Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

PEWARNAAN SPORA

NAMA : KHEMAL MUBARAQ

NPM : 1608260076

KELOMPOK : B-3

DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

2019
LANDASAN TEORI

Endospora berasal dari kata endo yang berarti di dalam dan spore yang berarti spora.
Endospora terdapat di dalam dinding sel bakteri pada pengamatan yang dilakukan
menggunakan mikroskop. Beberapa bakteri yang memiliki endospora adalah spesies
Clostridium yang sifat pertumbuhannya anaerob obligat dan spesies Bacillus dengan sifat
pertumbuhan obligat aerob.

Fungsi endospora bagi sang bakteri adalah sebagai survival structure (struktur
dorman) yang memungkinkan bakteri bertahan pada keadaan yang tidak menguntungkan
seperti kondisi lingkungan yang ekstrim (kekeringan, temperatur sangat rendah atau sangat
tinggi) atau kekurangan nutrisi. Sel bakteri yang telah mengalami diferensiasi mengalami
sporulasi sehingga menjadi lebih tahan terhadap panas, zat kimia berbahaya, radiasi, dan
keadaan lain yang dapat membunuh sel bakteri biasa.

Terdapat tiga jenis berdasarkan letak spora saat diamati menggunakkan mikroskop.

- Endospora terminal

Endospora yang terletak di salah satu ujung sel vegetatif bakteri.

Contoh : Clostridium tertium

- Endospora subterminal

Endospora yang letaknya diujung sel. Namun lebih menjorok ketengah

Sel.

Contoh : Clostridium perfingens

-Endospora sentral

Endospora yang terletak di tengah sel vegetatif.

Contoh : Clostridium bifermentans

Ada dua metode yang umum dipakai yaitu metode Schaeffer-Fulton dan metode
Dorner. Metode Dorner menggunakan nigrosin dan menghasilkan spora berwarna merah dan
sporangium yang tak berwarna. Sedangkan pewarnaan Schaeffer-Fulton menggunakan zat
warna hijau malasit 5% yang akan menghasilkan spora bewarna hijau dan protoplasma
diwarnai dengan safranin.
ALAT DAN BAHAN

1. Spesimen
2. Objeck glass
3. Ohse
4. Zat warna malachite green
5. Zat warna safranin
6. Zat warna Gentian violet
7. Zat warna safranin
8. Aqua
9. Lampu spiritus
10. Penjepit

CARA KERJA PEWARNAAN SCHAEFFER FULTON

1. Siapkan objeck glass, sterilisasi, buat suspensi kuman lalu fiksasi


2. Genangi preparat dengan malachite green, kemudian dipanasi sampai keluar uap 3
kali, tunggu dingin 5-10 menit.
3. Buang zat sisa warna, cuci preparat dengan air mengalir
4. Genangi preparat dengan zat warna safranin selama 30 detik
5. Buang sisa zat warna, cuci preparat dengan air mengalir, lalu keringkan
6. Periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x dengan penambahan emersi oil
FAKTOR VIRULENSI

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2
µm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif
anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (Gambar 2.1). Bakteri ini tumbuh pada
suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC).
Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk bundar,
halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik menghasilkan S. aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan dalam virulensi bakteri.

Keracunan makanan dapat disebabkan kontaminasi enterotoksin dari S. aureus. Waktu onset
dari gejala keracunan biasanya cepat dan akut, tergantung pada daya tahan tubuh dan
banyaknya toksin yang termakan. Jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan adalah
1,0 µg/gr makanan. Gejala keracunan 3 ditandai oleh rasa mual, muntah-muntah, dan diare
yang hebat tanpa disertai demam.

Enterotoksin adalah enzim yang tahan panas dan tahan terhadap suasana basa di dalam usus.
Enzim ini merupakan penyebab utama dalam keracunan makanan, terutama pada makanan
yang mengandung karbohidrat dan protein
Keracunan oleh S. aureus kebanyakan terjadi pada makanan yang telah dimasak, karena
bakteri lain yang dapat menghambat pertumbuhannya sudah berkurang (mati oleh
pemasakan). Bakteri ini ada di mana-mana (udara, debu, air, dll) dan flora normal pada
berbagai bagian tubuh manusia terutama pada kulit, hidung dan mulut sehingga sangat mudah
merekontaminasi makanan yang sudah dimasak .

Bakteri ini memproduksi toksin (enterotoksin) yang bersifat stabil terhadap pemanasan
(termostabil), tahan terhadap aktivitas pemecahan oleh enzim-enzim pencernaan, dan relatif
resisten terhadap pengeringan. Selain enterotoksin, dia juga memproduksi hemolisin (toksin
yang dapat merusak dan memecah sel-sel darah merah). Substrat yang baik untuk
pertumbuhan dan produksi enterotoksin ialah substrat atau makanan yang mengandung
protein seperti daging, ikan, susu dan produk olahannya. Sementara itu keberadaan
bakteri S.aureus dan toksin yang dihasilkan pada makanan tidak dapat dideteksi secara visual
karena tidak menimbulkan perubahan yang nyata pada makanan.

Jika makanan yang mengandung enterotoksin masuk ke dalam saluran pencernaan dan
mencapai usus halus, toksin akan merusak dinding usus halus. Keracunan makanan oleh
enterotoksin memiliki masa inkubasi yang pendek (hanya beberapa jam) dengan gejala-gejala
mual, sakit perut, muntah-muntah mendadak, dan diare, tanpa diikuti demam. Muntah-
muntah dapat terjadi tanpa diare dan sebaliknya diare dapat terjadi tanpa muntah-muntah.
Gejala lain yang sering menyertai ialah sakit kepala, kejang otot perut, kulit dingin dan
penurunan tekanan darah.
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai