Manajemen Pakan
Manajemen Pakan
MAKALAH
Disusun Oleh :
Ester Wilda Saragih
170304133
Penulis
i
DAFTAR ISI
KataPengantar....................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.......................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3.Maksud dan Tujuan Penulisan...............................................................4
BAB II ISI
2.1. Manajemen Pakan sapi Potong.............................................................7
2.2. Manajemen Pakan Ayam Boiler.........................................................13
2.3. Manajemen Pakan Babi Potong..........................................................18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..........................................................................................22
3.2 Saran....................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
3
peningkatan produksi daging (Siregar, 2003). Pada dasarnya, sumber pakan sapi
dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat, dan yang terpenting
adalah pakan harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan
vitamin serta mineral. Secara alamiah pakan utama ternak sapi baik potong
maupun perah adalah hijauan, dapat berasal dari rumput alam atau lapang,
rumput unggul, leguminosa dan limbah pertanian serta tanaman hijauan lainnya.
Dalam pemberiannya harus diperhatikan hijauan tersebut disukai ternak dan
tidak mengandung racun atau toxin sehingga dapat membahayakan
perkembangan ternak yang mengkonsumsi. Namun permasalahan yang ada
bahwa hijauan di daerah tropis seperti di wilayah Indonesia mempunyai kualitas
yang kurang baik sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi ternak tersebut,
perlu ditambah dengan pemberian pakan konsentrat (Siregar, 1996).
Dalam pemberian pakan di kandang atau di palungan, yang perlu
diperhatikan adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana ransum
yang diberikan pada ternak sapi. Untuk itu, telah dibuat feeding standard. Akan
tetapi, dalam pemberiannya ada yang dilakukan dengan cara ad libitum, yaitu
diberikan dalam jumlah yang selalu tersedia. Ada juga yang diberikan dalam
bentuk restricted atau dibatasi (Santosa, 2002).
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan.
Untuk kebutuhan nutrien sapi potong dalam praktek penyusunan diperlukan
pedoman standart berdasarkan berat badan dan pertambahan berat badan
(Murtidjo, 1990).
Mutu, jumlah pakan dan cara-cara pemberiannya sangat mempengaruhi
kemampuan produksi sapi pedaging. Untuk mempercepat penggemukan, selain
dari rumput, perlu juga diberi pakan penguat berupa konsentrat yang merupakan
campuran berbagai bahan pakan umbi-umbian, sisa hasil pertanian, sisa hasil
pabrik dan lain-lain yang mempunyai nilai nutrien cukup dan mudah dicerna
(Setiadi, 2001).
Pemberian pakan dimaksudkan agar sapi dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sekaligus untuk pertumbuhan dan reproduksi. Pada umumnya, setiap
sapi membutuhkan pakan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang
menyusui dan sedang digunakan sebagai tenaga kerja memerlukan pakan yang
memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Djarijah, 1996).
Dalam menyusun ransum harus diusahakan agar kandungan nutrien di dalam
ransum sesuai dengan nutrien yang dibutuhkan ternak untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan bereproduksi (Santoso, 2002).
Ransum adalah satu atau campuran beberapa jenis bahan pakan yang disusun
sedemikian rupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan ternak selama 24 jam.
Ransum yang diberikan pada sapi-sapi yang digemukan tergantung pada sistem
penggemukan yang digunakan. Penggemukan sapi dengan sistem pasture hanya
terdiri dari hijauan yang diperoleh dengan melepas sapi-sapi untuk meruput di
padang penggembalaan. Demikian pula dengan sistem kereman yang terdapat
dibeberapa daerah di Indonesia, ada diantaranya yang hanya memberikan hijauan
saja tanpa pakan tambahan berupa konsentrat (Siregar, 2003).
Pakan suplemen merupakan bahan yang mengandung jasad renik
(mikroba) hidup yang sengaja ditambahkan dalam pakan sapi atau ruminansia
lainya. Dengan diberikan sedikit pakan tambahan, kebutuhan pakan persatuan
ternak dapat dikurangi. Apabila setiap hari ternak membutuhkan 10-11 kg bahan
kering (BK) untuk menaikkan 1 kg berat badan maka, penggunaan pakan
tambahan mampu mengurangi jumlah pakan (Sarwono, 2002).
6
MANAJEMEN PAKAN TERNAK POTONG
Pakan Hijauan
Bahan pakan utama ternak sapi penggemukan adalah dalam bentuk hijauan
yaitu berasal dari rumput unggul, rumput lokal dan leguminosa. Beberapa contoh
hijauan pakan unggul berupa rumput yang dapat dibudidayakan adalah rumput
gajah, rumput raja, rumput setaria, rumput mexico dan lain-lain, sedangkan
hijauan pakan unggul berupa daun-daunan adalah leguminosa (kacang-kacangan
seperti centro, siratro, lamtoro/petai cina dan gamal). Hasil sampingan tanaman
pertanian yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi adalah brangkasan
kacang tanah, kacang kedele, pucuk jagung muda dan lain-lain.
Hijauan pakan unggul berupa rumput potong::
- Umumnya berumur panjang, tumbuh membentuk rumpun setinggi 60 – 150
cm bahkan lebih.
- Berdaun lebat dan sistem perakarannya luas sehingga relatif tahan kering.
- Tumbuh baik pada dataran tinggi sampai rendah.
7
- Dapat diperbanyak dengan biji, pols (sobekan rumpun) dan stek batang
dengan jarak 40 – 60 cm, sebaiknya ditanam pada awal musim hujan.
- Panen (pemotongan/defoliasi) pertama dilakukan saat berumur ± 2 bulan.
Pemotongan berikutnya dilakukan setiap 1,5 bulan dengan tinggi
pemotongan 10 – 15 cm dari permukaan tanah
- Pemupukan awal pada saat pengolahan tanah dengan dosis 10 ton pupuk
kandang, 50 kg KCl dan 50 kg TSP per hektar. Pemupukan selanjutnya
dilakukan setelah 3 kali pemotongan dengan takaran yang sama. Sedangkan
urea diberikan pada saat tanaman berumur 2 minggu sebanyak 50 kg/ha.
8
Strata - 3 : Terdiri dari legum pohon (sengon, waru, lamtoro, gamal)
selain untuk pakan pada musim kemarau panjang, tanaman tersebut
juga dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan pagar kebun
maupun kayu bakar.
9
Dari berbagai hasil penelitian beberapa formulasi pakan konsentrat yang dapat
diberikan pada penggemukan sapi potong diantaranya adalah :
a) Campuran 70 % dedak padi dan 30 % bungkil kelapa, kemudian
ditambahkan dengan 0,5 % tepung tulang dan 1 % garam dapur.
b) Campuran 2 bagian dedak + 1 bagian bungkil kelapa + 1 bagian
jagung. Selanjutnya ditambahkan tepung tulang dan garam dapur
sebanyak 1 – 2 % kedalam campuran pakan tersebut.
c) Campuran 70 % dedak padi + 25 % bungkil kelapa + 5 % jagung
giling, kemudian ditambahkan 1 % tepung tulang dan garam dapur.
2. Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan pada ternak sapi penggemukan diarahkan untuk
mencapai pertambahan bobot badan yang setinggi-tingginya dalam waktu
relatif singkat. Untuk itu pemberian pakan hendaknya disesuaikan dengan
kebutuhan ternak baik dari segi kuantitas maupun nilai gizinya.
Pakan hijauan diberikan pada sapi sebanyak 10 – 12 % dan pakan
konsentrat 1 – 2 % dari bobot badan ternak. Pemberian hijauan dapat dilakukan
3 kali sehari yakni pada pukul 08.00 pagi, 12.00 siang dan pukul 17.00 sore
hari, sedangkan pakan konsentrat diberikan pagi hari sebelum pemberian
hijauan. Ketersediaan air minum untuk ternak sapi adalah hal yang tidak kalah
penting diperhatikan. Kebutuhan air minum bagi sapi sebanyak 20 – 40
liter/ekor/hari, namun sebaiknya diberikan secara ad libitum (tidak terbatas).
Cara penyajian pakan hijauan pada ternak sebaiknya dicincang pendek-
pendek agar lebih mudah dikonsumsi. Kemudian hasil cincangan rumput dibagi
menjadi 6 bagian (untuk pagi 1 bagian, siang 2 bagian, dan sore sebanyak 3
bagian).
10
3. Jumlah Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi potong dapat dilakukan secara ad libitum dan
restricted (dibatasi). Pemberian secara ad libitum sering kali tidak efisien karena
akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi
busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang akan membahayakan
ternak bila termakan (Santosa, 2002).
Tingkat konsumsi ternak ruminansia umumnya didasarkan pada konsumsi
bahan kering pakan, baik dalam bentuk hijauan maupun konsentrat, persentase
konsumsi bahan kering memiliki grafik meningkat sejalan dengan pertambahan
berat badan sampai tingkat tertentu, kemudian mengalami penurunan. Rata-rata
kemampuan konsumsi bahan kering bagi ruminansia adalah 2 - 3 % dari berat
badan (Mc.Cullough, 1973). Atau 2,5 – 3,2 % menurut (Sugeng, 2002).
11
penggemukan sapi atas dasar bahan kering adalah 70 % dan 30 %( Anonimus
2001).
5. Frekuensi Pemberian Pakan Ternak
Pemberian konsentrat dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari
semalam. Pemberian konsentrat dua kali dalam sehari semalam dapat dilakukan
pada pagi hari sekitar pukul 08.00 dan sekitar pukul 15.00. Lain lagi dengan
pemberian yang dilakukan tiga kali dalam sehari semalam pada saat pukul 08.00,
sekitar pukul 12.00, dan sekitar pukul 16.00. Sedangkan pemberiaan hijauan
dilakukan sekitar 2 jam setelah pemberian konsentrat. Pemberian hijauan ini
dilakukan secara bertahap dan minimal 4 kali dalam sehari semalam. Frekuensi
pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan dapat meningkatkan kemampuan
sapi itu untuk mengonsumsi ransum dan juga meningkatkan kencernaan bahan
kering hijauan (Siregar, 2003).
Teknik pemberian pakan yang baik untuk mencapai pertambahan bobot
badan yang lebih tinggi pada penggemukan sapi potong adalah dengan mengatur
jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Pemberian konsentrat
dapat dilakukan dua atau tiga kali dalam sehari semalam. Hijauan diberikan
sekitar dua jam setelah pemberian konsentrat pada pagi hari dan dilakukan secara
bertahap minimal empat kali dalam sehari semalam (Siregar, 2003)
12
jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan. Hijauan diberikan
sekitar dua jam setelah pemberian
konsentrat pada pagi hari dan dilakukan secara bertahap minimal empat kali
dalam sehari semalam. Frekuensi pemberian hijauan yang lebih sering dilakukan
dapat meningkatkan kemampuan sapi untuk mengkonsumsi ransum dan juga
meningkatkan kecernaan bahan kering hijauan itu sendiri(Cullough, 1973).
AYAM BOILER
Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam
hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya.
Karekteristik ekonomi dari ayam broiler adalah pertumbuhan cepat serta penghasil
daging dengan konversi pakan efisien. Bobot badan ayam broiler ini tergolong
tinggi. Ayam broiler merupakan tipe ayam pedaging dan umumnya digunakan
untuk konsumsi sehari-hari sebagai pemenuhi kebutuhan protein hewani.
Berdasarkan aspek pemuliaannya terdapat tiga jenis ayam penghasil daging, yaitu
ayam Kampung, ayam petelur afkir dan ayam broiler. Ayam broiler umumnya
dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor
yang bertujuan sebagai sumber pedaging (Kartasudjana, 2005) dan ayam tersebut
masih muda dan dagingnya lunak (North dan Bell, 1990). Ayam broiler
mempunyai beberapa keunggulan seperti daging relatif lebih besar, harga
terjangkau, dapat dikonsumsi segala lapisan masyarakat, dan cukup tersedia di
pasaran.
13
sehingga pemberian pakan dalam jumlah sedikit demi sedikit dimaksudkan agar
tidak banyak terbuang dan tidak tercampur dengan kotoran ayam(Fadilah et al.,
2007).
Berbagai tingkat pembatasan pemberian pakan akan memberi pengaruh
yang berbeda terhadap penampilan ayam dan penghematan pakan (Fuller et al.,
1993). Frekuensi atau waktu pemberian pakan pada anak ayam biasanya lebih
sering sampai 5 kali sehari. Semakin tua ayam,frekuensi pemberian pakan
semakin berkurang sampai dua atau tiga kali sehari (Suci et al., 2005). Hal yang
perlu mendapat perhatian dari segi waktu pemberian pakan adalah ketepatan
waktu setiap harinya. Ketepatan waktu pemberian pakan perlu dipertahankan,
karena pemberian pakan pada waktu yang tidak tepat setiap hari dapat
menurunkan produksi. Pakan juga dapat diberikan dengan cara terbatas pada
waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebutuhan ayam, misalnya pagi dan sore.
Waktu pemberian pakan dipilih pada saat yang tepat dan nyaman sehingga ayam
dapat makan dengan baik dan tidak banyak pakan yang terbuang(Sudaro dan
Siriwa, 2007).
Konsumsi Pakan
Suprijatna et al. (2005) menyatakan bahwa pakan starter diberikan pada
ayam berumur 0-3 minggu, sedangkan ransum finisher diberikan pada waktu
ayam berumur empat minggu sampai panen. Konsumsi pakan merupakan jumlah
pakan yang dimakan dalam jangka waktu tertentu. Pakan yang dikonsumsi ternak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat nutrisi lain. Konsumsi
pakan tiap ekor ternak berbeda-beda. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumah
makanan yang dimakan oleh ternak (Tillman et al., 1991) dan bila diberikan ad
libitum (Parakkasi, 1999). Zat makanan yang dikandungnya akan digunakan
untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan. Wahju
(2004) menyatakan bahwa besar dan bangsa ayam, temperatur lingkungan, tahap
produksi dan energi dalam pakan dapat mempengaruhi konsumsi. National
Research Council (1994) menyatakan bahwa bobot badan ayam, jenis kelamin,
aktivitas, suhu lingkungan dan kualitas pakan dapat mempengaruhi konsumsi.
14
Saat cuaca panas, ayam berusaha mendinginkan tubuhnya dengan cara
bernafas secara cepat (panting). Tingkah laku ini dapat menyebabkan peredaran
darah banyak menuju ke organ pernafasan, sedangkan peredaran darah pada organ
pencernaan mengalami penurunan sehingga bisa mengganggu pencernaan dan
metabolisme. Pakan yang dikonsumsi tidak bisa dicerna dengan baik dan nutrien
dalam pakan banyak yang dibuang dalam bentuk feses (Bell dan Weaver,
2002).Penelitian Santoso (2002) menunjukan bahwa ayam broiler pada kandang
litter yang diberikan pakan komersial menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga
sampai minggu ke-lima sebesar 2525 g/ekor, sedangkan pada kandang cage
menghabiskan pakan mulai minggu ke-tiga sampai minggu ke-lima sebesar 2459
g/ekor.Penelitian Kusnadi (2006) menunjukkan bahwa konsumsi pakan ayam
broiler berumur 5 minggu pada suhu 24 0C sebesar 1918 g/ekor, sementara pada
suhu 32 0C konsumsi pakan sebesar 1667 g/ekor. Konsumsi pakan ayam broiler
strain CP 707 yang dipelihara pada suhu nyaman pada umur lima minggu adalah
2967 g/ekor.
Tingkat energi menentukan jumlah ransum yang dikonsumsi. Ayam
cenderung meningkatkan konsumsinya jika kandungan energi ransum rendah dan
sebaliknya konsumsi akan menurun jika kandungan energi ransum meningkat
(Scott et al., 1982).
Konversi Pakan
Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik,
tipe pakan yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan,
manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah pakan
yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi ransum atau Feed
Converstion Ratio (FCR). FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum
yang dikonsumsi dengan pertumbuhan berat badan. Angka konversi ransum yang
kecil berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram
daging semakin sedikit (Edjeng dan Kartasudjana, 2006). Semakin tinggi konversi
ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007).
Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
konversi pakan adalah genetik, ventilasi, sanitasi, kulitas pakan, jenis pakan,
15
penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit dan pengobatan serta manajemen
pemeliharaan, selain itu meliputi faktor penerangan, pemberian pakan, dan faktor
sosial.
Konversi pakan ayam broiler strain CP 707 yang dipelihara pada suhu
nyaman pada umur lima minggu adalah 1,62. Penelitian Santoso (2002)
menunjukan bahwa konversi pakan pada ayam broiler selama lima minggu pada
kandang litter sebesar 1,6. Menurut Lesson (2000), semakin dewasa ayam maka
nilai konversi pakan akan semakin besar.
Ayam yang semakin besar akan makan lebih banyak untuk menjaga ukuran
berat badan. Sebesar 80% protein digunakan untuk menjaga berat badan dan 20%
untuk pertumbuhan sehingga efisiensi pakan menjadi berkurang. Bila nilai
konversi pakan sudah jauh di atas angka dua, maka pemeliharaannya sudah
kurang menguntungkan lagi. Oleh karena itu, ayam broiler biasanya dipasarkan
maksimal pada umur enam minggu.
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak babi. Sebab
60% dari keseluruhan biaya dihabiskan untuk keperluan babi-babi induk (bibit),
dan 80% untuk keperluan babi fattening. Oleh karena itu suatu hal yang perlu
diperhatikan disini ialah bahwa walaupun babi itu secara alamiah tergolong
hewan yang makannya sangat rakus, dan suka makan apapun, namun mereka
perlu diberi makanan dengan perhitungan yang betul. Sebab, di samping ternak
babi itu banyak makan dan rakus, konversi terhadap makanan pun sangant bagus,
sehingga apabila pemeliharaannya baik, laju pertumbuhannya pun akan baik
pula. Perlu diingat bahwa babi termasuk hewan yang memiliki alat pencernaan
sederhana, yang tak mampu mencerna bahan makanan yang kadar serat kasarnya
tinggi. Pakan untuk ternak babi umumnya merupakan campuran dari berbagai
macam bahan makanan yang diberikan dalam kurun waktu tertentu (ransum).
Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan peternak dalam pemberian
pakan/ransum pada ternak babi adalah sebagai berikut:
a) Kandungan Zat Makanan
Semua bahan makanan yang diperlukan oleh babi terutama terdiri dari enam
16
unsur pokok : karbohidrat, serat kasar, lemak, protein, vitamin-vitamin, mineral
dan air.
b) Penyusunan Ransum
Apabila jumlah babi yang dipiara itu hanya bebarapa ekor saja, maka
kepada babi tersebut bisa diberikan sisa-sisa bahan makanan dari dapur, seperti
kulit pisang, pepaya, sayuran, nasi dan lain sebagainya. Akan tetapi betapapun
banyak sisa makanan yang bisa diberikan, namun praktek pemberian makanan
semacam itu kurang bisa dipertanggung jawabkan. Sebab bahan makanan
tersebut bukanlah merupakan rasum yang mempunyai susunan zat makanan
dalam imbangan yang tepat seperti yang diperlukan tubuh babi untuk keperluan
pertumbuhan dan berproduksi.
Kandungan zat makanan dalam ransum diperhitungkan berdasarkan
beberapa faktor diantaranya:
1. Tujuan peternakan itu sendiri, misalnya sebagai babi fattening, bibit
2. Fase hidup babi, starter, grower, finisher atau berat babi
3. Pedoman yang telah ada seperti zat-zat makanan yang
diperlukan dan pertimbangan ekonomis, serta bahan yang
tersedia pada sepanjang tahun.
c) Pemberian Ransum
1. Untuk anak babi berumur kurang lebih 8 minggu 0,25 kg/ ekor/hari
2. Untuk anak babi berumur 1 tahun sebanyak 2 kg/ekor/hari.
3. Untuk induk yang tidak menyusui/ tidak bunting kurang lebih 2
kg/ekor/hari.
4. Untuk induk babi yang bunting sebanyak kurang lebih 2,5 kg/ekor/hari.
5. Untuk induk menyusui 2 kg/ekor/hari ditambah dengan jumlah
anak dikalikan 0,25 kg/ekor/hari.
6. Untuk pejantan sebanyak 3 – 4 kg/ekor/hari.
Makanan diberikan 2-3 kali sehari dan tidak mutlak harus dimasak karena
zat-zat vitamin dalam campuran makanan yang dimasak akan rusak atau hilang,
namun ada pula yang perlu dimasak seperti ubi kayu, daun keladi dan kacang
kedelai sebab mengandung racun, dapat menimbulkan gatal gatal, mengandung
17
zat anti metabolik. Ternak babi disamping membutuhkan makanan juga
membutuhkan air minum yang bersih setiap hari dan disediakan secara tak
terbatas dalam kandang sehingga babi dapat minum sesuai dengan
kebutuhannya.
Konsumsi
Kelas Ransum Periode/Berat %Protein
Harian
Lahir- Starter Lahir - 17,5 kg 18 Bebas
sapih
Sapih-jual Grower 17,5 - 55kg 16 Penuh
Sapih-jual Finisher 55 – 90kg 14 Penuh
Bibit Bunting Saph - 12-14 2 kg
melahirkan
Bibit Laktasi Melahirkan – 16 5 atau penuh
sapih
Bibit Pejantan 14 2,5 kg
18
Pemberian Pakan Ternak Babi
a. Pakan untuk babi muda
Babi muda diberi pakan dengan caracreep feeding didalam kandang
kelahiran dari umur 7 sampai 10 hair. Jumlah pakan yang diberikan sedikit
saja dengan pemberian 2 atau 3 kali sehari agar pakan yang diberikan itu
senantiasa baru dan segar. Pada waktu babi muda itu mulai bisa makan (yaitu
pada umur sekitar 2 minggu) pakan disediakan lebih banyak. Air minum yang
bersih dan segar disajikan tidak bersama-sama dengan air minum untuk induknya.
Bahan yang digunakan untuk ransum starter haruslah bahan yang bener-bener
berkualitas bagus dan yang sifatnya palatable (disukai) supermentasi zat besi
sulfat.Disamping itu antibiotik juga diberikan di dalam ransum starter untuk
pencegahan penyakit serta merangsang laju pertumbuhan.
b. Babi grower dan finisher
Tahapan pemeliharaan grower dan finisher biasa diikuti dengan pemberian
pakan penuh dengan ransum grower – finisher yang berkualitas tinggi.
Ransumnya berbeda untuk yang tahapan grower (berat badan 17,5 sampai 55 kg)
dengan yang tahapan finisher (berat 55 kg samapi dipasarkan). Ransum grower
kadar proteinnya lebih tinggi guna pembentukan protein serta pertumbuhan
jaringan tubuh dan tulang, sedangkan ransum finisher kadar energinya yang lebih
tinggi untuk penggemukan dan finishing, sehingga siap dipasarkan.
c. Penggemukan
Karena babi termasuk hewan berlambung tunggal dan tidak memiliki
rumen, maka babi tidak memperoleh keuntungan dari pencernaan mikro
organisme yang meliputi pembentukan protein berkualitas tinggi, pembentukan
vitamin B, serta pemanfaatan pakan tersebut. Oleh karena itu, jumlah bahan pakan
berserat di dalam ransum babi haruslah tidak lebih dari 5% dan kualitasnya pun
harus bagus misalnya tepung daun alfalfa, legum atau tanaman biji sereal. Hijauan
di dalam ransum berperan sebagai sumber vitamin, sebagai bahan pengisi
lambung (bulk) dan dapat pula bersifat laktasi.Protein dalam ransum babi haruslah
berkualitas tinggi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan asam amino (unsur
penyusun protein) dalam jumlah dan proporsi yang memadai agar pembentukan
protein pada tubuh babi itu berjalan baik. Oleh karena itu kadar asam amino di
dalam pakan adalah hal yang penting. Perlunya penambahan vitamin B ke dalam
19
ransum adalah karena saluran pencernaan babi tidak mampu mensintesis vitamin
tersebut sejumlah yang dibutuhkan.Penggemukan dapat dilakukan dengan pakan
yang bermutu dan bernutrisi, sesuai dengan ternak berdasarkan fase pertumbuhan
(starter, grower), fattening, laktasi dan bibit. Bahan pakan yang diberikan
sebaiknya yang mengandung sumber protein, misalnya : tepung ikan, bungkil
kacang tanah susu bubuk dll. Mengandung karbohidrat seperti : jagung, gandum,
molase dsb. Mengandung vitamin dan mineral dapat berupa hijauan, tepung
lamtoro.
20
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
1. Jenis pakan pada ternak ada 2 yaitu pakan hijau berasal dari rumput unggul
dan pakan konsentrat berupa campuran dari beberapa bahan pakan
2. Pemberian pakan hijauan dapat dilakukan 3 kali sehari, pakan konsentrat
diberikan pagi hari sebelum pemberian hijauan
3. Perbandingan jumlah konsentrat dan hijauan dalam ransum penggemukan
sapi atas dasar bahan kering adalah 70 % dan 30 %
4. Pakan harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin
serta mineral
5. Frekuensi atau waktu pemberian pakan pada anak ayam biasanya lebih
sering sampai 5 kali sehari. Semakin tua ayam,frekuensi pemberian pakan
semakin berkurang
6. Ayam yang semakin besar akan makan lebih banyak untuk menjaga ukuran
berat badan. Sebesar 80% protein digunakan untuk menjaga berat badan
dan 20% untuk pertumbuhan sehingga efisiensi pakan menjadi berkurang
7. Semua bahan makanan yang diperlukan oleh babi terutama terdiri dari
enam unsur pokok : karbohidrat, serat kasar, lemak, protein, vitamin-
vitamin, mineral dan air.
3.2. Saran
Manajemen pemberian pakan pada ternak penting untuk dilakukan untuk
memperoleh pertambahan bobot badan secara maksimal. Dengan demikian
diperlukan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak baik dari
segi kuantítas maupun kualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bell, D. D &W.D. Weaver, Jr. 2002. Comercial Chicken Meat and Egg
Production.
5th Edition. Springer Science and Business Medial Inc, New York.
Darmono, 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius Yogyakarta.
Djarijah, A.S. 1996. Usaha Ternak Sapi. Yogyakarta: Sanisius.
Edjeng S . &. Kartasudjana, R. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Fadillah, R., A. Polana., S. Alam., & E. Parwanto. 2007. Sukses Beternak Ayam
Broiler. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fuller, H. L., W.M. Kirland, & L.W. Chaney. 1993. Methode of delaying seksual
maturity of pullets restricted energy consumption. Poult.Sci. 53:229-236
Kusnadi, E. 2006. Suplementasi vitamin C sebagai penangkal cekaman panas
pada ayam broiler. JITV 11 (4): 249-253
Lacy, M. & L. R. Vest. 2000. Improving Feed Convertion in Broiler : A Guide for
Growers. Springer Science and Business Media Inc,
New York.