Anda di halaman 1dari 10

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

POST PTERIGIUM DI PSTW INAKAKA PASSO

DISUSUN OLEH :

ASNI LIZA GAY

P07120317004

KEMETERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MASOHI

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


SATUAN ACARA PENYULUHAN

POST PTERIGIUM DI PSTW INAKAKA PASSO

Hari dan Tanggal : Jumat, 13-Desember-2019

Tempat : wisma kenanga

Waktu Pelaksanaan : 20-25 Menit

Sasaran : lansia yang menderita

Materi : pterigium

A.Tujuan

Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai materi tentang pendidikan


kesehatan pterigium, diharapkan klien lebih memahami mengenai gejala terkait
penyakit serta bagaimana cara mencegah dan memahami karakteristik dari pterigium
tersebut.

Tujuan Khusus

1.Diharapkan klien dapat memahami tentang definisi dari pterigium

2.Diharapkan klien dapat memahami tentang seberapa umum gejala tersebut terjadi

3.Diharapkan klien dapat memahami penyebab terjadinya pterigium

4.Diharapkan klien dapat memahami pengobatan pterigium

B.Sasaran

Lansia yang menderita

C.Metode Pembelajaran

1.Ceramah
2.Diskusi
3.Leafleat
D.Setting Tempat

Keterangan :

: fasilitator

: moderator

: klien
E.Setting Waktu

Tahap Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan peserta


Pre Pembukaan 5 menit 1.Salam pembuka 1.Menjawab salam

2.Memperkenalkan diri 2.Mendengarkan

3.Menjelaskan Topik yang


akan disampaikan

4.Menjelaskan tujuan
penkes
Intra/tahap kerja 15 1.Menjelaskan isi materi 1.Mendengarkan penuh
menit perhatian
2.Tanya Jawab
2.bertanya
a.Memberikan
kesempatan pada
peserta untuk
mengajukkan
pertanyaan

b.Menjawab pertanyaan
Post 5 menit Evaluasi 1.menjelaskan kembali

2.mendengarkan

3.menjawab salam

F.Media

1.Leaflet

2.LC

MATERI PENYULUHAN
PTERIGIUM
1. Pengertian Pterygium
Pterygium merupakan penyakit pada permukaan mata yang merupakan

pertumbuhan berbentuk segitiga terdiri atas epitel konjungtiva bulbi dan jaringan

ikat subkonjungtiva yang mengalami hipertrofi, bisa terjadi pada sisi lateral maupun

medial dan pertumbuhannya mengarah ke kornea (Tan, 2002).


2. Penyebab terjadinya Pterygium
Faktor resiko yang mempengaruhi pterygium adalah lingkungan yakni radiasi

ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor

herediter.
a. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium

adalah terpapar sinar matahari. Sinar ultraviolet diabsorbsi kornea dan

konjungtiva menghasilkan kerusakan sel dan proliferasi sel. Letak lintang,

waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor

penting.
b. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium

dan berdasarkan penelitian case control menunjukkan riwayat keluarga

dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan.

c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea

merupakan pendukung terjadinya teori keratitis kronik dan terjadinya limbal

defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.

Wong juga menunjukkan adanya pterygium angiogenesis factor dan

penggunaan pharmacotherapy antiangiogenesis sebagai terapi. Debu,

kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry

eye dan virus papilloma juga penyebab dari pterygium.


3. Tanda dan gejala Pterygium
a. Mata iritatatif, merah, gatal, dan mungkin menimbulkan astigmatisme.
b. Kemunduran tajam penglihatan akibat pterigium yang meluas ke kornea

(Zone Optic).
c. Dapat disertai keratitis pungtata, delen (penipisan kornea akibat kering)

dan garis besi yang terletak di ujung pterigium.


4. Klasifikasi dan Grade Pterygium

a. Klasifikasi Pterygium

1) Pterygium Simpleks; jika terjadi hanya di nasal/temporal saja.

2) Pterygium Dupleks; jika terjadi di nasal dan temporal.

b. Grade pada Pterygium


1) Grade 1 :
Tipis (pembuluh darah konjungtiva yang menebal dan konjungtiva

sklera masih dapat dibedakan), pembuluh darah sklera masih dapat

dilihat.
2) Grade 2 :
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
3) Grade 3 :
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah

kambuh.
4) Grade 4 :
Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga

mengganggu penglihatan.
5. Komplikasi
a. Kompilkasi dari pterygium meliputi sebagai berikut :
1) Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2) Kemerahan
3) Iritasi
4) Bekas Luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
b. Komplikasi postoperasi pterygium sebagai berikut :
1) Infeksi
2) Reaksi material jahitan
3) Diplopia
4) Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan

vitrous.
6. Penatalaksanaan Pterygium
a. Diagnosis
1) Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan penunjang. Melalui anamnesis akan kita dapatkan

keluhan-keluhan pasien seperti adanya ganjalan pada mata yang semula

dirasakan didekat kelopak namun lama-kelamaan semakin ke tengah

(kornea), mata merah dan tidak disertai belek(sekret). Dari anamnesis ini

kita juga akan dapatkan informasi mengenai pekerjaan, lingkungan tempat

tinggal, dan kebiasaan hidupnya karena hal ini berhubungan dengan

besarnya paparan sinar ultraviolet yang mengenainya.


2) Pemeriksaan fisik pada pasien pterigium akan didapatkan adanya suatu

lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal

maupun temporal yang menjalar ke kornea, umumnya berwarna putih,

namun apabila terkena suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan

berwarna merah.
3) Pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis pterigium tidak

harus dilakukan, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik kadang

sudah dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis pterigium.

Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada jaringan pterigium yang telah

diekstirpasi. Gambaran pterigium yang didapat adalah berupa epitel yang

irreguler dan tampak adanya degenerasi hialin pada stromanya.

b. Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani

dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,
vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala

terutama pada derajat 1 dan derajat 2. Untuk mencegah progresifitas,

beberapa peneliti menganjurkan penggunaan kacamata pelindung ultraviolet.


Indikasi eksisi pterygium sangat bervariasi. Eksisi dilakukan pada kondisi

adanya ketidaknyamanan yang menetap, gangguan penglihatan bila ukuran 3-4 mm

dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya

gangguan pergerakan bola mata.


Eksisi pterygium bertujuan untuk mencapai gambaran permukaan mata yang

licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan

menggunakan pisau yang datar untuk mendiseksi pterygium kearah limbus.

Memisahkan pterygium kearah bawah pada limbus lebih disukai, kadang-kadang

dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi,

kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang

dapat menjadi pilihan yaitu :

1) Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan

untuk melekatkan konjungtiva ke sklera di depan insersi tendon rektus.

Meninggalkan suatu daerah sklera yang terbuka.

2) Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika

hanya defek konjungtiva sangat kecil).

3) Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap

konjungtiva digeser untuk menutupi defek.

4) Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah

konjungtiva yang dirotasi pada tempatnya.


5) Conjunctival graft : suatu free graft biasanya dari konjungtiva superior,

dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.

6) Amnion membrane transplantation : mengurangi frekuensi rekuren

pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan

penelitian baru mengungkapkan menekan TGF-β pada konjungtiva dan

fibroblast pterygium. Pemberian mytomicin C dan beta irradiation dapat

diberikan untuk mengurangi rekuren tetapi jarang digunakan.

7) Lamellar keratoplasty, excimer laser phototherapeutic keratectomy dan

terapi baru dengan menggunakan gabungan angiostatik dan steroid.

7. Pencegahan
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi

resiko berkembangnya pterygia pada individu yang mempunyai resiko lebih

tinggi. Pasien di sarankan untuk menggunakan topi yang memiliki pinggiran,

sebagai tambahan terhadap radiasi ultraviolet sebaiknya menggunakan

kacamata pelindung dari cahaya matahari. Tindakan pencegahan ini bahkan

lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau

pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap

cahaya ultraviolet (misalnya, memancing, ski, berkebun, pekerja bangunan).

Untuk mencegah berulangnya pterigium, sebaiknya para pekerja lapangan

menggunakan kacamata atau topi pelindung.

DAFTAR PUSTAKA

Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Ilyas S, Mailangkay H.B., Taim H. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta Sagung
Seto

Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta :

EGC

Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P. 2002. Oftalmologi Umum Edisi ke-14. Jakarta :

Widya Medika

Anda mungkin juga menyukai