangani kontrak untuk bekerja di
SAWIT PERMAI Sdn Bhd, yaitu sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang berlokasi di
Malaysia. Di dalam kontrak tersebut telah disepakati, bahwa Tn. Rahmat akan bekerja di
Malaysia selama 2 tahun dengan mendapat gaji dari SAWIT PERMAI Sdn Bhd sebesar Rp.
40.000.000/ bulan. Atas gaji tersebut, Tn. Rahmat telah dikenakan pajak sesuai ketentuan pajak
penghasilan yang berlaku di Malaysia.

Dalam kenyataannya, Tn. Rahmat hanya berada di Malaysia selama 300 hari tiap tahunnya,
sisanya pulang ke Indonesia ketika mengambil cuti dan liburan. Selama bekerja di Malaysia,
rumah Tn. Rahmat yang terletak diJI. Sudirman No. 1 Sleman, disewakan dengan penghasilan
sewa sebesar Rp. 50.000.000.

Atas penghasilan berupa gaji tersebut, maka Tn. Rahmat tidak akan dikenakan pajak di
Indonesia, karena Tn. Rahmat berada di Indonesia kurang dari 183 hari (status wajib pajak luar
negeri), tapi karena Tn. Rahmat memeroleh penghasilan dari Indonesia, maka atas penghasilan
yang diperoleh dari Indonesia berupa penghasilan sewa rumah tersebut, Tn. Rahmat dikenai
pajak penghasilan sesuai ketentuan yang berlaku di Indonesia. Atas peghasilan sewa rumah
tersebut dikenai PPh Final persewaan tanah dan bangunan dengan tariff 10%.

Contoh:
Siska seorang penyanyi warga negara Indonesia. Lagu-lagu Siska diproduksi dan dijual oleh PT
A, sebuah perusahaan rekaman, dengan mendapat imbalan royalty Rp. 100 juta. Suatu saat Siska
menikah dengan seorang pria warga negara X. Sejak menikah, Siska memutuskan pindah
mengikuti suaminya tinggal di negara X.
Dalam kasus ini ketika Siska masih tinggal di Indonesia statusnya adalah wajib pajak dalam
negeri. Ketika PT A membayarkan royalty wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% × Rp 100
juta = Rp 15 juta. Sedangkan ketika meninggalkan Indonesia, dan memutuskan tinggal di negara
X, maka statusnya menjadi wajib pajak luar negeri sehingga ketika PT A membayarkan royalty
wajib memotong PPh Pasal 26 sebesar 20% × Rp 100 juta = Rp 20 juta.
Perlu diperhatikan orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia yang kemudian pergi
keluar negeri tetap dianggap bertempat tinggal di Indonesia, apabila keberadaannnya di luar
negeri berpindah-pindah dan berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan. Orang pribadi warga negara Indonesia yang berada di luar negeri dianggap tidak
bertempat tinggal di Indonesia apabila bertemapat tinggal tetap di luar negeri yang dibuktikan
dengan salah satu dokumen tanda pengenal resmi yang berlaku sebagai penduduk di luar negeri,
yaitu:
a. Green card,
b. Identity card,
c. Student card,
d. Pengesahan alamat di luar negeri pada paspor oleh kantor perwakilan Republik Indonesia
diluar negeri,
e. Surat keterangan dari kedutaan besar Republik Indonesia atau kantor perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri, atau
f. Tertulis resmi di paspor oleh kantor imigrasi negara setempat.

Untuk kepentingan administrasi perpajakan, maka tenaga kerja Indonesia yang sebelurnnya
sudah terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi di Indonesia dan memiliki NPWP
berdasarkan SE-89/PJ/2009, dapat dinyatakan sebagai wajib pajak non efektif Wajib Pajak Non
Efektif (WPNE) adalah wajib pajak yang tidak melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya,
baik berupa permbayaran maupun penyampaian surat pemberitahuan masa (SPT Masa) dan/atau
surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan), sesuai ketentuan Peraturan perundang-undangan
perpajakan, yang nantinya dapat diaktifkan kembali.

Wajib pajak yang memenuhi kriteria tersebut, dapat mengajukan perrnohonan sebagai
WPNE ke KPP, dengan melampirkan: fotokopi paspor dan kontrak kerja, atau dokumen yang
menyatakan bahwa wajib pajak berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan. Permohonan perubahan status WPNE akan diselesaikan dalam jangka waktu
10 (sepuluh) hari kerja, setelah permohonan diterima secara lengkap. Bagi wajib pajak yang
telah mendapatkan label "NE", maka tetap tercantum dalam master file wajib pajak dengan
ketentuan sebagai berikut.
a. Tidak diterbitkan surat teguran, sekalipun wajib pajak tidak menyampaikan SPT masa atau
SPT tahunan.
b.Tidak turut diawasi pembayaran masa/bulanannya dan tidak diterbitkan STP atas sanksi
administrasi karena tidak menyampaikan SPT.

Apabila TKI suatu saat tidak lagi bekerja di luar negeri dan kembali ke Indonesia, maka ia dapat
mengajukan permohonan untuk diaktifkan kembali dan berubah status menjadi wajib pajak
efektif.

B. TKI Bekerja Di Luar Negeri Tidak Lebih Dari 183 Hari

Dalam hal tenaga kerja Indonesia bekerja di luar negeri kurang dari 183 hari, maka statusnya
masih sebagai wajib pajak dalam negeri. Kewajiban perpajakannya akan sama dengan wajib
pajak orang pribadi dalam negeri lainnya. Wajib pajak tersebut akan dikenakan pajak
menggunakan prinsipworld wide income, yaitu dikenakan pajak di Indonesia, baik atas
penghasilan yang diperoleh dari dalam negeri maupun di luar negeri. Atas penghasilan yang
dibayar, maka pajak yang dipotong atau terutang di luar negeri (sesuai pasal 24 UU PPh) dapat
dikreditkan di Indonesia.

Contoh:
Tn. Arman (K/1) adalah seorang penduduk di Indonesia yang telah terdaftar sebagai wajib pajak
di KPP Pratama Cimahi. Selama bulan Januari sampai dengan September 2015, Tn. Arman
bekerja pada PT Indogarmen; yaitu sebuah perusahaan yang berkedudukan di Indonesia. Gaji
yang diterima dari PT Indogarmen selama tahun 2015 adalah sebesar Rp. 100.000.000 dan
dipotong PPh pasal 21 sebesar Rp. 5.000.000. Sejak bulan Oktober sampai dengan Desember
2015, Tn. Arman pindah bekerja di luar negeri, yaitu pada Liekong Ltd, sebuah perusahaan yang
berkedudukan di Hongkong, Gaji yang diterima dari Liekong Ltd selama tahun 2015 sebesar Rp.
60.000.000 dengan dipotong pajak Rp. 3.000.000.
Dalam kasus di atas, Tn. Arman berada di 1uar negeri se1ama 3 bulan atau kurang dari 183
hari, sehingga Tn. Arman masih berstatus sebagai wajib pajak dalam negeri. Maka baik
penghasilan yang diterima dari Indonesia maupun dari Hongkong, semuanya dikenakan pajak di
Indonesia. Pajak yang dibayar atau dipotong di Hongkong, dapat dikreditkan di Indonesia.
Penghitungannya ada1ah sebagai berikut.

- Penghasilan dari da1am negeri Rp. 100.000.000


- Penghasilan dari 1uar negeri Rp. 60.000.000
Jumlah penghasilan Rp, 160.000.000
Penghasilan tidak kena pajak
∙ Diri WP Rp. 54.000.000
∙ Status kawin Rp. 4.500.000
∙ Tanggungan Rp. 4.500.000
Jumlah PTKP (K/1) Rp. 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp. 97.000.000

PPh Terutang
5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000
15% x Rp. 47.000.000 Rp. 7.050.000
Jumlah PPh Terutang Rp. 9.550.000
Kredit pajak
∙ PPh pasal 21 Rp. 5.000.000
∙ PPh pasal 24 Rp. 2.643.750
Jum1ah kredit pajak Rp 7.643.000
PPh Kurang Bayar Rp. 1.907.000

Dari penghitungan tersebut, maka Tn. Arman pada akhir tahun pajak akan memiliki
kewajiban menyetorkan PPh kurang bayar sebesar Rp. 1.907.000. Atas pemenuhan kewajiban
tersebut, Tn. Arman harus me1aporkannya dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Anang Mury. 2015. Pajak Internasional: Beserta Contoh Aplikasinya. Bogor:
Ghalia Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai