Sap Pterigium
Sap Pterigium
DISUSUN OLEH :
P07120317004
KEMETERIAN KESEHATAN RI
Materi : pterigium
A.Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
2.Diharapkan klien dapat memahami tentang seberapa umum gejala tersebut terjadi
B.Sasaran
C.Metode Pembelajaran
1.Ceramah
2.Diskusi
3.Leafleat
D.Setting Tempat
Keterangan :
: fasilitator
: moderator
: klien
E.Setting Waktu
4.Menjelaskan tujuan
penkes
Intra/tahap kerja 15 1.Menjelaskan isi materi 1.Mendengarkan penuh
menit perhatian
2.Tanya Jawab
2.bertanya
a.Memberikan
kesempatan pada
peserta untuk
mengajukkan
pertanyaan
b.Menjawab pertanyaan
Post 5 menit Evaluasi 1.menjelaskan kembali
2.mendengarkan
3.menjawab salam
F.Media
1.Leaflet
2.LC
MATERI PENYULUHAN
PTERIGIUM
1. Pengertian Pterygium
Pterygium merupakan penyakit pada permukaan mata yang merupakan
pertumbuhan berbentuk segitiga terdiri atas epitel konjungtiva bulbi dan jaringan
ikat subkonjungtiva yang mengalami hipertrofi, bisa terjadi pada sisi lateral maupun
ultraviolet sinar matahari, iritasi kronik dari bahan tertentu di udara dan faktor
herediter.
a. Radiasi ultraviolet
Faktor resiko lingkungan yang utama sebagai penyebab timbulnya pterygium
waktu di luar rumah, penggunaan kacamata dan topi juga merupakan faktor
penting.
b. Faktor Genetik
Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium
c. Faktor lain
Iritasi kronik atau inflamasi terjadi pada area limbus atau perifer kornea
defisiensi, dan saat ini merupakan teori baru patogenesis dari pterygium.
kelembaban yang rendah, dan trauma kecil dari bahan partikel tertentu, dry
(Zone Optic).
c. Dapat disertai keratitis pungtata, delen (penipisan kornea akibat kering)
a. Klasifikasi Pterygium
dilihat.
2) Grade 2 :
Pembuluh darah sklera masih dapat dilihat.
3) Grade 3 :
Resiko kambuh, hiperemis, pada orang muda (20-30 tahun), mudah
kambuh.
4) Grade 4 :
Jika pertumbuhan pterygium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan.
5. Komplikasi
a. Kompilkasi dari pterygium meliputi sebagai berikut :
1) Penyimpangan atau pengurangan pusat penglihatan
2) Kemerahan
3) Iritasi
4) Bekas Luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
b. Komplikasi postoperasi pterygium sebagai berikut :
1) Infeksi
2) Reaksi material jahitan
3) Diplopia
4) Komplikasi yang jarang terjadi meliputi perforasi bola mata perdarahan
vitrous.
6. Penatalaksanaan Pterygium
a. Diagnosis
1) Diagnosis pterigium dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
(kornea), mata merah dan tidak disertai belek(sekret). Dari anamnesis ini
lipatan berbentuk segitiga yang tumbuh dari kelopak baik bagian nasal
namun apabila terkena suatu iritasi maka bagian pterigium ini akan
berwarna merah.
3) Pemeriksaan penunjang dalam menentukan diagnosis pterigium tidak
b. Penatalaksanaan
Keluhan fotofobia dan mata merah dari pterygium ringan sering ditangani
dengan menghindari asap dan debu. Beberapa obat topikal seperti lubrikans,
vasokonstriktor dan kortikosteroid digunakan untuk menghilangkan gejala
dan pertumbuhan yang progresif ke tengah kornea atau aksis visual, adanya
licin. Suatu tehnik yang sering digunakan untuk mengangkat pterygium dengan
dapat timbul perdarahan oleh karena trauma jaringan sekitar otot. Setelah eksisi,
kauter sering digunakan untuk mengontrol perdarahan. Beberapa tehnik operasi yang
1) Bare sclera : tidak ada jahitan atau jahitan, benang absorbable digunakan
2) Simple closure : tepi konjungtiva yang bebas dijahit bersama (efektif jika
3) Sliding flaps : suatu insisi bentuk L dibuat sekitar luka kemudian flap
4) Rotational flap : insisi bentuk U dibuat sekitar luka untuk membentuk lidah
dieksisi sesuai dengan besar luka dan kemudian dipindahkan dan dijahit.
pterygium, mengurangi fibrosis atau skar pada permukaan bola mata dan
7. Pencegahan
Secara teoritis, memperkecil terpapar radiasi ultraviolet untuk mengurangi
lebih penting untuk pasien yang tinggal di daerah subtropis atau tropis, atau
pada pasien yang memiliki aktifitas di luar, dengan suatu resiko tinggi terhadap
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Ilyas S, Mailangkay H.B., Taim H. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-2. Jakarta Sagung
Seto
Price, S.A. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed. 6. Jakarta :
EGC
Vaughan D.G, Asbury T, Riordan P. 2002. Oftalmologi Umum Edisi ke-14. Jakarta :
Widya Medika