Anda di halaman 1dari 17

HATAH

Pra-UTS
A Barely Adequate Summary
Volume 01

Disclaimer:
- Jika terdapat adanya kekeliruan/yang kurang lengkap dari catatan ini, mohon
dimaklumi
- Jika terjadi hal seperti di atas, silahkan untuk merubah/menambahkan/mengurangi
isi catatan seperlunya kebutuhan anda
- Jika terjadi perbedaan isi ringkasan dengan materi yang diajarkan di kelas, mohon
dimaklumi
- PENTING: Ringkasan ini hanya berisi garis besar tentang materi-materi saja.
Tambahan-tambahan tentang materi-materi tersebut dapat didapat dari literatur
yang terkait.

1
Definisi HATAH
HATAH (Hukum Antar Tata Hukum)1:

“Keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan hukum-hukum


manakah yang berlaku/apakah merupakan hukum jika hubungan-hubungan dan
peristiwa-peristiwa antara warga-warga negara dalam 1 negara, memperlihatkan titik-titik
pertalian dalam hal-hal berbeda seperti waktu, tanah, pribadi, dan soal-soal” (Gautama)

Poin-poin penting dari definisi HATAH di atas:

 Untuk menentukan hukum mana yang berlaku di suatu peristiwa


 Terdapat 2 atau lebih tata hukum yang bertemu di suatu peristiwa tersebut
 Pertemuan antara tata hukum tersebut ditandai dengan adanya titik pertalian ->
keadaan berlakunya suatu hukum
 Dalam satu negara (dalam kasus HATAH Intern)
 Kedudukan antar tata hukum yang bertemu sama (tidak berbeda kedudukan e.g.
UU vs PP)

HATAH Intern (HATAH) HATAH Ekstern (Hukum Perdata


Internasional)
Masih dalam ruang lingkup satu negara Ada unsur-unsur asing e.g. tata hukum
(hukum nasional) asing, unsur domisili, unsur nasionalitas
Bersumber dari hukum nasional Bersumber dari:
e.g. KUHPer (BW) -> terutama ttg golongan- - AB (Algemeine Bepalingen*) -> yg
golongan penduduk di zaman kolonial (P r i dipakai di Indonesia untuk
b u m i, Timur Asing, Eropa) menentukan asas nasionalitas etc.
- Perjanjian internasional
- Doktrin Hukum
- Hukum-hukum tiap negara yang
berhubungan dengan kasus

1
Pada awalnya HATAH disebut sebagai hukum perselisihan, namun menurut Gautama: “Sebenarnya tidak
ada konflik antara tata hukum”

2
*Algemeine Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB) Stbld. 1847 No. 23, Pasal 16-18

- Pasal 16 AB - > Statuta Nasionalitas

“Ketentuan-ketentuan perundang-undangan mengenai status dan wewenang orang-orang tetap


mengikat untuk kawula-kawula negara Belanda (atau sekarang WNI) jikalau mereka berada di luar
negeri”

- Pasal 17 AB -> Statuta Realia

“Mengenai benda yang tidak bergerak berlaku hukum dari tempat dimana benda-benda itu
terletak”

- Pasal 18 ayat (1) AB -> Statuta Mixta

“Bentuk dari tiap perbuatan ditentukan menurut hukum dari negara atau tempat dimana itu
diperlakukan” (locus regit actum)

Sejarah HATAH Indonesia


Sejarah singkat pluralisme hukum Indonesia:

Van Vollenhoven membagi


lingkungan-lingkungan hukum
Adat

Pluralisme hukum oleh Pemerintah


Imigrasi berbagai bangsa ke
Hindia Belanda didasari oleh golongan
Indonesia e.g. Arab, Tionghoa,
penduduk (Bumiputera, Timur Asing,
India, Belanda
Eropa)

Asas Konkordansi: Peraturan di


Belanda berlaku juga terhadap
Indonesia merdeka
golongan eropa di Indonesia
e.g. BW, WvK

Namun, masih terdapat beberapa Penghapusan berdasarkan golongan


pluralisme hukum pada beberapa bidang penduduk dihapuskan, sekarang orang
e.g. hukum tanah (tanah ulayat etc), dibedakan ke dalam WNI dan WNA
hukum waris (hukum waris Islam)

3
Golongan Penduduk
Eropa Timur Asing Bumiputera
- Belanda - Tionghoa - Orang asli
- Eropa lainnya e.g. - Non-Tionghoa Indonesia e.g. Jawa,
Jerman, Prancis, etc o Arab Minang, Batak, etc*
- Keturunan Eropa o India *kecuali yg dipersamakan
(Orang Indo) haknya dengan orang Eropa
- Thailand* melalui lembaga Persamaan
Hak (gelijkstelling) ->
- Turki*
menundukkan diri ke hukum
- Jepang* Eropa
*digolongkan Eropa karena
asas hukum keluarganya mirip
hukum keluarga Belanda
Hukum yang berlaku:
- Hukum Belanda - Hukum Belanda (Barat) - Hukum Adat
(Barat) e.g. BW, e.g. BW (dengan Indonesia
WvK pengecualian*), WvK + Hukum Belanda jika
- Hukum adat darimana menundukkan diri
mereka berasal (bukan (Pasal 131:4 IS2)
hukum Adat Indonesia)

*Pengecualian di BW terhadap golongan Timur Asing (Buku 1 tentang Perorangan)


Bab Tionghoa Non-Tionghoa
I O O
II X X
IV bag. 4 X O
O = berlaku X= tidak berlaku

Kitab Hukum Acara yang berlaku bagi tiap golongan


Eropa dan Timur Asing Bumiputera Jawa dan Bumiputera luar Jawa dan
Madura Madura
RV HIR RBG

2
Indische Staatsregeling S. 1925-447

4
Konsep golongan penduduk di Indonesia pasca-kemerdekaan

UU No. 12 2006 (UU


Kewarganeraan RI),
Instruksi Presidium Pasal 6:
Kabinet Ampera
UUD 1945, tggl. 27 Desember Double citizenship
UU No. 3 Thn. diperbolehkan bagi
Pasal 26 (1): 1946: 1966 No. 31:
anak dibawah 18
- Orang Indonesia -WNI Pembagian tahun, tapi ketika
-Bangsa-bangsa golongan pada sudah 18 tahun
-WNA zaman Hindia harus memilih
lain
Belanda tidak kewarganegaraan
berlaku lagi

Titik Pertalian
Titik Pertalian:
“Suatu keadaan yang menyebabkan berlakunya suatu keadaan hukum” (Gautama)

“Some outstanding fact which established a natural connection between the factual
situation before the court and a particular system of the law” (Cheshire)

Titik
Pertalian

Primer Lebih
Sekunder
Lanjut

5
Titik Pertalian Primer:
Alat-alat/faktor-faktor untuk mengetahui/menunjukkan adanya suatu hubungan hukum
yang merupakan salah satu masalah HATAH -> untuk menentukan apakah suatu masalah
adalah masalah HATAH atau bukan

TP Primer -> Pembeda apakah suatu masalah HATAH/bukan

Titik Pertalian Sekunder:


Alat-alat/faktor-faktor untuk menentukan hukum manakah yang harus dipilih dari tata-
tata hukum yang berhubungan

TP Sekunder -> Penentu hukum mana yang harus dipakai

TP Primer (HATAH Intern)


Tanah e.g. tanah hak barat (eigendom), tanah adat (tanah ulayat)

Pihak-pihak Golongan (Timur Asing, Bumiputera), agama


e.g. perkawinan antara orang pribumi dengan Eropa
Pilihan Hukum Berhubungan dengan golongan, terjadi ketika ada 2 atau lebih
orang yang bergolongan sama melakukan hubungan hukum yang
terhadapnya berlaku hukum dari golongan lainnya
e.g. 2 orang pribumi mendirikan firma -> firma mengikuti
hukum Barat
Hakim e.g. hakim Eropa, hakim Pribumi -> kedua jenis biasanya memakai
hukum acara yang berbeda

TP Primer (HATAH Ekstern/HPI)


Nasionalitas Status personal bagi pribadi kodrati
Bendera Kapal Setiap kapal harus didaftarkan berdasarkan hukum negara tempat
pendaftaran dilakukan -> kapal mengikuti hukum dari bendera
yang dikibarkannya
Tanda Kebangsaan Mirip dengan bendera kapal, namun juga disertai kode-kode
Pesawat tertentu untuk “kewarganegaraan” dari pesawat tersebut
e.g. Kode “PK” -> Pesawat Indonesia
Domisili Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat bagian selanjutnya tentang
domisili (lihat hlm. 7)
Tempat Kediaman Tempat orang itu tinggal -> berbeda dengan domisili
Tempat Kedudukan Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat hlm. 9
Pilihan Hukum 2 atau lebih WN yang sama/berbeda memilih hukum yg dipakai

6
e.g. 2 WNI memakai hukum Jerman dalam perjanjian
ekspor impor

Domisili: Negara yang dianggap sebagai pusat kehidupan seseorang - > menentukan
hukum mana yang berlaku bagi orang tersebut

Asas domisili biasanya dipakai di negara-negara Anglo-Saxon (common law), sedangkan


pada negara-negara yang mengikuti hukum civil law menggunakan asas nasionalitas

Jenis-jenis domisili:

 Domicile of origin: Domisili dari orang tua, jenis domisili yang paling pertama
didapat karena berhubungan dengan orang tua
 Domicile of choice: Domisili yang dipilih oleh seseorang untuk menggantikan
domisili yang sebelumnya -> dilakukan setelah mengikuti standar kecakapan e.g.
memilih untuk pindah dari Indonesia untuk menetap di negara lain
 Domicile by operation of law: Domisili yang ditentukan oleh hukum e.g. istri
mengikuti domisili suami hingga ia bercerai dan pindah, domisili dari orang
dibawah pengampuan

TP Sekunder (HATAH Intern)


Maksud para pihak (pilihan hukum) Sesuai kesepakatan para pihak yang berasal dari
golongan berbeda secara tegas/diam-diam
e.g. orang Tionghoa dan orang Eropa sepakat
mengadakan perjanjian jual beli menurut hukum
Barat
Milieu Suasana, lingkungan dari perbuatan hukum
e.g. Perseroan Terbatas (MV) biasanya didirikan
menurut hukum Barat
Kedudukan masyarakat yang lebih Berdasarkan hierarki sosial (ekonomi, golongan)
tinggi e.g. Orang Eropa dan orang Pribumi melakukan
perjanjian -> karena kedudukan orang Eropa lebih
tinggi jadi mengikuti hukum Eropa
Tawaran kepada umum
Masuk ke dalam suasana hukum Dari suatu golongan masuk ke dalam suasana
pihak lain hukum golongan lain
e.g. Orang Tionghoa membeli kain batik dari orang
Jawa -> karena jual beli batik kental dengan budaya
Jawa, jadi jual beli mengikuti praktek Adat Jawa
(jumlah beli sesuai kempit, bukan kodi)

7
TP Sekunder (HATAH Ekstern/HPI)
Nasionalitas Untuk penjelasan, lihat tabel TP Primer (HATAH
Bendera Kapal Ekstern/HPI) (lihat hlm. 6)
Tanda Kebangsaan Pesawat
Domisili
Tempat Kediaman
Tempat Kedudukan
Tempat Letaknya Benda e.g. Pasal 18 (1) AB (lihat hlm. 4)
Locus Contractus Untuk penjelasan, lihat bab Kualifikasi (hlm. 12-13)
Locus Solutionis
Tempat terjadinya PMH
Tempat diajukannya proses
perkara
Proper of law of the contract
The most characteristic Hukum dari pihak yg menanggung prestasi lebih besar
connection e.g. Pembeli dari Indonesia memesan barang dari
Serbia, pedagang Serbia menanggun prestasi yg lebih
besar (e.g. menyiapkan barang, mengepak barang,
mengirim barang)

TP Lebih Lanjut -> TP yang dipakai untuk membantu penentuan TP Sekunder


TP Kumulatif TP yang dibutuhkan untuk menentukan hukum yang berlaku dalam
peristiwa HPI jika membutuhkan lebih dari 2 TP
e.g. jika seseorang WNI berada di luar negeri, ia harus mematuhi
hukum Indonesia dan hukum negara tersebut
TP Alternatif Faktor yang menentukan hukum yang berlaku jika terdapat lebih dari 1
TP yang dapat menentukan hukum yang berlaku
e.g. memakai asas domisili/nasionalitas? -> lihat apakah negara itu
mengikuti common law/civil law
TP Pengganti TP yang digunakan jika tidak ditemukan titik pertalian yang dibutuhkan
e.g. menentukan hukum yang berlaku terhadap seseorang yang
stateless -> pakai TP lain selain nasionalitas karena nasionalitas tidak
ada
TP Tambahan TP yang diperlukan apabila TP yang ada tidak cukup untuk
menentukan hukum yang berlaku
e.g. menentukan hukum yang berlaku terhadap seseorang yang
multinational/double citizenship - > pakai TP domisili selain TP
nasionalitas

8
Status Personalia: Kelompok-kelompok kaidah yang mengikuti seseorang dimanapun ia
pergi (Gautama)

Penentu hukum yang berlaku bagi status personal


Pribadi Kodrati (Naturlijk Persoon) Pribadi Hukum (Rechtspersoon)
(1) Nasionalitas (1) Teori Inkorporasi
(2) Domisili (2) Teori Statutair
(3) Kediaman (3) Teori Kantor Pusat
(4) Teori Kontrol Asing

Teori-teori status personalia pribadi hukum:

 Teori Inkorporasi: Tempat dimana badan hukum itu didirikan e.g. PT Telkom
didirikan di Indonesia -> PT Telkom adalah badan hukum Indonesia
 Teori Statutair: Tempat kedudukan yang tercantum di anggaran dasar/akta
pendirian badan hukum tersebut -> biasanya sama dengan tempat dimana ia
didaftarkan
 Teori Kantor Pusat: Tempat dimana badan hukum tersebut mempunyai kantor
operasional
 Teori Kontrol Asing: Tempat ditentukan dari negara mana ia dikontrol/dikendalikan

Renvoi (Penunjukkan Kembali)


Renvoi: Merujuk kembali pengaturan tentang suatu masalah HPI ke suatu sistem hukum
tertentu. Dilakukan untuk menentukan status personal sesorang dengan dihubungkan
dengan prinsip nasionalitas dan domisili

Mengapa renvoi dilakukan? -> karena banyak sistem HPI, termasuk dalam bidang
penentuan statu personal

Ada negara yang menolak/menerima renvoi:

Menerima Menolak
Negara yg menerima renvoi berpandangan Negara yg menolak renvoi berpandangan
bahwa HPI bersumber dari hukum nasional bahwa ada hukum yang berada di atas
(pandangan nasional) segala sistem hukum lain (pandangan
supranasional)

9
Renvoi hanya dapat dilakukan jika pandangan supranasional dikesampingkan.

Dalam renvoi, terdapat dua jenis kaidah yang harus diperhatikan, yaitu:

 Kollisionsnormen: Kaidah HPI suatu negara, yaitu kaidah yang menentukan


hukum negara mana yang dipakai dalam suatu permasalahan HPI
e.g. hukum Bavaria menentukan bahwa penentuan masalah waris dilakukan
berdasarkan hukum dari negara tempat tinggal pewaris
 Sachsnormen: Kaidah intern suatu negara yang bukan merupakan kaidah HPI
(kollisionsnormen)
e.g. hukum Indonesia mewajibkan legitime portie bagi anak-anak pewaris kecuali
terjadi hal-hal seperti percobaan pembunuhan terhadap pewaris

Jika penunjukkan dilakukan dengan memerhatikan sachsnormen DAN kollisionsnormen,


renvoi disebut sebagai gesamtsverweisung.

Jika penunjukkan dilakukan dengan hanya memerhatikan sachsnormen saja, renvoi


disebut sebagai sachsnormverweisung.

Jenis-jenis renvoi

 Renvoi

A B
Contoh: Kasus Forgo
1. Forgo, WN Bavaria, meninggal di Perancis (A) tanpa meninggalkan ahli waris.
2. Kaidah HPI (kollisionsnormen) Perancis menentukan bahwa masalah waris
ditentukan berdasarkan hukum dari negara yang merupakan kewarganegaraan
pewaris, yaitu Bavaria (B).
3. Penunjukkan dilakukan oleh Perancis ke hukum Bavaria dengan memerhatikan
kaidah intern (sachsnormen) dan kaidah HPI (kollisionsnormen) Bavaria,
sehingga penunjukkan adalah secara gesamtverweisung.
4. Kollisionsnormen Bavaria menentukan bahwa penentuan masalah masalah
waris dilakukan berdasarkan hukum dari negara tempat tinggal pewaris.
5. Bavaria melakukan penunjukkan kembali (renvoi) ke hukum negara tempat
tinggal pewaris, yaitu Perancis.

10
6. Hukum Perancis menentukan bahwa harta warisan Forgo akan dimiliki oleh
pemerintah Perancis karena ia tidak memiliki ahli waris.

 Renvoi menunjuk lebih lanjut

A B C
Contoh:

1. X dan Y, pasangan yang berhubungan darah dan berkewarganegaraan C yang


berdomisili di negara B, menikah di negara A, padahal negara A melarang
pernikahan antara pasangan yang memiliki hubungan darah.
2. Kollisionsnormen negara A menentukan masalah perkawinan pada hukum
negara domisili dari pasangan yang menikah, sehingga melakukan
penunjukkan secara gesamtverweisung pada hukum negara B.
3. Hukum negara B menentukan masalah perkawinan pada hukum dari negara
kewarganegaraan pasangan, sehingga negara B melakukan penunjukkan lebih
lanjut ke hukum negara C.
4. Hukum negara C memperbolehkan perkawinan antara pasangan yang memiliki
hubungan darah, sehingga perkawinan X dan Y sah.
 Menolak Renvoi

A B
Contoh:

1. X yang berdomisili di negara B menuntut testamen dari Y yang tinggal di negara


A
2. Kollisionsnormen negara A menentukan bahwa penentuan testamen
didasarkan pada hukum dari negara tempat domisili dari penuntut testamen
3. Negara A melakukan penunjukkan kepada hukum negara B
4. Negara B merupakan negara yang tidak menerima renvoi, sehingga tidak
terjadi penunjukkan kembali ke hukum negara A
5. Hukum negara B mengatur bahwa X tidak dapat menuntut testamen dari Y

11
 Double Renvoi/ Foreign Court Theory
Dilakukan di negara Anglo-Saxon, dimana hakim negara Anglo-Saxon berpikir
seolah ia adalah hakim yang berada di pengadilan asing -> setelah terjadinya
penunjukkan kembali, negara yang ditunjuk kembali melakukan penunjukkan
kembali kepada negara yang melakukan penunjukkan kembali3

Kualifikasi
Kualifikasi:
1. Classification of facts -> penyalinan fakta-fakta sehari-hari ke dalam istilah hukum
(legal terms)
2. Classification of rules of law -> penyalinan kaidah-kaidah hukum -> bunyi istilah
hukum di suatu hukum dapat sama, tetapi isi/artinya tidak sama e.g. renvoi di
HATAH dan renvoi di bidang kontrak

Locus Contractus: Tempat dimana kontrak/perjanjian dibuat


Teori Locus Contractus:

 Mailbox Theory (Common Law) -> locus contractus adalah tempat dimana jawaban
dari penawaran dikirimkan
Contoh:
1. A di London menawarkan penjualan barang elektronik kepada B di Australia.
2. B menerima tawaran penjualan dari A tersebut.
3. Menurut mailbox theory, locus contractus adalah di Australia.
 Acceptance Theory (Civil Law) -> locus contractus adalah tempat dimana
diterimanya jawab atas penerimaan penawaran
Contoh:
1. A di London menawarkan penjualan barang elektronik kepada B di Indonesia.
2. B menerima tawaran penjualan dari A tersebut.
3. A menerima jawaban dari tawaran tersebut dari B .
4. Menurut acceptance theory, locus contractus adalah di Inggris.

3
Jangan tanya contoh yang lebih lanjut, waktu itu dosen juga susah menjelaskannya

12
Locus Delicti (Tort): Tempat dimana PMH (perbuatan melawan hukum) dilakukan
Teori Locus Delicti:

 Last Event Theory (Amerika) -> locus delicti adalah tempat dimana akibat PMH
dirasakan
Contoh:
1. X memburu babi hutan di daerah perbatasan negara A dengan B
2. Babi hutan terluka akibat tembakan X namun melarikan diri ke wilayah negara
B
3. Babi hutan merusak ladang Y di negara B, dan Y menggugat X yang menembak
babi hutan tersebut
4. Menurut Last Event Theory, locus delicti adalah di negara B
 The Real Place of the Tort Theory (Perancis) -> locus delicti adalah tempat PMH itu
sendiri terjadi
Contoh:
1. X memburu babi hutan di daerah perbatasan negara A dengan B
2. Babi hutan terluka akibat tembakan X namun melarikan diri ke wilayah negara
B
3. Babi hutan merusak ladang Y di negara B, dan Y menggugat X yang menembak
babi hutan tersebut
4. Menurut the Real Place of the Tort Theory, locus delicti adalah di negara A
tempat X menembak babi hutan

Lex fori: Hukum dari negara dimana hakim menentukan masalah HPI, atau hukum
dimana masalah HPI itu terjadi

e.g. X, warganegara B, dan Y, warganegara C, melakukan acara penggugatan di pengadilan


di negara A. Dikarenakan hakim menggunakan lex fori, hukum yang digunakan adalah
hukum negara A.

Lex causae: Hukum yang dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan HPI yang
bersangkutan

13
Ketertiban Umum
Ketertiban Umum: Alasan yang digunakan untuk menyimpangi peraturan hukum asing
dikarenakan bertentangan dengan “ketertiban umum” -> sangat sukar ditentukan
(Prodjodikoro), extremely vague (Goodrich) -> karena berasal dari perasaan dan internal
affair suatu negara

Sehingga, pemakaian ketertiban umum adalah mengesampingkan peraturan hukum asing


yang bertentangan dengan “ketertiban umum”, atau dinilai manifestement incompatible -
> bertentangan dengan sendi-sendi asas negara e.g. ideologi negara

Ketertiban umum bersifat relatif (tidak kaku) dan aktual (nyata), karena mengikuti
berbagai faktor, yaitu:

 Faktor waktu: Berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku


di saat itu
 Faktor tempat: Berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
di negeri itu
 Faktor intensitas: Berhubungan dengan keadaan masyarakat di dalam negeri itu
(animo masyarakat)

Sehingga, ketertiban umum itu bersifat dinamis karena mengikuti perkembangan


peraturan perundang-undangan serta keadaan masyarakat.

Pro Kontra Ketertiban Umum


Pro Kontra
- Melindungi sendi-sendi asas negara - Seperti kuda binal (Burrough) -> karena
tidak dapat diatur dan merusak
- Tukang onar dan perusak suasana ->
karena dapat mempersulit suatu
penyelesaian masalah -> dengan
mencampuri urusan HPI
- Anjing Cerberus -> karena terkesan galak
dan menggangu

14
Contoh penerapan ketertiban umum dalam HPI:

- AB Pasal 23: UU yang berkaitan dengan kesusilaan tidak dapat dikesampingkan


- Pasal 1337 BW: Sebab yang berlawanan dengan UU dilarang

Contoh pokok-pokok masalah yang berhubungan dengan ketertiban umum:

- Pernikahan LGBT
- Kematian perdata
- Poligami
- Nasionalisasi perusahaan asing tanpa kompensasi

Konsepsi-konsepsi ketertiban umum menurut Niederen:

Konsep Romawi -> Perancis & Hukum yang bertentangan dengan lex fori (lihat hlm.
Italia 13) bertentangan dengan ketertiban umum
Konsep Jerman Hukum yang bertentangan dengan kesusilaan baik
bertentangan dengan ketertiban umum ->
berhubungan dengan pandangan dari masyarakat
Konsep Anglo-Saxon Hukum yang bertentangan dengan public policy
bertentangan dengan ketertiban umum -> ketertiban
umum berhubungan dengan unsur politik dan urusan
negara

+ Konsep Sosialis: Hukum yang bertentangan dengan ideologi komunisme bertentangan


dengan ketertiban umum

Hukum nasional, menurut ketertiban umum, lebih


luas, dan membatasi secara aktif
Nasional
Sedangkan, hukum internasional lebih sempit dan
membatasi secara pasif

Jadi, menurut ketertiban umum, hukum nasional


Internasional lebih kuat, dan jika ada hukum asing yang
bertentangan dengan sendi-sendi asas negara, hukum
nasional dapat mengesampingkan demi ketertiban
umum.

15
Pendapat Gautama tentang ketertiban umum:

“Kaidah-kaidah hukum asing yang sebenarnya harus diberlakukan akan dikesampingkan


bilamana kaidah-kaidah tersebut bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan
yang baik”

Penyelundupan Hukum
Penyelundupan hukum (fraudulent creation of points of contacts) terjadi ketika:
1. Berdasarkan kata-kata dalam suatu kaidah hukum
2. Dengan melawan jiwa dan tujuan kaidah hukum tersebut
3. Secara muslihat melakukan perbuatan untuk menghindarkan keberlakuan kaidah
hukum tersebut
(Koster-Dubbinks)

Sifat-sifat penyelundupan hukum:

- Terhadap suatu hubungan hukum diberlakukan hukum yang lain dari yang
seharusnya
- Terdapat niatan tidak jujur
- Titik- titik Pertalian yang seyogyanya berlaku dielakkan dan diganti dengan TP yang
lain

Teori Penyelundupan Hukum:

 Obyektif: Tidak diperhatikan adanya itikad bruk untuk menyelundupkan hukum


 Subyektif: Menitikberatkan pada adanya niatan menyelundupkan hukum (animus
fraudandi)

Contoh-contoh peristiwa penyelundupan hukum:

 Perkawinan: e.g. perkawinan dengan WN Amerika untuk mendapatkan green card


 Perceraian: e.g. kasus Zevenburgen
 Naturalisasi: e.g. kasus Nottebohm
 Domisili
 Kontrak
 Pewarisan

16
17

Anda mungkin juga menyukai