PEMBAHASAN
A. Waktu dan Tempat Observasi
Observasi dilaksanakan pada hari Rabu, 04 Desember 2019 pukul 09.00 WIB s.d. pukul
12.00 WIB di salah satu pabrik aci kawung Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten
Ciamis.
B. Hasil Observasi
Pemilik pabrik aci kawung adalah bapak H. Diki. Pabrik ini merupakan usaha lanjutan dari
orang tuanya yang sudah berdiri sekitar 30 tahun dengan luas lahan sekitar 1 hektar. Pabrik ini
belum memiliki merk dagang dengan alasan karena ini merupakan pabrik kecil-kecilan.
Jumlah pegawai 7 orang yang berasal dari daerah setempat dengan tugas yang berbeda yang
terdiri dari 1 orang mandor (asisten pemilik), 1 orang tukang bubut, 2 orang pengangkut limbah
dan pengemas aci, 1 orang sopir, dan 1 pemotong pohon aren, dan satu orang penjemur.
Gaji pegawai yang diberikan berbeda-beda sesuai dengan tugasnya, jumlah gaji yang
diberikan berkisar 45.000 s.d 100.000.
Bahan baku aci kawung adalah pohon aren/kawung. Pohon aren yang digunakan adalah
pohon yang sudah tidak bisa disadap airnya (air nira) sehingga perlu di cek dulu keadannya oleh
ahli apakah pohon tersebut mengandung aci atau tidak. Pohon aren yang didapat oleh pemilik
pabrik berasal dari supplier yang langsung dikirim ke tempat dengan harga beli 500.000 rupiah
setiap pohonnya apabila pohonnya dalam keadaan baik (terdapat banyak kandungan aci)
sedangkan untuk pohon yang keadaannya tidak terlalu baik (mengandung sedikit aci) dihargai
100.000 rupiah setiap pohonya. Pohon aren oleh supplier biasanya didapat dari luar kota Ciamis
diantaranya Cijulang, Cipatujah, Malangbong, Kuningan, dan Jawa Tengah. Hal ini karena di
daerah setempat sudah jarang bahkan tidak tersedia pohon aren.
Produksi aci kawung dilakukan setiap hari mulai dari pukul 07.00 WIB s.d 14.00 WIB.
Produksi aci kawung yang pada awalnya dijalankan secara manual dan hanya dapat memproduksi
sebanyak satu kolbak kawung setiap harinya sekarang beralih dengan produksi secara modern
(menggunakan mesin canggih) sehingga mampu memproduksi kawung sebanyak 1 truk engkel
yang meghasilkan 1,5 ton aci kawung setiap harinya (dalam satu kali produksi).
Produksi aci kawung setiap harinya membutuhkan 5 – 8 pohon aren (1 truk engkel) untuk
satu kali produksi. Mula-mula pohon aren dipotong-potong sekitar 0,5 meter yang kemudian
dibubut, digiling dan disaring sampai keluar aci. Aci lalu diendapkan dalam bak, sampai pada sore
hari aci yang mengendap tersebut dibersihkan, diangkat dalam karung dan dijemur. Aci kawung
yang dihasilkan dari satu truk engkel adalah 1,5 ton aci kawung kering.
Kegagalan yang biasanya terjadi dalam produksi aci kawung adalah acinya menghitam
karena kualitas pohon aren yang kurang baik (terlalu lama dibiarkan dan terkena panas). Namun
hal ini jarang terjadi.
Aci kawung hasil produksi kemudian dipasarkan sesuai permintaan di sekitar daerah Ciamis
mulai dari pasar sampai dengan konsumen yang datang langsung ke pabrik. Aci kawung yang
dipasarkan biasanya dalam keadaan kering yang sudah melalui penjemuran dan pengemasan dalam
karung berukuran 25 kg. Aci kawung ini biasanya digunakan untuk bahan dasar pembuatan
basreng, bakso, hun kue dan mie soun/bihun.
Aci kawung dijual dengan harga 7000 rupiah/kg. Sehingga pemilik mendapatkan
keuntungan sebanyak 500 rupiah/kg aci kawung yang dijual. Apabila dijumlahkan keuntungan
produksi setiap harinya sekitar 750.000 rupiah atau sekitar 22.500.000 keuntungan dalam satu
bulan produksi. Namun itu bukanlah penghasilan bersih. Penghasilan tersebut digunakan untuk
keperluan produksi seperti membayar gaji karyawan dan membeli bahan baku.
Kendala dalam produksi aci kawung ini adalah limbah. Pemilik belum menemukan alternatif
yang sesuai untuk menangani limbah (terdapat 3 jenis limbah yaitu limbah kasar/lignoselulose,
kasar ringan/ellod, dan limbah cair), sehingga limbah padat dibiarkan menggunung hingga setinggi
atap pabrik dan limbah cair mengalir begitu saja. Akibatnya limbah padat yang mengalami
pembusukan dan bercampur dengan limbah cair akan menimbulkan bau, sehingga terkadang
mendapat keluhan dari masyarakat sekitar pabrik mengenai bau limbah yang menyengat terutama
saat musim hujan. Sebenarnya ada alternatif, namun itu belum mampu menangani limbah
sepenuhnya. Menurut pemilik, biasanya ada orang yang memanfaatkan limbah cair untuk pupuk
pertanian dan limbah padat dimanfaatkan untuk media tanam jamur merang, namun
pemanfaatannya hanya sedikit sehingga limbah masih menumpuk. Pemilik memberikan secara
gratis untuk siapa saja yang mau memanfaatkan limbah hasil produksi aci kawung dan hanya
memberikan biaya transportasi saja.
Tidak semua limbah produksi aci kawung menjadi kendala, ruyung yang tidak digunakan
bermanfaat bagi pabrik tahu untuk kayu bakar. Sehingga pemilik menjual ruyung tersebut per satu
petak dengan harga 90.000 rupiah.
Meskipun keberadaan pabrik aci kawung ini cenderung memberikan dampak negatif
terhadap lingkungan namun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaannya dapat membantu
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan ekonomi.