Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PENYULUHAN PENDIDIKAN KESEHATAN KEJANG DEMAM

PADA KELUARGA DAN PASIEN DI RUANG BOUGENVILLE


RSUD dr.HARYOTO LUMAJANG

oleh
Kelompok 2 dan 3A

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
Lampiran 1: Berita Acara

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
T.A 2018/2019

BERITA ACARA

Pada hari Sabtu, 23 November 2019 pukul 08.00-08.30 WIB di Ruang Bougenville RSUD
dr.Haryoto Lumajang telah dilaksanakan Kegiatan Penyuluhan Kejang Demam bersama:

Jember, November 2019


Penanggung Jawab Mata Kuliah

Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep


NIP. 19870719 201504 2 002
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37 Jember Telp./Fax. (0331) 323450

DAFTAR HADIR

Kegiatan Pendidikan Kesehatan stase keperawatan Anak Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Universitas Jember di Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang, pada Sabtu, 23 November
2019 pukul 08.00 WIB-08.30 bertempat di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang.
Kegiatan ini diikuti oleh orang :
NO NAMA ALAMAT TANDA
TANGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Jember, November 2019
Mengetahui
Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Anak
PSP2N Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep


KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
NIP. 19870719 201504 2 002
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
Alamat: Jl. Kalimantan No. 37 Jember Telp./Fax. (0331) 323450

DAFTAR HADIR
Kegiatan Pendidikan Kesehatan stase keperawatan Anak Program Studi Pendidikan Profesi Ners
Universitas Jember di Rung Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang, pada Sabtu, 23 November
2019 pukul 08.00 WIB-08.30 bertempat di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto Lumajang.
Kegiatan ini diikuti oleh orang :
NO NAMA ALAMAT TANDA
TANGAN
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Jember, November 2019
Mengetahui
Penanggung Jawab Mata Kuliah Keperawatan Anak
PSP2N Fakultas Keperawatan
Universitas Jember

Ns. Peni Perdani Juliningrum, M.Kep


SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
NIP. 19870719 201504 2 002

Sub topik : Pendidikan Kesehatan Kejang Demam


Sasaran : Keluarga dan pasien
Target : 10 orang
Tempat : Ruang Bougenville
Hari/Tanggal : Sabtu/ 23 November 2019
Waktu : 20 menit 08.00– 08.30 WIB
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
Pemberi materi :
Moderator : Dema Billy L. NIM 192311101004
Pemateri : Alvin Ferdian NIM 192311101016
Operator : Dhanang Budi R. NIM 192311101056
Pendamping : Ria Hariyono Putri NIM 192311101101
: Dhea Erlinda NIM 192311101139

1. Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Setelah mengikuti kegiatan pendidikan dan promosi kesehatan diharapkan peserta dapat
mengetahui pengertian, pencegahan dan penatalaksanaan Kejang Demam.

2. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Setelah diberikan penyuluhan audience dapat :
a. Mengetahui definisi Kejang Demam
b. Mengetahui Tanda dan Gejala Kejang Demam
a. Mengetahui penatalaksanaan Kejang Demam
c. Mengetahui cara pencegahan Kejang Demam

3. Pokok Bahasan
Pengertian, penatalaksanaan, dan pencegahan.

4. Sub pokok Bahasan


b. Definisi Kejang Demam
c. Tanda dan Gejala Kejang Demam
d. Penatalaksanaan Kejang Demam
e. Cara pencegahan Kejang Demam

5. Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk penyuluhan adalah 20 menit.

6. Bahan/Alat yang digunakan


a. Power point
b. Leaflet

7. Model Pembelajaran
a. Jenis model penyuluhan: pertemuan (tatap muka)
b. Landasan Teori: ceramah, tanya jawab dan demonstrasi
c. Langkah pokok:
1) Menciptakan suasana pendidikan kesehatan yang baik
2) Mengajukan masalah
3) Membuat keputusan nilai personal
4) Mengidentifikasi pilihan tindakan
5) Memberi komentar
6) Menetapkan tindak lanjut

8. Persiapan
Penyuluh mencari referensi (buku, jurnal dan lain-lain) tentang definisi, tanda gejala,
penatalaksanaan dan pencegahan Kejang Demam dan membuat media penyuluhan (poster).
9. Kegiatan Pendidikan Kesehatan
No Tindakan
Proses Waktu
KegiatanPenyuluh KegiatanPeserta
1. Penyajiaanan Pelaksanaan 20 menit
a. Menjelaskan pengertian
a. Memperhatikan
Kejang Demam
1) Memberikan
1) Menanyakan kepada peserta
pertanyaan
mengenai materi yang baru
2) Memperhatikand
disampaikan
2) Mendiskusikan bersama an memberi
jawaban yang diberikan tanggapan

b. Menjelaskan Tanda dan Gejala


Kejang Demam
1) Menanyakan kepada peserta b. Memperhatikan
mengenai materi yang baru 1) Memberikan
disampaikan pertanyaan
2) Mendiskusikan bersama
2) Memperhatikand
jawaban yang diberikan
an member
c. Menjelaskan penatalaksaan
tanggapan
awal Kejang Demam
1) Menanyakan kepada peserta c. Memperhatikan
mengenai materi yang baru 1) Memberikan
disampaikan pertanyaan
2) Mendiskusikan bersama
2) Memperhatikand
jawaban yang diberikan
an memberi
d. Menjelaskan pencegahan tanggapan
1) Menanyakan kepada
peserta mengenai materi
yang baru disampaikan
d. Memperhatikan
2) Mendiskusikan bersama
1) Memberikan
jawaban yang diberikan
pertanyaan
2) Memperhatikand
an memberi
tanggapan

10. Evaluasi
a. Prosedur Evaluasi
Peserta penyuluhan menjawab pertanyaan
1) Apa pengertian Kejang Demam?
2) Apa tanda gejala Kejang Demam?
3) Bagaimana penatalaksanaan Kejang Demam?
4) Bagaimana pencegahan Kejang Demam?

b. Kriteri Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a) Penyelenggaraan penatalaksanaan pendidikan dan promosi kesehatan tentang
Kejang Demam di Ruang Bougenville RSUD dr.Haryoto Lumajang
b) Pengorganisasian penyelenggaraan kegiatan dilakukan sebelum pelaksanaan.
c) Tersedia lingkungan yang nyaman.
2) Evaluasi Proses
a) Penyuluh dapat menfasilitasi dan meningkatkan kemampuan penatalaksanaan
Kejang Demam.
b) Peserta dapat mengikuti pendidikan kesehatan
c) Peserta antusias terhadap kegiatan yang dilakukan.
d) Peserta berpartisipasi dalam kegiatan dengan mengajukan dan menjawab pertanyaan
dengan benar.
e) Proses pendidikan dan promosi kesehatan mengenai Kejang Demam.
3) Evaluasi Hasil
a) Peserta memahami materi yang telah disampaikan.
b) Peserta dapat merasakan manfaat pendidikan kesehatan tentang Kejang Demam.
c) Kegiatan pendidikan kesehatan tentang Kejang Demam sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai
d) Kehadiran peserta dihitung dengan Adequancy of performancekegiatan

Kriteria:
i < 50% = peserta tidak mencukupi dan kegiatan dinyatakan tidak sukses dari
segi peserta
ii 50-75% = peserta kurang mencukupi dan kegiatan dinyatakan kurang sukses
dari segi peserta
iii >75% = peserta mencukupi dan kegiatan dinyatakan sukses dari segi peserta

MATERI
KEJANG DEMAM

1. Pengertian Kejang Demam

Menurut Saing (1999) Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) akibat suatu proses ekstra kranial.
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang demam merupakan kejang
selama masa kanak-kanak setelah usia 1 bulan, yang berhubungan dengan penyakit demam tanpa
disebabkan infeksi sistem saraf pusat, tanpa riwayat kejang neonatus dan tidak berhubungan dengan
kejang simptomatik lainnya.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah bangkitan kejang
pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.

2. Jenis Kejang Demam


Kejang demam terbagi menjadi dua, yakni kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), tonik-klonik.
dan terjadi kurang dari 24 jam, tanpa gambaran fokal dan pulih dengan spontan. Kejang demam
sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Kejang demam kompleks biasanya
menunjukkan gambaran kejang fokal atau parsial satu sisi atau kejang umum yang didahului
kejang parsial. Durasinya lebih dari 15 menit dan berulang atau lebih dari 1 kali kejang selama 24
jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih
dari 2 kali, dan di antara bangkitan kejang kondisi anak tidak sadarkan diri. Kejang lama terjadi
pada sekitar 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum
yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam.

3. Penyebab Kejang Demam


Tasmin (2013), menjelaskan bahwa penyebab kejang demam hingga saat ini belum diketahui
dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi dikarenakan pada suhu
yang tidak terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kejang. Kondisi yang dapat menyebabkan
kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti otitis
media akut, bronkitis dan tonsilitis (Riyadi, 2013). Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) (2013), menjelaskan bahwa penyebab terjadinya kejang demam antara lain obat-obatan,
ketidak seimbangan kimiawi seperti hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis, demam, patologis otak
dan eklamsia (ibu yang mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab
kejang demam menurut data profil kesehatan Indonesia (2012) yaitu didapatkan 10 penyakit yang
sering rawat inap di Rumah Sakit diantaranya adalah diare dan penyakit gastroenteritis oleh
penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid dan paratifoid, penyulit
kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial, indeksi saluran pernafasan atas dan
pneumonia.
Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan suatu gejala
penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya kelainan susunan saraf
pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak sedangkan penyebab sekundernya
adalah gangguan metabolik atau penyakit lain seperti penyakit infeksi. Negara berkembang,
kejang pada neonatus dan anak sering disebabkan oleh tetanus neonatus, sepsis, meningitis,
ensefalitis, perdarahan otak dan cacat bawaan. Penyebab kejang pada neontaus, baik primer
maupun sekunder umumnya berkaitan erat dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat
proses persalinan serta masamasa bayi baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan diIran,
penyebab kejang demam dikarena infeksi virus dan bakteri (Dewi, 2014).

4. Faktor Risiko Kejang Demam


Faktor resiko merupakan penyebab langsung atau suatu pertanda terhadap hal yang merugikan
dan memudahkan terjadinya suatu penyakit serta mempunyai hubungan yang spesifik dengan
akibat yang dihasilkan (Nurwijaya, 2010). Anak yang mengalami kejang demam kemungkinan
besar akan menjadi penderita epilepsi jika adanya kelainan neurologis sebelum kejang demam
pertama dan kejang demam bersifat kompleks (Susilowati, 2011). Kejang demam pada anak
memiliki beberapa faktor resiko diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi kedua kalinya
sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat kejang demam pertama merupakan
faktor resiko yang paling penting dalam kekambuhan ini, karena semakin muda usia pada
saat kejang demam pertama, semakin tinggi resiko keambuhan terjadi dan sebagai
perbandingan, sebanyak 20% yang memiliki kekambuhan kejang demam pertama adalah
usia tua lebih dari 3 tahun (Gupta, 2016).
b. Resiko epilepsi merupakan resiko mengembangnya kejang setelah terjadi kejang demam
dan berdampak pada keterlambatan perkembangan atau pemeriksaan neurologis yang
abnormal sebelum terjadi kejang demam, riwayat kejang demam kompleks dan terjadi
kejang demam berkepanjangan serta menjadi resiko epilepsi. Resiko epilepsi ini merupakan
faktor bawaan yang sudah ada sebelumnya seperti perinatal, genetik atau keturunan
(Panteliadis, 2013).
c. Resiko perkembangan, kecacatan perilaku dan akademik pada anak kejang demam adalah
tidak lebih besar dari pada populasi umum dan anak dengan kejang demam berkepanjangan
dapat mengembangkan konsekuensi neurologis jangka panjang (Bagiella, 2011).
d. Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi lebih dari 30 menit
dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi mengancam nyawa dengan konsekuensi
jangka panjang dan bersifat gawat darurat. Anak dengan kejang demam pertama memiliki
potensi status demam epileptikus dimana dikaitkan dengan usia yang lebih muda dan suhu
tubuh lebih rendah serta durasi yang lebih lama (Gupta, 2016).
e. Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat kejang demam (pada
masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat kejang demam dan orang tua dengan
riwayat epilepsi tanpa demam (Handy, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa anak yang
mempunyai riwayat kejang dalam keluarga terdekat mempunyai resiko untuk bangkitan
kejang demam 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat dan
faktor riwayat kejang pada ibu, ayah dan saudara kandung menunjukkan hubungan yang
bermakna karena mempunyai sel yang kosong (Wijayahadi, 2010).
f. Konsekuensi kejang demam, anak yang mengalami kejang demam sederhana memiliki
resiko yang sangat rendah dibandingkan dengan kejang demam kompleks karena pada
kejang demam kompleks memiliki durasi selama lebih dari 15-20 menit dan berulang dalam
penyakit yang sama (Camfield, 2015).
g. Faktor statistik yaitu faktor resiko kejang demam yang berhubungan dengan pendidikan
orang tua, ibu merokok pada saat sebelum melahirkan atau menggunakan minuman
beralkohol, tingkat demam dan memiliki penyakit gastroenteritis. Faktor resiko yang paling
penting untuk kejang demam adalah usia, karena semakin muda usia pada saat kejang
demam pertama semakin tinggi resiko kekambuhan (Salam, et al. 2012).

5. Tanda dan Gejala Kejang Demam


Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak dapat terjadi bangkitan kejang
dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang cepat dan disebabkan karena infeksi di luar
susunan saraf pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan furunkulosis. Kejang demam
biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat demam dan berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik, tonik dan fokal atau akinetik. Pada
umumnya kejang demam dapat berhenti sendiri dan pada saat berhenti, anak tidak dapat
memberikan reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau bahkan menit
kemudian anak akan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami kejang adalah
sebagai berikut : (1) suhu badan lebih dari 38 derajat Celcius; (2) saat kejang anak kehilangan
kesadaran, kadang-kadang napas dapat terhenti beberapa saat; (3) tubuh termasuk tangan dan kaki
jadi kaku, kepala terkulai ke belakang disusul munculnya gejala kejut yang kuat; (4) warna kulit
berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik ke atas; (5) gigi terkatup dan terkadang
disertai muntah; (6) napas dapat berhenti selama beberapa saat; (7) anak tidak dapat mengontrol
untuk buang air besar atau kecil.

6. Patofisiologi Kejang Demam


Kyle & Carman (2014) menjelaskan bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel
atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak terpenting adalah glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantara
fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari uraian tersebut dapat
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipercah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neoron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya
kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
natrium rendah, sedangkan di luar sel terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan mengakibatkan kenaikanmetabolisme basar 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh
karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.
Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan dipengaruhi oleh
usia dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit biasanya
disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi hipoksemia.,
hiperkapnia, asidodosis laktat disebabkan oleh matabolisme anaerobik, hipotensi arterial
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan
makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otot
meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada neuron dan terdapat gangguan
perederan darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggalkan permeabilitas kapiler
dan timbul edema otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan
serangan kejang sedang berlangsung lama di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
yang spontan. Karena itu kejang demam yang berlansung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis di otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah, 2014).

7. Penatalaksanaan Kejang Demam


Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani kejang demam
diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang, memberikan
pengobatan rumat serta mencari dan mengobati penyebab.
1. Memberantas kejang secepat mungkin. Pada saat pasien datang dalam keadaan kejang lebih
dari 30 menit maka diberikan obat diazepam secara intravena karena obat ini memiliki
keampuhan sekitar 80-90% untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat
yaitu kira-kira 30 detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan
dosis fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi, penekanan
pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung (Newton, 2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan pasien, kepala
pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan
napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen dan bila perlu dilakukan inkubasi atau
trakeostomi serta penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan dan fungsi jantung diawasi
secara ketat. Berikut tindakan pada saat kejang : (1) baringkan pasien ditempat yang rata,
kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidih yang telah dibungkus kasa atau bila ada
guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien dan lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan seperti ikat pinggang dan gurita; (3) bila suhu tinggi
berikan kompres secara intensif;(4)setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat;
(5)isap lendir sampai bersih, berikan oksigen boleh sampai 4L/menit dan jika pasien upnea
lakukan tindakan pertolongan; (Ngastiyah, 2014).
3. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan pengobatan
rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar antara 45-60 menit sesudah
di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik dengan daya kerja lebih lama
misalnya fenobarbital atau defenilhidantoin. Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang
berhenti dengan diazepam. Lanjutan pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan
pasien. Pengobatan ini dibagi menjadi dua bagiam yaitu profilaksis intermiten dan
profilaksis jangka panjang (Natsume, 2016).
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana maupun epilepsi
biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media akut. Cara untuk
penanganan penyakit ini adalah dengan pemberian obat antibiotik dan pada pasien kejang
demam yang baru datang untuk pertama kalinya dilakukan pengambilan pungsi lumbal yang
bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan terdapat infeksi didalam otak seperti penyakit
miningitis (Arief, 2015).

Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari bagaimana cara menolong
pada saat anak kejang dan tidak boleh panik serta yang penting adalah mencegah jangan
sampai timbul kejang serta memberitahukan orang tua tentang apa yang harus dilakukan jika
kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah dengan tersedianya obat penurun panas yang
didapat atas resep dokter yang telah mengandung antikonvulsan, anak segera diberikan obat
antipiretik bila orang tua mengetahui anak mulai demam dan jangan menunggu suhu
meningkat serta pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya
(Ghassabian, et al. 2012). Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan ditempat yang rata dan
kepalanya dimiringkan serta buka baju anak dan setelah kejang berhenti, pasien bangun
kembali suruh minum obat dan apabila suhu pada waktu kejang tersebut tinggi sekali supaya
dikompres serta beritahukan kepada orang tua pada saat anak mendapatkan imunisasi agar
segera beritahukan dokter atau petugas imunisasi bahwa anak tersebut menderita kejang
demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et al. 2012).

DAFTAR PUSTAKA

A Consensus development conference on febrile seizures. Febrile saizures: long term management
of children with fever associated seizures. Padiatrics 1980; 66:1009-12.
de Siqueira LFM. Febrile seizures: Update on diagnosis and management. Rev Assoc Med Bras.
2010; 56(4): 489-92.

Dewi, VNL. 2013. Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Eveline & Djamaludin, N.2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Wahyu Media. Jakarta

Kyle, Terri.,& Carman, Susan. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Nurwijaya, Hartati, Andrijono, Suheimi. (2010). Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: In
Media.
Riyadi S dan Purwanto T. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: GRAHA ILMU
Pusponegoro HD, Widodo DP, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang demam Ikatan Dokter
Anak Indonesia 2006 [Internet]. 2006 [cited 2015 December 5]. Available from:
http://idai.or.id/wp-content/uploads/2013/02/Kejang-Demam-Neurology-2012.pdf.

Saing B. Faktor pada kejang demam pertama yang berhubungan dengan terjadinya kejang demam
berulang (Studi selama 5 tahun). Medan: Balai Penerbit FK-USU, 1999:1–44.

Anda mungkin juga menyukai