Anda di halaman 1dari 4

Aset tetap atau PPE (Property, Plant, and Equipment) adalah aset berwujud (tangible assets) yang

digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan, yang memiliki manfaat lebih dari satu periode
akuntansi. Istilah aset tetap digunakan untuk membedakan dengan aset tidak berwujud, yang juga
memiliki masa manfaat lebih dari satu periode akuntansi tetapi tidak memiliki wujud fisik, serta
nilainya tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh eksistensi fisik dari aset.
Dalam standar akuntansi yang mengacu ke Amerika (US GAAP), akuntansi untuk aset tetap relatif
tidak menimbulkan banyak masalah, karena standar akuntansi aset tetap berdasar US GAAP
menggunakan basis kos historis. IFRS tidak menggunakan basis kos historis, mengingat basis kos
historis berimplikasi pada penyajian laporan keuangan yang dipandang kurang relevan dengan
kebutuhan nyata pengguna informasi karena tidak mampu menggambarkan nilai riil aset tetap
yang disajikan di dalam laporan keuangan.
Artikel ini tidak dimaksudkan untuk membahas secara detil seluruh aspek teknis akuntansi atas
aset tetap, tetapi dimaksudkan untuk mendeskripsikan aspek-aspek umum akuntansi aset tetap
yang membedakan antara US GAAP dengan IFRS. Secara umum permasalahan akuntansi aset
tetap yang akan dibahas dalam artikel ini adalah mencakup prinsip-prinsip dasar akuntansi aset
tetap sebagai berikut:
1. Akuntansi perolehan aset tetap
2. Akuntansi alokasi kos aset tetap ke masing-masing periode akuntansi yang menikmati jasa aset
tetap.
3. Akutansi perubahan nilai aset setelah pemilikan aset, seperti akuntansi kenaikan nilai dan
penurunan nilai (impairments) aset tetap.
4. Akuntansi penghentian aset.
Baik standar akuntansi versi US GAAP maupun versi IFRS area utama permasalahan akuntansi
yang diatur dalam masing-masing standard adalah sama, yaitu dalam empat area tersebut di atas,
sehingga dengan melakukan pengkajian atas keempat area utama akuntansi tersebut akan diperoleh
pemahaman tentang kesamaan dan perbedaan standard akuntansi yang berlaku pada masing-
masing standar.
PEMBAHASAN
Pengukuran Kos Investasi Awal
Seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membuat aset tetap dalam kondisi siap dioperasikan harus
dicatat sebagai bagian dari kos aset. Elemen kos mencakup (1) harga beli, termasuk biaya legal
dan fee perantara, pajak impor, pajak pertambahan nilai, dan pajak-pajak lain yang bersifat final,
dikurangi dengan diskon atau rabat dan (2) seluruh biaya langsung untuk membawa aset ke lokasi
hingga siap dioperasikan sesuai harapan manajemen, termasuk biaya persiapan lokasi penempatan
aset tetap, biaya pemasangan, dan biaya uji coba, dan (3) taksiran biaya
pembongkaran (dismantling costs), pemindahan barang, dan penyiapan lokasi. Dari tiga macam
elemen kos, letak perbedaan US GAAP dan IFRS adalah pada perlakukan akuntansi
atas dismantling costs, US GAAP menggunakan prinsip kos historis, sehingga unsur biaya yang
sifatnya masih preditif, apalagi peristiwanya akan terjadi setelah aset tetap dihentikan
pemanfaatannya, tidak diperlakukan sebagai unsur kos aset tetap.
Dalam hal aset tetap diperoleh dengan cara kredit, bunga kredit tidak termasuk sebagi kos aset
tetap, dalam kasus ini kos aset tetap diakui sebesar nilai tunai dari pembayaran periodik. Biaya
inkremental lain, seperti biaya konsultasi dan biaya komisi dalam rangka pembelian aset termasuk
sebagai bagian dari kos aset tetap berwujud. Dalam kasus ini, secara prinsip dan konsep tidak ada
perbedaan antara US GAAP dengan IFRS.
Biaya restorasi lokasi aset (decommissioning costs) yang diprediksi akan terjadi pada akhir masa
manfaat aset diperlakukan sebagai bagian dari kos aset tetap. Dengan demikian kos aset tetap
adalah mencakup kos perolehan aset tetap ditambah dengan decommissioning
costs dan dismantling costs. Rekening lawan dari decommissioning costs adalah rekening utang
bersyarat. IAS 37 menegaskan bahwa provisions atau pencadangan utang atas decommissioning
costs akan diakui hanya pada saat dipenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Pada saat pelaporan keuangan perusahaan terbukti memiliki kewajiban (present obligation) baik
secara legal maupun bersifat konstruktif, sebagai akibat dari peristiwa yang lalu.
2. Dapat diprediksi akan terjadinya arus keluar sumberdaya ekonomi untuk menyelesaikan
kewajiban, dan
3. Dapat diprediksi secara memadai jumlah kewajiban yang harus diselesaikan diwaktu yang akan
datang.
Dalam proposal amandemen IAS 37: Provision, Contingent Liabilities and Contingent
Assets, IASB (the International Accounting Standards Board) mengusulkan untuk menghapus
istilah ?Provisions? dan menggantinya dengan istilah baru ?nonfinancial liabilities?. Dalam US
GAAP masalah decommissioning costs tidak diatur karena prinsip yang digunakan adalah kos
historis, meskipun pada dasarnya jika unsur decommissioning costs diakomodasi oleh US GAAP
perlakukan akuntansinya cocok dengan prinsip kehati-hatian atau conservative principle yang
digunakan sebagai basis pengembangan US GAAP. Namun demikian US GAAP tidak
menerapkan prinsip hati-hati untuk mengakui decommissioning costs, dengan kemungkinan
alasan karena objectivitas atau validitas estimasi kos sulit untuk diukur.
Contoh implementasi decommissioning costs adalah sebagai berikut, misalnya dalam rangka
memenuhi ketentuan perizinan pemerintah dalam pengadaan aset tetap, perusahaan diwajibkan
pada akhir masa pakai aktiva tetap perusahaan harus membongkar aktiva tetap, membersihkan
lokasi penempatan aktiva tetap, dan mengembalikan tanah seperti keadaan semula. Kondisi
semacam ini memenuhi ketentuan sebagai kewajiban masa sekarang sebagai akibat peristiwa masa
lalu (pengadaan aset tetap), yang kemungkinan besar akan mengakibatkan arus keluar sumberdaya
di masa yang akan datang. Pengakuan kos atas peristiwa di masa yang akan datang semacam ini
memerlukan estimasi yang cukup cermat, mengingat estimasi berhubungan dengan jangka waktu
yang cukup panjang, yang sangat rentan dengan berbagai kemungkinan yang bisa mempengaruhi
ketepatan estimasi, paling tidak bisa sangat dipengaruhi oleh evolusi atau bahkan revolusi
perubahan teknologi, yang kemungkinan besar akan mempengarui
realisasi decommissioning dan dismantling costs.
Untuk mengatasi kerumitan estimasi, IAS 37 memberikan arahan teknis dengan menyatakan
bahwa estimasi yang terbaik adalah dengan cara mengukur dengan
tepat decommissioning dan dismantling costs pada akhir masa kegunaan aset tetap, kemudian
mengukurnya dengan nilai sekarang (discounted to present value), selanjutnya present value dari
kedua unsur kos tersebut dimasukkan sebagai bagian dari kos perolehan aset tetap. Meskipun telah
disediakan arahan teknis semacam ini, kesulitan dalam praktik tetap akan terjadi, karena yang
menjadi persoalan utama adalah pada teknis pengukuran secara tepat prediksi potensi kos yang
akan terjadi pada akhir umur ekonomis aset tetap, bukan pada bagaimana mengukur nilai sekarang
dari kedua unsur kos tersebut. Dari kaca mata US GAAP, masalah berat seperti ini barangkali yang
membuat US GAAP tidak mengatur standard tentang unsur biaya semacam ini.
Perlu difahami bahwa dismantling costs, legal costs atau constructive obligations, yang
merupakan bagian dari kos perolehan aset tetap, tidak diperkenankan untuk diperluas sampai
dengan kos operasional aset tetap di waktu yang akan datang, mengingat kos operasional di waktu
yang akan datang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban masa sekarang (present obligation).
Konsekuensi dari ketentuan kapitalisasi dismantling costs maka dismantling costs harus
dibebankan ke masing-masing periode yang menikmati jasa aset tetap melalui prosedur
depresiasi. Pada masing-masing periode dismantling costs harus disesuaikan dengan
perkembangan informasi terbaru dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan
prediksi dismantling costs. Kenaikan nilai cadangan (provision) dari dismantling costs dilaporkan
sebagai bunga atau semacam biaya pendanaan.
Beberapa contoh decommissioning costs atau dismantling costs yang harus diakui pada saat
perolehan aset tetap, misalnya sebagai berikut:
Contoh 1:
Kasus lease premises (leasing aset tetap). Misalnya dalam transaksi leasing terdapat kewajiban
bagi lessee atau pembeli bahwa pada akhir umur ekonomi aset tetap harus mengosongkan lokasi
penempatan aset tetap, atau harus membongkar dan memindahkan aset tetap ke lokasi lain. Dalam
hal terjadi kasus semacam, jika leasing termasuk kategori leasing pendanaan (finance lease), maka
taksiran biaya pembongkaran dan pemindahan aset (distmantling dan decommissioning
costs) harus dikapitalisasi atau dibukukan sebagai bagian dari kos aset tetap, dan didepresiasi
selama umur ekonomi aset tetap. Dalam hal leasing termasuk sebagai kategori leasing operasional,
kos semacam ini harus dipalorkan sebagai beban ditangguhkan (deferred charge). Dalam US
GAAP kos semacam ini tidak diperlakukan sebagai kos aset tetap, karena kos aset tetap diukur
berdasarkan kos yang telah terjadi (historical costs), dan tidak termasuk kos yang kemungkinan
akan terjadi.

Contoh 2:
Kepemilikan aset tetap (owned premises). Mesin dalam contoh 1 dipasang pada lokasi pabrik
yang dimiliki perusahaan. Pada akhir umur ekonomi mesin, perusahaan memiliki opsi untuk
membongkar dan memindahkan mesin serta menanggung seluruh biaya pembongkaran dan
pemindahan mesin, atau membiarkan mesin tetap ditempatnya dan tidak dioperasikan lagi. Jika
perusahaan memilih tidak membongkar dan memindahkan mesin, maka akibat yang ditimbulkan
adalah menurunkan nilai wajar (fair value) dari lokasi mesin, jika perusahaan memutuskan untuk
menjual lokasi mesin sebagaimana adanya. Tetapi karena tidak ada kewajiban legal untuk
membongkar dan memindahkan aset tetap, dalam hal ini mesin, maka kos pembongkaran tersebut
tidak dimasukkan sebagai bagian kos dari aset tetap. Semestinya kos pembongkaran harus tetap
diakui sebagai kos aset tetap, agar perlakuan akuntansinya konsisten dengan kasus nomor 1 (satu)
di atas.
Contoh 3:
Dengan menggunakan kasus yang sama seperti contoh 1 dan 2, misalnya dalam kasus ini pemilik
perusahaan memberi opsi kepada fihak ketiga untuk membeli perusahaan pada akhir tahun ke 5,
yaitu akhir umur ekonomis aset tetap. Di dalam menawarkan opsi, secara verbal pemilik
perusahaan mengatakan bahwa perusahaan akan dalam keadaan bersih, seluruh mesin serta
perlengkapan kantor akan disingkirkan dari lokasi pabrik. Pemilik perusahaan berharap bahwa
pembeli opsi menjadi tertarik karena biaya pembongkaran aset tetap (dalam hal ini mesin)
ditanggung oleh penjual, yaitu dalam bentuk janji untuk membersihkan pabrik dari mesin-mesin
lama. Dalam kasus semacam ini, meskipun status legalnya kemungkinan masih dapat
dipertanyakan, tetapi secara janji semacam ini telah memunculkan kewajiban
konstruktif (constructive obligation) dan harus diakui sebagai decommissioning costs.
Contoh 4:
PT X bergerak dalam produksi bahan-bahan kimia. Perusahaan memasang tank bawah tanah
untuk menyimpan berbagai jenis bahan kimia. Tank dipasang pada saat perusahaan membeli
fasilitas pabrik tujuh tahun yang lalu. Pada bulan Februari 2009 pemerintah mengeluarkan
peraturan yang mengharuskan perusahaan untuk membongkar tank semacam ini pada saat tank
sudah tidak digunakan lagi. Dalam kasus semacam ini maka mulai sejak dikeluarkan peraturan
pemerintah perusahaan harus mengakui decomissioning obligation.

Misalnya dalam kasus PT X ini, dalam kegiatan operasionalnya perusahaan juga menggunakan
cairan kimia untuk membersihkan peralatan pabrik yang dimilikinya, yang ditempatkan dalam
penampungan yang khusus dirancang untuk tujuan tersebut. Penampungan dan tanah sekitarnya
yang semuanya adalah milik PT X, terkontaminasi oleh pembersih berbahan kimia tersebut. Pada
tanggal 1 Februari 2009 pemerintah menerbitkan peraturan yang berisi keharusan untuk
membersihkan dan membuang limbah produksi yang membahayakan pada akhir penggunaan
fasilitas penampungan sisa bahan kimia. Atas berlakunya peraturan pemerintah tersebut, berakibat
timbulnya keharusan untuk mengakui dengan segera biaya pembersihan dan pembuangan limbah
industri (decommissioning costs and obligation) yang berhubungan dengan kontaminasi yang
telah terjadi.
Tentang kemungkinan terjadinya perubahan taksiran decommissioning costs dan dismantling
costs, IFRIC nomor 1 menginterpretasikan bahwa penyesuaian hanya diperlukan untuk sisa umur
aset tetap, atau berlaku secara prospektif, dan tidak berlaku secara restrospektif.
Inilah salah satu perbedaan antara US GAAP dan IFRS, karena US GAAP berbasis kos historis,
maka dismantling dan decommissioning costs tidak diakui. Utang bersyarat yang selama ini
diakomodasi oleh US GAAP adalah bukan untuk konteks semacam ini, misalnya hutang hadiah,
utang garansi, atau utang karena adanya tuntutan hukum fihak ketiga, yang jumlah nominalnya
relatif lebih mudah pengukurannya. Hambatan yang akan dihadapi pada saat IFRS diterapkan
adalah pada penaksiran atau pengukuran dismantling costs dan taksiran kos lain yang akan timbul
pada saat aset tetap dihentikan pemanfaatannya. Namun demikian IFRIC nomor 1, telah
memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi hambatan ini.

Anda mungkin juga menyukai