Anda di halaman 1dari 19

BULAN SEBAGAI SATELIT BUMI (QS.

YASIN / 36:39)

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Tafsir ‘Ilmi
Dosen Pemandu;
Prof. Dr. H. Muhammad Galib M.M.A
Disusun oleh:
KELOMPOK 6
1. SRI WAHYUNI S :30300117017
2. QIFLI :30300117045
3. ZULKIFLI :30300117046

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN, FILSAFAT DAN POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2018/2019
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala puji dan syukur kepada-Nya yang telah memberikan rahmat, taufik, dan

hidayah-Nya. Tak lupa pula salam dan shalawat kami ucapkan kepada Nabi besar

Muhammad saw beserta keluarganya, sahabat-sahabat, dan para pengikut beliau


hingga akhir zaman, sehingga penyusun mampu menyelesaikan tugas ini guna

memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir ‘Ilmi”.

Kami sebagai penyusun sangat menyadari bahwa dalam pembuatan tugas ini

masih terdapat banyak sekali kekurangan dan kesalahan dalam menulis,

menyampaikan kepustakaan yang sekiranya perlu perbaikan dari pembaca. Oleh

karena itu kami sangat mengharapkan kritik maupun saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan tugas ini mendatang baik dari pembaca maupun pembimbing.

Akhirnya, semoga tugas yang kami susun ini dapat bermanfaat dan menambah

wawasan ilmu pengetahuan bagi para pembacanya.

Sekian dan terima kasih atas perhatian para pembaca.

Gowa, 30 Oktober 2019

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 1

C. Tujuan .................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

A. Definisi Bulan Sebagai Satelit Bumi ..................................................... 2

B. Tafsir QS. Yasin /36:39 .......................................................................... 3

C. Gerak dan Fase-Fase Bulan ................................................................... 8

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 15

A. Kesimpulan ............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Benda-benda di langit dalam perspektif astronomi sangat banyak jenis dan

jumlahnya, namun dalam perspektif al-Quran hanya terdiri dari matahari, bulan, dan

bintang. Al-Quran memberikan isyarat dan petunjuk mengenai pergerakan benda-

benda langit tersebut. Benda-benda langit dalam perspektif al-Quran sudah

ditetapkan takdir-Nya, dan telah ditundukkan, sehingga beredar secara konsisten

dan pasti. Menurut isyarat al-Quran masing-masing benda langit, beredar dan tidak

ada yang diam, termasuk matahari juga beredar. Dalam peredaran bulan, memiliki

ciri tersendiri, karena hanya bulan yang dalam peredarannya ditetapkan manzilah-

manzilah, sehingga bulan ketika dilihat dari bumi menunjukkan wujud yang

berbedabeda, kadang sempurna (bulan purnama), dan terkadang menunjukkan wujud

yang tidak sempurna. Dengan demikian, dapat dikenal dengan baik, kapan bulan

tanggal 1,2,3, dan seterusnya, sehingga manusia dapat melaksanakan ibadah

berdasarkan perjalanan bulan tersebut.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tafsir Qs. Yasin/36:39 tentang Bulan sebagai satelit bumi ?

2. Bagaimana Gerak dan Fase-Fase Bulan ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Tafsir Qs. Yasin/36:39 tentang Bulan sebagai satelit bumi ?

2. Untuk mengetahu Gerak dan Fase-Fase Bulan ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Bulan sebagai Satelit Bumi

Bulan berasal dari bahasa Latin “luna” yang kemudian sering disebut “lunar”.

Bulan adalah salah satunya satelit alam milik Bumi yang merupakan satelit alami

terbesar ke-5 di tata surya1. bulan adalah benda langit yang berbatu dan memiliki
diameter 3.467b km dan jarak rata-tata ke Bumi sebesar 348.000 km.2

Bulan dalam al-Quran disebut dengan istilah syahr (‫) شهر‬, qamar ( ‫) قمر‬, dan

hilāl (‫ )هالل‬diulang sebanyak 40 kali. Sedangkan, bulan dengan istilah qamar (‫)قمر‬,

dan hilāl (‫ )هالل‬secara bergan-dengan diulang sebanyak 27 kali. Bulan dalam istilah

qamar (‫ ) قمر‬saja diulang sebanyak 26 kali. Karena syahr (‫ ) شهر‬merupakan kata yang

tidak menunjukkan pada pengertian bulan yang hakiki. Namun demikian, kata (‫شهر‬

) memiliki keterikatan dengan qamar dan hilāl, karena kata ini sebagai perhitungan

jumlah bilangan qamar dan hilāl.

Kata qamar (‫ )قمر‬dan hilāl (‫ ) هالل‬bermakna bulan dalam arti hakiki. Keduanya

menyatakan makna bulan dalam arti hakiki, namun memiliki perbedaan maksud.

Kata qamar (‫ )قمر‬bermakna bulan yang sempurna. Ini dapat dipahami dari QS. al-
Insyiqah [84]: 18 (dan dengan bulan apabila jadi purnama / َ‫ )وَٱ ۡلقمرَ َإذاَٱتَّسق‬yang

menghubungkan kata qomar dengan purnama. Begitu juga ketika al-Quran selalu

mengungkapkan kata qamar (‫ ) قمر‬dalam bentuk mufrad, melambangkan bahwa

bulan yang sempurna ( ‫ ) قمر‬hanya sekali setiap bulan (‫)شهر‬, yaitu pada bulan purnama.

1
Hendra Wisesa, Mini Ensiklopedi Alam Semesta, (Yogyakarta:Gar ilmu, 2010),h.41
2
Robbin Kerrod, Bengkel Ilmu Astronomi, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005), h.140

2
3

Dengan demikian, kata qamar ( ‫ )قمر‬hanya berarti bulan purnama (ketika penampakan

bulan sempurna).

Kata hilāl (‫ )هالل‬diungkapkan dalam al-Quran hanya satu kali dalam bentuk

jamak (‫)اهلة‬. Kata ini ditemui pada QS. al-Baqarah (2): 189. Ini dapat dipahami

bahwa hilāl itu berulangulang, tidak hanya sekali. Dalam arti, perjalanan bulan

dari sangat tipis menuju sempurna dan dari sempurna menuju tipis kembali dapat

disebut hilāl.3 Dengan demikian, peredaran bulan ( ‫ قمر‬dan ‫ ) هالل‬selama satu


bulan (‫ )شهر‬terdiri dari, sekali bulan “qamar” dan yang lainnya adalah bulan

“hilāl”. Ini berarti bahwa “hilāl” bermakna bulan yang tidak sempurna, nampak

sedikit, sebagian, separuh, atau hampir sempurna, ketika sempurna maka tidak

disebut hilāl, tetapi disebut qamar. Dengan kata lain penampakan qamar yang tidak

sempurna disebut hilāl, sedangkan kata qamar itu sendiri lebih berorientasi pada

hakikat bulan yang sempurna.

Bulan adalah benda langit yang populer bagi penduduk bumi, kehadirannya

selalu disaksikan hampir setiap malam karena bulan merupakan satelit bumi. Karena

posisinya sebagai satelit, maka bulan akan selalu menyertai bumi setiap saat. Untuk

lebih jelasnya, kami akan menjelaskan tafsir QS.Yasin:36/39 tentag bulan sebagai
satelit bumi.

B. Tasir QS. Yasin /36:39

1. Al Quran dan Terjemahnya


َۡ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ ۡ َّ َ َ َ َ ۡ َ
َِ ‫َكٱل ُع ۡر ُج‬
َ ﴾٩٣ََ‫ونَٱلقدِي َِم‬ َٰ ‫﴿وٱلقم َرَقدرنَٰهَمنازِلَح‬
َ ‫َّتََعد‬
Terjemahnya:

3
Pemaknaan kata hilal yang demikian, berbeda dengan pemaknaan hilal dalam pandangan
astronomi, dimana secara astronomi hilāl diartikan penampakan bulan yang halus seperti benang
yang tampak pada awal bulan.
4

Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga


(setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai
bentuk tandan yang tua.
2. Makna Kosa Kata

ُ‫قَد ۡ نَّر َ َٰ ه‬ , Qaddarana>hu, memiliki makna kami jadikan jalannya pada manzil-

manzil.

ُ‫ َمنَ ِاز َل‬Al-Mana>zil yaitu jamak dari manzil yang berarti jarak yang ditempuh oleh

bulan sehari semalam.


ُ‫‘ عَا َد‬A>da (kembali), berada pada saat-saat akhir perjalanannya dan mendekati
matahri, ketika tampak oleh mata berbentuk seperti tandan.

ِ ‫ ٱلۡع ۡرج‬Al-‘Urju>n (tandan) yaitu batang tempat lekatnya tangkai gugusan


ُ‫ون‬
buah. Apabila bulan itu telah mencapai daur bulanannya, maka ia kan

melengkung tipis dan berwarna kuning.

3. Munasabah Ayat

Munasabah ayat diatas adalah Qs. Yunus/10:5,


ۡ َ َ َ ْ َۡ َ َ َّ َ َ ‫ور‬ٗ ُ‫َوٱ ۡل َق َم ََرَن‬ ٓ َّ َ َّ ُ
َ َ ‫ِيَ ََوٱۡل َِس‬
َ‫اب‬ ِ ‫اَوقد َرَهُۥَ َمنازِلَِلِ َعل ُمواَع َددَٱ‬
َ ‫لسن‬ ََ ‫ض َيا ٗء‬ َ َ ‫﴿ه ََوَٱَّلِيَ َج َعلَٱلش ۡم‬
ِ َ‫س‬
َ َ َ َ ُ َ َۡ َّ َ َ ُ َّ َ َ َ َ
﴾٥ََ‫تَل ِق ۡو ٖم ََي ۡعل ُمون‬ َِ َٰ ‫قَ ُيف ِصلَٱٓأۡلي‬ َِ ‫ّللَذَٰل ِكَإَِّلََب ِٱۡل‬
َ ‫ماَخلقَٱ‬
Terjemahnya:
Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.
Ayat terebut menjelaskan tentang tanda-tanda kebesaran Allah SWT yang

telah menciptakan Matahari dan Bulan bercahaya, dan menetapkam tempat-tempat

orbitnya atau peredarannya masing-masing, agar manusia bisa mengetahui bilangan

tahun, dan perhitungan (waktu).


4. Tafsir Ayat
5

 ُ‫( َوٱلۡقَ َم َرُقَد ۡ نَّر َ َٰ هُ َمنَ ِاز َل‬Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah)
Al-Maragi mengungkapkan tafsir ayat di atas dengan menyatakan, bahwa

Allah telah menjadikan manzil-manzil (tempat-tempat persinggahan) bagi perjalanan

bulan, yaitu 28 manzil, bahwa bulan setiap malam singgah pada manzil-manzil

tersebut satu per satu. Kemudian, tidak nampak lagi selama dua malam, atau satu

malam saja apabila umurnya tidak genap 30 hari. dan bila bulan berada pada

manzilnya yang terakhir, maka ia tampak tipis dan melengkung dan inilah yang
ditunjukkan oleh firman Allah Ta’ala berikutnya.

 ُ‫ونُٱلۡ َق ِد ِي‬
ِ ‫( َح َّ َّٰتُعَاد ََُكلۡع ۡرج‬sehingga kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua)
Yakni, bulan berjalan pada manzil-manzilnya sampai manzil yang terakhir

sehingga ia pun nampak tipis dan melengkung dan berwarna kuning, di samping

menjadi seperti tandan tempat bergantungnya gugusan-gugusan buah kurma, bila

umurnya telah genap 1 tahun. 4

Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa, Bulan telah ditetapkan baginya

manzilah-manzilah (tempat peredaran) yang terbit pada malam di awal bulan dalam

keadaan sabit, berbentuk cahaya kecil. Kemudian, sedikit demi sedikit bertambah

pada malam yang kedua dan manzilnya semakin naik. Kemudian setiap kali manzilah
itu meninggi, semakin bertambah cahayanya, yang sebenarnya semakin sempurna

pada malam ke empat belas. Kemudian, ia mulai berkurang kembali sampai akhir

bulan, hingga seperti bentuk tandan tua. Ibnu ‘Abbas ra: “Itulah pokok (asal) tandan.

Dan Mujahid berkata : “al-‘Urju>nil Qadhi>m yaitu tandan yang kering (tua), Ibnu

4
Ahmad Musthafa Al-Mara>ghi. Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, Lc dkk. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi Juz 22, 23, dan 24. (Semarang-Indonesia : PT. Karya Toha Putra Semarang,
1992).h.12-13.
6

‘Abbas ra. Mengartikannya sebagai hal tersebut, Allah swt menampakkan bulan dalam

bentuk baru di awal manzilah akhir.5

Al-Ṭabari mengatakan bahwa kata manāzilah pada ayat di atas hanya untuk

bulan saja, bukan untuk matahari. Dia beragumentasi bahwa perhitungan syahr dan

sinīn hanya dapat diketahui dengan qamar.6 Dengan demikian, dapat dipahami

bahwa bulan memiliki manzilah-manzilah dalam perjalanannya. Karena bulan

memiliki manzilah-manzilah, maka dapat dari bumi setiap malam dalam bentuk yang
berbeda-beda, sehingga ada bulan (hilāl) dan ada bulan (qamar). Oleh karena itu, akan

melahirkan sistem perhitungan atau penanggalan bulan Kamariah. Sebagaimana

firman Allah swt dalm QS. Al-an’am /6:96 yang menjelaskan salah satu tujuan

dicipatakannya bulan adalah untuk memudahkan manusia dalam menentukan

perhitungan waktu.
ۡ ۡ ُ ۡ َ َ َٰ َ ٗ َ ۡ ُ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َّ َ ٗ َ َ َ ۡ َّ َ َ َ َ َ ۡ ۡ ُ َ
٣٩ََ‫يزَٱل ََعل ِي َِم‬
َِ ‫ِيرَٱل َع ِز‬
‫سَ َوٱلقم َرَحسباناَذل ِكَتقد‬
َ ‫اَوٱلشم‬
َ ‫لَسكن‬ َ ‫احَوجعلَٱَّل‬َِ ‫ِقَٱ ِۡلصب‬
َ ‫فال‬
Terjemahnya:
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan
(menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Isyarat manzilah yang dimiliki oleh bulan diperkuat oleh hasil penelitian

yang menyatakan bahwa perjalanan bulan dari bulan mati (muhaq) sampai dengan
bulan purnama dan menuju bulan mati lagi memiliki fase-fase antara lain: 1). Bulan

5
Abu Fida Ismail Ibnu Katsir ad-Dimasqy, Luba>bt Tafsir in Ibni Katsir, tahqiq Abdullah bin
Muhammad bin Abdurrahman bin Ishak, Kairo: Musah Da>r al-Hila>l, 1994M. Terj Abdul Ghaffar dan
Abu Ihan al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir, Pustaka Imam Syafi’i, 2019. Jilid 8, h26.
6
Al-Ṭabari, Muhammad bin Jarīr bin Yazid bin Kaśir bin Gālib al-Amlī 224-310 H, Jāmi’ al-
Bayān fī Ta’wīl al-Qurān, juz 24, tahqiq Ahmad Muhammad Syākir, Beirut: Muassah arRisalah, 2000
M/1420 H,, Juz 15, h 23.
7

baru/ bulan mati, 2) Kuartir pertama 3) Bulan purnama 4) Kuartir ketiga, yakni ketika

bulan beredar ke arah perempat ketiga.7

Menurut al-Jailani perubahan penampakan wajah bulan dari bumi sebagai

akibat adanya manzilah-manzilah. Dalam hal ini, wajah bulan nampak berbeda dari

waktu ke waktu, yang dimulai dengan muhāq (bulan mati) yakni ketika terjadi

peristiwa ijtimak antara bulan dan matahari, selanjutnya hilāl (bulan baru) yakni

ketika bulan bergerak maka ada bagian bulan yang menerima sinar dari matahari
terlihat dari bumi, berikutnya tarbi’ awwal (kwartir pertama) yakni ketika bulan

bergerak semakin jauh dari titik ijtimak, selanjutnya badr (bulan purnama) yakni

ketika terjadi peristiwa istiqbal dimana semua permukaan bulan menghadap matahari,

kemudian tarbi’ akhir (kwartir terakhir) ketika bulan meninggalkan matahari setelah

terjadinya peristiwa istiqbal, dan akhirnya kembali pada bentuk muhāq hingga pada

proses ijtimak kembali.8

Peredaran bulan yang dikemukakan di atas dapat terjadi karena semua benda-

benda yang ada di langit telah ditundukkan oleh Allah, sebagaimana dinyatakan

dalam QS. Ibrahim (14): 33, Lukman (31): 29, Fāṭir (35): 13, dan Az-Zumar (39):5.

Mengacu pada beberapa ayat tersebut, dapat ditarik kesimpulan: 1) konsistensi


peredaran benda-benda langit terjadi karena masing-masing benda-benda langit

telah ditentukan tempat edarnya. 2) Konsistensi peredaran benda-benda langit

terjadi karena setiap benda langit telah ditentukan waktu beredarnya. 3)

Konsistensi peredaran benda langit dapat terjadi karena setiap benda langit telah

ditundukkan oleh Allah.

7
Saadoe’ddin Djambek, Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tintamas, 1976, h. 5
8
Zubair Umar al-Jailani, al-Khulāsah alWafiyyah f al-Falak bijadwal al-Lughāritmiyyah,
Kudus: Menara Kudus, t.th, 42-43
8

C. Gerak dan Fase-Fase Bulan

1. Gerak Bulan

Bulan merupakan satu-satunya satelit bumi. Jarak rata-rata Bumi-Bulan

adalah 385.000,56 km9. Titik perigee bulan berjarak sekitar 363.300 km, sedangkan

titik apogee-nya mencapai sekitar 405.500 km. Meski jarak Bulan-Bumi cukup dekat

bahkan masih dalam jangkauan gravitasi bumi, bulan tidak sepenuhnya tertarik gaya

gravitasi bumi, sebab bulan memiliki gaya sentrifugal yang membuatnya tetap dapat
bertahan pada lintasannya.10 Namun akibat gaya sentrifugal bulan yang sedikit lebih

besar dibanding gaya gravitasi bumi-bulan, bulan semakin menjauh sekitar 3,8 cm

setiap tahunnya.11

Di dalam astronomi dikenal ada dua jenis gerak bulan yakni gerak hakiki dan

gerak semu.

a) Gerak Bulan Hakiki

Gerak bulan hakiki adalah gerak yang sebenarnya dilakukan oleh ketika

beredar di angkasa luar. Gerak hakiki bulan terdiri dari tiga macam gerak, yakni rotasi,

revolusi dan gerak bulan bersama dengan bumi mengitari matahari.

1) Rotasi Bulan.
Bulan berputar pada porosnya dengan periode sekitar 27 hari lebih 7 jam

dengan arah rotasi berlawanan dengan jarum jam. Lama rotasi bulan adalah sama

dengan lama revolusinya. Hal tersebut yang mengakibatkan permukaan bulan yang

menghadap ke bumi selalu sama.12

9
Jean Meeus, Elements of Solar Eclips (1951-2200) bersatu Serikat dari Amerika:Willman-
Bell. Inc. 1989.h 312.
10
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak, Banyuwangi: Bismillah Publisher, 2012. h. 135
11
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak. h. 136
12
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak. h. 217
9

2) Revolusi Bulan.

Bulan mengelilingi bumi memerlukan waktu sekitar 27 hari 7j 43m 12d, sama

dengan periode rotasinya. Sebagaimana rotasinya, arah revolusi bulan juga

berlawanan dengan arah jarum jam. Lama revolusi bulan tersebut kemudian disebut

dengan 1 periode sideris bulan.13

3) Gerak Bulan bersama Bumi mengelilingi Matahari.

Bulan bergerak mengitari bumi, maka secara otomatis bulan juga bergerak
mengitari matahari bersama-sama dengan bumi. Hal tersebut yang menyebabkan

lintasan revolusi bulan tidak berbentuk lingkaran sempurna melainkan lingkaran

berpilin di mana titik awal revolusi bulan tidak bertemu titik akhirnya. Satu lingkaran

berpilin ini ditempuh bulan dalam waktu 29,5 hari. Adapun waktu yang diperlukan

bulan untuk mencapai titik awalnya yakni sekitar 365,5 hari atau setelah melewati 12

kali lingkaran berpilin.14

b) Gerak Semu Bulan

Gerak rotasi bumi mengakibatkan penampakan benda langit, termasuk bulan,

ketika diamati dari bumi bergerak secara semu dari arah timur ke barat. Pada saat yang

bersamaan bulan juga melakukan gerak revolusi. Akibatnya, setiap harinya bulan
terlambat terbit dari bintang tertentu sekitar 50 menit atau sekitar 13° busur.

Terhadap batahari, setiap hari bulan terlambat sekitar 12° busur atau 0,5° setiap

jamnya.15

Hal tersebut kemudian menimbulkan penampakan bulan yang berubah-ubah

setiap harinya, mulai dari sebatas garis kecil melengkung hingga semakin membesar

13
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008.
hlm. 132
14
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak. h. 223
15
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak .h. 224
10

membentuk bulatan sem purna kemudian mengecil kembali. Peristiwa perubahan fase

fase penampakan semu bulan tersebut diakibatkan oleh fungsi elongasi bulan, yakni

sudut yang dibentuk bulan dari matahari ketika diamati dari bumi. bulan mencapai

fase purnama ketika sudut elongasinya sebesar 180° dan fase bulan mati pada sudut

0°.16

Periode revolusi bulan yang disertai dengan fase-fase permukaannya berbeda

dengan periode sideris bulan. Waktu yang dibutuhkan oleh bulan untuk kembali ke
fase awal adalah sekitar 29,5305882 hari. Lama waktu tersebut kemudian disebut

dengan 1 periode sinodis bulan.17

2. Fase-fase Bulan

Bulan adalah benda langit yang tidak mempunyai sinar. Cahayanya yang

tampak dari bumi sebenarnya merupakan sinar matahari yang dipantulkan oleh bulan.

Dari hari ke hari bentuk dan ukuran cahaya ulan berubah-ubah sesuai dengan posisi

bulan terhadap matahari dan bumi18

16
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak.h 225
17
Slamet Hambali, Pengantar Ilmu Falak . h.219-222
18
Muhyiddin Khazin, ilmu Falak....h133
11

Hal ini dinamakan fase bulan (Moon phase) dan terulang setiap sekitar 29,5

hari, yaitu waktu yang diperlukan bulan untuk mengelilingi bumi. Empat fase utama

yang penting bagi bulan antara lain19 1) Bulan Baru (New Moon); 2) Kuartal Pertama

(first Quarter); 3) Bulan Purnama (Full Moon); 4) Kuartal Ketiga atau Terakhir (Third
Quarter atau Last Quarter).
Empat fase di atas merupakan fase utama bulan. Selain fase utama tersebut,

juga terdapat delapan fase yang lebih detail. Delapan fase ini dpat dibedakan dalam
proses sejak waktu hila>l (Bulan baru) muncul sampai tidak ada (tidak tampak). Pada

dasarnya, ini menunjukkan delapan tahap bagian permukaan bulan yang terkena sinar

Matahari dan kenampakan geosentris bagian yang tersinari ini yang dapat dilihat di

Bumi. Kondisi yang dijelaskan dalam tahapan detail fase bulan ini dapat berlaku di

lokasi manapun di permukaan bumi. Fae-fase tersebut antara lain:

1) Fase Pertama

Pada saat bulan berada diantar bumi dan matahari yaitu pada saat ijtima’, sinar

Mamaka seluruh bagian bulan yang tidak menerima sinar matahari persis menghadap

ke bumi. Akibatnya, saat itu bulan tidak tampak dari bumi Peristiwa tersebut

dinamakan Muhak atau bulan Mati20


Begitu bulan bergerak, maka ada bagian bulan yang menerima sinar dari

matahari terlihat dari bumi. Bagian bulan ini terlihat sangat kecil dan berbentuk sabit.

Peristiwa inilah yang disebut dengan hila>l awal bulan.21

2) Fase Kedua

19
Tono Saksono, Mengompromikan Hisab Rukyat, (Jakarta :Amythas Publicita, 2007),h.32
20
Muhyiddin Khazin, ilmu Falak....h133
21
Muhyiddin Khazin, ilmu Falak....h133
12

Semakin jauh bulan bergerak meninggalkan titik ‘ijtima’, semakin besar pula cahaya

bulan yang tampak ndari bumi. Hal ini disebabkan adanya bagian bulan yang tekena

sinar matahari terus bertambah besar sampai pada suatu posisi dimana bulan kehilatan

separuh. Ini terjadi sekitar tujuh hari kemudiaan setelah bulan mati, bulan akan

tampak dari bumi dengan bentuknya setengah lingkaran. Bentuk seperti inib disebut

Kwartir I atau Tarbi’Awwal (Kuartal pertama).

3) Fase ketiga
Pada beberapa hari berikutnya, bulan akan tampak semakin membesar. Dalam

oistilah astronomi , fase ini disebut waxing gibbous monn atau waxing humped moon.

Waktu terbit bulan menjadi semakin melambat dibandingkan dengan matahri. Bulan

terbit pada sekitar jam 15.00 tepat di tengah lagit kita pada sekitar 21.00 dan

tenggelam pada sekita jam 03.00 pagi.22

4) Fase Keempat

Kemudian pada pertengahan bulan (sekitar tanggal 15 bulan kamariah )

samapailah pada saat di mana bulan pada titik oposisi dengan matahari yaitu saat

istiqbal. Pada saat ini, Bumi persis sedang berada di antar bulan matahari. Bagian
bulan yang sedang menerima sinar matahari hampir seluruhnya terlihat dari bumi.
Akibatnya bulan tampak seperti bulatan penuh. Peristiwa ini dinamakan badr atau

bulan purnama.23

5) Fase Kelima

Sejak purnama sampai dengan terjadinya gelap total tanpa bulan, bagian bulan

yang terkena sinar matahari kembali mengecil di bagian dari sisi lain dalam proses

waxing gibbous moon. Menurut astronomi, proses ini disebut waning sehingga bulan

22
Muhyiddin Khazin, ilmu Falak....h133-134
23
Muhyiddin Khazin, ilmu Falak....h134
13

yang berada dalam kondisi ini dinamakan waning gibbous moon atau waning humped

moon. Pada fase ini, Bulan sekitar 9 jam lebih awal daripada matahari ini berarti bulan
terbit di sebelah timur pada sekitar pukul 21.00 berada tepat ditengah langit kita pada

sekitar jam 03.00 pagi, dan tenggelamnya sekitar jam 09.0024.

6) Fase Keenam

Sekitar 3 minggu setelah hial, bagian permukaan bulan akan tampak setengah

kembali (setengah lingkaran). Namun bagian yang tampak dari bumi ini arahnya
kebalikan dari kuartal pertama. Fase yang demikian dinamakan kuartal terakhir atau

kuartal ketiga. Pada fase ini, Bulan terbit lebih awal sekitar jam 6 daripada matahari.

Ini berarti bulan terbit di sebelah timur pada sekiatr pukul 24.00 (tengah malam).

Teapt berada di tengah langit kita pada sekitar Matahari terbit, dan tenggelam di ufuk

barat pada sekitar tengah hari (jam 12.00).

Menurut Muhyiddin Khazin, proses dari tujuh hari setelah bulan purnama yang

membuat bulan akan tampak dari bumi dalam bentuk stengah lingkaran lagi disebut

kwartir II atau Tarbi’ Sani.

7) Fase Ketujuh

Memasuki minggu akhir keempat sejak hila>l, bentuk permukaan bulan yang
terkena sinar matahari semakin mengecil sehingga membentuk bulan sabit tua

(warning crescent). bulan terbit di tengah langit kita sekitar jam 09.00 pagi, dan

tenggelam di ufuk berat pada sekitar jam 15.00.25

8) Fase Kedelapan

Pada posisi ini bulan berada pada arah yang sama terhadap matahari. Bagian

bulan yang terkena sinar matahari adalah yang membelakangi bumi. Dengan demikian

24
Tono Saksono, Mengompromikan Hisab... h.37
25
Tono Saksono, Mengompromikan Hisab...h.38
14

bagian bulan yang menghadap ke bumi semuanya gelap. Ini merupakan kondisi tanpa

bulan, dimana pada fase ini bulan dan matahari terbit di ufuk timur sekitar jam 06.00,

berada di tengah langit kita pada sekitar jam 12.00 (tengah hari), dan tenggelam di

ufuk barat pada pukul 18.00. karena sisi gelap bulan yang menghadap kita, maka kita

tidak dapat melihat ilmu atsronomi, peristiwa ini disebut konjungsi dan terjadi bulan

baru. Menurut kalender China, kondisi seperti ini juga dijadikan sebagi tanda dari

munculnya awal sebuah bulan26.


Fase-fase bulan ini dapat dipergunakan dalam penentuan waktu bulanan

selama satu tahun. Jenis kalender yang menggunakan bulan sebagai acuan disebut

kalender bulan (lunar calender). Perhitungan dilakukan dengan melihat perubahan

fase-fase bulan setiap harinya selama 1 bulan. Dengan begitu, jumlah hari dapat dilihat

berdasarkan bentuk permukaan Bulan yang tampak dari Bumi.

26
Tono Saksono, Mengompromikan Hisab...h.39
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam Qs. Yasin/36:39 menjelaskan bahwa Bulan telah ditetapkan baginya

manzilah-manzilah (tempat peredaran) yang terbit pada malam di awal bulan dalam

keadaan sabit, berbentuk cahaya kecil. Kemudian, sedikit demi sedikit bertambah

pada malam yang kedua dan manzilnya semakin naik. Kemudian setiap kali manzilah
itu meninggi, semakin bertambah cahayanya, yang sebenarnya semakin sempurna

pada malam ke empat belas. Kemudian, ia mulai berkurang kembali sampai akhir

bulan, hingga seperti bentuk tandan tua.

Di dalam astronomi dikenal ada dua jenis gerak Bulan yakni gerak hakiki dan

gerak semu. 1). Bulan hakiki adalah gerak sebenarnya yang dilakukan oleh Bulan

ketika ketika beredar di angkasa luar, gerak Bulan terdiri dari tiga macam gerak, yakni

rotasi, revolusi dan gerak Bulan bersama Bumi mengitari Mtahari. 2) Gerak Semu

Bulan. Adapun Fase Pereradaran Bulan terbagi menjadi Empat fase antara lain 1)

Bulan Baru (New Moon); 2) Kuartal Pertama (first Quarter); 3) Bulan Purnama (Full

Moon); 4) Kuartal Ketiga atau Terakhir (Third Quarter atau Last Quarter).

15
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fida Ismail Ibnu Katsir ad-Dimasqy, Luba>bt Tafsir in Ibni Katsir, tahqiq
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishak, Kairo: Musah Da>r al-
Hila>l, 1994M. Terj Abdul Ghaffar dan Abu Ihan al-Atsari, Tafsir Ibnu Katsir,
Pustaka Imam Syafi’i, 2019.
Al-Mara>ghi, Ahmad Musthafa. Tafsir Al-Maraghi, Terj. Bahrun Abubakar, Lc dkk.
Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 22, 23, dan 24. Semarang-Indonesia : PT. Karya
Toha Putra Semarang, 1992.
Al-Ṭabari, Muhammad bin Jarīr bin Yazid bin Kaśir bin Gālib al-Amlī 224-310 H,
Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl al-Qurān, juz 24, tahqiq Ahmad Muhammad Syākir,
Beirut: Muassah arRisalah, 2000 M/1420 H.
Djambek, Saadoe’ddin. Hisab Awal Bulan, Jakarta: Tintamas, 1976.
Hambali, Slamet. Pengantar Ilmu Falak, Banyuwangi: Bismillah Publisher, 2012.
Jean Meeus, Elements of Solar Eclips (1951-2200) bersatu Serikat dari
Amerika:Willman-Bell. Inc. 1989.
Kerrod, Robbin. Bengkel Ilmu Astronomi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2005.

Khazin, Muhyiddin .Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka,
2008.

Saksono, Tono. Mengompromikan Hisab Rukyat, Jakarta :Amythas Publicita, 2007.

Umar al-Jailani, Zubair .al-Khulāsah alWafiyyah f al-Falak bijadwal al-


Lughāritmiyyah, Kudus: Menara Kudus, t.th,
Wisesa, Hendra Mini Ensiklopedi Alam Semesta, Yogyakarta:Gar ilmu, 2010.

Anda mungkin juga menyukai