Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Frozen shoulder merupakan rasa nyeri yang mengakibatkan keterbatasan


lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Mungkin timbul karena adanya trauma,
mungkin juga timbul secara perlahan-lahan tanpa tanda-tanda atau riwayat
trauma.Keluhan utama yang dialami adalah nyeri dan penurunan kekuatan otot
penggerak sendi bahu dan keterbatasan LGS terjadi baik secara aktif atau
pasif.Frozen shoulder secara pasti belum diketahui penyebabnya. Namun
kemungkinan terbesar penyebab dari frozen shoulder antara lain tendinitis, rupture
rotator cuff, capsulitis, post immobilisasi lama, trauma serta diabetes mellitus. Respon
autoimmunal terhadap rusaknya jaringan lokal yang diduga menyebabkan penyakit
tersebut. Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif.Ini adalah suatu gambaran
klinis yang dapat menyertai tendonitis, infark miokard, diabetus mellitus, fraktur
immobilisasi lama, atau redukulus cervicalis.
Frozen shoulder juga dapat disebabkan oleh trauma langsung pada bahu,
immobilisasi atau disuse dalam jangka waktu lama misalnya terjadi fraktur disekitar
bahu yang pada fase penyembuhannya tidak diikuti dengan gerak aktif yang dilakukan
secara teratur pada bahunya, disamping itu juga karena faktor immunologi serta
hubungannya dengan penyakit lain misalnya: Tuberkulosa paru, hemiparase,ischemic
heart desease, bronchitis kronis dan Diabetus Melitus. Diduga ini merupakan respon
autoimun karena rusaknya jaringan lokal.
Diantara beberapa faktor yang menyebabkan frozen shoulder adalah capsulitis
adhesiva. Keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul
sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi dan tulang rawan, ditandai
dengan nyeri bahu yang timbul secara perlahan-lahan, nyeri yang semakin tajam,
kekakuan dan keterbatasan gerak. Pada pasien yang menderita capsulitis adhesiva
menimbulkan keluhan yang sama seperti pada penderita yang mengalami peradangan
pada jaringan disekitar sendi yang disebut dengan periarthritis, keadaan ini biasanya
timbul gejala seperti tidak bisa menyisir karena nyeri disekitar depan samping bahu.
Nyeri tersebut terasa pula saatb lengan diangkat untuk mengambil sesuatu dari saku
kemeja, ini berarti gerakan aktif dibatasi oleh nyeri. Tetapi bila mana gerak pasif
diperiksa ternyata gerakan itu terbatas karena adanya suatu yang menahan yang
|1
disebabkan oleh perlengketan. Gangguan sendi bahu sebagian besar didahului oleh
adanya rasa nyeri, terutama rasa nyeri timbul sewaktu menggerakan bahu, penderita
takut menggerakan bahunya. Akibat immobilisasi yang lama maka otot akan
berkurang kekuatannya.
Aspek fisioterapi sindroma nyeri bahu pada kondisi frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva ini fisioterapis berperan dalam mengurangi nyeri ,meningkatkan
luas gerak sendi (LGS) mencegah kekakuan lebih lanjut dan mengembalikan kekuatan
otot serta meningkatkan aktifitas fungsional pasien. Untuk mengatasinya banyak
modalitas fisioterapi yang dapat digunakan disini penulis mengambil modalitas
fisioterapi berupa penggunaan Short Wave Diathermy (SWD), terapi manipulasi dan
terapi latihan serta latihan fungsional.

|2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Capsulitis adhesive adalah gangguan pada permukaan gelang bahu dimana
jaringan lunak disekitar sendi – sendi yang membentuk gelang bahu terjadi inflamasi
dan kekakuan yang lama kelamaan berkembang menjadi adhesion atau perlengketan
sehingga dapat menyebabkan terjadinya pembatasan gerak dan menyebabkan nyeri
yang kronis.
Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakait yang sudah diketahui
dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif bahu yang
berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis tapi perubahan-
perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan seluruh cuff dan capsul.
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada
kaput humeri dan guset sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan.
Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff, karena degenerasi yang progresif. Jika
berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta memperlengketan serta
memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut, proses
degenerasi diikuti erosi tuberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan
bursa subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa. Frozen shoulder dapat
pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada rotator
cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh
darah. Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan
menyebar keruang bawah bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi
berulang-ulang karena tekiri terus-menerus menyebabkan penebalan dinding bursa,
pengentalan cairan bursa, perlengketandinding dasar dengan bursa sehingga timbul
pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi, yaitu :
a. Primer/ idiopatik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak
terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun.
Biasanya terjadi pada lengan yang tidak digunakan dan lebih memungkinkan terjadi
pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan
berulang.
|3
b Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur,
dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa
tahun sebelumnya.

Kapsul
Sendi mengalami
peradangan

Gambar 2. 1
Capsulitis Adhesiva Bahu Kiri Tampak dari Anterior

B. ANATOMI FUNGSIONAL SENDI BAHU (Shoulder Joint)


Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint)
yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi, gambar 2. 2. Cavitas sendi bahu
sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat menggerakkan lengannya
secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Namun struktur yang demikian
akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering
menimbulkan gangguan pada bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh
tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade),clavicula (collar bone), humerus
(upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu mencakup empat sendi, yaitu
sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi
scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi
glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk ke
dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal.

|4
Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila
dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang
kompleks, yaitu:
a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan cavitas
glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per. Permukaan sendi meliputi
oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya labrum
glenoidale.
Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae, yang
diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis, sehingga rongga
sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar sehingga memungkinkan gerakan
dengan jarak gerak yang lebih luas. Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan
oleh acromion, procecus coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan
untuk mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral dan
ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas glenoidalis dan
collum anatomicum humeri.
Ligament yang memperkuat antara lain:
1) ligamentumcoraco humerale, yang membentang dari procesus
coracoideus sampai tuberculum humeri.
2) ligament coracoacromiale, yang membemtang dari procesus coracoideus
sampai acromion.
3) ligament glenohumerale, yang membentang dari tepi cavitas glenoidalis ke
colum anatobicum, dan ada 3 buah yaitu:
a) ligament gleno humerale superior, yang melewati articulatio sebelah
cranial
b) Ligament glenohumeralis medius, yang melewati articulatio sebelah
ventral.
c) Ligamentum gleno humeralis inferius, yang melewati articulation
sebelah inferius.

|5
Bursa-bursa yang ada pada shoulder joint:
1) Bursa otot latisimus dorsi, terletak pada tendon otot teres mayor dan
tendon latisimus dorsi.
2) Bursa infra spinatus, terdapat pada tendon infra spinatus dan
tuberositashumeri.
3) Bursa otot pectoralis mayor, terletak pada sebelah depan insersio otot
pectoralis mayor.
4) Bursa subdeltoideus, terdapat diatas tuberositas mayus humeri dibawah
otot deltoideus.
5) Bursa ligament coraco clavikularis, terletak diatas ligamentum
coracoclaviculare.
6) Bursa otot subscapularis terletak diantar sisi glenoidalis scapulae dengan
otot subscapularis.
7) Bursa subcutanea acromialis, terletak diatas acromion dibawah kulit
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika pada sendi glenoidal
yaitu rotasi atau gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan
menurut garis lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu
dalam sendi atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika.Rotasi
tulang atau gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi
dan translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression
dalam sendi yang termasuk dalam joint play movement.
Ada dua tipe dasar gerakan tulang atau osteokinematika adalah rotasi atau
gerakan berputar pada suatu aksis dan translasi merupakan gerakan menurut garis
lurus dan kedua gerakan tersebut akan menghasilkan gerakan tertentu dalam sendi
atau permukaan sendi yang disebut gerakan artrokinematika. Rotasi tulang atau
gerakan fisiologis akan menghasilkan gerakan roll-gliding di dalam sendi dan
translasi tulang menghasilkan gerakan gliding, traction ataupun compression dalam
sendi yang termasuk dalam joint play movement.
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1) gerakan fleksi
terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior (2) gerakan abduksi
terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior, sliding ke caudo ventral (3) gerakan
eksternal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial
(4) gerakan internal rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke
dorso lateral.
|6
b. Sendi sterno claviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura clavicularis
sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris, tetapi fungsionalnya
glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada suatu discus articularis sehingga
lebih dapat menyesuikan kedua facies articularisnya dan sebagai cavum srticulare.
Capsula articularis luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.
Ligamentum yang memperkuat:
1) ligamentum interclaviculare, yang membentang diantara medial
extremitassternalis, lewat sebelah cranial incisura jugularis sterni.
2) ligamentum costoclaviculare, yang membentang diantara costae pertama
sampai permukaan bawah clavicula.
3) ligamentum sterno claviculare, yang membentang dari bagian tepi caudal
incisura clavicularis sterni, kebagian cranial extremitas sternalis
claviculare.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi
70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak osteokinematikanya
meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula kearah ventral dan slide kearah
ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal,
(3) gerak elevasi terjadi roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi
shoulder 10° (sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi
terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.
c. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial dari
acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi oleh fibro
cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis. Secara morfologis
termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies articularisnya sempit, dengan
ligamentum yang longgar.
Ligamentum yang memperkuatnya:
1) ligamentacromio claiculare, yamg membentang antara acromion dataran
ventral sampai dataran caudal clavicula.
2) ligament coraco clavicuculare, terdiri dari 2 ligament yaitu:
a) Ligamentum conoideum, yang membentang antara dataran medial
procecuscoracoideus sampai dataran caudal claviculare.

|7
b) Ligamentum trapezoideus, yang membentang dari dataran lateral
procecuscoraoideus sampai dataran bawah clavicuare,
Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan dengan
gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi
clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula,
elevasi tersebut pada sendi sterno clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi
clavicula.
d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang berada di
sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di sebeleh caudal,
dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai rongga sendi.
e. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa
pergerakan scapula terhadap dinding thorax.
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial lateral yang
dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak kerah cranial-caudal yang
dikenal dengan gerak elevasi-depresi.
Join play movement adalah istilah yang digunakan pada Manipulative therapy
untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam sendi ketika dilakukan gerakan
translasi, gerakan-gerakan tersebut dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat
pemeriksaan maupun terapi. Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/ traksi,
(2). Compression/ kompresi, (3). Gliding.
1) Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak
pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak yang baru (selalu
berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding permukaan sendi sesuai dengan
hukum konkaf konvek yaitu : jika permukaan sendi konkaf, maka arah gliding
berlawanan dengan gerakan tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka
arah gliding searah dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan
dengan arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda
permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).

|8
2) Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak lurus dan
menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi, biasanya dapat
mengurangi nyeri pada sendi,
3) Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus tetapi
kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan menimbulkan nyeri.

Pelaksanaan Join Play movement :


Join Play dilakukan dengan pasien pada posisi tidur terlentang, rileks. Adapun
gerakannya yaitu; backward glide of the humerus, forward glide of the humerus,
lateral distraction of the humerus, caudal glide of the humerus, backward glide of the
humerus in abduktion, lateral distraktion of the humerus in abduktion, anterior
posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in acromio clavicula, anterior
posterior dan cepalo caudal movement the clavicula in sterno clavicula, dan general
movement of the scapula (magee).

C. ETIOLOGI
Etiologi dari frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva masih belum diketahui
dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara lain periode immobilisasi yang
lama, akibat trauma, over use, injuries atau operasi pada sendi, hyperthyroidisme,
penyakit cardiovascular,clinical depression dan Parkinson.
Adapun beberapa teori yang dikemukakan AAOS tahun 2007 mengenai frozen
shoulder, teori tersebut adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan dengan
datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya
ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti menderita pada saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal.

|9
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur tegap
menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.

D. PATOFISIOLOGI
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya
terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang
berbentuk suatu kantong yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-
tendon yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi
tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium
normalnya bening, tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi
relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi
tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff,
karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul
sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat
diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang
terlalu lama.
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu
persatu bagian secara detail. Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri
bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Penyebab:
1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak
dan struktur anatomi
2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan
keluhan neurologik yang menyertai baik secara langsung maupun tidak
langsung yang berupa nyeri rujukan.
b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2
yaitu :
(a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan
(b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan
mengikuti pola kapsuler.

| 10
E. TANDA DAN GEJALA
a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan,
diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan
pasien sering tidak dapat tidur pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri
berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12
bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat bergerak
kembali, tetapi tidak lagi normal.
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi
glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran
klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark myokard, diabetes melitus, fraktur
immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini biasanya
unilateral, terjadi pada usia antara 45–60 tahun dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari
sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan
melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging).
c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan
pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering menggangu tidur.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat
lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya
(srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan).
Sedangkan pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal.
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan
LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara langsung akan mempengaruhi
(mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.

| 11
F. KOMPLIKASI
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak
dapat mendapatkan penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka
akan timbul problematik yang lebih berat antara lain : (1) Kekakuan sendi bahu (2)
Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu (3) Potensial terjadinya
deformitas pada sendi bahu (4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu (5) Adanya
gangguan aktifitas keseharian (AKS).

G. DIAGNOSIS BANDING
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat
bertahan beberapa bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara
berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan pola bahu beku.
Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis
adhesiva antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator
cuff.
H. MASALAH PADA FISIOTERAPI
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder
adalah sebagai berikut :
1. Impairment.
Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang
ditimbulkan antara lain adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan
penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.
2. Functional limitation.
Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder
adalah keterbatasan gerak dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering
ditemukan keluhan-keluhan seperti tidak mampu untuk menggosok punggung saat
mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil dompet dari saku
belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan
lain yang melibatkan sendi bahu.
3. Participation restriction.
Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk
melakukan aktifitas sosial masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan
pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa kurang berguna dalam masyarakat, tapi
pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability atau kecacatan.
| 12
I. TEKNOLOGI INTERFENSI FISIOTERAPI
1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD)
Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan
stressor berupa energi elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik
frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang gelombang 11m.
Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan
dosis.Intensitas ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya.
Besar kecilnya intensitas bersifat subjektif tergantung sensasi panas yang diterima
pasien oleh karena itu antara orang satu dengan lainnya mungkin bisa berbeda
intensitas SWD yang diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi menjadi empat
tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas
mitis (penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita
merasakan hangat yang nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas
yang kuat, tapi masih bisa ditahan).
Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah:
a) Mengurangi nyeri
Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan
tersebut merupakan sumber nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi
kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut “C”
tanpa myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau serabut “A” delta bermielin (nyeri
tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative karena adanya
kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar
pembuangan zat “pain producing substance”.

b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme


Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot-
otot sekitar bahu. Ini dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak,
yang selanjutnya akan terhindar rasa nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan
menghambat sistem peredaran darah setempat yang mengakibatkan terhambatnya
reorgnisasi jaringan dan “pain producing substance”. Hal ini akan menambah nyeri,
sehingga siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan
bengkak dan nyeri oleh pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang
pulsa SWD, sel-sel abnormal dapat dinormalkan.

| 13
Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:
1) Stadium dari penyembuhan luka
2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan
3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan
2. Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba-
tiba, amplitude kecil dan kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu
menghentika gerakan yang terjadi.
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan
tanpa nyeri. Secara mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play
movement dan dengan demikian memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama
gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah mencapai LGS
maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal.
Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi
gerakan ini ditentukan berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan
fisioterapis saat melakukan gerakan pasif seperti yang ditunjukkan pada Grade I
Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil sehingga
tidak sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang
diberikan sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.
Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan
tekiri atmosfer menghasilkan gaya kompresi pada sendi.
Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di
sekitar persendian meregang.
Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi
gaya lebih besar lagi sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.

Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:


Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena
dapat meregang (streatch) jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-
mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau lebih dengan kekuatan maksimal sesuai
dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi tidak perlu
dilepaskan total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian
lakukan traksi grade III lagi. (Mudatsir S, 2002).

| 14
2. Terapi Latihan.
Adapun metode yang digunakan adalah :
a. Active exercise
Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak
sendi (LGS).Disini penulis memberikan latihan dengan menggunakan metode free
active exercise.Gerakan dilakukan oleh kekuatan otot penderita itu sendiri dengan
tidak menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal dari luar.Latihan ini bisa
dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.

b. Overhead pulley
Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak
sendi dan meningkatkan nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya
gerakan yang berulang-ulang maka akan terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta
menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban.

c. Codman pendulum exercis.


Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.
1) Tujuan :
Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan
pasif sedini mungkin yang dilakukan pasien secara aktif.
Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi &
mencegah pelengketan permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah
untuk mencegah terjadinya kontraksi otot- otot rotator cuff & abductor bahu
2) Cara melakukan:
Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical.
Posisi ini menyebabkan lengan fleksi 90۫ pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot
deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi / gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan
permukaan sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi tersebut akan memanjang.
Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan pada
pinggang.

| 15
BAB III
PENATALAKSANAAN

Dalam memberikan pelayanan kepada pasien, seorang fisioterapis seharusnya


selalu memulai dengan melakukan “Assessment” yang terdiri dari pengumpulan data,
pengelompokan data, interpretasi data, pemeriksaan dasar, pemeriksaan khusus, dan
pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mendukung dalam pelaksanaan pemecahan
masalah.
Sehubungan dengan kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva dextra,
maka pemeriksaan yang dilakukan meliputi:

A. PENGKAJIAN FISIOTERAPI
Proses pemeriksaan fisioterapi dimulai dari anamnesis, pemeriksaan dan
dilanjutkan dengan menentulkan diagnosis fisioterapi.
1. Anamnesis
a. Anamnesis umum.
Anamnesis umum memuat tentang identitas pasien, dan disini hanya
memberikan informasi tentang siapakah pasien, memberikan gambaran orang seperti
apa yang kita ajak bicara, serta masalah apa yang mungkin ada.
b. Anamnesis khusus.
Didalam anamnesa khusus ini, hal-hal atau keterangan yang di dapat digali
dari pasien meliputi :
1) Keluhan utama.
2) Riwayat penyakit sekarang.
3) Riwayat penyakit dahulu.
4) Riwayat keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada
pasien meliputi :
a. Pemeriksaan vital sign
b. Inspeksi.
Hasil inspeksi yang dapat diperoleh dari pengamatan terhadap pasien antara
lain melalui inspeksi statis adalah (1) keadaan umum pasien baik (wajah tidak pucat),
| 16
(2) bahu simetris antara bahu kiri dan kiri, (3) tidak tampak adanya oedem pada bahu
kiri, (4) tidak ada adanya atropi pada bahu kiri dan tidak ada warna kulit kemerah-
merahan pada bahu kiri. Inspeksi dinamis yang dapat diperoleh dari pemeriksaan
antara lain (1) pasien terlihat kesakitan terutama saat melakukan gerakan abduksi
lebih dari 90 derajad, (2) ekspresi wajah pasien terlihat menahan sakit saat lengan
kirinya digerakkan.

c. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan memegang
bahu penderita yang dikeluhkan. Dari pemeriksaan ini didapatkan (1) tidak ditemukan
adanya oedem, (2) adanya spasme otot-otot sekitar sendi bahu terutama deltoid
anterior, (3) suhu lokal sendi bahu kiri normal.

d. Pemeriksaan kognitif, interpersonal dan intrapersonal.


Pemeriksaan kognitif yang diperoleh kognitif pasien baik karena mempunyai
atensi yang baik dan mampu mengorientasi waktu dan ruang. Intra personal pasien
baik, pasien mampu menerima keadaan dirinya saat ini dan mempunyai semangat dan
motivasi untuk sembuh. Interpersonal yang dimiliki pasien baik, karena pasien
mampu berkomunikasi dengan baik dan dapat mengikuti intruksi terapis dengan baik.

e. Pemeriksaan kemampuan fungsional dan lingkungan aktivias


Pemeriksaan kemampuan fungsional yang telah dilakukan adalah untuk
mengetahui kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selain itu
untuk mengetahui sebagaimana ketergantungan pasien terhadap bantuan orang lain
atau lingkungan sekitarnya dalam melakukan aktifitas fungsional. Pemeriksaan
kemampuan fungsional dan lingkungan aktivitas meliputi fungsional dasar diperoleh
(1) pasien mampu miring, tengkurap dan bangun dari tempat tidur tanpa bantuan, (2)
pasien mampu melakukan gerakan aktif pada sendi bahu kiri dengan disertai nyeri, (3)
pasien belum mampu bergerak full Lingkup Gerak Sendi nya (LGS) pada sendi bahu
kiri. Aktifitas fungsional pasien terganggu diantaranya mengalami kesulitan saat
melakukan aktifitas kesehariannya terutama yang melibatkan bahu kiri diantaranya (1)
menyisir rambut, (2) menggosok punggung saat mandi, (3) memakai dan melepas
baju, (4) mengambil benda yang berada diatas. Lingkungan aktifitas dari pasien
adalah lingkungan keluarga pasien yang sangat mendukung kesembuhan pasien.
| 17
3. Pemeriksaan Gerak Dasar
Pemeriksaan gerak yang dilakukan meliputi :
a. Gerak aktif.
Dalam pemeriksaan gerak aktif, pasien diminta untuk menggerakkan secara
aktif bahunya kearah fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, endorotasi, eksorotasi, elevasi,
depresi, protraksi, retraksi dan sirkumduksi. Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil
(1) adanya rasa nyeri pada bahu kiri setiap akhir gerakan pada semua arah gerak baik
gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi bahu, (2)
adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak.
b. Gerak pasif.
Merupakan pemeriksaan gerak sendi bahu yang dilakukan oleh fisioterapis
kearah fleksi, ekstensi, eksorotasi, endorotasi, sementara pasien dalam keadaan pasif
dan rileks abduksi dan adduksi horizontal dari hasil pemeriksaan ini diperoleh
informasi berupa (1) adanya rasa nyeri pada setiap akhir gerakan pada semua arah
gerak baik gerakan fleksi, ekstensi, endorotasi, eksorotasi, abduksi dan adduksi sendi
bahu, (2) adanya keterbatasan lingkup gerak sendi ke semua arah gerak, (3) rasa pada
akhir gerakan (end feel) sendi bahu ini adalah lunak terulur.
c. Gerak isometris melawan tahanan.
Pada pemeriksaan gerak ini prinsipnya masih sama seperti pada pemeriksaan
gerak aktif pada sendi bahu ke segala arah hanya saja pada pemeriksaan gerak ini
masih ditambah dengan tahanan secara isometrik oleh terapis dan hasil yang diperoleh
adalah (1) pasien mampu melakukan gerakan isometris melawan tahanan terapis tanpa
timbul adanya nyeri, (2) adanya penurunan kekuatan otot penggerak bahu kiri baik
fleksor, ekstensor, endorotator, eksorotator, abduktor dan adduktor sendi bahu.

4. Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk memeriksa hal-hal yang diperlukan
untuk menegakkan diagnosa ataupun dasar penyusunan problematik, tujuan dan
tindakan fisioterapi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemeriksaan derajat nyeri
Disini penulis menggunakan verbale diskriptive scale (VDS) yaitu cara
pengukuran derajat nyeri dengan tujuh nilai yaitu : nilai 1 tidak nyeri, nilai 2 nyeri
sangat ringan, nilai 3 nyeri ringan, nilai 4 nyeri tidak begitu berat, nilai 5 nyeri cukup

| 18
berat, nilai 6 nyeri berat, nilai 7 nyeri tak tertahankan. Dalam pemeriksaan diperoleh
informasi yang ditulis dalam tabel 3.1 di bawah ini.

TABEL 3.1
PEMERIKSAAN DERAJAT NYERI PADA SENDI BAHU KIRI DALAM
SKALA VDS

Nilai Keterangan
1 Tidak terasa nyeri
2 Nyeri sangat ringan
3 Nyeri ringan
4 Nyeri tidak begitu berat
5 Nyeri cukup berat
6 Nyeri berat
7 Nyeri tak tertahankan

b. Pemeriksaan lingkup gerak sendi (LGS)


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya keterbatasan lingkup
gerak sendi menggunakan alat yang disebut dengan goneometer, dalam
pelaksanaannya banyak hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengukuran
diantaranya letak goneometer yang merupakan aksis dari sendi bahu. Hasil
pengukuran ditulis dengan standar International Standard Orthopedic Measurement
(ISOM). Cara penulisannya yaitu dimulai dari gerakan yang menjauhi tubuh-posisi
netral-gerakan mendekati tubuh. Pemeriksaan lingkup gerak sendi bahu ini dilakukan
dalm bidang gerak frontal (F), sagital (S), tranversal (T) dan rotasi (R), adapun hasil
yang telah diperoleh seperti yang ditulis dalam tabel 3.2 di bawah ini.

TABEL 3.2
PEMERIKSAAN LINGKUP GERAK SENDI BAHU KIRI

| 19
No Pemeriksaan LGS LGS normal

1 Gerak aktif S 43 º-0-95 º S : 45 º-0-180 º


F : 85 º-0-45 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) : 39 º-0-42 º R(F90) : 90 º-0-90 º

2 Gerak pasif S : 45 º-0-105 º S : 45 º-0-180 º


F :98 º-0-48 º F : 180 º-0-45 º
R(F90) :43 º-0-45 º R(F90) : 90 º-0-90 º

c. Appley strech test


1) Eksternal rotasi dan abduksi
Pasien diminta menggaruk daerah sekitar angulus medialis scapula dengan
tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala. Pada penderita frozen shoulder
akibat capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Bila pasien
tidak dapat melakukan karena adanya nyeri maka ada kemungkinan terjadi tendinitis
rotator cuff. Pada pemeriksaan ini didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu
menyentuh angulus medialis scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah
bahu kirinya.

2) Internal rotasi dan adduksi


Pasien diminta untuk menyentuh angulus inferior scapula dengan sisi
kontralateral, bergerak menyilang punggung. Pada penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva biasanya tidak bisa melakukan gerakan ini. Pada pemeriksaan ini
didapatkan hasil bahwa tangan pasien tidak mampu menyentuh angulus inferior
scapula kiri dikarenakan adanya rasa nyeri pada daerah bahu kirinya.

c. Joint play movement test


Pemeriksaan ini dilakukan dengan melakukan gerakan transalasi (traksi,
kompresi, dan gliding) secara pasif untuk menggambarkan apa yang terjadi di dalam
sendi ketika dilakukan gerakan translasi. Pada frozen shoulder terjadi akibat capsulitis
adhesiva, pola keterbatasan gerak sendi bahu dapat menunjukkan pola yang spesifik,
yaitu pola kapsuler saat dilakukan pemeriksaan ini. Pola kapsuler sendi bahu yaitu

| 20
gerak eksorotasi paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan
endorotasi, atau dengan kata lain gerak eksorotasi lebih nyeri dan terbatas
dibandingkan dengan gerak endorotasi. Bila pada pemeriksaan gerak eksorotasi
ditemukan paling nyeri dan terbatas kemudian diikuti gerak abduksi dan abduksi lebih
terbatas daripada gerak endorotasi maka tes positif adanya frozen shoulder dan
terdapat pola kapsuler. Pada kasus ini didapatkan hasil positif yaitu gerakan eksorotasi
lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerakan endorotasi. Pada
frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva kualitasa gerakan yang terjadi
pada saat menggerakkan bonggol sendi humerus terasa adanya suatu tahanan dari
dalam, yang dapat menyebabkan munculnya rasa nyeri dan keterbatasan LGS pada
saat menggerakkan sendi bahu.
Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya keterbatasan gerak humerus, slide
keposterior, slide keanterior dan slide ke caudal, yang artinya ada keterbatasan gerak
kearah eksorotasi, endorotasi, abduksi, dan fleksi yang berarti sesuai dengan pola
kapsuler yaitu, eksorotasi>abduksi>endorotasi.
d. Drop arm test/tes Mosley
Drop arm test bertujuan untuk memeriksa adanya kerobekan dari rotator cuff
terutama otot supraspinatus. Dimana pasien disuruh mengabduksikan lengannya
dalam posisi lurus secara penuh, kemudian pasien disuruh menurunkannya secara
perlahan-lahan apabila pasien tidak bisa menurunkan dengan perlahan tapi lengan
langsung jatuh berarti tes positif.Pada Pemeriksaan ini didapatkan hasil negatif karena
pasien mampu menurunkan lengannya secara perlahan dan ini menunjukkan tidak
adanya kerobekan pada otot supraspinatus.

B. TUJUAN FISIOTERAPI

Tujuan dari terapi yang akan dilaksanakan harus berorientasi kepada


problematik yang dialami pasien dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan. Penulis
mengklasifikasikan tujuan fisioterapi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Tujuan jangka pendek
Tujuan jangka pendek ini merupakan tujuan yang bersifat segera untuk dapat
dicapai,yang merupakan awal dari pemulihan aktifitas fumgsional, antara lain :
a. Mengurangi nyeri sendi bahu

| 21
b. Mengurangi spasme pada otot sekitar bahu kiri terutama deltoid, supra
spinatus.
c. Meningkatkan lingkup gerak sendi bahu.
d. Meningkatkan kekuatan otot penggerak sendi bahu.
2. Tujuan jangka panjang.
Adapun tujuan jangka panjang yang merupakan tujuan akhir adalah
melanjutkan tujuan jangka pendek dan mengembalikan aktifitas fungsional seperti
semula.

C. PELAKSANAAN FISIOTERAPI

1. Short Wave Diathermy (SWD)


a. Persiapan alat
Pastikan mesin SWD dalam kondisi baik. Sebelum terapi dilakukan dilakukan
pengecekan kabel, pemilihan elektroda, kabel elektroda tidak boleh kontak dengan
lantai, pasien ataupun bersilangan. Setelah semua dipastikan siap dan aman nyalakan
SWD.
b. Persiapan pasien
Sebelum dilakukan terapi kita jelaskan terlebih dahulu tentang tujuan dan
pemberian terapi. Pasien diposisikan duduk senyaman mungkin. Sebelumnya
diberikan tes sensibilitas rasa panas dan dingin menggunakan tabung reaksi yang
berisi air hangat dan dingin, selain itu diperiksa daerah yang akan diterapi bebas dari
logam. Selanjutnya pasien diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai prosedur terapi.
Apabila pasien merasa kepanasan segera memberi tahu terapis.

c. Pelaksanaan terapi
Setelah persiapan alat dan pasien telah selesai maka pelaksanaan terapi dapat
dimulai. Disini penulis memilih menggunakan elektroda yang biasanya dipakai adalah
diplode elektroda diletakkan pada bahu bagian anterior. Intensitas dinaikkan perlahan
sampai pasien merasakan hangat intensitas dinaikkan sesuai dengan toleransi pasien.
waktu ± 15 menit dan terapis harus tetap mengontrol keadaan pasien selama terapi
berlangsung untuk mencegah terjadinya terbakarnya kulit. Setelah pelaksanaan terapi
selesai turunkan intensitas, matikan alat dan kembalikan alat pada keadaan semula.

| 22
2. Terapi manipulasi
Terapi manipulasi dalam kasus frozen shoulder terjadi akibat capsulitis
adhesiva, dimana problem yang terjadi merupakan keterbatasan gerak sendi pola
kapsuler, pada kasus ini penanganan yang diutamakan adalah keterbatasan lingkup
gerak sendi dengan pola kapsuler.
a. Traksi latero ventro cranial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang
akan diterapi. Pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang humerus sedekat
mungkin dengan sendi glenohumeral, kemudian melakukan traksi ke arah latero
ventro cranial. Lengan bawah pasien rilek disangga lengan terapis, lengan bawah
terapis yang berlainan mengarahkan gerakan. Traksi diawali dengan grade I atau
grade II, kemudian dilanjutkan dengan traksi grade III. Traksi dilakukan secara
perlahan. Traksi mobilisasi dipertahankan selama ± 7 detik kemudian dilepaskan
sampai grade II kemudian dilakukan traksi grade III lagi. Prosedur tersebut dilakukan
6x pengulangan.
Traksi untuk mengurangi nyeri menggunakan traksi grade I atau traksi dalam
grade II tetapi tidak sampai terjadi slack taken up. Traksi untuk menambah mobilitas
sendi menggunakan grade III dengan cara meregangkan jaringan yang memendek.
Kedua traksi ini dilakukan pada resting position atau actual resting position.

Gambar 3. 1
Traksi latero ventro cranial (Kisner, 1996)
b. Slide ke arah postero lateral
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis duduk di kursi menghadap
pasien. Pada pelaksanaannya kedua tangan terapis memegang bagian proksimal
lengan atas, siku pasien diletakkan pada bahu terapis kemudian terapis mendorong ke

| 23
arah postero lateral. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak
endorotasi sendi bahu.

Gambar 3. 2
Slide ke arah postero lateral
c. Slide ke arah caudal
Posisi pasien berbaring terlentang, lengan abduksi sebatas nyeri, posisi terapis
berdiri di samping sendi bahu pasien. Pelaksanaannya siku terapis ditekuk dan
diposisikan menempel pada tubuh terapis, sedangkan jari I dan II diletakkan pada
daerah caput humeri pasien, lengan terapis yang lain menyangga pada siku pasien
dengan fiksasi, terapis mendorong caput humeri ke arah caudal dengan dorongan dari
siku terapis yang menempel pada tubuh terapis dan dorongan bisa ditambah dengan
gaya berat badan. Tujuan pemberian terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak
abduksi sendi bahu.

Gambar 3. 3
Slide ke arah caudal
d. Slide ke arah antero medial
Posisi pasien berbaring terlentang, posisi terapis berdiri di samping sisi yang
akan diterapi. Pelaksanaan tangan terapis di letakkan pada bagian proksimal lengan
atas (sedekat mungkin dengan axilla). Lengan bawah pasien dijepit dengan lengan
terapis kemudian terapis menggerakakkan ke arah antero medial. Tujuan pemberian
terapi ini adalah untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu.

| 24
Gambar 3. 4
Slide ke arah antero medial
Dalam melakukan sliding selalu disertai dengan traksi grade I yang tujuannya
untuk menetralisir gaya kompresi yang ada pada sendi sehingga mempermudah
terjadinya sliding. Sliding dipertahankan selama ± 7 detik kemudian secara perlahan
dilepaskan dan istirahat ± 10 detik. Setiap satu arah gerakan dilakukan 6x
pengulangan.

3. Terapi latihan
Prinsip dasar dalam melakukan terapi latihan adalah dengan dilakukan dengan
tehnik yang benar, teratur, berulang-ulang dan berkesinambungan.Laihan ini
dilakukan sebatas toleransi nyeri dengan penambahan intensitas latihan secara
bertahap. Tujuan pemberian terapi latihan pada studi kasus ini adalah untuk mengulur
jaringan lunak sekitar sendi yang mengalami pemendekan serta meningkatkan lingkup
gerak sendi dan kekuatan otot serta mengurangi nyeri, modalitas yang digunakan
penulis antara lain :
a. Active exercise
Posisi pasien berdiri, posisi terapis berdiri di samping pasien. Pelaksanaan
pasien diminta menggerakkan sendi bahu perlahan ke segala arah sampai batas
toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Gerakan ini bisa di sesuaikan dengan
dimodifikasi sesuai AKS yang sering dilakukan pasien. Setiap satu arah gerakan
dilakukan 8x pengulangan.

4. Edukasi
Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres panas (jika
pasien tahan) ± 15 menit pada bahu yang sakit untuk mengurangi rasa nyeri yang
timbul, (2) pasien dianjurkan agar tetap meggunakan lengannya dalam batas toleransi

| 25
pasien untuk menghindari posisi immobilisasi yang lama yang dapat memperburuk
kondisi frozen shoulder, (3) latihan sesuai metode Codman pendular exercise di
rumah dengan beban minimal dan dapat ditambah secara bertahap, (4) latihan
merambatkan jari lengan yang sakit ke dinding (walking finger), (5) menghindari
posisi menetap yang lama yang dapat memicu rasa nyeri, (6) latihan dengan handuk,
posisi lengan seperti huruf “S” terbalik kedua lengan memegang handuk kemudian
bahu yang sehat menarik ke atas sampai lengan yang sakit tertarik, (7) latihan
penguatan dengan prinsip Codman pendular exercise yang dilakukan di dalam kolam
atau bak mandi dengan melawan tahanan air.

| 26
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Pasien dengan namaNy. Suprapti dengan diagnosa Frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva dextra dengan keluhan utama nyeri pada bahunya disertai dengan
keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada bahu. Dengan keadaan seperti ini pasien
merasa sangat mengganggu aktivitas kesehariannya
Dengan beracuan dengan permasalahan tersebut penulis mencoba memberikan
program fisioterapi dengan modalitas short wave diathermy, terapi manipulasi dengan
pemberian traksi dan slide pada sendi bahu tangan dengan ditambah terapi latihan
menggunakan active exercise, dengan tujuan untuk mengatasi problematik yang
muncul pada pasien ini dengan program dua kali terapi. Setelah diberikan program
fisioterapi selama dua kali pertemuan diperoleh hasil yang cukup baik hal ini dapat
dilihat dari: 1) penurunan nyeri dilihat dari evaluasi VAS LGS sendi bahu juga
mengalami kenaikan baik pada gerak aktif maupun pasif, gerak aktif yang
sebelumnya

| 27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Kissner, Carolyn Lyyn:2007 Therapeutik Exercise, Fifth edition, (F.A. Davis


Company Philadelphia)
2. Norkin, Chyntya C. and D. Joice white. 1995 (Measurement Of Joint Motion,
(F.A. Davis Company)

3. Sianturi, Goldfried. Studi Komparatif injeksi dan oral triamcinolone acetonide


pada sindroma frozen sholuder. Semarang. 2003
4. Deutsch A, Altchek DW, Veltri DM, Potter HG, Warren RF. Traumatic tears of the
subscapularis tendon: clinical diagnosis, magnetic resonance imaging findings,
and operative treatment. Am J Sports Med. 1997;25:13–22.
5. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. 2003. New
Hampshire : Appleton & Lange
6. Solomon, Louis. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures, Ninth edition.
2010. Hodder Arnold

| 28

Anda mungkin juga menyukai