Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK UNTUK MEMINIMALKAN

JUMLAH PAJAK PENGHASILAN PADA KOPERASI KARYAWAN

SIMPAN PINJAM HOBASITA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Akhir Mata Kuliah Perencanaan

Pajak pada Jurusan Akuntansi

Dosen Pengampu:

Bani Binekas, S.E., M.Ak., CTT

Disusun Oleh:

Christine Dessyane T (5211161044)

Ledy Sary Ledyny (5211161053)

Selvia Juliyanti (5211161054)

Siti Noviyah (5211161060)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN


Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terpenting bagi Negara
untuk membiayai pembangunan di Negara ini. Sebagai manifestasi dari fungsi
budgetirnya, pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara
optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku.
Pengertian pajak menurut Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat
1 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) Pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak sebagai sumber dana yang mandiri, yang mengandalkan kepada
potensi dalam negeri, ditengah menurunnya penerimaan sumber daya alam, dan
keinginan pemerintah untuk tidak bergantung kepada pinjaman luar negeri, pajak
diharapkan menjadi sumber andalan bagi pemerintah untuk membiayai
pembangunan yang sedang dan akan dijalankan.. Undang-Undang Dasar 1945 pasal
23 ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: “Segala pajak dipungut berdasarkan
undang-undang demi kepentingan negara dan ditunjukan kesejahteraan rakyat”.
Merupakan tugas dan kewajiban dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk
menjalankan fungsinya menghimpun penerimaan dari sector perpajakan dengan
berdasarkan undang-undang. Hal ini sesuai dengan salah satu misinya, yakni misi
fiskal, menghimpun penerimaan dalam negeri dari sector pajak yang mampu
menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan undang-undang
perpajakan.
Dengan diterbitkannya UU No. 36 tahun 2008 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan maka telah terjadi sebuah reformasi perpajakan yang
dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sehingga diharapkan para
wajib pajak menjadi lebih patuh dan diberikan segala bentuk kemudahan dalam
proses perpajakan
Dilain pihak, ketika DJP sedang mengemban misi menghimpun penerimaan
dalam negeri dalam sector pajak wajib pajak justru menghadapi masalah yang
serius yakni membayar pajak yang tidak sedikit, akibatnya kepatuhan wajib pajak
menjadi rendah. Oleh karena itu untuk meminimalisasi beban pajak yang
ditanggung oleh wajib pajak,manager perusahaan dapat menggunakan salah satu
cara di dalam perpajakan yang dikenal dengan manajemen pajak yaitu upaya
memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan mengenai
perpajakan, sehingga beban pajak yang harus ditanggung oleh perusahaan dapat
diminimalkan sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat tanpa melanggar undang-
undang yang berlaku.
Upaya untuk menekan pajak (yang terhutang lebih kecil dari yang
seharusnya) membutuhkan suatu langkah-langkah manajemen yang terintegratif.
Langkah-langkah managemen yang dimaksud dimulai dari hingga pengawasan
terhadap program pengurangan pajak yang harus dilunasi oleh perusahaan. Pajak
yang terhutang ditentukan dari penghasilan kena pajak (taxable income) yang
dikalikan dengan tarif pajak. Semakin besar penghasilan kena pajak (PKP) maka
makin besar pula pajak yang harus di tanggung, makin besar biaya yang dikeluarkan
maka PKP akan semakin kecil sehingga pajak yang dibayar juga kecil. Upaya
meminimalisasi pajak tersebut secara eufinisme sering disebut dengan teknik tax
planning. Pada umumnya tax planning merujuk pada proses merekayasa usaha dan
transaksi wajib pajak sehingga beban pajaknya berada dalam jumlah yang minimal
sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Secara umum ketentuan perpajakan maupun peraturan-peraturannya yang
terangkum dan diterbitkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan
perpajakan lainnnya yang sangat berpengaruh terhadap dunia usaha, hal tersebut
akan meningkatkan kompetisi dan prestasi suatu badan usaha, dimana kegiatan
usaha dilakukan untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu untuk mendapatkan laba
yang sebesar-besarnya dan meminimalisasikan beban pajak yang ditanggung oleh
perusahaan. Untuk meminimalisasikan pajak beban pajak yang ditanggung wajib
pajak dapat ditempuh dengan cara rekayasa yang masih berada dalam ruang lingkup
perpajakan hingga diluar ketentuan perpajakan. Upaya untuk meminimalisasi
sering disebut dengan teknik “tax planning”.
Menurut Pohan (2011:9), secara teoritis tax planning adalah bagian dari
manajemen pajak dalam menyusun strategi penghematan pajak, yaitu proses
mengorganisasi usaha wajib pajak dengan sedemikian rupa sehingga pajak
penghasilan dan pajak lainnya berada dalam posisi minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan oleh ketentuan perpajakan yang berlaku. Ada dua factor yang harus
diperhatikan dalam menganalisis pajak yaitu, faktor pajak dan faktor bukan pajak.
Faktor pajak adalah dasar yang digunakan dalam menganalisis setiap permasalahan
yang dihadapi didalam menyusun perencanaan pajak. Sedangkan faktor bukan
pajak adalah faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan pajak
sebagai dasar menggolongkan setiap tindakan diluar prihal pajak, seperti masalah
badan hukum, masalah mata uang dan nilai tukar, masalah pengendalian devisa,
masalah program insentif, investasi, dan masalah faktor bukan pajak lainnya.
Demikian halnya pada Koperasi Karyawan Simpan Pinjam perlu
memperhatikan perencanaan pajak. Sehingga beban pajak dapat diminimalkan
tanpa melanggar undang-undang.

Tabel 1.1
Peneliti Terdahulu
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Yaumil Implementasi Tax PT Pelni secara formal belum
Furqani Anzar Planning PPh 21 melakukan Tax Planning sehingga
(2014) dalam Upaya peneliti mencoba menerapkan tax
Meningkatkan planning PPh21 dengan melihat
efisiensi perusahaan beberapa komponen gaji pegawai.
pada PT Pelni Perusahaan juga menerapkan kebijakan
Cabang Parepare. akuntansi antara lain dengan
memaksimalkan biaya-biaya fiscal
serta juga meminimalkan biaya yang
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
tidak diperkenankan sebagai
pengurang.
2. Sholikhah, Analisis Penerapan Penerapan metode gross up dalam
Azulkirom Metode Gross Up perhitungan pajak penghasilan pasal 21
dan Azizah Dalam Perhitungan pegawai tetap sebagai upaya
(2015) Pajak Penghasilan perencanaan pajak belum
Pasal 21 Pegawai memnunjukkan minimalisasi hutang
Tetap Sebagai pajak.
Upaya Perencanaan
Pajak

3. Vincentius Analisis Dibandingkan metode Net Basis,


Vridag Perbandingan perhitungan dengan menggunakan
(2015) Penggunaan Metode metode Gross Up lebih memberikan
Net Basis dan keuntungan bagia kedua pihak baik
Metode Gross Up karyawan maupun pihak perusahaan.
Dalam Perhitungan
PPh Pasal 21 Pada
Karyawan Remenia
Satori Tepas
Manado
4. Yaumil Implementasi Tax PT Pelni secara formal belum
Furqani Planning PPh 21 melakukan Tax Planning sehingga
Anzar dalam Upaya peneliti mencoba menerapkan tax
(2014) Meningkatkan planning PPh21 dengan melihat
efisiensi perusahaan beberapa komponen gaji pegawai.
pada PT Pelni Perusahaan juga menerapkan kebijakan
Cabang Parepare. akuntansi antara lain dengan
memaksimalkan biaya-biaya fiscal
serta juga meminimalkan biaya yang
tidak diperkenankan sebagai
pengurang.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian


dengan judul “Analisis Perencanaan Pajak untuk meminimalkan jumlah pajak
penghasilan pada Koperasi Karyawan Simpan Pinjam”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah dengan penerapan perencanaan pajak pada koperasi dapat
meminimalkan jumlah pajak penghasilan pada koperasi Simpan
Pinjam ?

2. Apakah perencanaan pajak yang diterapkan sudah sesuai dengan


undang-undang perpajakan yang berlaku?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN


Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui dengan penerapan perencanaan pajak pada koperasi
dapat meminimalkan jumlah pajak penghasilan pada koperasi Simpan
Pinjam.
2. Untuk Menganalisis Perencanaan Pajak Penghasilan Pada Koperasi.
3. Untuk melihat perbandingan laba sesudah perencanaan pajak dan
sebelum perencanaan pajak yang sesuai dengan undang-undang yang
berlaku.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN


Setiap penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya maupun yang secara langsung terkait di dalamnya. Adapun manfaat
penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi
pemikiran dalam mendukung pengembangan teori yang ada dan dapat
memperluas ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan ilmu perpajakan
khususnya mengenai meminimalkan jumlah pajak penghasilan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti
Bagi peneliti menambah pengetahuan dalam hal mendalami analisis
perhitungan metode gross up pada pajak penghasilan pasal 21 dalam
meminimalisir beban pajak pada Koperasi Simpan Pinjam.
b. Bagi Pihak Perusahaan
Bagi pihak perusahaan sebagai bahan masukan bagi pihak perusahaan
yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam memecahkan masalah yang
dihadapi perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai secara
optimal.
1.5 KERANGKA PEMIKIRAN

Koperasi Simpan Pinjam

Perencanaan Pajak

Pajak
Penghasilan Badan

Laba Sebelum dan Sesudah


Perencanaan Pajak

REKOMENDASI

Gambar 1
Skema Kerangka Pemikiran
1.6 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dan pengumpulan data dilakukan di Koperasi Simpan Pinjam
yang bertempat di Jalan Stadion Sangkuriang No. 110 Cimahi, Jawa Barat. Adapun
waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai pada bulan Oktober sampai dengan
selesai.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Uraian Teoritas
2.1.1 Perpajakan
2.1.1.1 Pengertian Perpajakan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi kemakmuran rakyat sebesar-besarnya (UU No. 16 Tahun 2009).
Definisi Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan pajak
atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan orang pribadi (Mardiasmo, 2009:162). Umumnya
pajak dapat diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang hasilnya digunakan untuk
pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak langsung
dirasakan oleh rakyat. Dari Pengertian Pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa
pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
2. Sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran atas aturan
perpajakan akan berakibat adanya sanksi.
3. Tidak ada kontra prestasi atau jasa timbal dari negara yang dapat dirasakan
langsung oleh pembayar pajak.
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun daerah (tidak
boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan)
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah
(rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum.
2.1.1.2 Wajib Pajak dan Kewajibannya
2.1.1.2.1 Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak adalah Orang Pribadi dan Badan, meliputi


pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan 40 peraturan perundang-undangan
perpajakan (Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang KUP, Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun
2009 Tentang PPN dan PPnBM serta peraturan pelaksanaannya). Wajib Pajak
tersebut terdiri dari :

1. Wajib Pajak Orang Pribadi


 Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari Usaha.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari
Pekerjaan Bebas.
 Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Mempunyai Penghasilan Dari
Pekerjaan.
2. Wajib Pajak Badan
 Badan milik Pemerintah (BUMN dan BUMD).
 Badan milik Swasta (PT, CV, Koperasi, Lembaga dan Yayasan).
3. Wajib Pajak Bendahara sebagai pemungut dan pemotong pajak
 Bendahara Pemerintah Pusat.
 Bendahara Pemerintah Daerah.
2.1.1.2.2 Kewajiban Wajib Pajak setelah mempunyai NPWP
a. Wajib Pajak Wiraswasta/Usahawan yang punya penghasilan bruto (omzet)
dibawah 4,8 Milyar setahun.
Untuk wajib pajak wiraswasta atau usahawan dengan omzet dibawah
4,8 milyar setahun yang mempunyai NPWP jangan lupa menjalankan
kewajiban pajaknya sebagai berikut :
 Membayar pajak 1% dari penghasilan bruto (omzet) sesuai dengan PP 46
setiap bulan. disetor ke bank atau kantor pos paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya. contohnya, pajak bulan Januari dibayar paling lambat
tanggal 15 bulan februari, pajak bulan februari dibayar paling lambat
tanggal 15 bulan Maret. Begitu seterusnya
 Lapor SPT Tahunan PPh OP (laporan pajak tahunan) dengan
menggunakan formulir 1770 setahun sekali. Laporan pajak disampaikan
paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya. contohnya, SPT
Tahunan tahun 2016 dilapor paling lambat tanggal 31 Maret tahun 2017.
b. Wajib Pajak Wiraswasta/Usahawan yang punya penghasilan bruto (omzet)
diatas 4,8 Milyar setahun. Untuk wajib pajak wiraswasta atau usahawan
dengan omzet diatas 4,8 milyar setahun yang punya NPWP jangan lupa
menjanlankan kewajiban pajaknya sebagai berikut :
 Membayar angsuran pajak PPh Pasal 25 setiap bulan. disetor paling
lambat tanggal 15 bulan berikutnya ke bank atau kantor pos.
contohnya, angsuran pajak PPh pasal 25 bulan Januari dibayar paling
lambat tanggal 15 bulan Februari, pajak bulan Februari dibayar paling
lambat tanggal 15 bulan Maret. begitu seterusnya.
 Melapor SPT PPh Pasal 25 setiap bulan apabila statusnya NIHIL
(tidak ada pembayaran). Kalau statusnya Kurang Bayar (ada
pembayaran setiap bulan) maka tidak wajib melaporkan SPT masa
PPh Pasal 25 selama sudah memegang bukti setor yang telah
divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Kalau penyetoran PPh Pasal 25 sudah divalidasi dengan NTPN maka
SPT PPh Pasal 25 dianggap sudah dilaporkan pada saat itu juga. SPT
masa PPh Pasal 25 dilapor setiap bulan paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya.
 Lapor SPT Masa PPN setiap bulan khusus untuk yang sudah
dikukuhan sebagai PKP. SPT masa PPN dilapor setiap bulan, paling
lambat akhir bulan berikutnya. misalnya SPT masa PPN bulan Maret
wajib dilaporkan paling lambat tanggal 31 April.
 Lapor SPT Tahunan PPh Orang Pribadi (laporan pajak tahunan
pribadi) dengan menggunakan formulir 1770. Dilapor setahun sekali,
paling lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya.
c. Wajib Pajak Karyawan Swasta, Pegawai Swasta, PNS, TNI, Polri, Pensiunan,
Pejabat Negara, dll Orang pribadi yang bekerja sebagai karyawan, pegawai,
PNS memang tidak membayar pajak penghasilan atas gaji mereka secara
lansung. Pajak penghasilan pegawai, karyawan, maupun PNS dipotong secara
langsung dari gaji dan disetorkan oleh pemberi kerja atau bendahara.
Walapun pajaknya dipotong dari gaji, Wajib Pajak pegawai karyawan, dan
PNS punya kewajiban melaporkan pajak atas penghasilannya setahun sekali.
karyawan swasta, pegawai dan PNS tidak memiliki kewajiban pelaporan
pajak bulanan. karyawan swasta, pegawai, maupun PNS hanya melaporkan
pajak tahunan. Laporan pajak tahunan disampaikan paling lambat tanggal 31
Maret tahun berikutnya. misalnya, SPT Tahunan tahun pajak 2016 harus
dilapor paling lambat tanggal 31 Maret tahun 2017. SPT Tahunan untuk
pegawai, karyawan swasta maupun PNS menggunakan formulir , dengan
ketentuan sebagai berikut :
 Untuk karyawan, pegawai atau PNS yang mempunyai penghasilan
setahun diatas Rp 60 juta menggunakan formulir SPT Tahunan 1770
S. SPT Tahunan PPh Karyawan swasta atau pegawai swasta yang
menggunakan formulir 1770 S wajib melampirkan bukti potong 1721-
A1. SPT Tahunan PPh untuk PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara dan
pensiunan yang menggunakan formulir 1770 S wajib melampirkan
bukti potong 1721-A2. Yang membuat bukti potong 1721 A1 adalah
pemberi kerja, sementara yang membuat bukti potong 1721-A2
adalah bendahara.
 Untuk karyawan, pegawai atau PNS yang mempunyai penghasilan
setahun dibawah Rp 60 juta menggunakan formulir SPT Tahunan
1770 SS. SPT Tahunan 1770 SS tidak wajib dilampirkan dengan bukti
potong 1721. 4) Badan Usaha – PT, CV, Koperasi, Yayasan, Lembaga
Wajib Pajak badan usaha ; Perusahaan, PT, CV, Koperasi, Yayasan,
dan lembaga yang punya NPWP jangan lupa kewajiban pajaknya,
yaitu sebagai berikut :
 Lapor SPT Masa PPh Pasal 25 setiap bulan. Laporan pajak bulanan
SPT Masa PPh Pasal 25 harus dilaporkan paling lambat tanggal 20
bulang berikutnya. Kalau SPT masa PPh Pasal 25 NIHIL wajib
dilapor, sementara SPT masa PPh Pasal 25 Kurang Bayar (ada
pembayaran) tidak perlu dilapor selama sudah mempunyai slip
setoran pajak yang sudah divalidasi dengan Nomor Transaksi
Penerimaan Negara (NTPN). Kalau sudah mentapat validasi NTPN
maka SPT masa PPh Pasal 25 dianggap sudah dilaporkan pada saat
itu juga.
 Lapor SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulannya. SPT Masa PPh pasal
21 dilaporkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
 Menyetorkan pemotongan pajak pegawainya (PPh pasal 21) bila
terdapat pemotongan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
 Lapor SPT Masa PPN setiap bulannya, khusus untuk wajib pajak yang
sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). SPT Masa
PPN wajib dilaporkan setiap bulan, paling lambat dilapor diakhir
bulan bulan berikutnya.
 Lapor SPT Tahunan Badan setahun sekali menggunakan fomulir SPT
1771 setahun sekali. SPT Tahunan badan 1771 paling lambat
dilaporkan tanggal 30 April tahun berikutnya
2.1.1.3 Fungsi pajak
Menurut Siti Resmi (2017:7) terdapat berbagai jenis pajak yang
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Menurut Golongan
a. Pajak Langsung, pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh
Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
lain atau pihak lain, pajak harus mejadi beban Wajib Pajak yang
bersangkutan.
b. Pajak Tidak Langsung, pajak pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
2. Menurut Sifat
a. Pajak Subjektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan
pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan
keadaan subjeknya.
b. Pajak Objektif, pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya,
baik berupa bebnda, keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang
mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa
memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) dan tempat
tinggal.
3. Menurut Lembaga Pemungut
a. Pajak Negara, pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
b. Pajak Daerah, pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah
tingakat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak 19
kabupaten/kota), dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah
masing-masing”.
2.1.1.4 Syarat Pemungutan pajak
Asas pemungutan pajak Adapun asas pemungutan pajak yang diungkapkan
Waluyo (2011:16) sebagai berikut:
1. Asas Tempat Tinggal Negara-negara mempunyai hak untuk memungut atas
seluruh penghasilan Wajib Pajak berdasarkan tempat tinggal Wajib
Pajak.Wajib Pajak yang bertempat tinggal di Indonesia dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh, yang berasal dari Indonesia atau
berasal dari luar negeri.
2. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan suatu negara.Asas
ini diberlakukan kepada setiap orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia untuk membayar pajak.
3. Asas Sumber Negara mempunyai hak untuk memungut pajak atas
penghasilan yang bersumber pada suatu negara yang memungut
pajak.Dengan demikian, Wajib Pajak menerima atau memperoleh
penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak di Indonesia tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
2.1.1.5 Sistem pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak dibagi tiga seperti yang di ungkapkan oleh
waluyo (2011, hal 17) sebgai berikut :
1. Sistem Official Assessment Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri official assessment system adalah
sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada
fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh
fiskus.
2. Sistem Self Assessment Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang
memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak
untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar.
3. Sistem Withholding Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
2.1.1.6 Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata cara pemungutan pajak menurut Siti Resmi (2017:8) terdiri dari:
1. Stelsel Pajak
a. Stelsel Riil Pengenaan pajak didasarkan pada objek yang sesungguhnya
terjadi (untuk PPh, objeknya adalah penghasilan). Pemungutan
pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah semua
penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui.
b. Stelsel Fiktif, pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggaran yang
diatur oleh undang-undang. Misalnya penghasilan suatu tahun dianggap
sama dengan penghasilan tahun sebelumnya sehingga pajak yang
terutang pada suatu tahun juga dianggap sama dengan pajak yang
terutang pada tahun sebelumnya.
c. Stelsel Campuran, pengenaan pajak didasarkan pada kombinasi antara
stelsel riil dan stelsel fiktif. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung
berdasarkan suatu anggapan, kemudian akhir tahun, besarnya pajak
dihitung berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
2. Asas Pemungutan Pajak
a. Asas Domisili Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh
penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini
berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib
Pajak. Setiap orang yang mendapatkan penghasilan dari Indonesia
dikenakan pajak.
c. Asas Pemungutan Pajak Pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia
dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan
Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.
3. Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment
System Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur
perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
yang berlaku.
b. Self Assessment
System Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang Wajib
Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap
tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yan
berlaku. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:
1) menghitung sendiri pajak yang terutang;
2) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
3) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
4) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan
5) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.
c. With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak
ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh Wajib Pajak. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan
pajak banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk, peranan
dominan ada pada pihak ketiga.
2.1.1.7 Tarif Pajak
Menurut Erly Suandy (2011:7), tarif pajak ada empat macam yaitu:
1. Tarif sebanding/proporsional adalah tarif pajak yang merupakan persentase
yang tetapi jumlah pajak yang terutang akan berubah secara proporsional
atau sebanding pengenaan pajaknya.
2. Tarif progresif adalah tarif pajak yang presentasenya semakin besar jika
dasar pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang akan
berubah sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan
pajaknya.
3. Tarif degresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat, jumlah pajak yang terutang akan berubah
sesuai dengan perubahan tarif dan perubahan dasar pengenaan pajaknya.
4. Tarif tetap adalah tarif pajak yang jumlah nominalnya tetap walaupun dasar
pengenaan pajaknya berbeda/berubah, sehingga jumlah pajak yang terutang
selalu tetap.

Undang-undang Pajak Penghasilan (UU PPh) yang baru yaitu UU No. 36


tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan mulai berlaku sejak 1 Januari 2009. Dengan demikian, untuk pelaporan
SPT Tahunan PPh Badan tahun 2009 yang akan berakhir pada tanggal 30 April
2010 nantinya sudah harus mengacu ke UU No. 36 tahun 2008. Berdasarkan UU
No. 36 tahun 2008 Pasal 17 ayat (1b) diatur bahwa :
a. Untuk penghasilan kena pajak Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan
Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif sebesar 28%.
b. Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% yang mulai
berlaku sejak tahun pajak 2010 (Pasal 17 ayat 2a).
c. Sedangkan untuk WP Badan Dalam Negeri yang berbentuk perseroan
terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang
disetor diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia dan memenuhi persyaratan
tertentu lainnya dapat memperoleh tarif lebih rendah 5% (Pasal 17 ayat 2b)
2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan
Menurut Siti Resmi (2017) pengertian pajak penghasilan yaitu:
“Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek
Pajak atau penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun
pajak”.

2.1.2.1 Jenis-jenis Pajak Penghasilan


1. Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimna yang
di maksud dalam pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2. Pajak Penghasilan Pasal 22


Pajak penghasilan pasal 22 menurut Undang-undang pajak penghasilan
nomor 36 tahun 2008 adalah Bentuk pemotongan atau pemungutan pajak
yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan
kegiatan perdagangan barang. Pajak Penghasilan ini dikenakan kepada
badan-badan usaha tertentu, baik milik pemerintah maupun swasta yang
melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor, dan re-impor. PPh Pasal
22 merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan, dalam artian pada akhir
tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh badan
maupun PPh orang pribadi. Dengan begitu disimpulkan bahwa PPh Pasal
22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan
karena itu PPh Pasal 22 dapat dikembalikan baik saat penjualan dan
pembelian.
3. Pajak Penghasilan Pasal 23
Menurut Direktorat Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan 23 (PPh 23) adalah
Pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau
hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong oleh PPh pasal 21.
Umumnya, penghasilan PPh 23 terjadi saat adanya transaksi antara 2 pihak,
pihak yang menerima penghasilan atau penjual atau pemberi jasa yang
dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan atau pembeli atau
penerima jasa akan memotong atau melaporkan PPh 23. Sebagai tanda
bahwa PPh 23 sudah dipotong, pihak pemotong harus memberikan bukti
potong. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan cara
menyampaikan SPT Masa PPh 23.
4. Pajak Penghasilan Pasal 24
Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) mengatur tentang hak wajib
pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Hal ini
bertujuan supaya wajib pajak tidak terkena pajak ganda seperti uraian di
atas. PPh Pasal 24 mengatur tentang nominal pajak yang dibayarkan di luar
negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki
di Indonesia. Dengan kata lain, jumlah pajak yang harus dibayar di
Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di
luar negeri. Syarat utamanya adalah nilai kredit pajak di luar negeri tidak
melebihi utang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
5. Pajak Penghasilan Pasal 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan dengan
sistem pembayaran angsuran. Tujuannya itu sebenarnya untuk meringankan
beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi atas
keterlambatan pembayaran PPh Pasal 25 yaitu wajib pajak akan dikenakan
bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga
tanggal pembayaran f. Pajak Penghasilan Pasal 26 Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/ dipotong atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima/ diperoleh Wajib Pajak(WP) luar
negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

2.1.3 Perencanaan Pajak


2.1.3.1 Pengertian Perencanaan Pajak

Pengertian perencanaan pajak yang dikemukakan oleh Chairil Anwar


(2013:18) adalah sebagai berikut :

“perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak orang


pribadi maupun badan usaha sedemikian rupa dengan memanfaatkan
berbagai celah kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan dalam
koridor ketentuan peraturan perpajakan (loopholes), agar perusahaan dapat
membayar pajak dalam jumlah minimum”.

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah


suatu tindakan yang dilakukan untuk mengurangi beban pajak yang akan
dibayarkan kepada pemerintah dengan tidak melanggar peraturan perpajakan.
Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan. Perencanaan pajak
merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan tersebut
legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal
yang tidak diatur (loopholes). Secara umum taxplanning didefinisikan sebagai
proses mengorganisasikan usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak
sedemikian rupa sehingga hutang pajaknya baik pajak penghasilan maupun pajak-
pajak lainnya berada dalam posisi yang minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan
oleh ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku.

2.1.3.2 Strategi Umum Perencanaan Pajak


1. Tax Saving
Tax Saving merupayan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan
alternatif pengunaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya,
perusahaan dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan
menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Salah satu caranya dengan
memberikan tunjangan PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross
Up. Metode ini merupakan metode pemotongan pajak oleh perusahaan
dengan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan
jumlah pajak yang terutang. Metode Gross Up dapat memberikan keadilan
pada kedua belah pihak, karena bagi perusahaan tunjangan pajak dapat
diakui sebagai biaya, sedangkan bagi pegawai bisa diakui sebagai
penghasilan. Perhitungan tunjangan pajak pada metode Gross Up
diformulasikan untuk menyamakan jumalah pajak yang akan dipotong
dengan tinjangan pajak yang diberikan perushaaan kepada karyawan.
Rumus dari metode ini untuk menghitung besarnya tunjangan PPh Pasal 21
adalah sebagai berikut :
1) Lapisan 1 ( Rp0 - Rp 47.500.000 )
5
= ( PKP setahun - Rp0 ) x 95 + Rp0

2) Lapisan 2 ( Rp 47.500.000 – Rp 217.500.000 )


15
= ( PKP setahun – Rp 47.500.000 ) x + Rp 2.500.000
85

3) Lapisan 3 (Rp 217.500.000 – Rp 405.000.000 )


25
= PKP setahun – Rp 217.500.000 ) x + Rp 32.500.000
75

4) Lapisan 4 ( > Rp 405.000.000 )


30
= (PKP setahun – Rp 405.000.000 ) x + Rp 95.000.000
70

Sumber : http://perpajakan-indo.bolgspot.co.id/2014/09/fgf.html?m=1
2. Tax Avoidance
Tax Avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari
pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan onjek pajak.
Misalnya, perusahaan yang masih mengalami kerugian, perlu merubah
tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi bentuk pemberian natura
karena natura bukan merupakan objek PPh Pajak Pasal 21.
3. Menhindari pelanggaran atas Peraturan Perpajakan. Dengan menguasai
peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanks
perpajakan berupa sanksi administrai (denda, bunga, atau kenaikan ) dan
sanksi pidana ( Pidana atau kurungan ).
4. Menunda Pembayaran Kewajiban Wajib Pajak. Menunda pembayaran
kewajiban wajib pajak tanpa melangar peratura yag berlaku dapat dilakukan
melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan
menunda penerbitan faktur pajakkeluaran hingga batas waktu yang
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjualan
dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan
penyerahan barang.
5. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan. Wajib pajak sering
kurang memperoleh informasi tentang pembayaran pajak yang dapat
dikreditkan, yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya PPh Pasal 22
atas impor, PPh Pasal 23 atas penghasilan jasa atau sewa. Setelah mengetahui
dengan jelas tahapan-tahapan dalan membuat perencanaan pajak, kita dapat
secepatnya menyusun strategi untuk mengefisienkan beban pajak tentunya
yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Strategi tersebut menurut Suandy
(2006) dan Zain (2005) dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Memilih bentuk badan hukum yang paling sesuai dengan kebutuhan
dan jenis usaha.
b. Memilih lokasi berdirinya perusahaan dimana lokasi tersebut
hendaknya mendapatkan insentif atau fasilitas perpajakan dari
pemerintah.
c. Mengambil keuntungan yang maksimal dari pengecualian, potongan
atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan
oleh undang-undang.
d. Mengingat bahwa di Indonesia pembagian dividen antar corporate
(inter corporate dividend) tidak dikenaipajak, maka sebaiknya
perusahaan didirikan dalam satu jalur usaha (corporate company)
sehingga dapat menguntungkan masing-masing badan usaha.
e. Memisahkan profit center dan cost center didalam perusahaan.
f. Pemilihan metode pembukuan, cash basis atau accrual basis.
6. Penurunan PPh Pasal 25
a. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.
Karena Indonesia termasuk negara yang cenderung sering mengalami
inflasi, maka metode penilaian persediaan yang disarankan
adalahmetode rata-rata (average). Metode ini akan menghasilkan beban
pokok penjualan (BPP) yang lebih tinggi dibandingkan metode
penilaian persediaan yang lain. BPP yang tinggi akan menurunkan laba
kotor sehingga penghasilan kena pajak juga ikut mengecil.
b. Selain pembelian langsung, perusahaan dapat mempertimbangkan
untuk memperoleh aktiva tetap melalui sewa guna usaha karena jangka
waktu leasing umumnya lebih pendek dari umur aktiva dan dapat
dibiayakan seluruhnya, sehingga aktiva tersebut dapat dibiayakan lebih
cepat daripada melalui penyusutan jika membeli secara langsung.
c. Memilih metode penyusutan dan amortisasi yang paling sesuai dan
menguntungkan bagi perusahaan.
d. Menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkan pada transaksi
yang bukan objek pajak.
e. Mengoptimalkan jumlah kredit pajak yang diperbolehkan.
f. Pengelolaan transaksi yang berkaitan dengan dengan withholding tax.
g. Memberikan tunjangan PPh pasal 21 kepada karyawan dengan cara
gross up.
h. Menunda pembayaran kewajiban pajak sampai dengan mendekati
tanggal jatuh tempo.
i. Menghindari pemeriksaan pajak. Pemeriksaaan pajak biasa dilakukan
terhadap wajib pajak yang :
1) SPT lebih bayar
 Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara:
Mengajukan pengurangan pembayaran lumpsum (angsuran
masa) PPh pasal 25 ke KPP yang bersangkutan jika pada
tahun yang bersangkutan diperkirakan akan terjadi kelebihan
pembayaran pajak.
 Mengajukan permohonan pembebasan pasal 22 impor jika
perusahaan melakukan impor.
2) SPT Rugi.
 Tidak memasukkan atau terlambat memasukkan SPT.
 Ada informasi pelanggaran. c. Memenuhi kriteria yang
ditetapkan Dirjen Pajak.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah descriptive comparative yang bertujuan untuk
menjelaskan perencanaan pajak yang dapat meminimalkan jumlah pajak
penghsilan. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis sebagai
berikut:
1. Analisis Deskriptif, yaitu menjelaskan perencanaan pajak yang dapat
meminimalkan beban pajak dalam koperasi perusahaan.
2. Analisis komparatif, yaitu dengan membandingkan laba yang dihasilkan
sebelum dan setelah perencanaan pajak.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang
mengungkapkan gejala-gejala secara menyeluruh dan sesuai dengan konteks
melalui pengumpulan data dan latar alami dengan memanfaatkan peneliti sebagai
instrument kunci.

3.2 Lokasi Penelitian


Daerah penelitian yang diteliti oleh penulis adalah Koperasi Simpan Pinjam
Hobashita yang berlokasi di Jl. Stadion Sangkuriang No.110 Cimahi Utara, Cimahi.
Sedangkan waktu penelitian selama kurang lebih satu bulan.

3.4 Jenis Dan Sumber Data


1. Jenis data
Jenis data yang digunakan terdiri dari :
a) Data kuantitatif, berupa dokumen-dokumen, daftar atau angka-
angka yang dapat dihitung berupa laporan keuangan koperasi
perusahaan dan keterangan tambahan yang diperlukan yang
berhubungan dengan penelitian.
b) Data kualitatif, yaitu data yang berisi tentang kondisi perusahaan
seperti latar belakang perusahaan, kebijakan perusahaan, data ini
dapat diperoleh secara lisan maupun tulisan.
2. Sumber data
a) Data primer, data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara dan observasi dengan pegawai bagian keuangan.
b) Data sekunder yaitu data yang diperoleh berupa dokumen-dokumen
atau lampiran-lampiran laporan keuangan yang bersangkutan
dengan penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data yaitu :

1. Observasi, Yaitu peneliti mengadakan pengamatan langsung ke


lapangan terhadap objek yang diteliti agar mendapat data yang
diperlukan.
2. Wawancara, yaitu peneliti melakukan kegiatan Tanya-jawab dengan
pegawai bagian keuangan untuk mengetahui informasi yang
dibutuhkan. Dalam hal ini menyangkut tentang perpajakan.
3. Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data berupa dokumen dan catatan
perusahaan yang diperlukan dalam penelitian ini.

3.5 Instrumen Penelitian


Merupakan alat bantu di dalam melakukan penelitian yaitu untuk
mengumpulkan data secara terencana. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
instrument penelitian disesuaikan dengan teknik pengumpulan data. Dalam
melakukan observasi yang dibutuhkan penulis sendiri berdasarkan daftar kebutuhan
data. Di dalam teknik interview instrumen yang digunakan adalah daftar pertanyaan
yang diajukan kepada sumber informasi untuk pengumpulan data dokumentasi
menggunakan alat tulis manual maupun elektronik.

3.7 Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis sebagai berikut:
1. Analisis Deskriptif, yaitu menjelaskan perencanaan pajak yang dapat
meminimalkan beban pajak penghasilan dalam koperasi perusahaan.
2. Analisis komparatif, yaitu dengan membandingkan laba yang
dihasilkan sebelum dan setelah perencanaan pajak.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Sejarah Singkat Koperasi

Koperasi Hobashita pada awalnya beranggotakan para karyawan dari lima


Perusahaan yaitu Hobashita Global Solution (Consulting), Hobashita Global
Mandiri (Financial Services), Barokah Artana Hobashita (General Trading),
Indriana Katrindo Parahyangan dan Bama Parahyangan (Financial services). Sesuai
dengan perkembangannya Koperasi Hobashita membuka diri terhadap Pensiuan
dan Karyawan Aktif khususnya Perusahaan Manufaktur. Koperasi berdiri dengan
dimotori oleh Bp. Benny M. Lumban Gaol, selaku Ketua Koperasi. Bisnis
Hobashita dimulai sejak awal 2010 di Wilayah Jawa Barat dengan
pengembangannya yang pesat dan inovatif Koperasi Hobashita bekerja sama
(PKS/Perjanjian Kerjasama) dengan PT. Pos Indonesia (Persero) wilayah Jawa
Barat sejak Maret 2011 dan PKS dengan PT BRI (Persero) Bandung (wilayah Jawa
Barat) sejak Agustus 2012, namum dalam perjalanannya saat ini fokus ke produk
unggulan Kredit Karyawan Aktif-KPR. Pengurus/Pendiri dan Pengelola sebelum
bergabung/mendirikan Koperasi Hobashita telah memiliki keahlian dalam
mengelola perkoperasian, perkreditan/perbankan.

4.2 Visi dan Misi

4.2.1 Visi

Menjadi Pionir Inovasi Produk Koperasi Jasa Keuangan di Indonesia.

4.2.2 Misi
 Meningkatkan nilai SHU yang memuaskan Anggota.
 Memberikan kontribusi kepada Mitra Usaha.
 Menyajikan kompensasi & benefit yang mampu mensejahterakan Karyawan.
 Peduli terhadap lingkungan dan pendidikan Masyarakat ekonomi kecil.

4.3 Struktur Organisasi

4.4 Bidang Usaha


 Simpan Pinjam
Simpan Pinjam adalah suatu koperasi yang kegiatan usahanya menghimpun
dan menyalurkan dana kepada para anggotanya dengan bunga yang rendah.

4.5 Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang Diterapkan oleh Koperasi


4.5.1 Kebijakan-Kebijakan Akuntansi yang Diterapkan oleh Koperasi
dalam Perhitungan PPh Terhutang
Dalam menjalankan Usahanya, Koperasi mempunyai kebijakan Akuntansi
yaitu :
1. Dasar Penyusunan laporan keuangan
Laporan Keuangan disusun berdasarkan konsep biaya perolehan dan disajikan
sesuai dengan periode akuntansi yang bersangkutan, dan merupakan tanggung
jawab manajemen.
2. Piutang Usaha
Piutang dicatat berdasarkan nilai nominal yang bersangkutan.

3. Persediaan
Persediaan disajikan setiap akhir periode dengan menggunakan metode perhitungan
fisik, sedangkan pembebanan ke harga pokok penjualan dilakukan saat pembayaran
hutang atas perolehan persediaan barang dagangan.
4. Biaya Dibayar Dimuka
Biaya dibayar dimuka dibebankan dalam laporan sisa hasil usaha sesuai masa
manfaat dari masing-masing biaya.
5. Aset Tetap
Aset tetap dicatat berdasarkan harga perolehannya dan disusutkan dengan
menggunakan metode saldo menurun untuk bangunan, mesin-mesin, kendaraan,
alat pengolah data dan inventaris kantor jangka waktu penyusutan aset tetap tidak
ditentukan tetapi disusutkan sampai saldo 0 (nol).
6. Aset Lain-Lain
Aset tetap tak berwujud yang merupakan Piutang Lain-Lain (Piutang Usaha yang
tidak bias diidentifaksi) diamortisasi dengan menggunakan metode garis lurus,
selama 10 tahun atau sebesar 10% per tahun.
7. Pendapatan dan Biaya
Pengakuan untuk semua jenis pendapatan dan beban dilakukan berdasarkan cash
basis dan accrual basis.
8. Imbalan Kerja
Berdasarkan PSAK 24 yang mengatur tentang akuntansi dan pengungkapan
imbalan kerja Koperasi belum mencadangkan atas biaya tersebut.
Namun Demikian, Koperasi tetap melakukan pembayaran (imbalan kerja) terkait
kewajiban kepada karyawan, yaitu :
- Jamsostek disetor ke PT. Jamsostek
- Askes disetor ke PT. Askes
9. Unit Simpan Pinjam
September 2007 dan November 2009, Koperasi melakukan kerjasama dengan Bank
Syariah Mandiri, dan Bank Syariah BRI serta tahun 2011 dengan Bank Danamon
Syariah untuk menambah modal usaha unit simpan pinjam.

4.5.2 Memaksimalkan Penghasilan yang dikecualikan

Dari data yang di peroleh dari koperasi, sumber penghasilan koperasi adalah
simpan pinjam, pengadaan barang dan jasa, swalayan, pengelolaan TLH, foto copy,
penyediaan air minum kemasan, penyewaan, konsinyasi, kantin, perdagangan
ATK, pengadaan barang, usaha konstruksi, pengelolaan KBU dan wartel,
pengelolaan VPS, penyediaan tenaga call centre, dan jasa IKR. Dalam menerapkan
Tax Planning koperasi perusahaan dapat memaksimalkan penghasilan yang
dikecualikan dan dikenakan PPh Final. Berdasarkan sumber penghasilan yang ada
dalam Koperasi tidak terdapat penghasilan yang dikecualikan. Salah satu
penghasilan yang dapat dijadikan alternative bagi koperasi unyuk memperkecil
PKP (Penghasilan Kena Pajak) adalah Penghasilan Bunga/jasa giro, karena
penghasilan bunga dikenai pajak final.
4.5.3 Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang Tidak
Diperkenankan sebagai Pengurang
1. Biaya Makan/Minum
Koperasi memberikan uang makan siang atau pun tunjangan beras kepada
karyawan .
2. Transportasi Karyawan
Koperasi memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke dalam
gaji karyawan.
3. Tunjangan Hari Raya
Koperasi memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk parcel/bingkisan
kepada karyawan dan tunjangan yang dimasukkan langsung kedalam gaji
karyawan.

4. Tunjangan Kehadiran

Koperasi memberikan tunjangan kepada karyawan yang hadir sebagai motivasi


untuk karyawan.

5. Tunjangan Jabatan

Koperasi memberikan tunjangan jabatan kepada karyawan yang memiliki jabatan


tertentu.

4.6 Analisis Penerapan Tax Planning yang dilakukan Koperasi dengan


Undang-Undang Perpajakan yang berlaku
Sebelum menerapkan tax planning pada suatu koperasi harus dilakukan
analisis keadaan koperasi, yaitu melakukan pengamatan dan penelitian terhadap
kebijakan koperasi serta mencari kelemahan sehingga dapat ditentukan strategi
perencanaan pajak yang tepat dilaksanakan. Untuk dapat meminimalisasi
kewajiban pajak dapat dilakukan berbagai cara, baik yang masih memenuhi
ketentuan perpajakan maupun yang melanggar peraturan perpajakan.
Pada dasarnya, perencanaan pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Tidak melanggar ketentuan perpajakan, Bila suatu perencanaan pajak ingin
dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat Wajib Pajak
merupakan resiko yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan
perencanaan pajak tersebut.

2. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal, karena perencanaan pajak


merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh
perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Maka
perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan
itu sendiri.

3. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai


Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang
akan di manfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah
selanjutnya adalah mengimplementasikan baik secara formal maupun telah
memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku. Manajemen pajak tidak
dimaksudkan untuk melanggar peraturan. Dan jika dalam pelaksanaannya
menyimpang dari peraturan yang berlaku maka praktik tersebut telah
menyimpang dari tujuan manjemen pajak.

4.6.1 Memaksimalkan Biaya Fiskal dan Meminimalkan Biaya yang tidak


Diperkenankan sebagai Pengurang

1. Biaya Makan/Minum
Koperasi memberikan uang makan siang ataupun tunjangan beras kepada
karyawan, tetapi koperasi memberikan minuman bersama bagi karyawan.
Pemberian minum bersama bagi karyawan bukan merupakan objek PPh Pasal 21
karena minum bersama merupakan pemberian dalam bentuk natura. Dengan
demikian dari sisi karyawan pemberian minum ini tidak akan menambah PPh Pasal
21 terutang.
Di sisi koperasi berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh No.36 Tahun
2013, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang di
berikan dalam bentuk natura atau kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
Kecuali ada pemberian makan dan minum bersama walaupun bentuknya natura,
dapat dibiayakan oleh perusahaan. Dengan demikian di sisi koperasi dapat
mengurangi PPh badan yang terutang.
Apabila dibandingkan perlakuan pajak dalam hal pembiayaan pemberian
makan dan minum bersama dengan pemberian tunjangan makan berupa uang
kehadiran, maka akan lebih menguntungkan minum bersama karena dengan
memberikan makan dan minum bersama bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan. Sedangkan apabila diberikan berupa tunjangan makan, maka tunjangan
makan tersebut menjadi Penghasilan Kena Pajak bagi karyawan. Oleh karena itu,
keputusan koperasi untuk memberikan makan dan minum bersama sudah baik.

2. Transportasi Karyawan

Koperasi memberikan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung ke


dalam gaji karyawan. Pemberian tunjangan transportasi menurut Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Objek Pajak PPh Pasal 21
merupakan penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan menurut UU PPh No.
36 tahun 2013 pasal ayat (1) huruf a, dapat dikurangkan dalam penghasilan kena
pajak bagi koperasi.
Dengan demikian koperasi dapat memertimbangkan kembali selisih biaya
yang harus koperasi keluarkan jika meberikan tunjangan transportasi yang
dimasukkan langsung kedalam gaji karyawan. Jika dari hasil pehitungan kemudian
didapatkan hasil bahwa biaya yang dikeluarkan untuk pemberian tunjangan
transportasi langsung kepada karyawan lebih besar dibandingkan dengan
menyediakan bus/mobil transportasi, maka ada baiknya koperasi memilih untuk
menyediakan bus/mobil transportasi saja. Dengan demikian koperasi bisa
melakukan penghematan pajak karena pemberian tunjangan transportasi dapat
dikurangkan dalam penghasilan Kena Pajak bagi koperasi sehingga akan
menghemat PPh terhutang koperasi.

3. Tunjangan Hari Raya Karyawan


Koperasi memberikan tunjangan hari raya berupa parcel/bingkisan dan
tunjangan yang dimasukkan langsung ke dalam gaji karyawan. Pemberian
tunjangan hari raya menurut Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
31/PJ/2012 tentang Objek Pajak PPh Pasal 21 merupakan penghasilan yang
dikenakan pajak dan dapat dikurangkan dalam penghasilan kena pajak bagi
koperasi.

Koperasi akan dapat melakukan penghematan pajak jika pemberian


tunjangan hari raya karyawan dikurangkan dengan hanya memberikan tunjangan
yang dimasukkan langsung ke gaji karyawan. Pengurangan tunjangan hari raya
yang dilakukan koperasi ini akan menghemat PPh terhutang koperasi.
4.6.2 Metode Penyusutan
Ada dua jenis metode penyusutan yang diberlakukan dalam UU Perpajakan,
yaitu metode garis lurus (straight line) dan metode saldo menurun (double
declining). Dan Koperasi pada saat ini menggunakan metode penyusutan Saldo
menurun. Sebaiknya perusahaan menggunakan metode penyusutan yang
diperbolehkan menurut Peraturan Perpajakan. Hal ini membantu dalam penyusunan
laporan laba rugi fiskal karena tidak perlu melakukan koreksi terhadap biaya
penyusutan. Akan tetapi, kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing yang tentu saja pilihan masing-masing wajib pajak
dapat berbeda mengingat adanya perbedaan kepentingan.
Apabila yang menjadi dasar perbandingan adalah faktor komersial, kedua
metode ini akan berbeda kalau dinilai secara future value. Mana yang di pilih dari
kedua metode penyusutan tersebut. Antara kebijakan fiskal dan kebijakan
perusahaan dapat bertentangan. Di satu pihak diinginkan laba tinggi tetap dipihak
lain dengan adanya laba tinggi itu maka PPh juga menjadi tinggi.di akhir
penyusutan di ketahui bahwa future value dari biaya penyusutan menggunakan
metode garis lurus lebih rendah dibanding saldo menurun, dalam arti metode garis
lurus menghasilkan laba yang lebih tinggi dibanding metode saldo menurun serta
akan menghasilkan PPh terutang yang lebih tinggi pula jadi apabila dinilai secara
future value, penggunaan saldo menurun akan lebih menghemat PPh terhutang.
4.7 Penerapan Tax planning berdasarkan undang-undang perpajakan
pada Koperasi Karyawan Simpan Pinjam
Secara formal Koperasi Karyawan Simpan Pinjam belum menerapkan tax
planning. Oleh karena itu, peneliti melakukan simulasi penerapan tax planning
pada Koperasi Karyawan Simpan Pinjam berdasarkan undang-undang perpajakan
yang diterapkan melalui perbandingan laba rugi fiskal sebelum dan setelah tax
planning. Berikut perbandingan laporan laba rugi sebelum dan setelah tax planning.

KOPERASI HOBASHITA PARAHYANGAN


LAPORAN LABA RUGI YANG BERAKHIR PER 31 DESEMBER 2018

setelah
sebelum
Des-18 melakukan
melakukan PP
PP
I. PENDAPATAN 6.686.631.000 885.210.000 885.210.000
PENDAPATAN
A. 6.639.238.000 853.700.000 853.700.000
OPERASIONAL
Pend. Provisi
853.700.000 853.700.000 853.700.000
Pinjaman
Pend. Bunga
5.375.532.000 -
Pinjaman
Pend. Pinalty 410.006.000 -
- -
PENDAPATA NON
B. 47.393.000 31.510.000 31.510.000
OPERASIONAL
Pend. Materai 31.510.000 31.510.000 31.510.000
Pend. Bunga Bank 15.883.000 -
Pend. Lain-lain - -

II. BEBAN 3.890.312.780 3.756.248.280 2.754.143.780


beban
A. 3.847.395.780 3.713.331.280 2.711.226.780
OPERASIONAL
1. beban Dana 1.002.104.500 1.002.104.500 -
beban Bunga Hut.
887.620.000 887.620.000 -
Bank/MP
beban Bunga
77.984.500 77.984.500 -
Leasing Kend.
beban Adm Bank +
36.500.000 36.500.000 -
Leasing
-
2. beban Marketing 143.185.000 109.450.000 109.450.000
beban Iklan,
51.445.000 51.445.000 51.445.000
Promosi & Brosur
beban Jamuan 33.735.000 - -
beban Marketing 58.005.000 58.005.000 58.005.000
- -
beban Umum &
3. 2.702.106.280 2.601.776.780 2.601.776.780
Administrasi
beban Gaji 895.571.000 895.571.000 895.571.000
beban Tunjangan 44.778.550 44.778.550 44.778.550
beban Tunjangan
89.557.100 89.557.100 89.557.100
THR
beban PPh 21 32.000.000 32.000.000 32.000.000
beban Tunjangan
Transport 26.867.130 26.867.130 26.867.130
karyawan
beban
41.389.000 41.389.000 41.389.000
Pemeliharaan Ktr
beban
Perlengkapan RT 30.106.000 30.106.000 30.106.000
Ktr
beban Barang
65.168.000 65.168.000 65.168.000
Cetakan
beban Fotocopy &
21.896.000 21.896.000 21.896.000
Jilid
beban Listrik 50% 81.097.000 40.548.500 40.548.500
beban Telepon
119.562.000 59.781.000 59.781.000
50%
beban BBM Kend.,
Parkir, Tol & Trans 126.476.500 126.476.500 126.476.500
lokal 50%
beban Sosialisasi 55.704.000 55.704.000 55.704.000
beban Konsumsi 67.224.000 67.224.000 67.224.000
beban Sumbangan 43.714.000 43.714.000 43.714.000
beban Keamanan
36.097.000 36.097.000 36.097.000
& Kebersihan
beban Sewa 200.000.000 200.000.000 200.000.000
beban
95.897.000 95.897.000 95.897.000
Training/Workshop
beban Legalitas 58.437.000 58.437.000 58.437.000
beban Peny.
25.000.000 25.000.000 25.000.000
Gedung
beban Peny.
257.100.000 257.100.000 257.100.000
Kendaraan R4
beban 11.000.000 11.000.000 11.000.000
beban Peny.
16.000.000 16.000.000 16.000.000
Peralatan kantor
beban P2T2 256.110.000 256.110.000 256.110.000
Beban Lain-Lain 5.355.000 5.355.000 5.355.000
- -
BAYA NON
B. 42.917.000 42.917.000 42.917.000
OPERASIONAL
beban Materai 42.917.000 42.917.000 42.917.000
beban Lain-Lain - - -
- -
- -
III. SHU Netto 2.796.318.220
2.871.038.280 1.868.933.780

beban tunjangan
transport karaywan 26.867.130 26.867.130
50%
beban tunjangan
89.557.100 89.557.100
THR 50%
Beban PPh 21 32.000.000 32.000.000
tunjangan jabatan 44.778.550 22.389.275
Taksiran Laba
IV 2.677.835.500 1.698.120.275
Fiskal

1. Sebelum Perencanaan Tax Planning


PPh terhutang tahun 2018 : 2.677.835.500 x 0.5% = 13.389.178
2. Setelah melakukan perencanaan pajak
PPh terutang tahun 2018 : 1.747.550.728 x 0,5% = 8.781.662

Maka penghematan pajak yang akan diperoleh jika tax planning diterapkan
adalah sebesar Rp. 4.607.516. Laba bersih komersial setelah pajak adalah Jumlah
yang diperoleh perusahaan setelah dipotong pajak penghasilan setelah melakukan
perencnaan pajak yaitu sebesar Rp. 1.747.550.728. Penghematan ini dapat terjadi
karena penerapan tax planning yaitu dengan mengambil kebijakan untuk
meniadakan tunjangan transportasi yang dimasukkan langsung kedalam gaji
karyawan dan menggantinya dengan menyediakan mobil transportasi bagi
karyawan. Penerapan ini dapat menghemat pajak sebesar Rp.13.433.565. Dan
temuan lainnya yang digunakan untuk menghemat pajak yaitu biaya sebesar
Rp.44.778.550 yang berasal dari tunjangan hari raya karyawan serta beban
tunjangan jabatan sebesar Rp. 22.398.275. hal tesebut karena perusahana
menggunakan metode gross up dimana tunjangan yang diberikan perusahaan
kepada karyawan dan bisa dimasukan kedalam beban. Selama tahun 2019, Koperasi
Hobashita Parahyangan memiliki kewajiban PPh pasal 25 yang merupakan
angsuran PPh yang dihitung berdasarkan perhitungan tahun sebelumnya. Hal ini
sesuai dengan SPT tahun 2019 yang telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Secara formal Koperasi Hobashita Parahyangan belum menerapkan tax
planning. Sehingga peneliti mencoba untuk melakukan penerapan Tax planning
PPh Badan.
1. Koperasi memiliki beberapa kebijakanakuntansi yang dapat dijadikan sebagai
acuan untuk menerapkan tax planning. Selain itu, koperasi juga dapat
melakukan beberapa langkah seperti, memaksimalkan penghasilan yang
dikecualikan melalui pemaksimalan penghasilan bunga, memaksimalkan biaya
fiskal dan meminimalkan biaya yang tidak diperkenankan sebagai pengurang,
meliputi:
1) transportasi karyawan,

2) tunjangan jabatan,

3) tunjangan asuransi,

4) tunjangan hari raya.

Kemudian koperasi juga dapat memilih menggunakan penyusutan dengan


metode saldo menurun.
2. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada koperasi Siporennu, peneliti
mencoba menerapkan tax planning yang sesuai Undang-Undang Perpajakan
yang berlaku. Dengan menerapkan tax planningkoperasi akandapat melakukan
penghematan pajak sebesar Rp. 4.607.516 sehingga laba komersial yang
awalnya Rp. 2.677.835.500 akan turun menjadi Rp. 1.756.332.90. Begitu juga
dengan kredit pajak terhutang yang awalnya sebesar Rp 13.389.178 akan turun
menjadi Rp 8.781.662
5.2 Saran
Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan, berdasarkan wawancara
pengamatan data-data yang diperoleh dari koperasi.Maka diberikan saran sebagai
berikut.
1. Sebaiknya Koperasi Karyawan Telkom Siporennu menerapkan tax planning
dengan selalu mengikuti perkembangan peraturan undang-undang perpajakan
yang berlaku dan isu-isu terkait dengan perpajakan.
2. Perlu adanya peningkatan kapasitas terkait perpajakan dan keuangan.
3. Perlu peningkatan sarana kerja dan sistem pengarsipan yang lebih baik, serta
penggunaan database untuk kelancaran operasional.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Chairil. 2017. Manajemen Perpajakan. Cetakan kelima edisi revisi. Jakarta:
PT Centro Inti Media
Mardiasmo, 2016, Perpajakan Edisi Terbaru 2016, Yogyakarta: Penerbit And
Resmi, Siti. 2014. Perpajakan Teori dan Kasus .Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Koperasi

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan pasal 1 ayat 4.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas
Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang PPN dan PPnBM serta peraturan
pelaksanaannya.
Undang-Undang Perpajakan Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga
Atas UndangUndang Perpajakan Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Anda mungkin juga menyukai