Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON HEMORAGIC

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi Stroke

Menurut WHO (2010), stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang

berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa

adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. Termasuk disini perdarahan

subarachnoid, perdarahan intraserebral, dan infark serebral.

Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan

neurologis yang disebabkan oleh gangguan suplai darah pada bagian otak

(Bowman dalam Black & Hawks, 2013).

Definisi Stroke non hemoragik (stroke iskemik)

Stroke iskemik atau “brain attack” adalah kehilangan fungsi yang tiba-

tiba sebagai akibat dari gangguan suplai darah ke bagian-bagian otak, akibat

sumbatan baik sebagian atau total pada arteri. Tipe stroke ini terjadi hampir

80% dari kejadian stroke (Goldszmidt & Caplan, 2011).

B. Etiologi stroke non hemoragik

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke non hemoragik


antara lain :

1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami
oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa
menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat
terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta


berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat
terjadi melalui mekanisme berikut :

1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran


darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian
robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit


meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis ( radang pada arteri )


2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak


oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30
detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart


Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan
sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-
embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
C. Manifestasi klinik stroke
Manifestasi klinik klien yang terkena serangan stroke menurut (Black &
Hawk, 2009), bervariasi tergantung pada penyebabnya, luas area neuron
yang rusak, lokasi neuron yang terkena serangan, dan kondisi pembuluh
darah kolateral di serebral. Manifestasi dari stroke iskemik termasuk
hemiparesis sementara, kehilangan fungsi wicara dan hilangnya hemisensori
(Black & Hawk, 2009). Stroke dapat dihubungkan dengan area kerusakan
neuron otak maupun defisit neurologi, menurut Smeltzer dan Bare (2002)
manifestasi klinis dari stroke meliputi:
1. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah
stroke, yang biasanya desebabkan karena stroke pada bagian anterior atau
bagian tengah arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian
motorik dari kortek frontal.
2. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan
berkomunikasi,termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami
bahasa lisan. Terjadi jika pusat bahasa primer yang terletak di
hemisfer yang terletak di hemisfer kiri serebelum tidak mendapatkan
aliran darah dari arteri serebral tengah karena mengalami stroke, ini
terkait erat dengan area wernick dan brocca.
3. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit
untuk mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab
untuk menghasilkan bicara.
4. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
5. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena
stroke pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang
mengatur proses menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX
(glossofarengeus) dan N XII (hipoglosus).
6. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan
seperti diplopia.
7. Horner’s syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada
mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas,
kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya
air mata.
8. Unilateral neglected merupakan ketidak mampuan merespon stimulus dari
sisi kontralateral infark serebral, sehingga mereka sering mengabaikan
salah satu sisinya.
9. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus
parietal yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.
10. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang
mengatur perilaku dan emosi mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu
bagian kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar
pituitari yang mempengarui korteks motorik dan area bahasa.
11. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah
satu bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih,
yang kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak
tentang pengisian kandung kemih tetapi otak tidak dapat
enginterpretasikan secara benar pesan tersebut dan tidak
mentransmisikan pesan ke kandung kemih untuk tidak mengeluarkan
urin. Ini yang menyebabkan terjadinya frekuensi urgensi dan
inkontinensia.

D. Pemeriksaan Stroke Non Hemoragik


1. Pemeriksaan Fisik

Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab


stroke ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang
menyerupai stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang
dialami. Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan
leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings.
Pemeriksaan terhadap faktor kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli,
perdarahan), jantung (ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer
(palpasi arteri karotis, radial, dan femoralis). Pasien dengan gangguan
kesadaran harus dipastikan mampu untuk menjaga jalan napasnya
sendiri.

2. Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi


gejala stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki
gejala seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk
mengetahui keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan
neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran,
pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral,
gait, dan refleks tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun
harus diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya
kelemahan otot wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bell’s palsy di
mana pada Bell’s palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu
mengangkat alis atau mengerutkan dahinya.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran


dan mungkin pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia,
trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun
dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini
seperti anemia.

Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi


kelainan yang memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia,
hiponatremia) atau dapat pula menunjukka penyakit yang diderita pasien
saat ini (diabetes, gangguan ginjal).

Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan


koagulopati pada pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika
digunakan terapi trombolitik dan antikoagulan.

Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara


stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung
dengan hasil yang buruk dari stroke.

4. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras

Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke


hemoragik dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien
stroke non hemoragik memerlukan pemberian trombolitik sesegera
mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan
stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT
scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam
setelah stroke terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan
terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah
hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan ulang
mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA
(oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-
white matter.

b. CT perfussion

Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk


mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan
melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region
otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut.

c. CT angiografi (CTA)

Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan


CT angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek
pengisian arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari
pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat
memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami
hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.

d. MR angiografi (MRA)

MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan


oklusi lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan
pemeriksaan MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta
waktu pemeriksaan yang agak panjang. Protokol MRI memiliki
banyak kegunaan untuk pada stroke akut. MR T1 dan T2 standar
dapat dikombinasikan dengan protokol lain seperti diffusion-
weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted imaging (PWI)
untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke non
hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada
CT scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik
pada daerah kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di
otak dengan cara yang serupa dengan CT perfusion. Kontras
dimasukkan dan beberapa gambar dinilai dari waktu ke waktu serta
dibandingkan.

e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray

Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika


dicurigai stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan
pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial dopler berguna untuk
mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di
antaranya MCA, arteri karotis intrakranial, dan arteri vertebrobasiler.
Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien
dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi
diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat
untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang
juga berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan
foto thoraks.

E. Penatalaksanaan medis

1. Terapi Trombolitik

Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan


secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute of
Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA diberikan
dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9
mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara
bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral,
yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat
telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996.

2. Antikoagulan

Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak
artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark
lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang
memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri basilaris,
trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada
keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.

a. Warfarin

Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan


protein plasma. Waktu paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati,
ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading dose), diikuti setelah 48
jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.

b. Heparin

Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin


melepas lipoprotein lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin.
Waktu paro plasma: 50-150 menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus
kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari. Bolus initial 50
mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau glukose.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal:
5-7 menit, dan level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.

3. Hemoreologi

Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu


peningkatan hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas
trombosit, peningkatan kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit,
keadaan ini menimbulkan gangguan pada aliran
darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi
yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara:
meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan
mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis
16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam
sesudah onset.

4. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)

a. Aspirin

Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara


menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-
macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin
harus diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen.
Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine,
tergantung pH. Sekitar 85 persen dari obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga:
sindrom Reye.

b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi


aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini
bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet
dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai
oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari
selama 3 bulan. Komplikas yang lebih serius, teyapi jarang, adalah
pur-pura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.

5. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika


kondisi pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti
infark serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark
harus dilakukan.

a. Karotis Endarterektomi

Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna


yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di
daerah sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis
interna yang sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah
prosedur bedah untuk membersihkan plak dan membuka arteri karotis
yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin lebih baik
digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.

Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah


vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat
prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey.
Stroke – Surgery)

b. Angioplasti dan Sten Intraluminal

Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral


serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen
pada stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan
dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk
terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk
beberapa pasien. CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti
angioplasty untuk penyakit jantung.

1) Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam


arteri di lipatan paha

2) Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di


arteri karotis

3) Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan


balon kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)

4) Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter


biasanya meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam
pembuluh darah untuk menjaga agar pembuluh darah tetap
terbuka (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian Primer : Primary Survey ( Airway atau jalan nafas, Breathing/


pernapasan, Circulation/ sirkulasi, Disability)
B. Pengkajian sekunder : ( pemeriksaan fisik umum/ head toe toe,
laboratorium dan penunjang lainnya)
C. Diagnosa keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik
2. Hambatan komunikasi verbal
3. Defisit perawatan diri
4. Resiko jatuh
5. Resiko trauma
6. Resiko kerusakan integritas kulit
D. Intervesi keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik
Tujuan : setelah dilkakukan tindakan keperawatan di harap klien
mampu melakukan aktivitas secara mandi
Kriteria hasil :
a. Klien meigkat dalam aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari peningkatan mebilisasi
c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
b. Kaji kemampuan dalam mobilisasi
c. Dampingi dan bantu keluarga pasien saat klien membutuhkan
bantuan mobilisasi
d. Ajarkan keluarga pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
bantuan bila diperlukan
2. Hambatan komunikasi verbal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharap klien mampu
berkomunikasi dengan baik
Kriteria hasil :
a. Lisan, tulisan dan non verbal meningkat
b. Komunikasi reseptif (kesulitan berbicara) ekspresi pesan verbal
dan atau non verbal yang bermakna

Intervensi :

a. Kaji tanda-tanda vital pasien


b. Kaji kemampun komunikasi klien
c. Beri kalimat simple yang mudah di pahami saat berkomunikasi
d. Dorong pasien berkomunikasi secara perlahan dan untuk
mengulangi permintaan
e. Konsultasikan dengan dokter tentang terapi wicara

3. Defisit perawatan diri


Tujuan : setelah dilakukan tindakan diharap klien mampu melakukan
tindakan perawatan diri secara mandiri
Kriteria hasil :
a. Perawatan diri : aktivitas kehidupan drhsri-hsri (ADL) mampu
untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara
mandiri atau dengan alat bantu
b. Perawatan diri hygiene : mampu untuk mempertahankan
kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandri dengan atau
tanpa alat bantu

Intervensi :

a. Kaji kemampuan klien untuk melakukan perawatan hygiene


b. Pantau integritas kulit pasien
c. Fasilitasi diri hygiene pasien
d. Beri bantuan sampai klien sepenuhnya dapat mengasumsikan
perawatan hygiene
e. Ajarkan kepada keluarga berpartisipasi saat dilakukan perawatan
hygiene

4. Resiko jatuh
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko jatuh tidaak
terjadi
Kriteria hasil :
a. Perilaku pencegahan jatuh : tindakan individu atau pemberi
asuhan untuk meminimalkan faktir resiko yag dapat memicu
jatuuh dilingkungan iindividu

Intervensi keperawatan :

a. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi resiko jatuh


b. Identifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat
meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
c. Identifikasi karakteristik lingkungan yang dapat meningkatkan
potensi untuk jatuh
d. Memberikan pengawasan yang ketat terhadap resiko jatuh klien
e. Ajarkan kepada keluarga klien untuk berpartisipasi keselamatan
dalam kegiatan sehari-hari

5. Resiko trauma
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharap klien mampu
meminimalkan resiko trauma
Kriteria hasil :
a. Klien terbebas dari trauma fisik
b. Dapat mendeteksi resiko
c. Mampu mengendalikan resiko

Intervesi keperawatan :
a. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif pasien da riwayat terdahulu pasien
b. Menghindari lingkungan yang berbahaya
c. Mengotrol lingkungan dari kebisingan
d. Beri penjelasan pada pasien dan keluarga adanya perubahan status
kesehatan dan pnyebab penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Bowman, Lisa. (2009). Management Of Client With Acute Stroke. In: Black, Joice M.
& Jane Hokanson Hawks, Medical Surgical Nursing: Clinical Management For
Positive Outcome (8th ed., pp 1843-1871). Philadelpia: WB. Saunders Company

Goldszmidt, Adrian J & Caplan, Louis R. (2011). Esensial Stroke. Jakarta: EGC

Go, Alan S., Mozaffarin, D., Roger, Veronique L., Benjamin, Emelia J., Berry, Jarett
D., Borden, William D. (2013). Heart Disease and Stroke Statistics—2013
Update: A Report From the American Heart Association. 127, e132-e139.

Price, Sylvia Anderson. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Smelzer, Suzanne C dan Brenda Bare. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook of
Medical Surgical Nursing 10th ed. Philadelpia: Lippincot Williams & Wilkins

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC

World Health Organization. (2006). Neurological Disorders : Public Health


Challenges. pp 151-162. Switzerland: WHO Press

Zomorodi, Meg. (2011). Nursing Management Stroke. In: Lewis, Sharon L et al,
Medical Surgical Nursing: Assessment And Management Of Clinical Problem
(8th ed., pp. 1459-1484). United States of America: Elsevier Mosby
RESUME KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA

NN “A” DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDISITIS

DIRUANG UNIT GAWAT DARURAT (IGD)

RSUD SAWERIGADING PALOPO

TAHUN 2020

FITRIANI
SDK161008

CI LAHAN CI INSTITUSI

(Desi Ariatri, S.Kep, Ns) (Baso Maga, S.Kep., M.Kes.)

SEKOLAH TINGGIL ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

NON HEMORAGIC STROKE

FITRIANI
SDK161008

CI LAHAN CI INSTITUSI

(Desi Ariatri, S.Kep, Ns) (Baso Maga, S.Kep., M.Kes.)

SEKOLAH TINGGIL ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
TAHUN 2019
RESUME KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN PADA

NY “Y” DENGAN DIAGNOSA MEDIS NON HEMORAGIC STROKE

DIRUANG UNIT GAWAT DARURAT (IGD)

RSUD SAWERIGADING PALOPO

TAHUN 2020

FITRIANI
SDK161008

CI LAHAN CI INSTITUSI

(Desi Ariatri, S.Kep, Ns) (Baso Maga, S.Kep., M.Kes.)

SEKOLAH TINGGIL ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS

FITRIANI
SDK161008

CI LAHAN CI INSTITUSI

(Desi Ariatri, S.Kep, Ns) (Baso Maga, S.Kep., M.Kes.)

SEKOLAH TINGGIL ILMU KESEHATAN (STIKES)


DATU KAMANRE
TAHUN 2019

Anda mungkin juga menyukai