Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zuhud merupakan suatu sifat menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniaan, tetapi
bukan membenci semua yang berbau dunia atau meninggalkan dunia kemudian mencintai
akhirat dengan segalanya. Melainkan harus ada keseimbanggan antara kehidupan di dunia
dan akhirat bahwasanya ada korelasi antara mementingkan kehidupan didunia dan kehidupan
diakhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hilangnya sesuatu tersebut dan
karena (seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehiduan
akhirat.dari definisi zuhud menurut istilah dan bahasa dapat ditarik kesimpulan kalu segala
sesuatu yang kita miliki didunia ini segalanya akan hilang tak ada yang abadi.dengan
menanamkan sifat zuhud maka akan tumbuh dalam dirikita sifat mencintai Allah swt, dal
lebih mementingkan akhirat di banding dunia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari zuhud?

2. Apa saja tingkatan dari zuhud ?

3. Faktor apa sajakah yang menimbulkan sifat zuhud?

C. Tujuan Penulisan

a. Agar mengetahui pengertian dari zuhud kemudian menanamkanya dalam kehidupan

b. Mengetahui cara-cara berzuhud

1|ZUHUD
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZUHUD
Dunia itu seperti salju yang diletakkan pada matahari, yang senantiasa akan hancur sampai
habis. Akhirat itu seperti mutiara yang tidak akan binasa baginya. Menurut istilah zuhud
memiliki beberapa pengertian :

1. Ibnu Taimiyah, ”Zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan
akhirat”.

2. Imam Al Qusyairy, ”Zuhud adalah tidak merasa bangga terhadap kemewahan dunia yang
dimiliki dan tidak merasa sedih ketika kehilangan harta”.

3. Imam Al Ghazali, ”Zuhud adalah mengurangi keinginan untuk menguasai kemewahan


dunia sesuai dengan kadar kemampuannya”.

4. Hasan Al-Bashri, ”Zuhud itu bukanlah mengharamkan yang halal atau menyia-nyiakan
harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah engkau lebih mempercayai apa yang ada di tangan
Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Keadaanmu antara ketika tertimpa musibah dan
tidak adalah sama saja, sebagaimana sama saja di matamu antara orang yang memujimu
dengan yang mencelamu dalam kebenaran”.

Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Zuhud adalah dimana seseorang itu
tidak terlalu mementingkan harta kekayaan dunia atau dunia. Harta kekayaan atau dunia
hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hakiki yakni kehidupan akhirat.

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hinanyasesuatu tersebut dan
karena (seseorang) tidak memerlukannya.

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaatdemi kehiduan
akhirat

Sebagian orang salah paham dengan istilah zuhud. Dikira zuhud adalah hidup tanpa harta.
Dikira zuhud adalah hidup miskin. Lalu apa yang dimaksud dengan zuhud yang sebenarnya.

Dalam hadits di atas terdapat dua nasehat, yaitu untuk zuhud pada dunia, ini akan
membuahkan kecintaan Allah, dan zuhud pada apa yang ada di sisi manusia, ini akan
mendatangkan kecintaan manusia

B. Penyebutan Zuhud Terhadap Dunia dalam Al


Qur’an dan Hadits
Masalah zuhud telah disebutkan dalam beberapa ayat dan hadits. Di antara ayat yang

2|ZUHUD
menyebutkan masalah zuhud adalah firman Allah Ta’ala tentang orang mukmin di kalangan
keluarga Fir’aun yang mengatakan,

ٌ ‫) َيا قَ ْو ِم ِإنَّ َما َه ِذ ِه ْال َح َياة ُ الدُّ ْن َيا َمت َا‬38( ‫الرشَا ِد‬
َ ‫ع َو ِإ َّن ْاْلَ ِخ َرةَ ه‬
‫ِي‬ َ ‫ون أ َ ْه ِد ُك ْم‬
َّ ‫س ِبي َل‬ ِ ُ‫َوقَا َل الَّذِي آ َ َمنَ َيا قَ ْو ِم اتَّ ِبع‬

39( ‫ار ْالقَ َر ِار‬


ُ َ‫د‬

“Orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan menunjukkan
kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah
kesenangan )sementara( dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” )QS. Ghafir:
38-39)

Dalam Ayat Lainnya, Allah Ta’ala Berfirman,

‫) َو ْاْلَ ِخ َرة ُ َخي ٌْر َوأَ ْبقَى‬16( ‫) بَ ْل تُؤْ ثِ ُرونَ ْال َحيَاةَ الدُّ ْنيَا‬17(

“Tetapi kamu )orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat
adalah lebih baik dan lebih kekal.” )QS. Al A’laa: 16-17)

Mustaurid berkata bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫سبَّا َب ِة – فِى ْال َي ِم فَ ْل َي ْن‬


‫ظ ْر ِب َم َي ْر ِج ُع‬ َ ‫ص َب َعهُ َه ِذ ِه – َوأَش‬
َّ ‫َار َيحْ َيى ِبال‬ ْ ‫اْلخ َرةِ ِإالَّ ِمثْ ُل َما َيجْ َع ُل أ َ َحد ُ ُك ْم ِإ‬
ِ ‫َّللاِ َما الدُّ ْن َيا فِى‬
َّ ‫َو‬

“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding akhirat melainkan seperti jari salah seorang dari
kalian yang dicelup -Yahya berisyarat dengan jari telunjuk- di lautan, maka perhatikanlah apa
yang dibawa.” )HR. Muslim no. 2858(

Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan, “Dunia seperti air yang tersisa di jari ketika
jari tersebut dicelup di lautan sedangkan akhirat adalah air yang masih tersisa di lautan”
Bayangkanlah, perbandingan yang amat jauh antara kenikmatan dunia dan akhirat!

Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ٍ‫سقَى كَافِ ًرا ِم ْن َها ش َْر َبةَ َماء‬


َ ‫ض ٍة َما‬ ِ َ‫لَ ْو كَان‬
َّ َ‫ت الدُّ ْنيَا تَ ْع ِد ُل ِع ْند‬
َ ‫َّللاِ َجنَا َح بَعُو‬

“Seandainya harga dunia itu di sisi Allah sebanding dengan sayap nyamuk tentu Allah tidak
mau memberi orang orang kafir walaupun hanya seteguk air.” )HR. Tirmidzi no. 2320.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

3|ZUHUD
C. Tiga Makna Zuhud Terhadap Dunia
Yang dimaksud dengan zuhud pada sesuatu –sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Rajab Al
Hambali- adalah berpaling darinya dengan sedikit dalam memilikinya, menghinakan diri
darinya serta membebaskan diri darinya. Adapun mengenai zuhud terhadap dunia para ulama
menyampaikan beberapa pengertian, di antaranya disampaikan oleh sahabat Abu Dzar.

Abu Dzar Mengatakan,

َّ ‫ضا َع ِة ْال َما ِل َولَ ِك َّن‬


‫الزهَادَةَ فِى الدُّ ْن َيا أ َ ْن الَ ت َ ُكونَ ِب َما فِى َيدَيْكَ أ َ ْوثَقَ ِم َّما فِى‬ َ ‫ت ِبتَحْ ِر ِيم ْال َحالَ ِل َوالَ ِإ‬ َ ‫الزهَادَة ُ فِى الدُّ ْن َيا لَ ْي‬
ْ ‫س‬ َّ
ََ‫ت لك‬ ُ َ َ
ْ َ‫َب فِي َها ل ْو أنَّ َها أ ْب ِقي‬ َ
َ ‫صبْتَ بِ َها أ ْرغ‬ ُ َ َ
ِ ‫صيبَ ِة إِذا أ ْنتَ أ‬ ْ َ ُ َ
ِ ‫َّللاِ َوأ ْن تَكونَ فِى ث َوا‬
ِ ‫ب ال ُم‬ َّ ‫ى‬ ِ َ‫يَد‬

“Zuhud terhadap dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan bukan juga menyia-
nyiakan harta. Akan tetapi zuhud terhadap dunia adalah engkau begitu yakin terhadapp apa
yang ada di tangan Allah daripada apa yang ada di tanganmu. Zuhud juga berarti ketika
engkau tertimpa musibah, engkau lebih mengharap pahala dari musibah tersebut daripada
kembalinya dunia itu lagi padamu.”

Yunus bin Maysaroh menambahkan pengertian zuhud yang disampaikan oleh Abu Dzar.
Beliau menambahkan bahwa yang termasuk zuhud adalah, “Samanya pujian dan celaan
ketika berada di atas kebenaran”

Cobalah kita perhatikan penjelasan dari Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah terhadap tiga
unsur dari pengertian zuhud yang telah disebutkan di atas.

Pertama: Zuhud adalah yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih diharap-harap dari
apa yang ada di sisinya. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang kokoh pada Allah.
Oleh karena itu, Al Hasan Al Bashri menyatakan, “Yang menunjukkan lemahnya
keyakinanmu, apa yang ada di sisimu (berupa harta dan lainnya –pen) lebih engkau harap
dari apa yang ada di sisi Allah.”

Abu Hazim –seorang yang dikenal begitu zuhud- ditanya, “Apa saja hartamu?” Ia pun
berkata, “Aku memiliki dua harta berharga yang membuatku tidak khawatir miskin: [1] rasa
yakin pada Allah dan [2] tidak mengharap-harap apa yang ada di sisi manusia.”

Lanjut lagi, ada yang bertanya pada Abu Hazim, “Tidakkah engkau takut miskin?” Ia
memberikan jawaban yang begitu mempesona, “Bagaimana aku takut miskin sedangkan
Allah sebagai penolongku adalah pemilik segala apa yang ada di langit dan di bumi, bahkan
apa yang ada di bawah gundukan tanah?!”

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Hakikat zuhud adalah ridho pada Allah ‘azza wa jalla.”
Ia pun berkata, “Sifat qona’ah, itulah zuhud. Itulah jiwa yang “ghoni”, yaitu selalu merasa
cukup.”Intinya, pengertian zuhud yang pertama adalah begitu yakin kepada Allah.

Kedua: Di antara bentuk zuhud adalah jika seorang hamba ditimpa musibah dalam hal dunia

4|ZUHUD
berupa hilangnya harta, anak atau selainnya, maka ia lebih mengharap pahala dari musibah
tersebut daripada dunia tadi tetap ada. Ini tentu saja dibangun di atas rasa yakin yang
sempurna.

Siapakah yang rela hartanya hilang, lalu ia lebih harap pahala?! Yang diharap ketika harta itu
hilang adalah bagaimana bisa harta tersebut itu kembali, itulah yang dialami sebagian
manusia. Namun Abu Dzar mengistilahkan zuhud dengan rasa yakin yang kokoh. Orang yang
zuhud lebih berharap pahala dari musibah dunianya daripada mengharap dunia tadi tetap ada.
Sungguh ini tentu saja dibangun atas dasar iman yang mantap.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini telah mengajarkan do’a yang sangat bagus
kandungannya, yaitu berisi permintaan rasa yakin agar begitu ringan menghadapi musibah.
Do’a tersebut adalah,

ِ ‫طا َعتِكَ َما ت ُ َب ِلغُنَا ِب ِه َج َّنتَكَ َو ِمنَ ْال َي ِق‬


‫ين َما ت ُ َه ِونُ ِب ِه َعلَ ْينَا‬ ِ ‫اللَّ ُه َّم ا ْق ِس ْم لَنَا ِم ْن َخ ْش َيتِكَ َما َي ُحو ُل َب ْينَنَا َو َبيْنَ َم َع‬
َ ‫اصيكَ َو ِم ْن‬
‫ت الدُّ ْنيَا‬ِ ‫صيبَا‬ ِ ‫ُم‬

Ya Allah, curahkanlah kepada kepada kami rasa takut kepadaMu yang menghalangi kami
dari bermaksiat kepadaMu, dan ketaatan kepadaMu yang mengantarkan kami kepada
SurgaMu, dan curahkanlah rasa yakin yang dapat meringankan berbagai musibah di dunia)
(HR. Tirmidzi no. 3502. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan). Inilah di
antara tanda zuhud, ia tidak begitu berharap dunia tetap ada ketika ia tertimpa musibah.
Namun yang ia harap adalah pahala di sisi Allah.

Ketiga: Zuhud adalah keadaan seseorang ketika dipuji atau pun dicela dalam kebenaran itu
sama saja. Inilah tanda seseorang begitu zuhud pada dunia, menganggap dunia hanya suatu
yang rendahan saja, ia pun sedikit berharap dengan keistimewaan dunia. Sedangkan
seseorang yang menganggap dunia begitu luar biasa, ia begitu mencari pujian dan benci pada
celaan. Orang yang kondisinya sama ketika dipuji dan dicela dalam kebenaran, ini
menunjukkan bahwa hatinya tidak mengistimewakan satu pun makhluk. Yang ia cinta adalah
kebenaran dan yang ia cari adalah ridho Ar Rahman.

Orang yang zuhud selalu mengharap ridho Ar Rahman bukan mengharap-harap pujian
manusia. Sebagaimana kata Ibnu Mas’ud, “Rasa yakin adalah seseorang tidak mencari ridho
manusia, lalu mendatangkan murka Allah. Allah sungguh memuji orang yang berjuang di
jalan Allah. Mereka sama sekali tidaklah takut pada celaan manusia.”

Al Hasan Al Bashri mengatakan, “Orang yang zuhud adalah yang melihat orang lain, lantas
ia katakan, “Orang tersebut lebih baik dariku”. Ini menunjukkan bahwa hakekat zuhud adalah
ia tidak menganggap dirinya lebih dari yang lain. Hal ini termasuk dalam pengertian zuhud
yang ketiga.

Pengertian zuhud yang biasa dipaparkan oleh ulama salaf kembali kepada tiga pengertian di
atas. Di antaranya, Wahib bin Al Warod mengatakan, “Zuhud terhadap dunia adalah
seseorang tidak berputus asa terhadap sesuatu yang luput darinya dan tidak begitu berbangga

5|ZUHUD
dengan nikmat yang ia peroleh.” Pengertian ini kembali pada pengertian zuhud yang kedua.

Dunia Tidak Tercela Secara Mutlak


Ada sebuah perkataan dari ‘Ali bin Abi Tholib namun dengan sanad yang dikritisi. ‘Ali
pernah mendengar seseorang mencela-cela dunia, lantas beliau mengatakan, “Dunia adalah
negeri yang baik bagi orang-orang yang memanfaatkannya dengan baik. Dunia pun negeri
keselamatan bagi orang yang memahaminya. Dunia juga adalah negeri ghoni (yang
berkecukupan( bagi orang yang menjadikan dunia sebagai bekal akhirat. …”

Oleh karena itu, Ibnu Rajab mengatakan, “Dunia itu tidak tercela secara mutlak, inilah yang
dimaksudkan oleh Amirul Mukminin –‘Ali bin Abi Tholib-. Dunia bisa jadi terpuji bagi siapa
saja yang menjadikan dunia sebagai bekal untuk beramal sholih.”

Ingatlah baik-baik maksud dunia itu tercela agar kita tidak salah memahami! Dunia itu jadi
tercela jika dunia tersebut tidak ditujukan untuk mencari ridho Allah dan beramal sholih.

Zuhud Bukan Berarti Hidup Tanpa Harta


Sebagaimana sudah ditegaskan bahwa dunia itu tidak tercela secara mutlak. Namun sebagian
orang masih salah paham dengan pengertian zuhud. Jika kita perhatikan pengertian zuhud
yang disampaikan di atas, tidaklah kita temukan bahwa zuhud dimaksudkan dengan hidup
miskin, enggan mencari nafkah dan hidup penuh menderita. Zuhud adalah perbuatan hati.
Oleh karenanya, tidak hanya sekedar memperhatikan keadaan lahiriyah, lalu seseorang bisa
dinilai sebagai orang yang zuhud. Jika ada ciri-ciri zuhud sebagaimana yang telah diutarakan
di atas, itulah zuhud yang sebenarnya. Berikut satu kisah yang bisa jadi pelajaran bagi kita
dalam memahami arti zuhud.

Abul ‘Abbas As Siroj, ia berkata bahwa ia mendengar Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa
‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa ayahnya )Fudhail bin ‘Iyadh( berkata pada Ibnul
Mubarok,

‫ كيف ذا ؟‬،‫ ونراك تأتي بالبضائع‬،‫ والبلغة‬،‫أنت تأمرنا بالزهد والتقلل‬

“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan
(tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa
begitu?”

Ibnul Mubarok mengatakan,

‫ وأستعين به على طاعة ربي‬،‫ وأكرم عرضي‬،‫ إنما أفعل ذا الصون وجهي‬،‫يا أبا علي‬.

6|ZUHUD
“Wahai Abu ‘Ali )yaitu Fudhail bin ‘Iyadh(. Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk
menjaga wajahku dari ‘aib )meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan
kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”.

FAKTOR – FAKTOR TIMBULNYA RASA ZUHUD


Zuhud merupakan salah satu kedudukan yang sangat penting dalam tasawuf. Hal ini dapat
dilihat dari pendapat ulama tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud dalam
pembahasan tentang maqamat,meskipun dengan sistematika yang berbeda – beda. Al-Ghazali
menempatkan zuhud dalam sistematika : al-taubah, al-sabr, al-faqr, al-zuhud, al-tawakkul, al-
mahabbah, al-ma’rifah dan al-ridla. Al-Tusi menempatkan zuhud dalamsistematika : al-
taubah,al-wara’,al-zuhd, al-faqr,al-shabr,al-ridla,al-tawakkul, dan al-ma’rifah. Sedangkan al-
Qusyairi menempatkan zuhud dalam urutan maqam : al-taubah,al-wara’,al-zuhud, al-
tawakkul dan al-ridla.

Jalan yang harus dilalui seorang sufi tidaklah licin dan dapat ditempuh dengan mudah. Jalan
itu sulit,dan untuk pindah dari maqam satu ke maqam yang lain menghendaki usaha yang
berat dan waktu yang bukan singkat, kadang – kadang seorang calon sufi harus bertahun –
tahun tinggal dalam satu maqam.

Para peneliti baik dari kalangan orientalis maupun Islam sendiri saling berbeda pendapat
tentang faktor yang mempengaruhi zuhud. Nicholson dan Ignaz Goldziher menganggap
zuhud muncul dikarenakan dua faktor utama,yaitu : Islam itu sendiri dan kependetaan
Nasrani, sekalipun keduanya berbeda pendapat tentang sejauhmana dampak faktor yang
terakhir.

Harun Nasution mencatat ada lima pendapat tentang asal – usul zuhud. Pertama, dipengaruhi
oleh cara hidup rahib-rahib Kristen. Kedua, dipengaruhi oleh Phytagoras yang megharuskan
meninggalkan kehidupan materi dalamrangka membersihkan roh. Ajaran meninggalkan
dunia dan berkontemplasi inilah yang mempengaruhi timbulnya zuhud dan sufisme dalam
Islam. Ketiga, dipengaruhi oleh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwadalam rangka
penyucian roh yangtelah kotor,sehingga bisa menyatu dengan Tuhan harus meninggalkan
dunia. Keempat, pengaruh Budha dengan faham nirwananya bahwa untukmencapainya orang
harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi. Kelima, pengaruh ajaran Hindu
yang juga mendorong manusia meninggalkan dunia dan mendekatkandiri kepada Tuhan
untuk mencapai persatuan Atman dengan Brahman

Sementara itu Abu al’ala Afifi mencatat empat pendapat parapeneliti tentang faktor atau asal
–usul zuhud. Pertama, berasal dari atau dipengaruhi oleh India dan Persia. Kedua, berasal
dari atau dipengaruhi oleh askestisme Nasrani. Ketiga, berasal atau dipengaruhi oleh berbagai
sumber yang berbeda- beda kemudian menjelma menjadi satu ajaran. Keempat, berasal dari
ajaran Islam. Untukfaktor yang keempat tersebut Afifi memerinci lebih jauh menjadi tiga :

Pertama, faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya, al-Qur’an dan

7|ZUHUD
al-Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untukhidup wara’, taqwa dan zuhud.

Kedua, reaksi arohaniah kaum muslimin terhadap sistemsosial politik dan ekonomi di
kalangan Islam sendiri,yaitu ketika Islam telah tersebar keberbagai negara yangsudah barang
tentu membawa konskuensi – konskuensi tertentu,seperti terbukanya kemungkinan
diperolehnya kemakmuran di satu pihak dan terjadinya pertikaian politik interen umat Islam
yang menyebabkan perang saudara antara Ali ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah,yang
bermula dari al-fitnah al-kubraI yang menimpa khalifahketiga, UstmanibnAffan (35 H/655
M). Dengan adanya fenomena sosial politik seperti itu ada sebagian masyarakat dan
ulamanya tidak inginterlibat dalamkemewahan dunia dan mempunyai sikap tidak mau tahu
terhadap pergolakan yang ada,mereka mengasingkan diri agar tidak terlibat dalam pertikaian
tersebut.

Ketiga, reaksi terhadap fiqih dan ilmukalam, sebab keduanya tidak bisa memuaskan dalam
pengamalan agama Islam. Menurut at-Taftazani, pendapat Afifi yang terakhir ini perlu
ditelitilebih jauh, zuhud bisa dikatakan bukan reaksi terhadap fiqih dan ilmu kalam, karena
timbulnya gerakan keilmuan dalamIslam, seperti ilmu fiqih dan ilmukalam dan sebaginya
muncul setelah praktek zuhud maupun gerakan zuhud. Pembahasan ilmu kalam secara
sistematis timbul setelah lahirnya mu’tazilah kalamiyyah pada permulaan abad II Hijriyyah,
lebih akhir lagi ilmu fiqih,yakni setelah tampilnya imam-imam madzhab, sementara zuhud
dan gerakannya telah lama tersebar luas didunia Islam.

Macam-Macam Zuhud Menurut Ibnul Qayyim


Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah : Zuhud itu bermacam-macam, di antaranya :

1) Zuhud terhadap perkara yang haram, dan hukumnya adalah fardhu ‘ain.

2) Zuhud terhadap syubuhat. Hukumnya menurut tingkatan kesyubuhatannya. Jika


syubuhatnya kuat, maka hukumnya wajib dan jika syubuhatnya lemah, maka hukumnya
mustahab/sunnah.

3) Zuhud dalam hal keutamaan, yaitu zuhud terhadap apa-apa yang tak bermanfaat dari
ucapan, pandangan, pertanyaan , pertemuan, ataupun lainnya.

4) Zuhud terhadap manusia.

5) Zuhud terhadap diri sendiri, dengan cara mempermudah dirinya dalam beribadah di jalan
Allah.

6) Zuhud terhadap perkara keseluruhan, yaitu zuhud terhadap perkara-perkara selain untuk
Allah dan setiap perkara yang menyibukkanmu dari diri-Nya.

Dan zuhud yang paling utama adalah memelihara zuhud itu sendiri… hati yang bergantung
pada syahwat maka tidak sah zuhud dan wara’nya.

8|ZUHUD
Tingkatan Zuhud
Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi tiga tingkatan:

1. Tingkatan Terendah

Yaitu bilamana yang disukai adalah keselamatan dari siksa neraka dan kesengsaraan-
kesengsaraan kubur dan pertanyaan hisab penghitungan amal ini adalah zuhudnya orang-
orang yang takut siksaan.

2. Tingkatan Menengah

Yaitu bilamana seseorang itu zuhud karena suka akan pahala Allah, kenikmatanNya dan
kelezatan-kelezatan yang di janjikan Allah di surgaNya.

3. Tingkatan Tertinggi

Bilamana seseorang tidak karena takut atau berharap tetapi karena mempunyai kesukaan
kecuali kepada Allah dan suka bertemu kepada Allah ta’ala dan juga seseorang itu tidak
berpaling pada kelezatan-kelezatan dngan maksud dapat memperolehnya bahkan ia
menghabiskan hasratnya kepada Allah.

Keutamaan Orang Yang Zuhud

Zuhud merupakan sifat mulia orang beriman karena tidak tertipu oleh dunia dengan segala
kelezatannya baik harta, wanita, maupun tahta. Zuhud bukan berarti meninggalkan dunia.
Tapi, orang beriman beramal shalih di dunia, memakmurkan bumi, dan berbuat untuk
kemaslahatan manusia, kemudian mereka meraih hasilnya di dunia berupa fasilitas dan
kenikmatan yang halal di dunia. Pada saat yang sama, hati mereka tidak tertipu pada dunia.
Mereka meyakini betul bahwa dunia itu tidak kekal dan akhiratlah yang lebih baik dan lebih
kekal. Sehingga, orang-orang beriman beramal di dunia dengan segala kesungguhan bukan
hanya untuk mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia, tetapi untuk meraih ridha Allah dan
surga-Nya di akhirat. Adapun dalam firman Allah SWT dalam surat Ibrahim:3 yang artinya :
“Orang-orang kafir yang mendapatkan siksaan amat pedih adalah orang yang lebih menyukai
kehidupan dunia dari kehidupan akhirat”.

9|ZUHUD
BAB III

PENUTUP

A.kesimpulan

Zuhud menurut istilah adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaatdemi kehiduan
akhirat

Zuhud menurut bahasa adalah berpaling dari sesuatu karena hinanyasesuatu tersebut dan
karena (seseorang) tidak memerlukannya, Mengenai zuhud disebutkan dalam sebuah hadits,

َ ِ‫َّللاِ دُلَّنِى َعلَى َع َم ٍل إِذَا أَنَا َع ِم ْلتُهُ أَ َحبَّن‬


‫ى‬ َّ ‫سو َل‬ َّ ِ‫ِى قَا َل أَتَى النَّب‬
ُ ‫ َر ُج ٌل فَقَا َل يَا َر‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬ ِ ‫س ْع ٍد السَّا ِعد‬
َ ‫س ْه ِل ب ِْن‬ َ ‫َع ْن‬
َ‫اس ي ُِحبُّوك‬ َ ْ ْ
َّ َ‫ « از َهدْ فِى الدُّ ْنيَا ي ُِحبَّك‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫َّللا‬
ِ َّ‫َّللاُ َواز َهدْ فِي َما فِى أ ْيدِى الن‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫اس فَقَا َل َر‬
ُ َّ‫ى الن‬ َ َّ
َ ِ‫َّللاُ َوأ َحبَّن‬
».

Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idi, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang
apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Zuhudlah pada dunia, Allah akan
mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu.”
(HR. Ibnu Majah dan selainnya. An Nawawi mengatakan bahwa dikeluarkan dengan sanad
yang hasan)

sedangkan tingkatan dari zuhud adalah sebagai berikut.

1. Tingkatan Terendah

Yaitu bilamana yang disukai adalah keselamatan dari siksa neraka dan kesengsaraan-
kesengsaraan kubur dan pertanyaan hisab penghitungan amal ini adalah zuhudnya orang-
orang yang takut siksaan.

2. Tingkatan Menengah

Yaitu bilamana seseorang itu zuhud karena suka akan pahala Allah, kenikmatanNya dan
kelezatan-kelezatan yang di janjikan Allah di surgaNya.

3. Tingkatan Tertinggi

10 | Z U H U D
Bilamana seseorang tidak karena takut atau berharap tetapi karena mempunyai kesukaan
kecuali kepada Allah dan suka bertemu kepada Allah ta’ala dan juga seseorang itu tidak
berpaling pada kelezatan-kelezatan dngan maksud dapat memperolehnya bahkan ia
menghabiskan hasratnya kepada Allah.

B.Saran

Didalam makalh yang telah saya buat ini tentulah jauh dari kata sempurna hal ini disebabkan
karena terbatasnya serta wawasan yang saya miliki.

Belajar dari ketidak sempurnaan dan kekurangan saya mencoba untuk memperbaikinya agar
sempurna sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan makalah. Maka dari itu saya selaku penulis
dari makalah ini minta ma’af apabila terdapat kata, tulisan dan ejaan yang mungkin tidak
dapat dinalar. Sara juga mengharap kritikan yang disertai dengan saran sebagai bahan
pertimbanggan saya untuk memperbaikinya.

C. Daftar Pustaka

https://alimpolos.blogspot.co.id/2015/09/zuhud.html

11 | Z U H U D

Anda mungkin juga menyukai