Anda di halaman 1dari 5

“ SENGKETA TANAH DI JALAN CIPTO KOTA CIREBON ”

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Agraria

Dosen Pembimbing :

Kelompok 1

Kelas E
SENGKETA TANAH DI JALAN CIPTO

KOTA CIREBON

Kronologis Sengketa

Sejumlah aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Front Mahasiswa Demokrasi (FMD)
kembali turun aksi yakni mendesak Pemkot Cirebon membatalkan jual beli sebidang tanah di
Jalan Cipto MK yang diduga telah dilakukan pemkot melalui PD Pembangunan kepada pihak
swasta dengan harga miring, yaitu Rp4 miliar.

“Kita mendesak agar eksekutif membatalkan semua perjanjian yang berbau penjualan tanah
Cipto,” ungkap salah satu aktivis FMD, Riski SN.

Sejalan dengan itu, pihaknya meminta agar sebidang tanah dengan luas sekitar 1.770 m2
persegi itu dijadikan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Mengingat, Kota Cirebon masih minim
RTH, yang mana hanya 9 persen dari angka ideal 20 persen. Massa FMD tak lama berorasi,
mereka diterima langsung Walikota Cirebon Drs Nasrudin Azis SH dan jajarannya, di ruang
Adipura Balaikota Cirebon.

Dalam kesempatan itu, Azis menuturkan kronologis persoalan tanah Cipto mencuat dan
menimbulkan spekulasi beberapa pihak telah dijual oleh pemkot. Dijelaskan Azis, atas
kepemilikan tanah Cipto, mulanya terjadi sengketa yang melibatkan empat pihak. Yakni PD
Pembangunan dan tiga pihak lainnya.

Pada 2004, muncul sertifikat atas nama seseorang yang terlibat dalam sengketa itu. Kemudian
PD Pembangunan melakukan gugatan terhadap munculnya sertifikat itu ke PTUN Bandung
dan dimenangkan oleh PD Pembangunan.

“Mungkin ketetapan dari pengadilan itu seolah-olah memutuskan tanah itu milik PD
Pembangunan. Sebetulnya putusan PTUN itu pembatalan sertifikat yang sudah muncul
tersebut. Bukan keputusan bahwa tanah itu milik PD Pembangunan,” jelas Azis.

Di dalam putusan PTUN Bandung tersebut, lanjut Azis, disebutkan juga bahwa PD
Pembangunan diberi waktu untuk mengurus sertifikat selama 90 hari setelah keputusan itu
diterbitkan. Tapi setelah itu ternyata PD Pembangunan tak mengajukan pembuatan sertifikat.
Sampai akhirnya kembali bermunculan pihak-pihak yang merasa memiliki tanah tersebut.

“Setelah itu, salah satu orang yang sebelumnya bersengketa mengaku memiliki tanah itu
dengan data lengkap datang ke PD Pembangunan,” katanya.

Sampai puncaknya, kata Azis, terjadi penekanan terhadap PD Pembangunan dari pihak
tertentu yang mengklaim memiliki tanah Cipto yang berlokasi di utara SMKN 2 Cirebon itu.

“Saya tergerak, karena PD Pembangunan meminta bantuan kepada saya sebagai kepala
daerah untuk menyelesaikan persoalan itu. Saya undang semua pihak terkait. Saya undang
ahli waris. Di situ saya tanyakan atas dasar apa ahli waris mengklaim memiliki tanah itu?
Kemudian dia (pihak yang mengklaim, red) membeberkan semua dokumen yang
dimilikinya,”.

Setelah itu, masih kata Azis, dirinya merumuskan bersama PD Pembangunan dan jajarannya,
untuk bagaimana menghadapi klaim dari pihak tersebut. Karena di sisi lain, tanah Cipto yang
dimaksud hanya tercatat dalam buku registrasi PD Pembangunan, tanpa memiliki sertifikat.

“Data pendukung lainya kita tidak ada. Di situ kita mulai khawatir. Sehingga kita berpikir,
jangan sampai kalah dalam persoalan ini. Karena saat itu kita beranggapan, tanah ini
masuk dalam aset PD Pembangunan. Sampai-sampai kita ajukan pemblokiran pembuatan
sertifikat ke BPN dan upaya lainnya,” kata dia.

Setelah proses itu, Azis melanjutkan, pihak yang mengklaim mengajak berunding. Saat itu,
pemkot atau PD Pembangunan beranggapan, tak memiliki kekuatan dari sisi dokumen yang
menyatakan hak kepemilikan.

“Kita berpikir, jangan sampai kita tidak dapat apa-apa. Karena dokumen di mereka lengkap.
Ada pengakuan dari kepala Desa Tuk, pengakuan dari Kelurahan Pekiringan atas status
tanah tersebut. Semua menunjukan bahwa tanah itu milik R Sofia (pihak yang mengklaim,
red) dan letaknya tanah itu di Kabupaten Cirebon. Karena di kelurahan kita tidak tercatat,”
tuturnya.
Daripada selalu buntu dan saling ngotot, akhirnya digelarlah musyawarah bersama semua
pihak terkait untuk menyepakati penyelesaian sengketa itu.

“Agar kita tidak di-zonk, maka dilakukanlah musyawarah. Semua bertemu dalam rapat yang
sah, bukan rapat gelap gulita. Tidak ada skenario untuk menyembunyikan apapun,” ujarnya.

Dalam musyawarah itu akhirnya disepakati, bahwa PD Pembangunan diberi kompensasi


uang sebesar Rp 4 miliar dari pihak yang mengantongi dokumen kuat hak kepemilikan tanah
tersebut.

“Kenapa kita menerima Rp4 miliar? Tanah itu ada di kabupaten, NJOP-nya kabupaten,
BPN-nya juga kabupaten. Harganya juga Rp1.414.000/meter, dan totalnya hanya Rp2 miliar
lebih. Nah, uang yang Rp4 miliar itu juga dibayarkan secara bertahap,” katanya.

Uang kompensasi itu, diakui Azis, akan digunakan PD Pembangunan untuk kepentingan
pembuatan sertifikat atas tanah aset milik PD Pembangunan di beberapa lokasi.

“Dana Rp4 miliar itu digunakan untuk biaya pembuatan sertifikat atas tanah PD
Pembangunan yang belum punya sertifikat. Karena PD Pembangunan punya banyak tanah,
tapi ada beberapa yang tidak punya sertifikat,” katanya.

Permasalahan

Dugaan jual beli sebidang tanah di Jalan Cipto yang dilakukan pemkod kepada PD
Pembangunan menimbulkan pengklaiman dari beberapa pihak yang mengaku memiliki data
dan dokumen yang lengkap.

Penyelesaian

Penyelesaian kasus tanah Cipto masih menunggu hasil keputusan Pengadilan Negeri (PN)
Cirebon. Terutama untuk mengetahui keabsahan kepemilikan tanah.

Seperti diketahui objek tanah Cipto telah diklaim/diakui lima pihak yang merasa sebagai
pemilik. Sehingga satu-satunya jalan harus menunggu hasil/proses hukum kepemilikan tanah
tersebut. Hal ini penting karena bicara kerugian negara/daerah harus dipastikan dulu status
barang milik daerah (BMD) yang dipisahkan. Status BMD yang dipisahkan perlu kejelasan
lebih lanjut lewat putusan pengadilan. Karena pihak lain pun klaim atas tanah yg sama.

keputusan sebelumnya melalui akta perdamaian yang bertujuan mengakhiri sengketa ternyata
tidak menuntaskan sengketa yang ada. Sebab di luar pihak berperkara ketika itu ternyata
masih ada pihak lainnya yang juga mengaku atas tanah dimaksud.

Karenanya persoalan tanah Cipto kental ranah perdatanya. Sehingga untuk memastikan
kepemilikan yang sah lebih dulu agar tuntas dan tidak menimbulkan spekulasi publik. Karena
PD Pembangunan adalah Badan Hukum Perdata, lazimnya seperti corporate lainnya. Di mana
perlu berupaya untuk menuntaskan sengketa sengketa tanah yang berada dalam kekuasaan
pengelolaannya.

Anda mungkin juga menyukai