Anda di halaman 1dari 33

MODUL

PRINSIP EKSTRIKASI DAN TRANSPORTASI

DISUSUN OLEH :

KELAS REGULER A TAHUN ANGKATAN 2016

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KEDARURATAN


DOSEN : RIMA RIANTI, SST, M.MB

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN PONTIANAK
TAHUN AJARAN 2018 / 2019
VISI MISI PRODI DIV KEPERAWATAN
VISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

“Menjadi Institusi Pendidikan Diploma IV Keperawatan Yang Bermutu


Dan Mampu Bersaing Di Tingkat Regional Tahun 2010”

MISI
DIPLOMA IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

1. Meningkatkan Program pendidikan tinggi Diploma IV (Empat)


Keperawatan yang Berbasis Kompetensi
2. Meningkatkan Program pendidikan Tinggi Diploma IV (Empat) yang
berbasis penelitian
3. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakatbidang Diploma IV
(Empat) Keperawatan berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat Guna
4. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakatbidang Diploma IV
(Empat) Keperawatan yang mandiri, transparan, dan akuntabel
5. Mengembangkan kerjasama dalam pengelolaan program pendidikan tinggi
diploma IV Keperawatan di tingkat Nasional maupun Regional

i
LEMBAR PENGESAHAN

MODUL
PRINSIP EKSTRIKASI DAN TRANSPORTASI

Mata Kuliah : Kedaruratan


Kode : -
Semester : V (LIMA)
Prodi : D-IV Keperawatan Pontianak
Jurusan : Keperawatan

Koordinator Mata Kuliah Pontianak, Januari 2018


KEDARURATAN Penyusun
Poltekkes Kemenkes Pontianak

Rima Rianti, SST., MMB Kelas reguler A tahun angkatan 2016


NIDK. 8825640017

Rima Rianti, SST., MMB


NIDK. 8825640017

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan limpahan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan modul prinsip
ekstrikasi dan transportasi mata kuliah kedaruratan.
Dalam penyusunan modul ini penyusun telah melibatkan bantuan moril dan
material dari banyak pihak sehingga penyusun dapat menyelesaikan modul ini.
Untuk itu pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga atas bantuan, kerja sama, terutama yang terhormat:
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz, M.Si selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Pontianak Poltekkes Kemenkes Pontianak.
3. Ibu Rima Rianti, SST., MMB, sebagai dosen mata kuliah kedaruratan .
4. Seluruh rekan-rekan dosen yang telah bekerja sama dan solid sampai saat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan modul prinsip ekstrikasi dan
transportasi mata kuliah kedaruratan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
modul prinsip ekstrikasi dan transportasi mata kuliah kedaruratan ini. Semoga
modul prinsip ekstrikasi dan transportasi mata kuliah kedaruratan ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi para dosen di lingkungan Poltekkes
Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran mahasiswa di Prodi D -
IV Keperawatan Pontianak Poltekkes Kemenkes Pontianak.

Pontianak, Oktober 2018

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

VISI MISI PRODI DIV KEPERAWATAN ............................................................ i


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
2.1. Konsep Ekstrikasi, Evakuasi dan Transportasi Klien Gawat Darurat ...... 4
2.2. Transportasi Korban ................................................................................. 7
2.3. Alat Ekstrikasi dan Transportasi ............................................................ 14
2.4. Pedoman Tata Tertib Pengangkutan Beregu .......................................... 17
2.5. Penangan Cedera Spinal ......................................................................... 17
2.6. Penangan Cedera Servikal ...................................................................... 18
2.7. Penangan Cedera Spesifik ...................................................................... 21
2.8. Immobilisasi Tulang Panjang ................................................................. 24
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 25
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 25
3.2. Saran ....................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gawat darurat dapat terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja
makapenanganan-penanganan pasien gawat darurat harus dapat dilakukan oleh
orangyang terdekat dengan korban seperti masyarakat awam ,awam
khusus, serta petugas kesehatan sesuai kompetensinya.
Konsep penanganan pasien gawat darurat adalah “time saving is life and
limbsaving “. Karena sangat terbatasnya waktu tanggap (response
time ) untukmenyelamatkan jiwa dan atau anggota gerak pasien, maka
penanganan harussistematik dan berskala prioritas.
Tindakan yang dilakukan harus cepat ,tepat dan cermat sesuai standar.
Sebagai contoh : pada kasus sumbatan jalan napas atau serangan jantung,
waktu pertolongan terbaik adalah pada 4 menit pertama, jika sampai tertunda
lebih dari 30 menit maka tingkat keberhasilan pertolongan tinggal 20
%,sementara jika mengrhapkan pertolongan pertama dilakukan setelah
dirumah sakit maka waktu tanggap sering terlambat.
Saat ini terjadi kecenderungan peningkatan kasus gawat darurat yang
terjadi diJalanan (KLL), rumah tangga dan di tempat kerja. Jika terjadi keadaan
gawatdarurat di Jalanan (KLL), rumah tangga dan di tempat kerja maka
penolong tercepat yang bisa memberikan pertolongan adalah mereka yang
terdekat dengan korban , bukan hanya petugas kesehatan.Jadi jelas bahwa
untuk meminimalkan angka kematian dan kecatatan akibatkegawatdaruratan
medik maka response time harus dipersingkat. Untuk mencapai target response
time kurang dari 10 menit maka Departemen Kesehatan pada tingkat kabupaten
/ kota telah mengembangkan Public Safety Center ( PSC ) sebagai ujung
tombak safe community dan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT) yang merupakan sarana publik yang menjadi perpaduan da
ri unsur ambulans gawat darurat 118 , kepolisian 110 , dan pemadam kebakaran
113 .Selain itu sesuai dengan konsep Departemen Kesehatan yang
memprioritaskan pemberdayaan masyarakat maka awam khusus yang yang

1
kemungkinan besarsering terpapar oleh kegawatdaruratan perlu mendapatkan
pengetahuan danketerampilan untuk melakukan pertolongan pertama pada
kecelakaan (first responder) sebelum penderita tersebut mendapatkan bantuan
lanjutan di Saranakesehatan terdekat (Puskesmas dan atau RS).
Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana,
baik itu bencana alam, maupun bencana – bencana sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Dengan banyaknya bencana yang terjadi, kita dituntut untuk terus
waspada terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi disebabkan
datangnya suatu bencana ini tanpa diduga atau di ketahui sebelumnya. Selain
terus waspada, kita juga dituntut untuk mengetahui tata cara penanggulangan
dari bencana ataupun korban dari bencana itu sendiri. Apalagi kita sebagai
salah satu tenaga medis kesehatan patutlah mengetahui tata cara pertolongan
tepat korban bencana. Seperti bagaimana cara mengevakuasi korban,
memindahkannya ke alat transportasi yang akan membawanya disalah satu
instalansi medis untuk segera mendapatkan pertolongan dan lain sebagainya.
Hal ini sangat penting di ketahui guna untuk meminimalisir banyaknya korban
yang berjatuhan pasca bencana. Selain untuk menolong, kita juga dapat
menambah ilmu kita mengenai cara pengangkutan, pemindahan yang tepat
korban yang gawat atau kritis, entah itu yang disebabkan oleh bencana alam
ataupun bencana- bencana sosial yang sering kali terjadi di masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disimpulkan rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Konsep Ekstrikasi, Evakuasi dan Transportasi
Klien Gawat Darurat ?
2. Bagaimanakah proses Transportasi Korban gawat darurat ?
3. Apa sajakah Alat Ekstrikasi dan Transportasi pada pasien gawat darurat ?
4. Apa sajakah Pedoman Tata Tertib Pengangkutan Beregu dalam kegawat
daruratan?
5. Bagaimanakah Penangan Cedera Spinal ?
6. Bagaimanakah Penangan Cedera Servikal ?
7. Bagaimanakah Immobilisasi Tulang Panjang pada pasien gawat darurat ?

2
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat disimpulkan tujuan penulisan
masalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan Konsep Ekstrikasi, Evakuasi dan Transportasi Klien
Gawat Darurat
2. Mendeskripsikan Transportasi Korban gawat darurat
3. Mendeskripsikan Alat Ekstrikasi dan Transportasi pada pasien gawat
darurat
4. Mendeskripsikan Pedoman Tata Tertib Pengangkutan Beregu dalam
kegawat daruratan
5. Mendeskripsikan Penangan Cedera Spinal
6. Mendeskripsikan Penangan Cedera Servikal
7. Mendeskripsikan Immobilisasi Tulang Panjang pada pasien gawat darurat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PRINSIP EKSTRIKASI DAN TRANSPORTASI KLIEN GAWAT
DARURAT

2.1. Konsep Ekstrikasi, Evakuasi dan Transportasi Klien Gawat Darurat


Ekstrikasi yaitu penyelamatan darurat. Pada penyelamatan darurat
diperbolehkan tidak terlalu memikirkan prosedur. Fungsi dari ekstrikasi yaitu
adalah untuk menghindarkan dari potensi bahaya kedua.
Transportasi merupakan suatu proses usaha untuk memindahkan korban
dari tempat darurat ke tempat yang aman tanpa atau menggunakan alat.
Tergantung situasi dan kondisi lapangan.
Evakuasi dapat diartikan luas atau sempit, istilah evakuasi korban
diartikan sebagai upaya memindahkan korban ke pusat pelayanan kesehatan
atau tempat rujukan lainnya agar korban mendapatkan perawatan dan
pengobatan lebih lanjut. Evakuasi korban merupakan kegiatan memindahkan
korban dari lokasi kejadian menuju ke tempat aman, sehinggga akhirnya
korban mendapatkan perawatan dan pengobatan lebih lanjut.
Upaya ini dalam situasi dan keadaan tertentu sangat penting, misalnya
saat evakuasi korban gawat darurat, ketika korban harus mendapatkan
perawatan dan pengobatan di rumah sakit sehingga evakuasi korban harus
dilakukan secara cepat dan dan waspada serta diusahakan tidak memperburuk
keadaaan korban atau menambah cidera baru.
a. Syarat korban untuk dapat dievakuasi
1) Penilaian awal sudah dilakukan lengkap, dan keaadan umum
korban dipantau terus.
2) Denyut nadi dan napas korban stabil dan dalam batas normal.
3) Perdarahan yang ada sudah diatasi dan dikendalikan.
4) Patah tulang yang ada sudah ditangani.
5) Mutlak tidak ada cidera.
6) Rute yang dilalui memungkinkan dan tidak membahayakan penolong
dan korban.

4
b. Hal-hal yang harus diperhatikan dan erat hubungannya dengan proses
ekstrikasi dan transportasi
1) Setelah menemukan korban dan melakukan pertolongan pertama,
langkah selanjutnya adalah membawa korban ke fasilitas kesehatan.
2) Nyeri pinggang (low back pain) merupakan hal yang paling sering
dikeluhkan oleh tenaga medis dilapangan: perhatikan cara mengangkat.
c. Prinsip Mengangkat:
1) Jangan menambah cidera kepada korban.
2) Hindari pemindahan korban jika tidak stabil.
3) Jangan membahayakan diri penolong.
4) Jelaskan apa yang akan anda lakukan kepada korban.
5) Jangan pernah lakukan sendiri.
6) Satu komando/aba-aba.
d. Dasar-dasar Pengkatan:
1) Rencanakan setiap gerakan.
2) Pertahankan sikap tegak saat berdiri, berlutut maupun duduk, jangan
bungkuk.
3) Konsentrasikan beban pada otot paha, bukan pungung.
4) Gunakan otot fleksor (otot untuk menekuk, bukan otot untuk
meluruskan).
5) Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke arah
depan.
6) Jaga titik beban sedekat mungkin ke tubuh anda.
7) Gunakan alat bantu.
8) Jaga jarak antara kedua lengan dan tungkai adalah selebar bahu.
9) Terlalu rapat dapat mengurangi stabilitas.
10) Terlalu lebar dapat mengurangi tenaga.
e. Evakuasi Gawat Darurat (Emergency Moves)
Indikasi :
1) Kebakaran atau sesuatu yang akan terbakar.
2) Ledakan atau sesuatu yang akan meledak.
3) Bangunan tidak stabil.

5
4) Bahan-bahan kimia yang berbahaya.
5) Cuaca yang berbahaya.
6) Mencari akses karena ingin mencapai penderita lain yang
membutuhkan pertolongan.
7) Ketika penyelamatan tidak dapat diberikan karena lokasi atau posisi
penderita tidak memungkinkan.
f. Aturan dalam Pemindahan Korban
1) Pemindahan korban dilakukan apabila diperlukan betul dan tidak
membahayakan penolong.
2) Terangkan secara jelas pada korban apa yang akan dilakukan agar
korban dapat kooperatif.
3) Libatkan penolong lain. Yakinkan penolong lain mengerti apa yang
akan dikerjakan.
4) Penolongan pemindahan korban di bawah satu komando agar dapat
dikerjakan bersamaan.
5) Pakailah cara mengangkat korban dengan teknik yang benar agar tidak
membuat cedera punggung penolong.
Bahaya yang mungkin terjadi akibat proses pemindahan adalah
memicu terjadinya cidera spinal, yang dapat dikurangi dengan melakukan
gerakan searah dengan sumbu panjang badan dan menjaga kepala dan
leher tetap ekstensi. Pada keadaan yang tidak darurat, pemindahan korban
dilakukan apabila semuanya telah siap dan korban selesai ditangani. Agar
cidera korban tidak tambah parah, tunggu sampai orang yang ahli datang
karena penanganan yang ceroboh dapat memperparah. Misalnya tulang
yang patah dapat merobek pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan
hebat. Pilihlah teknik pengangkatan dan pemindahan korban yang sesuai
dengan kondisi cidera, jumlah tenaga penolong, ukuran tubuh korban, dan
rute yang akan dilewati. Penggunaan tubuh penolong dalam melakukan
pengangkatan dan pemindahan korban perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Jangan sampai akibat cara melakukan yang salah cidera atau
keadaan korban bertambah parah, atau bahkan penolong mengalami
cidera.

6
Pada korban luka berat atau terhimpit oleh benda berat atau
bangunan, sangat memerlukan resusitasi secepatnya. Oleh karena itu,
dalam mengevakuasi korban, tim penolong harus memiliki keterampilan
melakukan resusitasi sebagai life saving yang dilakukan bersamaan
dengan pembebasan korban dari himpitan benda berat dan membawa
korban ke tempat pelayanan yang telah disiapkan. Khusus pada
pembebasan korban yang terisolasi di suatu tempat reruntuhan harus selalu
dibarengi dengan prosedur resusitasi, tetapi prosedur ini mengalami
beberapa kesulitan seperti posisi korban dan ruangan yang sangat terbatas
untuk melakukan manuver oksigenisasi. Oleh karena itu harus mempunyai
keterampilan dan alat khusus untuk membebaskannya.
Selama pembebasan (evakuasi) korban dari himpitan, tim penolong
harus dapat menstabilkan tulang belakang, mengimobilisasi korban untuk
kemungkinan adanya fraktur tulang panjang, mengontrol rasa nyeri, dan
mencegah kematian mendadak akibat hiperkalemia atau hipotermia.

2.2. Transportasi Korban


Proses pemindahan dilakukan oleh satu penolong, dua penolong atau lebih
tanpa mempergunakan alat-alat bantu.
1. Oleh satu penolong : dipapah, diseret, ditimang, digendong di punggung.
2. Oleh dua penolong : dapat dilakukan dengan cara
a. Dua tangan menyangga paha korban dan dua tangan yang lain
menyangga punggung korban.
b. Satu penolong mengangkat korban dari arah punggung korban
sedangkan penolong yang lain menyangga tungkai korban.
3. Oleh tiga atau empat penolong dapat dilakukan dengan cara korban
diangkat bersama-sama dengan kondisi korban terbaring.

7
Tabel 1. Cara Transportasi Korban
KONDISI KORBAN SATU PENOLONG DUA PENOLONG
Sadar mampu berjalan Cara Human Crutch Cara Human Crutch
Sadar tidak mampu Cara Piggyback atau Cara Two-handed seat
berjalan Cradle untuk Kasus atau Fore-and-aft carry
dengan berat badan
ringan Cara Drag
Tidak sadar Cara Cradle atau Drag Cara Fore-and-aft
carry

1. Transportasi Oleh Satu Penolong


Sebelum melakukan pemindahan harus sudah dipastikan bahwa
korban tidak mengalami cidera spinal, cidera tlang tengkorak, dan gegar
otak.
Tanpa Alat
a. Teknik Menarik Korban
Teknik ini dapat digunakan untuk memindahkan korban dalam jarak
dekat. Pastikan permukaan tanah cukup rata agar tidak menambah luka.
1) Menarik kemeja korban (shirt drag)
Bagian kemeja yang ditarik adalah bagian
punggung belakang. Jika terlalu depan,
terdapat risiko kemeja lepas dan mencekik
korban.

2) Menarik ketiak korban (shoulder drag)


Tempatkan kedua tangan pada masing-
masing ketiak korban. Tarik korban
perlahan. Teknik menarik ketiak ini
adalah teknik drag paling aman bagi
korban sebab korban dipegang langsung
oleh penolong sehingga risiko terlepas lebih kecil.

8
3) Menyeret korban (drag methode)
a) Jongkoklah di belakang pasien bantu
pasien sedikit/setengah duduk. Atur kedua
lengan pasien menyilang dadanya.
b) Susupkan kedua lengan penolong
dibawah ketiak kiri dan kanan pasien dan
gapai serta pegang kedua pergelengan
tangan pasien.
c) Secara hati hati tarik/seret tubuh pasien kebelakang sembari
penolong berjalan jongkok kebelakang.
d) Bila pasien kebetulan memakai jaket buka semua kancing nya,
balik bagian belakang jaketnya, tarik dan seret hati hati bagian
belakang.
4) Menarik dengan selimut (blanket drag)
Tempatkan bahan tertentu sebagai alas,
seperti kain selimut, kardus dsb.

5) Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag)


Tangan korban diikat dan digantungkan di
leher penolong. Cegah kepala korban agar
tidak terseret di tanah dengan
menggunakan satu tangan atau
menggantungkannya.

b. Teknik Mengangkat Korban (Carry)


Teknik ini dipakai untuk memindahkan korban dengan jarak sedang atau
cukup jauh. Dengan teknik ini, penolong dapat sedikit lebih menghemat
tenaga sebab tidak perlu membungkukkan badan, tetapi harus menopang
keseluruhan berat badan korban. Untuk itu pertimbangkan kekuatan
angkat dan berat badan korban.

9
1) Gendong punggung (piggy back carry)
Untuk korban sadar tetapi tidak dapat berdiri,
dapat dipindahkan dengan mengendong
korban di belakang penolong. Posisi tangan
penolong dapat menopang pantat atau
pengunci kedua lengan korban.
a) Jongkoklah didepan pasien dengan punggung menghadap pasien.
Anjurkan pasien meletakkan kedua lengannya merangkul diatas
pundak penolong. Bila dimungkinkan kedua tangannya saling
berpengangan di depan pada penolong.
b) Gapai dan peganglah paha pasien, pelan pelan angkat keatas
menempel pada punggung penolong.
2) Mengangkat depan/memapah (human cructh)
Korban yang sadar tetapi lemas, tidak dapat
berjalan, dan tangan hanya dapat menggantung
pasif ke leher penolong, sebaiknya
dipindahkan dengan cara membopong.

a) Berdiri di samping pasien di sisi yang cedera atau yang lemah,


rangkulkan satu lengan pasien pada leher penolong dan gaitlah
tangan pasien atau pergelangannya.
b) Rangkulkan tangan penolong yang lain dari arah belakang
mengait pinggang pasien
c) Tahan kaki penolong yang berdekatan dengan pasien untuk
mendampingi pasien, sedangkan kaki penolong yang jauh dari
pasien maju setapak demi setapak.
d) Bergerak lah pelan pelan maju.
e) Selanjutnya tarik pelan pelan gulungan yang ada diarah kepala
agar terbuka mengalasi tubuh pasien bagian atas sedangkan
gulungan yang ada diarah kaki tarik kebawah agar terbuka
mengalasi tubuh pasien bagian bawah. Seludupkan kedua tongkat

10
masing masing dikiri dan kanan tepi kanvas yang sudah dilipat
dan dijahit.
f) Angkat dan angkut pasien hati hati.
3) Menjulang
Teknik menjulang dilakukan untuk penolong
satu orang dan diperlukan pergerakan yang
cepat atau menempuh jarak jauh. Posisi ini
akan membuat penolong lebih leluasa untuk
bergerak.
Dengan Alat
a. Dengan Menggunakan Kursi

2. Evakuasi Oleh Dua Penolong


Tanpa Alat
a) Cara The Two – Handed Seat

Kedua lengan penolong yang menerobos dibawah pelipaan lutut pasien,


saling bergandengan dan mengait dengan cara saling memegang
pergelangan tangan.
1) Pasien didudukan
2) Kedua penolong jongkok dan saling berhadapan disamping kiri dan
kanan pasien, lengan kanan penolong kiri dan lengan kiri penolong

11
kanan saling menyilang dibelakang punggung pasien. Menggapai dan
menarik ikat pinggang pasien.
3) Kedua lengan penolong yang menerobos dibawah pelipatan lutut
pasien, saling bergandengan dan mengait dengan cara saling
memegang pergelangan.
4) Makin mendekatlah para penolong.
5) Tahan dan atur punggung penolong tegak. Angkatlah pasien pelan
pelan bergerak ke atas
b) Cara The Fore and Aft Carry
1) Jongkoklah di belakang pasien
2) Dudukan pasien. Kedua lengan menyilang di
dada. Rangkul dari belakang dengan
menyusupkan kedua lengan penolong dibawah
ketiak pasien setinggi dada pasien.
3) Pegang pergelangan tangan kiri pasien oleh
tangan kanan penolong. Dan pergelangan tangan kanan pasien oleh
tangan kiri penolong
4) Penolong yang lain jongkok di samping pasien setinggi lutut pasien
dan mencoba mengangkat kedua paha pasien.
5) Bekerjalah secara koordinatif. Pertahankan punggung tegap. Angkat
pelan-pelan.
Dengan Alat
a. Dengan Kursi

3. Mengusung Korban Oleh 3 Penolong atau Lebih


a. Memakai Long Spine Board

12
Diperlukan penggunaan otot-otot yang kuat antara lain :
Otot otot paha, otot-otot pinggul dan otot bahu.Ikuti cara cara berikut :
1) Pikir masak-masak sebelum mengangkat/konsentrasi.
2) Berdiri sedekat mungkin dengan pasien atau alat-alat angkat.
3) Pusatkan kekuatan pada lutut.
4) Atur punggung tegak namun tidak kaku.
5) Gunakan kaki untuk menopang tenaga yang diperlukan.
6) Selanjutnya bergeraklah secara halus, tahanlah si pasien atau alat
angkut dekat kearah saudara .

b. Stretcher - Usungan,Alat Angkat dan Angkut

13
Sebelum digunakan selalu harus diperiksa terlebi dahulu, apakah
ckup kuat, tidak robek. Yakin dapat digunakan untuk mengangkut seberat
pasien. Yakin ada tali pengaman agar pasien tidak jatuh.
Cara Membawa Stretcher
Peraturan umum membawa pasien dengan usungan kepala psien di
arah belakang kecualai pada hal-hal tertentu
1) Korban dengan kerusakan tungkai berat, hipotermia, menuruni tangga
atau bukit
2) Pada pasien stroke, trauma kepala, letak kepala harus lebih tinggi dari
letak kaki
Setiap pengangkat siap pada keempat sudut. Apabila hanya ada 3
pengangkat, maka 2 pengangkat di bagian kepala sedangka yang satu di
bagian kaki. Masing-masing pengangkat jongkok dan mengapai masing-
masing pengangan dengan kokoh.
Dibawah komando alah satu pengangkat di bagian kepala, keepmat
pengangkat bersamaan berdiri sambil mengangkat usungan (stretcher).
Komando berikutnya pengangkat bergerak maju perlahan-lahan. Dengan
posisi tubuh dekat degan usungan. Selanjutnya untk menurunkan usungan
dengan satu komando keempat pengangkat berhenti dan selanjutnya
bersamaan merunduk sambil menurunkan usungan.

2.3. Alat Ekstrikasi dan Transportasi


Extrication (ekstrikasi) adalah teknik-teknik yang dilakukan untuk
melepaskan penderita dari jepitan dan kondisi medan yang sulit dengan
mengedepankan prinsip stabilisasi ABCD. Ekstrikasi dapat dilakukan setelah
keadaan aman bagi petugas penolong, dan seringkali memerlukan hal-hal yang

14
bersifat rescue untuk mempermudah pertolongan yang akan dilakukan dan
membebaskan benda-benda yang mempersulit pelaksanaan ekstrikasi
contohnya memotong pintu kendaraan, membuka kap kendaraan, mengangkat
korban dari dasar atau tepi jurang, menolong korban terjun payung yang
tersangkut di gedung atau pohon yang tinggi dan sebagainya.
1. Kendrik Ekstrication Device (KED)
Alat untuk mempermudah mengeluarkan korban dari
dalam mobil atau tempat pada saat korban dalam posisi
duduk.

2. Long Spine Board


Alat ini biasanya terbuat dari
kayu/fiber yang tidak menyerap
cairan. Biasanya ada lubang dibagian
sisinya untuk tali pengikat. Indikasi: untuk pasien yang dicrigai cidera
tulang belakang. Jangan meletakan psien di atas LSB terlalu lam (>2 jam).
Short Spine Board: Sama seperti LSB hanya panjangnya lebih pendek
(sekitar 1 meter).

3. Scoop Strecher
Hanya untuk memindahkan pasien (dari brankard
ke tempat tidur atau sebaliknya). Bukan alat untuk
imobilisasi pasien, bukan alat transportasi, dan
jangan mengangkat scoop strecher hanya pada
ujungnya saja karena dapat menyebabkan scoop strecher melengkung
ditengah bahkan sampai patah. Perlengkapan yang perlu diperhatikan:
perlengkapan seharusnya lengkap dan cukup serta diletakkan di suatu
tempat yang mudah dicapai dan mudah dibawa.

15
4. Neck Collar
Yang dimaksud dengan cervical collar (alat
penyangga leher) adalah perangkat medis ortopedi
biasa digunakan untuk menyangga atau menopang
leher dan kepala pasien. Alat ini juga bisa digunakan
pada pasien Cerebral Palsy maupun korban trauma kepala atau cedera
leher untuk mengobati kondisi medis yang kronis. Pada pasien yang
mengalami luka trauma pada kepala atau leher yang dimungkinkan
memiliki resiko tinggi untuk cedera tulang belakang, cervical collar
berfungsi sebagai pelindung leher untuk mengurangi pergerakan tulang
servik yang patah, serta bisa juga sebagai alat terapi untuk menyetel
kembali sumsum tulang belakang yang dimungkinkan cedera sehingga
rasa sakit yang diderita pasien bisa berkurang.

Perlengkapan dasar
1) Tempat/kotak tidak tembus air.
2) Berbagai ukuran pembalut dengan perkiraan jumlah 20 gulung.
3) 6-10 lembar kasa steril berukuran medium/sedang.
4) 2 lembar kasa steril berukuran besar/lebar.
5) 2 lembar kasa steril berukuran lebih besar.
6) 6 lembar pembalut segi tiga.
7) 6 peniti
8) Beberapa sarung tangan steril.
Perlengkapan tambahan
1) 2 gulung pembalut elastis
2) Gunting
3) Klem/pinset
4) Kapas.
5) Desinfektan.
6) Plester perekat.
7) Alat tulis & label/tag

16
8) Perlengkapan untuk universal precaution.
a) Kaca mata.
b) Topi & masker.
c) Sarung tangan.
d) Baju pelindung dari bahan plastik (tidak tembus cairan)
9) Selimut, alas dari plastik/karet, lampu dengan baterai.

2.4. Pedoman Tata Tertib Pengangkutan Beregu


Dalam sebuah operasi pertolongan, kita sering ditugaskan sebagai satu
kesatuan kelompok atau sebuah regu sehingga untk menyeragamkan sikap dan
tindakan dalam pelaksanaan pertolongan pertama dalam pengangkutan beregu
maka perlu diperhatikan pedoman pelaksanaan angkutan beregu sebagai
berikut:
1. Tiap regu terdiri dari sekurang-kurangnya 6 orang.
2. Pembagian masing-masing anggota regu adalah seperti tabel dibawah.
3. Posisi korban saat diangkut adalah berbaring di atas tandu ata posisi lain
sesuai kondisi dan indikasi korban dengan kaki menghadap ke depan,
kecuali saat:
a) Melewati pagar/tembok penghalang.
b) Melewati gorong-gorong.
c) Naik tebing (jalan naik).
d) Melewati sungai yang arusnya berlawanan.
e) Melewati jalan sempit dengan angkutan tanpa alat (ATA).
f) Memasukan korban ke ambulans.
4. Saat berjalan sebaiknya langkah penolong disamakan sehingga teratur dan
ritmis. Untuk itu dalam mengawali setiap perjalanan langkah harus seragam
dan bersamaan.

2.5. Penangan Cedera Spinal


1. Proteksi diri dan lingkungan, selalu utamakan A-B-C.
2. Sedapat mungkin tentukan penyebab cedera (tabrakan mobil frontal
tanpa sabuk pengaman,misalnya).

17
3. Lakukan stabilisasi dengan tangan untuk menjaga kesegarisan tulang
belakang.
4. Kepala dijaga agar tetap netral, tidak tertekuk ataupun mendongak.
5. Kepala dijaga agar tetap segaris, tidak menengok ke kiri atau kanan.
6. Posisi netral-segaris ini harus selalu dan tetap dipertahankan, walaupun
belum yakin bahwa ini cedera spinal.
7. Posisi netral : kepala tidak ditekuk (fleksi) tidak ataupun mendongak
(ekstensi).
8. Posisi segaris : kepala tidak menengok kekiri ataupun kanan.
9. Pasang kolar servikal, dan penderita dipasang di atas Long Spine Board.
10. Periksa dan perbaiki A-B-C.
11. Periksa akan adanya kemungkinan cedera spinal.
12. Rujuk ke RS.

2.6. Penangan Cedera Servikal


1. Log Roll

18
Log roll berasal dari kata log (=balok kayu) dan roll (= berguling),
jadi log roll adalah cara memindahkan atau memiringkan pasien dengan
prinsip kesegarisan. Log roll digunakan terutama untuk memindahkan
pasien dengan kecurigaan patah tulang leher, dengan harapan tidak
memperparah cidera yang dialami.
Kita harus mencurigai pasien mengalami patah tulang leher apabila
didapatkan tanda tanda sebagai berikut :
a) Adanya jejes di atas clavikula
b) Trauma yang mengakibatkan korban tidak sadar
c) Multiple Trauma
d) Trauma dengan kecepatan tinggi
e) Adanya defisit neorologis, misalnya : parestesi, hemiparase sampai
hemiplegia
Log roll dilakukan dengan empat orang penolong, dimana satu orang
bertanggung jawab atas airway dan breating pasien sekaligus menjadi
pimpinan. Tiga orang lainnya berada disamping pasien dengan tangan
saling bersilangan sehingga apabila satu orang bergerak maka yang lain
akan bergerak juga. Semua tindakan harus dengan aba-aba orang pertama
sehingga pasien tetap dalam posisi sekegarisan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memiringkan
pasien, antara lain :
a) Bila terdapat patah tulang yang belum dibidai maka memiringkan
pasien kearah yang sakit, seolah olah kita menggunakan lantai sebagai
bidai.
b) Bila terdapat patah tulang yang sudah dibidai miringkan pasien kearah
yang sehat.

19
c) Bila terdapat patah tulang di kedua sisi dan belum dibidai, miringkan
pasien kearah yang lebih parah.
d) Bila terdapat patah tulang di kedua sisi dan sudah dibidai, miringkan
pasien kearah yang lebih sehat.
i. Setelah pasien dimiringkan, maka penolong kedua sampai ke empat
secara bergantian memeriksa bagian punggung pasien ( check back).

2. Teknik Melepaskan Helm

20
2.7. Penangan Cedera Spesifik
1. Cidera Tulang Belakang menggunakan alas yang keras dan datar.
Cedera pelvis,sering kali terjadi bersamaan dengan cedera ekstrmitas.
Cedera pada pelvis biasanya diakibatkan oleh kecelakaan sepeda motor
atau trauma yang berat seperti jatuh dari ketinggian. Diafnosa cedera
pelvis dapat dibuat melalui pemeriksaannklinis dengan menekan krista
iliaka, panggul dan pubis. Selalu terdapat kemungkinan adanya perdarahan
serius pada fraktur pelvis,oleh karena itu selalu waspada akan terjadinya
syok dan tangani pasien dengan segera dan konsultasikan ke dokter dengan
segera pula. Pasien dengan cedera pelvis sebaiknya dilakukan imobilisasi
dengan long spine board demikian juga bila hendak dirujuk harus
terpasang long spine board (LSB).
2. Fraktur Femur,biasanya terjadi pada daerah shaft,walaupun dapat juga
terjadi fraktur daerah dekat panggul. Fraktur dapat terbuka ataupun fraktur
tertutup,di daerah femur terdapat banyak otot dan pembuluh
darah,sehingga bila terjadi fraktur femur maka perdarahannya bias terjadi
sangat banyak,mencapai 750cc pada satu femur. Bila terjadi fraktur femur
bilateral dapat mengakibatkan kehilangan setengah dari volume darah
yang beredr dalam tubuh. Dan ini cukup untuk menyebabkan syok yaitu
haemoragic shock. Bidai udara seperti PASG sangat bermanfaat untuk
mengurangi perdarahan pada fraktur femur.
3. Fraktur Panggul,umumnya terjadi pada leher (collum) femur,dimana
terdapat ligmen-ligmen yang kuat yang adakalanya membuat pasien
dengan fraktur di daerah ini masih dapat menyangga berat badan. Ligmen
ini sangat kuat dan hanya ada sedikit gerakan ujung-ujung tulang pada
pada sebagian besar patah tulang di daerah ini. Anda harus memikirkan
kemungkinan terjadinya fraktur panggul pada pasien tua yang jatuh dan
mengeluh nyeri pada daerah lutut,panggul dan pelvis. Gejala ini harus
dianggap sebagai fraktur hingga dibuktikan tidak ada fraktur melalui
pemeriksaan radiologi. Pada kelompok umur ini,nyeri biasanya dapat
ditolelir oleh pasien dan bahkan kadang disangkal. Pada umumnya
jaringan tubuh orang tua lebih lemah dan letih sedikit gaya yang

21
dibutuhkan untuk menilbulkan kerusakan. Ingat bahwa nyeri pada lutut
untuk anak-anak dan orang tua mungkin diakibatkan kerusakan pada
daerah panggul. Dislokasi panggul umumnya disebabkan benturan lutut
pada dashboard yang mengakibatkan sendi panggul terdorong kebelakang
dan mengalamai dislokasi.

Jadi setiap pasoen yang dijumpai pada kecelakaan mobil yang berat dan
dengan cedera lutut harus diperiksa panggulnya. Dislokasi panggul adalah
keadaan gawat darurat orthopaedi dan harus segera direposisi untuk
mencegah terjadinya cedera dari nervus ischiadikus atau nekrosis dari
caput femur karena terputusnya suplai darah. Reposisi ini sangat sulit
karena tenaga dan Teknik yang benar.

Panggul yang mengalami dislokasi umumnya dalam posisi fleksi dan


korbannya tidak dapat diluruskan kakinya. Tungkai biasanya dalam posisi
rotasi kedalam (rotasi internal). Dislokasi panggul sebaiknya
diimobilisasikan dalam posisi yang paling nyaman menurut pasien dengan
menggunakan bantal dan dibidai menjadi satu dengan tungkai yang sehat.
4. Cedera Lutut,fraktur atau dislokasi di daerah lutut cukup serius mengingat
arteri yang berjalan diatas dan dibawah lutut dan seringkali mengalami
laserasi atau cedera bila sendi lutut dalam posisi abnormal. Pemeriksaan
fungsi neurologi dan sirkulasi dibawah lutut harus dilakukan dengan
cermat. Sekira 50% dislokasi sendi lutut disertai dengan cedera pada
pembuluh darah dan banyak cedera lutut berakhir dengan amputasi
Oleh karena itu sangatlah penting untuk memperbaiki sirkulasi dari bawah
lutut jika mungkin hindari melakukan reposisi apabila tidak menguasai
anatomi secara pasti. Jika didapatkan hilangnya pulsasi atau sensasi,anda
harus melakukan traksi dengan tangan atau bidai traksi. Pemberian beban
tarikan maksimal 5kg gaya dana rah traksi ini harus satu garis dengan aksis
panjang tungkai.
Jika terdapat tahanan pada waktu dicoba untuk diluruskan,jangan
dipaksa,langsung pasang bidai dalam posisi yang nyaman menurut pasien

22
dan segera dirujuk kerumah sakit dan konsultasikan ke ahli
orthopaedi,karena ini merupakan kegawat daruratan orthopaedi.
5. Cedera Tibia/Fibula,bila terjadi fraktur pada tungkai bawah seringkali
merupakan fraktur terbuka karena tipisnya kulit di daerah itu sering
ditemukan perdarahan internal dan eksternal. Perdarahan internal dapat
mengganggu sirkulasi ke kaki jika terjadi sindroma kompartemen. Pasien
dengan fraktur tibia biasanya tidak bias berjalan. Fraktur pada tibia/fibula
distal dapat dibidai dengan bidai kaku/rigid,bidai udara atau dengan bantal.
Bidai pneumatic dapat mengimobilisasi fraktur tibia proksimal. Menutup
luka dan memberikan padding pada tulang yang menonjol harus dilakukan
sebelum pemasangan bidai.
6. Cedera Clavicula,ini merupakan tulang yang sering mengalami fraktur
namun jarang mengakibatkan masalah. Pada fraktur clavicula dapat di
imobilisasi dengan kain mitela atau pasang ransel perban dengan elastic
bandage. Cedera pada vena dan arteri subklavia atau saraf walaupun jarang
dapat pula terjadi. Dada dan tulang iga harus dievaluasi dengan seksama
pada setiap cedera daerah bahu.
7. Cedera Bahu,umumnya tidak mengancam nyawa namun demikian dapat
disertai dengan cidera yang serius pada dada dan leher. Cedera bahu dapat
berupa dislokasi atau separasi sendi dan dapat tampak adanya efek pada
bagian atas bahu. Kadang juga dapat terjadi fraktur humerus proksimal.
Nervus radialis berjalan dekat tulang humerus dan dapat mengalami cidera
jika terdapat fraktur humerus.
8. Cedera pada Nervus Radialis mengakibatkan pasien tidak dapat
mengektensikan tangannya(drop hard). Dislokasi bahu sangat nyeri dan
seringkali dibutuhkan bantal untuk diletakkan diantara badan dan lengan
agar pasien merasa lebih nyaman. Bahu dalam posisi abnormal jangan
dipaksa untuk dikembalikan keposisi normal.
9. Cedera Lengan dan Pergelangan Tangan,merupakan kasus fraktur yang
sering terjadi,biasanya akibat jatuh dengan tangan sebagai tumpuan.
Fraktur pada daerah ini dapat diimobilisasikan dengan baik dengan
menggunakan bidai rigid atau bidai udara. Jika bidai rigid yang

23
digunakan,tambahkan gulungan kasa padai bidai sehingga tangan akan
mengimobilisasikan lengan pada posisi yang optimal. Lengan bawah juga
dapat mengalami perdarahan internal yang dapat mnyebabkan sindrom
kompartemen dan akan mengganggu suplai darah ke jari-jari dan tangan.
10. Cedera Tangan dan Kaki,banyak kecelakaan kerja yang mengenai tangan
dan kaki merupakan patah tulang terbuka atau alvusi. Cedera ini mungkin
tampak mengerikan namun jarang mengancam nyawa. Bantal dapat
digunakan untuk membidai cedera ini. Cara ini adalah dengan
membungkus seluruh tangan dengan gulungan kasa,sehingga tangan
seperti bola yang dibungkus oleh kasa yang sangat besar. Dengan
mengelevasi tangan atau kaki yang cedera diatas level jantung akan
mengurangi perdarahan.

2.8. Immobilisasi Tulang Panjang


Prinsip : pasien harus dilakukan pembalutan dan pembidaian, baru setelah
itu dilakukan transportasi atau dirujuk.
Contoh : Patah tulang lutut

24
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Konsep penanganan pasien gawat darurat adalah “time saving is life and
limbsaving “. Karena sangat terbatasnya waktu tanggap (response
time ) untukmenyelamatkan jiwa dan atau anggota gerak pasien, maka
penanganan harus sistematik dan berskala prioritas.
Proses pemindahan dilakukan oleh satu penolong, dua penolong atau lebih
tanpa mempergunakan alat-alat bantu. Oleh satu penolong : dipapah, diseret,
ditimang, digendong di punggung, oleh dua penolong : dapat dilakukan dengan
cara dua tangan menyangga paha korban dan dua tangan yang lain menyangga
punggung korban. Satu penolong mengangkat korban dari arah punggung
korban sedangkan penolong yang lain menyangga tungkai korban. Oleh tiga
atau empat penolong dapat dilakukan dengan cara korban diangkat bersama-
sama dengan kondisi korban terbaring.
Transportasi Oleh Satu Penolong dapat dilakukan Tanpa Alat Teknik
Menarik Korban yaitu, Menarik kemeja korban (shirt drag), Menarik ketiak
korban (shoulder drag), Menyeret korban (drag methode), Menarik dengan
selimut (blanket drag), Mengusung melalui lorong sempit (fire fighter drag).
Teknik Mengangkat Korban (Carry) bisa dilakukan dengan cara Gendong
punggung (piggy back carry, Mengangkat depan/memapah (human cructh)
dan Menjulang.
Extrication (ekstrikasi) adalah teknik-teknik yang dilakukan untuk
melepaskan penderita dari jepitan dan kondisi medan yang sulit dengan
mengedepankan prinsip stabilisasi ABCD. Ekstrikasi dapat dilakukan setelah
keadaan aman bagi petugas penolong, dan seringkali memerlukan hal-hal yang
bersifat rescue untuk mempermudah pertolongan yang akan dilakukan dan
membebaskan benda-benda yang mempersulit pelaksanaan ekstrikasi
contohnya memotong pintu kendaraan, membuka kap kendaraan, mengangkat
korban dari dasar atau tepi jurang, menolong korban terjun payung yang
tersangkut di gedung atau pohon yang tinggi dan sebagainya

25
3.2. Saran
Transport pasien sangat penting bagi prioritas keselamatan pasien menuju
rumah sakit atau sarana yang lebih memadai. Oleh karena itu, transport pasien
berperan penting dalam mengutamakn keselamatan pasien. Maka Kita sebagai
tenaga kesehatan harus tanggap terhadap resiko terjadinya cedera saat
mengangkat , memindahkan dan mengevakuasi pasien juga mampu untuk
melakukan hal-hal yang dapat mengatasi resiko tersebut. Dan sebagai pembaca
bisa menerapkan cara-cara menangulangi resiko cedera saat mengangkat ,
memindahkan dan mengevakuasi pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

Aryono D. Pusponegoro. 2010. Buku Panduan BT&CLS (Basic Trauma Life


Support & Basic Cardiac Life Support Edisi Enam. Jakarta : Ambulans Gawat
Darurat 118
dr. Sjafii Ahmad, MPH. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan
Akibat Bencana. Jakarta : Departemen Kesehatan RI
Http://semnasgadar.fk.uii.ac.id/wp-content/uploads/2017/11/Stabilisasi-Evakuasi-
Transportasi-Gadar.pdf diakses tanggal 11 Oktober 2018
Https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-3-pemindahan-atau-evakuasi-
korban-47579571 diakses tanggal 11 Oktober 2018
Http://www.academia.edu/10777176/PENANGGULANGAN_PENDERITA_GA
WAT_DARURAT_UNTUK_AWAM_DALAM_SPGDT_KADER_-
_KAMAL diakses 11 Oktober 2018

27
28

Anda mungkin juga menyukai