Anda di halaman 1dari 19

BAB II

METODOLOGI PERENCANAAN
PENDIDIKAN

Data Dasar Perencanaan Pendidikan


Data dasar perencanaan pendidikan mempunyai fungsi
yang amat penting sebab tanpa data, perencana tidak mungkin
dapat mengembangkan perencanaan pendidikan yang
diperlukan. Data dasar ini mencakup berbagai aspek bukan saja
tentang pendidikan tapi juga data di luar pendidikan yang
mempunyai keterkaitan erat dengan pendidikan.
Karakteristik data yang diperlukan untuk
mengembangkan perencanaan pendidikan ini sesuai dengan sifat
perencanaan pendidikan yang multi disipliner. Adapun data
dasar yang diperlukan dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Kependudukan: mencakup struktur penduduk, distribusi
penduduk menurut daerah, pertumbuhan penduduk,
populasi usia sekolah yang ada di dalam sistem
persekolahan dan yang berada di luar sistem, dan struktur
angkatan kerja berdasarkan kategori kerja dan pendidikan.
Data ini diperlukan untuk menentukan teba populasi yang
perlu memperoleh kesempatan pendidikan dalam kaitan
dengan kebutuhan pada berbagai sektor pembangunan.
2. Ekonomi: mencakup anggaran pendapatan dan belanja
negara, tingkat pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan
ekonomi per tahun, serta jumlah dan kecenderungan
investasi terhadap pendidikan.
Data ini diperlukan dalam kaitan dengan kemampuan
ekonomi pemerintah untuk memperluas kesempatan
pendidikan dan untuk meningkatkan kesangkilan (efisiensi)
7
dan kemangkusan (efektivitas) pendidikan dalam
penggunaan sumber dana yang tersedia.
3. Kebijakan Nasional: yang merupakan keputusan politik
mencakup falsafah dan tujuan nasional, keputusan badan
legistatif negara yang harus menjadi pegangan bagi upaya
pembangunan untuk seluruh sektor dan falsafah
pendidikan yang dianut.
4. Data Kependidikan: mencakup enrollment untuk setiap
jenjang dan jenis, personal pendidikan yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan, lulusan, drop out,
perpindahan, kenaikan kelas, kurikulum, fasilitas
pendidikan, dana pendidikan, manajemen dan output
pendidikan.
5. Data Ketenagakerjaan: mencakup jumlah dan jenis “man
power” yang diperlukan dalam setiap sektor pembangunan,
persyaratan kerja, kelompok jenis kerja yang langka tapi
amat dibutuhkan, dan kemampuan pasaran kerja dalam
merespons terhadap lulusan untuk memberikan
kesempatan kerja kepada mereka.
6. Nilai dan Sosial Budaya: mencakup agama dengan
pemeluknya, sistem nilai yang berlaku dan dipegang oleh
masyarakat, berbagai jenis dan bentuk kebudayaan yang
ada atau mungkin yang dapat digali dan dikembangkan.
Data ini perlu sebagai imbangan terhadap data kuantitatif
dalam rangka pengembangan berbagai program akademik
yang dijiwai oleh nilai kemanusiaan yang luhur.

Pengumpulan data yang diperlukan di atas dilakukan


dengan survey dengan kontrol yang ketat untuk memelihara
kualitas data. Kegiatan pengumpulan ini dikaitkan dengan
tahapan dalam proses perencanaan untuk menentukan titik awal

8
perencanaan. Dengan adanya data ini segala keberhasilan,
kekuatan, kelemahan, kesempatan dan peluang dapat ditelusuri
sedemikian rupa sehingga perencana dapat mengembangkan titik
awal perencanaan sesuai dengan tahap yang telah dicapai.
Kegiatan ini lazim disebut dengan “assesment of needs”

Tahapan Dalam Proses Perencanaan


Kegiatan perencanaan adalah kegiatan yang sistematik,
sequensial, dan karena itu kegiatan-kegiatan dalam proses
penyusunan perencanaan dan pelaksanaan perencanaan
memerlukan tahapan-tahapan sesuai dengan karakteristik
perencanaan yang sedang dikembangkan.
Bangchar (1973) mengembangkan tahapan perencanaan
sebagai berikut:
1. Proloque: pendahuluan atau langkah persiapan untuk
memulai kegiatan perencanaan
2. Identifying educational planning problems yang mencakup:
a. Delineating the scopa of educational problem
(menentukan ruang lingkup permasalahan
perencanaan).
b. Studying what has been (mengkaji apa yang telah
dilaksanakan).
c. Determining what has been versus what should be,
artinya membandingkan apa yang telah dicapai dan apa
yang seharusnya dicapai.
d. Resources and constrains artinya sumber daya yang
tersedia dan keterbatasannya.
e. Establishing educational planning parts and priorities,
artinya mengembangkan bagian-bagian perencanaan
dan prioritas perencanaan.

9
3. Analyzing planning problems area artinya mengkaji
permasalahan perencanaan yang mencakup:
a. Study areas and system at sub areas artinya mengkaji
permasalahan dan sub permasalahan.
b. Cathering data artinya pengumpulan data dan
tabulating data.
c. Forecasting atau proyeksi.
4. Conceptualizing and designing plans, mengembangkan
rencana yang mencakup:
a. Identifying prevailing trends, artinya identifikasi
kecenderungan- kecenderungan yang ada.
b. Establishing goals and objective atau merumuskan
tujuan umum dan tujuan khusus.
c. Designing plans, menyusun rencana
5. Evaluating plans, menilai rencana yang telah disusun
tersebut yang mencakup:
a. Planning through simulation, simulasi terencana
b. Evaluating plans, evaluasi rencana
c. Selecting plans, memilih rencana
6. Specifying the plan, menguraikan rencana yang mencakup:
a. Problem formulation, merumuskan masalah,
b. Reporting result, menyusun hasil rumusan dalam
bentuk final plan draft atau rencana akhir
7. Implementing the plan, melaksanakan rencana yang
mencakup:
a. Program preparation, persiapan rencana operasional,
b. Plan opproval legal justification, persetujuan dan
pengesahan rencana,
c. Organizing operational units, mengatur aparat
organissasi.

10
8. Plan feedback, balikan pelaksana rencana yang mencakup:
a. Monitoring the plan, memantau pelaksanaan rencana,
b. Evaluation the plan, evaluasi pelaksanaan rencana,
c. Adjusting, altering or planning for what how, and by
whom artinya mengadakan penyesuaian, mengadakan
perubahan rencana atau merancang apa yang perlu
dirancang lagi bagaimana perancangannya dan oleh
siapa?

Selain itu Chesswas (1969) mengatakan tahapan perencanaan


sebagai berikut:
1. Needs assesment artinya kajian terhadap kebutuhan yang
mencakup berbagai aspek pembangunan pendidikan yang
telah dilaksanakan, keberhasilan, kesulitan, kekuatan,
kelemahan, sumber-sumber yang perlu disediakan, aspirasi
rakyat yang berkembang terhadap pendidikan, harapan dan
cita-cita yang merupakan dambaan masyarakat, kajian ini
penting yang artinya karena membandingkan antara “what
has been and should be”, yang merupakan pangkal tolak
kegiatan perencanaan.
2. Formulation of goals and objective: perumusan tujuan dan
sasaran perencanaan yang merupakan arah perencanaan
serta yang merupakan penjabaran operasional dari aspirasi
filosofis masyarakat.
3. Policy and priority setting: penentuan dan penggarisan
kebijakan dan prioritas dalam perencanaan pendidikan
sebagai muara needs assesment butir 1.
4. Program and project formulation: rumusan program dan
proyek kegiatan yang merupakan komponen operasional
perencana pendidikan.

11
5. Feasibility testing melalui alokasi sumber-sumber yang
tersedia dalam hal ini terutama sumber dana. Biaya suatu
rencana yang disusun secara logis dan akurat serta cermat
merupakan petunjuk tingkat kelayakan rencana. Rencana
dengan alokasi biaya yang tidak akurat atau mengandalkan
sumber daya luar negeri misalnya dianggap tingkat
feasibilitasnya kecil, karena tidak dibangun di atas dasar
kekuatan sendiri.
6. Plan Implementation: pelaksanaan rencana untuk
mewujudkan rencana yang tertulis ke dalam perbuatan
atau actions. Penjabaran rencana ke dalam perbuatan inilah
yang menentukan apakah suatu rencana itu feasible, baik
dan efektif.
7. Evaluation and Revision for future plan: kegiatan untuk
menilai tingkat keberhasilan pelaksanaan rencana yang
merupakan feedback untuk merevisi dan mengadakan
penyesuaian rencana untuk periode rencana berikutnya
Dengan adanya feedback seperti ini perencana
memperoleh masukan berharga untuk meningkatkan rencana
untuk tahun-tahun berikutnya.
Berdasarkan telaah terhadap tahapan dalam proses
perencanaan yang dikemukakan oleh kedua ahli di atas
tampaknya secara sederhana proses perencanaan terdiri dari
beberapa komponen utama yang esensial yang secara prinsipal
tidak dapat ditinggalkan.

Komponen-komponen itu adalah sebagai berikut:


1. Kajian berbagai hasil perencanaan pembangunan
pendidikan periode sebelumnya sebagai titik awal
perencanaan.

12
2. Rumusan tentang tujuan umum perencanaan pendidikan
yang merupakan arah yang dapat dijadikan titik tumpu
kegiatan rencana.
3. Rumusan kebijaksanaan atau policy yang kemudian dapat
dijabarkan ke dalam strategi dasar perencanaan yang
merupakan respons terhadap cara mewujudkan tujuan
yang ditentukan.
4. Pengembangan program dan proyek sebagai
operasionalisasi prioritas yang ditetapkan.
5. Scheduling dalam arti mengatur, mempertemukan dua
aspek yaitu keseluruhan program dan prioritas secara
teratur dan cermat karena penjadwalan ini secara makro
mempunyai arti tersendiri yang amat strategis bagi
keseluruhan pelaksanaan perencanaan.
6. Implementasi rencana termasuk didalamnya proses
legalisasi dan persiapan aparat pelaksana rencana,
pengesahan dimulainya suatu kegiatan monitoring dan
controlling untuk mengatasi kemungkinan tindakan yang
tidak terpuji merupakan hambatan dalam proses
pelaksanaan rencana.
7. Evaluasi dan revisi yang merupakan kegiatan evaluasi
untuk menentukan tingkat keberhasilan dan kegiatan untuk
mengadakan penyesuaian-penyesuaian terhadap tuntutan-
tuntutan baru yang berkembang.

Pendidikan Sebagai Dasar Penerapan Metodologi


Perencanaan Pendidikan
Penerapan metodologi perencanaan pendidikan harus
merujuk pada kerja sistem yang ada. Karena itu bila sistem tidak
menunjang maka penerapan metodologi ini pun akan mengalami
kerancuan atau kesukaran. Kedudukan sistem dalam konsep

13
pendidikan nasional merupakan konsensus dan karenanya
mempunyai makna politik yang penting. Secara umum sistem
pendidikan setiap negara amat bervariasi, walaupun terdapat
persamaan yang sifatnya universal. Karakteristik yang universal
inilah yang memberikan kemudahan dalam menerapkan suatu
metodologi yang dikembangkan dan dicobakan pada suatu sistem
dari negara yang berbeda.
Struktur sistem pendidikan nasional terdiri dari berbagai
jenjang yang mencakup jenjang pertama atau “elementary
education” jenjang kedua disebut “secondary education” dan
jenjang ketiga disebut “tertiary education”. Diukur dari segi
tahun, setiap jenjang itu amat bervariasi, ada yang mengambil
model 6 tahun untuk elementary education, 6 tahun untuk
secondary education dan yang mengambil pola 5-7-4 untuk ketiga
jenjang, serta ada pula yang mengambil 12-4 dengan
menggabungkan jenjang pertama dan kedua. Di negara
berkembang pola umum adalah 12 tahun untuk jenjang pertama
dan kedua 4 tahun untuk jenjang ketiga guna memperoleh gelar
sarjana muda.
Di Indonesia adanya tehnical dan vocational education
pada jenjang kedua, dan variasi adanya institut, universitas dan
akademi pada jenjang ketiga, dengan variasi lama studi 4 tahun
untuk masing-masing institut dan universitas dan 3 tahun untuk
akademi.
Bila sistem perjenjangan ini dikaitkan dengan struktur
kependudukan maka terdapat kaitan yang amat erat yaitu
kelompok usia 6-12 tahun untuk jenjang elementary education,
13-15 tahun untuk secondary education dan 19-22 untuk jenjang
tertiary education.
Keterkaitan ini sangat arbitrary karena pada setiap
negara usia populasi sekolah yang memasuki pendidikan

14
bervariasi walaupun berkisar pada distribusi di atas. Umumnya
distribusi tersebut dianggap generasi “accepted standard” dalam
perencanaan pendidikan.
Gambar di bawah ini memberikan penjelasan yang
komprehensif adanya keterkaitan antara struktur sistem
pendidikan dan struktur kependudukan berdasarkan kelompok
usia.

Pendidikan Pendidikan Pendidikan


Dasar Menengah Tinggi

!-----------------------! !----------------------! !------------------- !


!-----------------------! ! ---------------------! !--------------------!
!-----------------------! ! ----------------------! !--------------------!
Usia 6 - 12 tahun Usia 13 – 15 tahun Usia 19 – 22 tahun

Alur Murid: Analisa dan Proyeksi


Dasar utama analisis kualitatif populasi sekolah adalah
struktur sistem pendidikan seperti yang telah diutarakan pada
bagian terdahulu, dan program sistem pada setiap jenjang
pendidikan maupun antar jenjang. Proses sistem pada setiap
jenjang dapat diuraikan di dalam model black box seperti di
bawah ini:

15
Instrumen input

Raw in put Proses Output

Instrumen input

Masyarakat

Murid sebagai raw input ke dalam sistem persekolahan,


kemudian di dalam sistem persekolahan menjalani proses
pendidikan sesuai dengan jenis jenjang pendidikan, kemudian
keluar menjadi output yang harus kembali ke dalam masyarakat
dari mana ia berasal.
Output SD tidak langsung kembali ke masyarakat pasaran
kerja, tapi menjadi input baru pada jenjang pendidikan yang lebih
tinggi. Kalau ia (murid) lulus, maka ia akan menjadi input (new
entrants) bagi jenjang berikutnya demikian seterusnya sehingga
ia menyelesaikan struktur sistem pendidikan.
Bila keseluruhan gerakan ini dikaji dengan teliti dengan
menghubungkan gerakan murid atau enrollment dari satu grade
(kelas) menuju kelas yang lain, dari satu jenjang menuju jenjang
lain, maka akan membentuk satu alur sistem yang teratur yang
disebut dengan “Flow model” atau model alur murid. Model inilah
yang dipergunakan sebagai dasar analisis enrollment dan sebagai
patokan dalam melakukan proyeksi enrollment.

16
Adapun model alur murid ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Input baru ……SD…… Output…… input baru …….SM…..output
………….Input baru ……….PT……..output…… .…Input pasaran

Pemahaman terhadap alur murid (enrollment flow) ini


perlu dimiliki karena amat berguna dalam menelusuri trend
keseluruhan gerakan murid. Alur murid ini mengandung
beberapa unsur dasar yang amat esensial yaitu pada tingkat I
setiap jenjang strukturnya adalah input baru yang naik dari satu
tingkat ke tingkat lainnya.
Pengulang adalah mereka yang jebol, tidak selesai atau
drop out pada tiap tingkat struktur enrollment adalah total
enrollment yang terdiri dari input baru, yang naik, yang
mengulang, dan yang drop out. Berikut ini diberikan contoh
dengan angka yang hipotesis.
Tabel 1. Alur Murid Sekolah Dasar
Tahun Grade I II III IV V VI Lulusan
2011 1000 800 600 500 350 250 3500
2012 1250 900 700 450 400 325 4025
--- --- --- --- --- --- --- ---
--- --- --- --- --- --- --- ---
Tabel di atas menunjukkan bahwa alur enrollment
bergerak maju dari tingkat yang satu ke tingkat yang lain, maju
dari tahun yang satu ke tahun berikutnya. Panah alur bergerak
diagonal. New entrants pada I SD umpamanya, akan menjadi kelas
II pada tahun berikutnya, kelas III pada tahun berikutnya, dan
akhirnya akan lulus pada tahun 2012.
Analisis enrollment dengan menggunakan model
enrollment flow ini memudahkan perencana dalam
mengembangkan sistem. Analisa ini tentu mencakup berbagai

17
struktur dalam sistem pendidikan dalam kaitannya dengan
periode yang telah ditentukan.
Chesswas (1969) memperkenalkan analisis kohort untuk
mengkaji dan menelusuri gerakan dan alur enrollment dari kelas
yang satu menuju kelas yang lain baik dalam satu jenjang,
maupun antar jenjang sistem pendidikan. Kohort model yang
diintegrasikan ke dalam flow model ini merupakan metodologi
yang cukup efisien untuk memproyeksi enrollment.

Tabel 2. Analisis Enrollment SMP “X”


Tahun Grade Graduates Total
I II III
-6 1000 700 600 570 2300
-5 1200 950 675 650 2825
-4 1300 1150 925 900 3375
-3 1500 1200 1100 1000 3800
-2 1700 1400 1100 1050 4200
-1 2000 1600 1375 1360 4975
0 2200 1900 1550 1520 5650

Untuk mengetahui karakteristik enrollment untuk tiap


grade, perlu dikaji struktur enrollment pada grade tersebut.
Adapun struktur enrollment untuk grade I berbeda dengan
struktur enrollment grade II ke atas. Struktur enrollment pada
grade I adalah: new entrants, repeats dan drop out. Total
enrollment untuk grade ini adalah: new entrants + repeats - drop
out.
Struktur enrollment pada grade II ke atas: prosested
student dari grade I tahun sebelumnya, repeats dari grade II tahun
sebelumnya, repeats dari grade II tahun sebelumnya, dan drop out
grade II sekarang.

18
Karena itu total enrollment untuk grade II adalah:
promoted student-repeats-drop out. Lulusan atau graduates
adalah jumlah enrollment kelas akhir (terminal grade) yang
berhasil dalam ujian akhir. Graduates inilah yang menjadi calon
input utama bagi grade I jenjang pendidikan berikutnya.
Analisa Kohort model seperti ini dapat diperjelas dengan
menggunakan data pada tabel yang disajikan di atas. Pada tabel
diketahui trends enrollment dan trends alur enrollment pada
beberapa tahun yang lalu, dalam hal ini enam tahun yang lalu,
trends penambahan new entrans pada grade I per tahun, dan
trends graduates per tahun.
Trends ini dapat dipergunakan sebagai dasar atau basis
untuk proyeksi enrollment, kalau trends waktu lalu ini adalah
kelanjutan tabel sebelumnya dan sekaligus memberikan: ilustrasi
tentang proyeksi enrollment dengan menggunakan kohort
survival methode chesswas.

Tabel 3. Proyeksi Enrollment SMP ”X”


Tahun Grade Total
I II III
0 2200 1900 1150 5650
1 2508 2068 1824 6400
2 2859 2357 1985 7201
3 3259 2687 2263 8209
4 3715 3063 2579 9357
5 4235 3492 2940 10667
6 4828 3941 3352 12160

Kunci metode proyeksi di atas adalah adanya tentang new


entrants, repeats dan promotion tiap tahun. Rata-rata
penambahan new entrants untuk periode enam tahun yang lalu

19
dapat dijadikan pegangan untuk menghitung rata-rata new
entrants per tahun untuk periode perencanaan berikutnya. Rata-
rata repeats, promotion dan drop out rate untuk enam tahun yang
lalu juga sebagian perhitungan rata-rata repeats, rata-rata
promotion, dan rata-rata drop out pada periode perencanaan
berikutnya. Dengan data dasar seperti ini maka proyeksi
enrollment dapat dikerjakan dengan mudah dan cepat.

Kebutuhan dan Penyediaan Tenaga Guru: Analisa dan


Proyeksi

A. Konsep Dasar
Kebutuhan guru (teacher demand) adalah tuntutaan
pemakai jasa profesional guru untuk memberikan pelayanan
pendidikan terhadap anak didik pada lembaga pendidikan
pemakai jasa guru. Kebutuhan akan tenaga guru untuk
memberikan pelayanan pendidikan ini harus memenuhi syarat
tertentu untuk menjamin bahwa pelayanan pendidikan yang
dituntut sesuai dengan harapan pemakai. Persyaratan itu begitu
penting, karena penyelenggaraan pendidikan menuntut keahlian
profesional yang tidak setiap orang dapat memenuhi persyaratan
tersebut.
Penyediaan tenaga guru adalah merupakan upaya
profesional lembaga pendidikan tenaga kependidikan untuk
memenuhi tuntutan akan tenaga guru dari lembaga pemakai jasa
guru. Untuk dapat memenuhi persyaratan dari lembaga pemakai,
LPTK sebagai penyedia harus memperlihatkan persyaratan
profesional yang diminta oleh pemakai.
Karena itu pemenuhan-pemenuhan inipun perlu
dilaksanakan secara profesional, sehingga produk yang
dihasilkan dapat memenuhi tuntutan lapangan kerja.

20
Berdasarkan konsep demand and supply seperti
diutarakan di atas, terlihat adanya berbagai faktor esensial di
dalam konsep demand and supply. Pada konsep demand unsur-
unsur penting yang perlu diperhatikan adalah guru untuk bidang
apa, jenis dan jenjang pendidikan yang mana dengan kualifikasi
apa? tugas-tugas apa saja harus dilaksanakan dan juga jaminan-
jaminan apa yang dapat disediakan sebagai imbalan pelayanan
yang diberikan oleh guru.
Pada komponen-komponen supply, unsur-unsur esensial
yang perlu diperhatikan adalah guru apa, dan dengan kualifikasi
tingkat mana yang perlu disiapkan, apakah stok guru cukup
tersedia, program yang bagaimana yang dapat memenuhi
persyaratan kualitatif ketenagaan guru yang diperlukan, berapa
jumlah guru yang disiapkan, sikap profesional guru yang
bagaimana yang perlu dibina untuk calon guru tersebut. Uraian di
atas nampaknya berlaku untuk demand and supply tenaga guru.
Keterkaitan antara demand and supply disajikan secara
komprehensif pada gambar di bawah ini:

Demand Equilibrium Supply

Persyaratan Guru Guru Persyaratan

Demand and Supply yang sempurna adalah bila supply


memenuhi keseluruhan persyaratan demand baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Keseimbangan yang seperti ini
dalam konsep demand and supply disebut :
“Perfect Equilibrium”. Keadaan “Perfect Equilibrium” ini amat sulit
dicapai karena terdapat berbagai faktor yang sulit dikendalikan
baik demand maupun supply.

21
1. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi Demand
and Supply.
Analisa demand dan supply yang lebih mendalam amat
penting bagi perencana, karena dengan mengkaji lebih terperinci
terhadap kedua komponen ini dapat mengungkapkan berbagai
faktor dinamis yang mempengaruhi demand dan supply.
Faktor–faktor yang terus menerus mempengaruhi
demand adalah kurikulum yang diberlakukan di sekolah sebagai
pemakai guru. Kurikulum sekolah memang harus dinamis dan
karenanya terus bertumbuh mempengaruhi kompetensi guru
yang diperlukan. Pertumbuhan enrollment juga berpengaruh
terhadap aspek kuantitatif demand, demikian pula beban
mengajar dan beban studi murid.
Standar mutu pendidikan di sekolah juga selalu hidup dan
berkembang pula. Ciri proses pendidikan pada tingkat sekolah
inilah yang menyediakan terjadinya dinamika dalam demand
karena guru itu sendiri harus selalu mampu merespon terhadap
segala tuntutan yang berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi supply pun juga
berubah dan berkembang terus. Program pendidikan guru juga
terus berkembang yang tidak selalu merujuk pada ciri demand di
sekolah, tapi merujuk pada pertumbuhan masyarakat luas,
karena guru itu merupakan konsep yang terbuka. Kurikulum
pendidikan guru juga terus berkembang mengikuti irama
perkembangan ilmu dan teknologi.
Nilai ekonomi lulusan LPTK pada pasaran kerja yang
relatif rendah bila dibandingkan dengan profesi lain, mengurangi
jumlah stok calon guru. Minat dan bakat serta perhatian setiap
calon yang memasuki pendidikan guru juga bervariasi, dengan
demikian distribusi enrollment pada LPTK sulit dikendalikan
untuk disesuaikan dengan trend kebutuhan lembaga pemakai.

22
Karena itu dapat dimengerti bilamana guru bidang studi tertentu
berlebih sedang untuk bidang studi lain amat sulit diperoleh.
Seluruh gambaran ini memberikan uraian bahwa discrepancy
antara demand dan supply sulit dihindari.

2. Menghitung Kebutuhan Guru


Menghitung jumlah guru pada suatu lembaga
memerlukan data dasar mencakup:
a. Enrollment sekolah;
b. Jumlah jam per minggu yang diterima murid seluruh mata
pelajaran atau mata pelajaran tertentu;
c. Beban mengajar penuh guru per minggu;
d. Besar kelas yang dianggap efektif untuk menerima suatu
mata pelajaran;
e. Jumlah guru yang ada;
f. Jumlah guru yang akan pensiun atau berhenti atau karena
sesuatu hal meninggalkan jabatan keguruan;
g. Jenis sekolah dan jenjang sekolah yang memerlukan guru.

Menghitung kebutuhan total guru untuk suatu jenis


sekolah atau tingkat sekolah tertentu tidaklah sulit asalkan data
dasar yang diperlukan di atas tersedia.
Formula umum menghitung kebutuhan guru adalah:
Enrollment X Beban studi siswa per minggu
Besar kelas X beban mengajar guru per minggu
Misalnya:
Enrollment : 1000 orang siswa
Beban studi siswa per minggu : 40 jam
untuk semua mata pelajaran
Besar kelas rata-rata : 40 orang
Beban mengajar guru : 24 jam

23
per minggu
1000 x 40 40.000
= = 6,25 guru
40 x 24 960

3. Menghitung Kekurangan Guru


Perhitungan kebutuhan guru dengan menggunakan
formula sederhana telah diuraikan terdahulu, menunjukkan
adanya kemungkinan untuk merubah variabel tertentu bilamana
resources untuk pengadaan guru tidak mungkin disediakan.
Dalam keterbatasan resources ini, umpamanya besar kelas
tidak 40, tapi diperbesar menjadi 50, dengan demikian jumlah
guru yang diperlukan sudah dapat ditekan tanpa berpengaruh
terhadap kualitas pendidikan.
Beban mengajar guru yang sedianya 24 jam per minggu
tapi karena keterbatasan resources beban mengajar dapat
ditambah dan karenanya jumlah guru dapat ditekan.
Menghitung kekurangan guru atau teacher shortage
adalah langkah lanjutan dari menghitung kebutuhan total guru.
Langkahnya adalah:
a. Ambillah data tentang jumlah guru yang ada berdasarkan
klasifikasi jenis kelamin, lama bekerja sebagai guru, usia,
kualifikasi atau ijazah tertinggi yang diperoleh, beban
mengajar dan bidang spesialisasi. Ke semua data ini penting
untuk menentukan kekurangan guru dalam arti full time,
full qualified.
b. Identifikasi jumlah guru yang akan pensiun pada tahun
dalam periode perencanaan yang telah ditentukan.
c. Identifikasi jumlah guru yang karena sesuatu hal akan
meninggalkan tempat bekerja sekarang.
d. Identifikasi jumlah guru yang belum fully qualified

24
e. Identifikasi jumlah guru yang beban mengajarnya tidak
penuh (guru part time, honorer).
f. Kembangkan standar atau rambu-rambu untuk
menentukan kekurangan guru yang mencakup: apakah
besar kelas tetap berdasarkan kebijakan yang berlaku kini?
apakah beban mengajar guru akan diubah, apakah besar
kelas akan ditambah, apakah jumlah beban studi siswa akan
dikurangi, apakah guru yang kualifikasinya belum
memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk meneruskan
studi.

Berdasarkan langkah-langkah di atas kemudian


komputasi dilakukan dengan menggunakan formula kekurangan
guru sebagai berikut:
Kekurangan Guru = Kebutuhan Guru Total – (guru yang ada –
guru yang akan pensiun/ yang akan keluar/ studi lanjut).

Contoh:
Jumlah guru yang ada = 30 orang
Guru yang akan pensiun = 3 orang
Guru yang akan pindah/ keluar = 2 orang
Guru yang akan studi lanjut = 3 orang

Kebutuhan guru pada sekolah tersebut = 41,6 guru (point 3)


Jadi kekurangan guru menjadi:
41,6 – (30 – 3 – 2 – 3 ) = 19,6 guru full time , fully qualified.

25

Anda mungkin juga menyukai