Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara mendasar, ajaran islam dapat dibagi menjadi dua, yaitu akidah (keimanan)
dan amal (perbuatan). Ajaran dalam bidang akidahh bertujuan untuk mendorong dan
membimbing manusia dalam mengembangkan dirinya menuju kesempurnaan
pandangan, pemahaman, dan keyakinan atau iman. Sedangkan ajaran yang berada
dalam bidang amal bertujuan untuk mendorong dan membimbing manusia dalam
mengembangkan amal-amal saleh sehingga tercapai kesempurnaan amal ibadah.

Ada tiga bagian yang harus menyatu secara utuh untuk memahami dan
mengamalkan ajaran islam, yaitu iman, islam, dan ihsan. Ibarat sebuah bangunan
rumah, iman adalah fondasi yang ditanam di dalam tanah yang tidak tampak. Islam
adalah wujud bangunan rumah yang berupa tiang, dinding, atap, jendela, dan semua
bagian yang tampak di permukaan. Sedangkan ihsan adalah segala sesuatu yang
menjadikan indah dan nyamannya bangunan rumah, misalnya taman, warna cat, dan
hiasan rumah.1

Berdasarkan paparan diatas, makalah ini akan membahas mengenai pengertian


iman, islam, dan ihsan, serta bagaimana hubungan dan integrasi iman, islam, dan
ihsan dalam kehidupan muslim.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Iman,Islam, dan Ihsan?

2. Bagaimana hubungan dan integrasi Iman,Islam, dan Ihsan dalam kehidupan


muslim?

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Iman

Dasar pemikiran bagi perjalanan dan kehidupan praktis umat manusia


seperti itulah yang menurut istilah Al Quran disebut iman. Kata iman itu
sendiri terdiri dari tiga huruf asal: Hamzah, Mim, dan Nun, yang
merupakan kata kerja dari mashdar al-amn (keamanan) lawan kata dari al-
khauf (ketakutan). Iman mengandung arti ketentraman dan kedamaian
kalbu, yang dari kata itu pula muncul kata al-amanah (amanah, bisa
dipercaya) lawan kata al-khiyanah (khianat, ingkar).

Sedangkan secara bahasa iman merupakan pengakuan hati. Sedangkan


secara syara’ tertuang dalam sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Iman
itu bukanlah dengan angan-angan, tetapi apa yang telah mantap di dalam
hati dan dibuktikan kebenerannya dengan amalan”. Dalam hadis lain juga
disebutkan bahwa “ Iman adalah pengakuan hati, pengucapan dengan
lidah, dan pengamalan dengan anggota”.

Kedua hadis di atas mengemukakan bahwa keimanan itu bermula dari


pengakuan hati, baru diiringi dengan pengucapan secara lisan kemudian
diamalkan dengan seluruh anggota badan.

Menurut Syahminan, manusia sewaktu menanggapi sesuatu, mula-


mula sesuatu itu mengenai panca inderanya, lalu oleh syarafnya, baru
dilaporkan kepada otak. Setelah otak mempertimbangkan, kemudian
meminta keputusan oleh hati. Setelah hati memutuskan, barulah otak
memerintahkan anggota badan lewat syaraf pula untuk melakukan
tindakan terhadap sesuatu itu. Jadi, tindakan berupa pengucapan dan
pengamalan , barulah akan ada setelah hati memutuskan. Dengan demikian
iman harus dimulai dengan menganggap (meniliti) sesuatu sehingga
timbul keputusan hati. Keputusan hati inilah yang akan diucapkan dan
diamalkan itu.

2
Jadi jelas bahwa iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah,
dan pengamalan anggota badan. Hal tersebut merupakan suatu kesatuan
proses yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

2.2 Islam

Secara etimologi, Islam berasal dari Bahasa Arab, terambil dari


kosakata salima yang berarti selamat sentosa. Dari kata ini kemudian
dibentuk menjadi kata aslama yang berarti memeliharakan dalam keadaan
selamat, sentosa, dan berarti pula berserah diri, patuh, tunduk, dan taat.
Dari kata aslama ini dibentuk kata Islam (aslama yuslimu islaaman) yang
mengandung arti sebagaimana terkandung dalam arti pokoknya, yaitu
selamat, aman, damai, patuh, berserah diri, dan taat. Orang yang sudah
masuk Islam dinamakan muslim, yaitu orang yang menyatakan dirinya
telah taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT., dengan
melakukan aslama orang ini akan terjamin keselamatannya di dunia dan di
akhirat.4 Selain itu ada pula yang berpendapat bahwa Islam berarti al-
istislam, yakni mencari keselamatan atau berserah diri.5 Pengertian yang
demikian itu sejalan dengan firman Allah SWT., antara lain:

َ‫سأ جنمر ىررلَْب‬


‫ر‬
‫رهُهججرو مررلَْ ج‬, ِ‫م وهُرو عل‬,‫هُرلَْفرنفعسجح‬,, ‫هُررججرأ‬,, ‫مهلرو جمعه جيرلَْرع ففجورخ لرو هُهبِّرر ردجنعع‬,‫ونرزجرحيَْ ج‬,‫نرج‬

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada


Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi
Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula
berserah diri.” (QS. Al-Baqarah(2):112)

Dari keterangan singkat tersebut dapat disimpulkan bahwa dari segi


bahasa Islam adalah berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah SWT.
dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Pengertian agama Islam dari segi istilah terdapat beberapa hal sebagai
berikut :
1. Islam adalah agama yang didasarkan pada wahyu yang berasal
dari Allah SWT.
2. Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
3. Islam adalah agama yang bukan hanya dibawa oelh Nabi
Muhammad melainkan agama yang dibawa oleh nabi
sebelumnya, namun agama yang dibawa Nabi Muhammad jauh
lebih sempurna dibandingkan dengan agama yang dibawa oleh
nabi sebelumnya.
4. Islam adalah agama yang ditujukan hanya untuk kelompok
masyarakat pada zaman tertentu, melainkan agama yang
diperuntukkan bagi seluruh kelompok masyarakat pada setiap
zaman.
5. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya mencakup seluruh
aspek kehidupan manusia.
6. Islam adalah agama yang didasarkan pada lima pilar utama,
yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan
melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu.

Dengan demikian pengertian Islam baik dari segi bahasa maupun


istilah menggambarkan bahwa Islam adalah agama yang mengemban misi
keselamatan dunia dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran lahir
bathin bagi seluruh umat manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan,
ketundukan, dan kepasrahan kepada Tuhan, dengan melakukan segala
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Misi Islam yang demikian ini
sudah dibawa oleh para nabi terdahulu walaupun nama gama yang dibawa
nabi sebelum Nabi Muhammad SAW itu bukan Islam. Baru pada zaman
Nabi Muhammad SAW itulah agama ini bernama Islam sekaligus
mengemban misinya ini.

2.3 Ihsan
Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat
baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan.
Allah swt. berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.
Surat Al-Isra’ ayat 7

Artinya : “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi
dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang
kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-
muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-
musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan
1
sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.”
Surat Al-Qashash ayat 77

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah


kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
2
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan
bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan
kepada seluruh makhluk Allah.

Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:


1) Ihsan kepada orang tua

1Al-Qur’an Surat Al-Isra’


2 Al-Qur’an Surat Al-Qashash
Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat
23-24 “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu tidak
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya berumr lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku,
kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua
mendidik aku diwaktu kecil.” (QS. Al-Israa’: 23-24). Ayat
tersebut menjelaskan kepada kita bahwa ihsan kepada orang tua
itu sejajar dengan ibadah kepada Allah.Dalam sebuah hadist
riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw.
bersabda, “Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua,
dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.” Dalil
di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan
diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua
orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka
bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan
keislaman.
2) Ihsan kepada kerabat karib
Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun
hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah swt.
menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan
silatuhrahmi dengan perusak di muka bumi. Allah berfirman,
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan?” (QS. Muhammad: 22). Silaturahmi adalah
kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan
sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba
dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan
silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, “Aku
adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan
rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku. Maka,
barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula
baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku
putuskan hubunganku dengannya.” (HR. Turmudzi). Dalam
hadits lain, Rasulullah bersabda, “Tidak akan masuk surga,
orang yang memutuskan tali silaturahmi.” (HR. Syaikahni dan
Abu Dawud).
3) Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi,
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Aku dan orang yang
memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya
menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya).” Dan Diriwayatkan
oleh Turmudzi, Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa —dari Kaum
Muslimin— yang memelihara anak yatim dengan memberi
makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya ke
dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang
tidak terampuni.”
4) Ihsan kepada tetangga dekat, tengga jauh, serta teman sejawat
Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat
dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta
tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh
dari rumah. Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang
berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan,
teman sekolah atau kampus, perjalanan, ma’had, dan
sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga.
Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja,
tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai
tetangga dan sebagai muslim; sedang tetangga muslim dan
kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai
muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal
ini dalam sabdanya, “Demi Allah, tidak beriman, demi Allah,
tidak beriman.” Para sahabat bertanya, “Siapakah yang tidak
beriman, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Seseorang yang
tidak aman tetangganya dari gangguannya.” (HR. Syaikhani).
Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda, “Tidak beriman
kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam,
sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia
megetahuinya.”(HR. Ath-Thabrani).
5) Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
Ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi
kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya,
menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya
pelayanan. Adapun muamalah terhadap pembantu atau
karyawan dilakukan dengan membayar gajinya sebelum
keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang
ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan
menghargai pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka
hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi
pakaian dari apa yang kita pakai.
Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah swt.
menutupnya firman-Nya yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah
tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi
mengingkari nikmat.” (QS. Al-Hajj: 38). Ayat tersebut
merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang
tidak berlaku ihsan. Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa
dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat
yang sangat dibenci oleh Allah swt.
6) Ihsan dengan perlakuan dan ucapan baik kepada manusia
Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa beriman
kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik
atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Masih riwayat dari
Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, “Ucapan yang baik
adalah sedekah.”
Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan
ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada
yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran,
menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang
bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu
mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta
melukai mereka.
7) Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan
memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit,
tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya
jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan,
pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya
dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan
pisau yang tajam.
Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal
ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar
sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah
tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik
3
ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya.
2.4 Hubungan dan Integrasi Islam, Iman, dan Ihsan
Dalam hadis riwayat H.R. Muslim terdapat dalil bahwa iman,islam,
dan ihsan semuanya disebut ad-din/agama yang mencakup 3 tingkatan.
1. Tingkatan Islam
Di dalam hadis tersebut, ketika Rasulullah SAW ditanya tentang
Islam beliau menjawab, Islam yaitu hendaklah engkau bersaksi tiada yang
patut disembah kecuali Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad adalah
utusan Allah SWT. Hendaklah engkau mendirikan salat, membayar zakat,
berpuasa pada bulan ramadhan, dan mengerjakan haji jika engkau mampu.
Dari sinilah kemudian di rumuskan bahwa islam itu terdiri dari 5 rukun.
Jadi, islam yang dimaksud adalah amalan-amalan lahiriah yang meliputi
syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji. Yang selanjutnya disebut dengan
rukun islam.
2. Tingkatan Iman

3http://www.dakwatuna.com/2008/02/06/385/ihsan/#ixzz3pRGH6X6a, diakses pada sabtu, 22 juni 2019, 09.00


Selanjutnya saat Nabi ditanya mengenai iman. Beliau bersabada,”
Hendaknya engkau beriman kepada Allah SWT, beriman kepada para
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah
engkau beriman kepada Qada’ dan Qadar”. Jadi iman yang dimaksud
adalah mencakup perkara batiniah yang ada di dalam hati. Dari sini dapat
dipahami bahwa Islam diartikan sebagai amalan-amalan anggota badan,
sedangkan iman diartikan sebagai amalan hati yang berupa kepercayaan
dan keyakinan terhadap ajaran Islam yang tercakup dalam rukun iman
yang dijelaskan diatas. Akan tetapi, bila disebutkan secara mutlak salah
satunya, Islam atau Iman saja, maka sudah mencakup yang lainnya,
sebagaimana firman Allah SWT “Dan aku telah ridha Islam menjadi
agama kalian”. (Q.S. Al-MAIDAH: 3). Kata Islam disini sudah mencakup
Islam dan Iman.
3. Tingkatan Ihsan
Nabi juga ditanya oleh Jibril tentang Ihsan. Nabi bersabda, “Yaitu
engkau beribadah kepada Allah SWT seolah-olah engkau melihatNya.
Namun jika engkau tidak dapat beribadah seolah-olah melihatNya,
sesungguhnya ia melihat engkau”. Ihsan yaitu sikap menyembah/ta’abud
kepada Rabb-Nya dengan ibadah yang dipenuhi rasa harap dan keinginan,
seolah-olah dia melihat-Nya sehingga dia pum sangat ingin sampai
kepadaNya, dan ini adalah derajat ihsan yang paling sempurna. Tapi bila
dia tidak bisa mencapai kondisi ini maka hendaknya dia berada di derajat
kedua yaitu: menyembah kepada Allah SWT dengan ibadah yang dipenuhi
rasa takut dan cemas akan siksa-Nya, oleh karena itulah Nabi bersabda,
“jika kamu tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya dia melihatmu”,
artinya jika kamu tidak mampu menyembahNya seolah-olah kamu
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. Jadi tingkatan ihsan ini
mencakup perkara lahir maupun batin.
Oleh karena itulah para ulama muhaqqiq/peneliti menyatakan bahwa
setiap mukmin pasti muslim, karena orang yang telah merealisasikan iman
sehingga iman itu tertanam kuat di dalam hatinya pasti akan melaksanakan
amal-amal Islam/amalan lahir. Sebaliknya, belum tentu setiap muslim itu
mukmin, karena bisa jadi imannya sangat lemah sehingga hatinya tidak
meyakini keimanannya dengan sempurna walaupun dia melakukan amalan
lahir dengan anggota badannya, sehingga statusnya hanya muslim saja dan
tidak tergolong mukmin dengan iman yang sempurna. Sebagaimana Allah
SWT telah berfirman, “orang-orang arab badui itu mengatakan ‘kami telah
beriman’. Katakanlah ‘kalian belumlah beriman tapi hendaklah kalian
mengatakan: ‘kami telah berislam’.” (Q.S. Al Hujarat: 14). Dengan
demikian jelaslah bahwa agama ini memang memiliki tingkatan-tingkatan,
dimana satu tingkatan lebih tinggi daripada tingkatan yang lainnya.
Tingkatan pertama yaitu Islam, kemudian tingkat yang lebih tinggi dari itu
adalah iman, kemudian yang lebih tinggi dari tingkatan iman adalah ihsan.
4
Orang yang berada dalam tingkatan iman disebut muhsin.
Iman, Islam dan Ihsan merupakan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya
sangat berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang
lainnya tidak bias dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan istilah yang
berbeda, namun semuanya berada dalam satu napas.
Ketiga istilah tersebut dalam praktiknya menjadi satu. Dalam
praktiknya kata-kata iman misalnya dihubungkan dengan larangan
menghina orang lain, saling mencela dan memberi julukan yang negative.
Iman juga dihubungkan dengan larangan berburuk sangka, saling
mengintip dan saling mengumpat. Hal ini dapat kita laihat pada ayat-ayat
berikut ini :

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum


mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-
olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula
wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi
wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang
mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan

4Junaidi Hidayat, Ayo Memahami Akidah dan Akhlak Untuk MTs/SMP Islam Kelas VII, Erlangga, Jakarta,
2009, hal. 13-14.
janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
dzalim.”(Q.S. Alhujarat ;11)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari


prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”
(Q.S. Al-Hujarat ; 12)

Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab


(Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat
Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang
lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS. Al-Ankabut ;
45)

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,” (QS. Al-Baqarah ; 183)
Artinya : “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang
siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji,
maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam
masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan,
niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik
bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang
berakal.”(QS. Al-Baqarah; 197)

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-
Taubah; 103)
Dari ayat-ayat tersebut di atas dapat dipetik suatu kesimpulan bahwa
rukun Islam yang diimplementasikan dalam praktik ibadah selalu
dihubungkan dengan akhlaku karimah (Ihsan), atau perbuatan-perbuatan
yang bernilai kebaikan, seperti shalat dikaitkan dengan menghindarkan diri
dari perbuatan keji dan mungkar, puasa dikaitakan dengan ketakwaan, haji
dikaitkan dengan tidak boleh berkata kotor, dusta, dan sebagainya, begitu
pun juga dengan zakat dikaitkan dengan penyucian jiwa atau harta.
Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan mendorong manusia
untuk bergerak dengan kesungguhan hati untuk mempraktikkan atau
mengamalkan apa yang dipereintahkan dari apa yang diyakininya yang
melahirkan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalani hidup dan kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan keimanan dan
keislaman seseorang, atau kesempurnaan keimanan dan keislaman
seseorang akan Nampak pada sikap atau tingkah lakunya baik perkataan,
perbuatan, atau pun pikiranya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Iman merupakan pengakuan hati, pengucapan lidah, dan pengamalan


anggota badan, Islam adalah agama yang mengemban misi keselamatan
dunia dan akhirat, kesejahteraan, dan kemakmuran lahir bathin bagi
seluruh umat manusia dengan cara menunjukkan kepatuhan, ketundukan,
dan kepasrahan kepada Tuhan, dengan melakukan segala perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya, Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan
hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya
agar sampai pada tingkat tersebut.
Iman, Islam dan Ihsan merupakan inti pokok ajaran Islam. Ketiganya
sangat berhubungan erat dan saling mengisi, bahkan satu dengan yang
lainnya tidak bias dipisahkan. Walaupun memiliki definisi dan istilah yang
berbeda, namun semuanya berada dalam satu napas.
Ketiga istilah tersebut dalam praktiknya menjadi satu. Dalam
praktiknya kata-kata iman misalnya dihubungkan dengan larangan
menghina orang lain, saling mencela dan memberi julukan yang negative.
Iman juga dihubungkan dengan larangan berburuk sangka, saling
mengintip dan saling mengumpat.
Iman yang pada awalnya sebuah ikrar, akan mendorong manusia
untuk bergerak dengan kesungguhan hati untuk mempraktikkan atau
mengamalkan apa yang dipereintahkan dari apa yang diyakininya yang
melahirkan ketaatan atau kepatuhan dalam menjalani hidup dan kehidupan
sehari-hari. Dengan kata lain, Ihsan lahir dari kesempurnaan keimanan dan
keislaman seseorang, atau kesempurnaan keimanan dan keislaman
seseorang akan nampak pada sikap atau tingkah lakunya baik perkataan,
perbuatan, atau pun pikiranya

.
3.2 Saran
Iman, Islam dan Ihsan haruslah dilaksanakan secara beriringan agar
menjadi insan kamil (manusia sempurna).
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim
Hidayat,Junaidi.2009. Ayo Memahami Akidah dan Akhlak Untuk
MTs/SMP Islam Kelas VII.Jakarta:Erlangga
http://www.dakwatuna.com/2008/02/06/385/ihsan/#ixzz3pRGH6X6a,
diakses pada sabtu, 22 juni 2019, 09.00
Ibn Mandzur.tth.Lisan al-Arab.Mesir: Dar al-Ma’arif
Maududi,Abul A’la.1986. Dasar Dasar
Iman.Bandung:Penerbit Pustaka
Razak,Nasaruddin.1997. Dienul Islam.Bandung: Al-Ma’arif
Sueb,Musa.1996. Urgensi Keimanan dalam Abad
Globalisasi.Jakarta:Pedoman Ilmu Jaya

Anda mungkin juga menyukai