Anda di halaman 1dari 20

Case Report Section

Karsinoma Bronkogenik dengan Pneumonia

Oleh:

Oleh:
Winda Yulistiawati 1940312092
Muhammad Fikri El-Khair 1940312023

Preseptor:
dr. Irvan Medison, Sp.P(K).FISR. FAPSR
dr. Dessy Mizarti, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUPDR M DJAMIL PADANG
2019
Case Report Section “Ca Bronkogenik dengan Pneumonia” telah dilaksanakan
pada
tanggal 9 Desember 2019

Perseptor
dr. Irvan Medison, Sp.P(K), FISR,FAPSR
dr. Dessy Mizarti, Sp.P

Mengetahui
Ketua Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran
UNAND / KSM Paru RSUP Dr. M. Djamil
Padang

dr. Irvan Medison, SpP (K) FISR. FAPSR


NIP.196704012005011002

Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
RSUP Dr. M. Djamil Padang
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran pernapasan bagian bawah, bersifat epitelia yang berasal dari mukosa
percabangan bronkus dan telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker
pada laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan data World Health
Organization(WHO) tahun 2012, di seluruh dunia kematian akibat kanker paru
sendiri menempati urutan ke-7 setelah penyakit jantung iskemik, stroke, infeksi
saluran pernapasan bawah, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), diare dan
human immunodeficiency virus/acquired immunodeficiency syndrome
(HIV/AIDS).
Kanker paru, bersama penyakit kanker trakea dan bronkus tercatat
menyebabkan 7,6 juta kematian atau sekitar 13% kematian di seluruh dunia pada
tahun 2008. Di Indonesia sendiri, sistem pencatatan angka kejadian penyakit ini
sangat minim, data terakhir merujuk pada rentang tahun 1993-2007, tercatat
bahwa pada laki-laki, kanker trakea, bronkus dan paru-paru ada di urutan pertama
untuk kasus baru kanker yang terdiagnosis dengan angka 18,4% dan pada wanita
di urutan keempat setelah kanker payudara, serviks, dan ovarium di angka 7,68%.
Angka kematiannya sendiri pada laki-laki adalah 18,48% dan pada wanita adalah
5,52%.
Peningkatan insiden karsinoma bronkogenik terjadi karena beberapa faktor
seperti peningkatan kebiasaan merokok di tengah masyarakat, peningkatan polusi
udara, adanya riwayat paparan radiasi dan zat-zat karsinogenik. Peningkatan
angka morbiditas dan mortalitas karsinoma bronkogenik berkaitan dengan
beberapa faktor, salah satunya adalah keterlambatan dalam penegakkan diagnosis,
yang dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan tenaga kesehatan dalam
mendeteksi tanda dan gejala yang mengarah kepada karsinoma bronkogenik,
kemudian kurangnya fasilitas penunjang di layanan kesehatan dalam membantu
penegakkan diagnosis serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam memeriksan
kesehatan secara rutin, menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam penegakkan
diagnosis sehingga banyak kasus karsinoma bronkogenik ditemukan sudah dalam
stadium lanjut. Hal ini akan menyebabkan penatalaksanaan pada pasien menjadi
tidak optimal oleh karena pada stadium lanjut pemilihan terapi menjadi sempit
serta respon terapi pada stadium lanjut juga rendah.
Sangat penting bagi tenaga kesehatan untuk mengenal tanda, gejala dan
hal-hal yang berkaitan dengan karsinoma bronkogenik agar tidak terjadi
keterlambatan dalam penegakkan diagnosis dan keterlambatan dalam melakukan
rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Karsinoma bronkogenik memiliki
tanda dan gejala hampir serupa dengan gejala dari beberapa penyakit paru lain
diantaranya terdapat keluhan sesak nafas, batuk, atau nyeri dada namun pada
kasus karsinoma bronkogenik perlu diperhatikan durasi dan faktor resiko, karena
keluhan-keluhan pada kasus ini berlangsung lama bahkan tidak kunjung sembuh,
selain itu angka kejadian karsinoma bronkogenik ini tinggi pada pasien usia > 40
tahun dengan riwayat merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun
waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥50 tahun dengan riwayat
merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor resiko lainnya diantaranya
pajanan radiasi, riwayat kanker pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat
penyakit paru seperti PPOK atau fibrosis paru.
Infeksi saluran pernapasan menjadi penyebab angka kematian dan
kesakitan yaang tertinggi di dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru praktek
umum berhubungan dengan infeksi saluran napas yang terjadi di masyarakat atau
di dalam rumah sakit. Pneumonia yang merupakan bentuk infeksi saluran napas
bawah akut di parenkim paru dijumpai sekitar 15-20%.
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme
(bakteri, virus, jamur, parasit) selain Mycobacterium tuberculosis. Berdasarkan
klinis dan epidemiologis pneumonia dibedakan atas pneumonia komunitas
(Community-Acquired Pneumonia = CAP), pneumonia didapat di Rumah Sakit
(Hospital-Acquired Pneumonia = HAP), dan pneumonia akibat pemakaian
ventilator (Ventilator-Acquired Pneumonia = VAP).
Menurut WHO, penyakit infeksi saluran pernapasan bawah merupakan
kasus infeksius penyebab kematian terbesar di seluruh dunia (ururtan ketiga dari
penyebab kematian secara umum), dengan angka kematian mencapai 3,5 juta
setiap tahunnya.
Pada umumnya prognosis pneumonia baik, tergantung faktor pasien,
bakteri penyebab, dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis pasien yang dirawat.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan case report ini adalah untuk memahami dan menambah
pengetahuan mengenai definisi, epidemiologi, faktor resiko, patogenesis,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis Pneumonia dengan Ca
Paru.

1.2 Batasan Masalah


Laporan kasus ini membahas mengenai Pneumonia dengan Ca Paru
1.3 Metode Penulisan
Laporan kasus ini dibuat dengan metode diskusi yang merujuk dari
berbagai referensi.
BAB 2
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur/tgl lahir : 66 tahun / 5 Juli 1953
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani
No. RM : 01057731
Alamat : Darussalam, Tebo Tengah, Jambi
Status perkawinan : Menikah
Negeri asal : Kerinci, Jambi

2. ANAMNESIS PASIEN
Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Sesak napas tidak menciut, meningkat dengan aktivitas, tidak dipengaruhi
cuaca, emosi, dan makanan, sudah dirasakan 3 bulan yang lalu, karena
sesak pasien berobat ke RSUP Dr. M. Djamil Padang dan dilakukan Ro
Thorax dan cek sputum (TCM : MTB not detected).
- Bstuk berdahak meningkat sejak 3 hari yang lalu, dahak putih kental,
sukar dikeluarkan. Batuk berdahak dirasakan sejak 3 bulan lalu, hilang
timbul
- Batuk berdarah 3 bulan yang lalu, saat ini sudah tidak ada.
- Demam (-)
- Nyeri dada kanan (+), tidak menjalar, meningkat ketika batuk
- Keringat malam (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-)
- Penurunan nafsu makan (+), penurunan BB 6 kg dalam 3 bulan
- Suara serak (-) nyeri menelan (-)
- BAB dan BAK tidak ada kelainan
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat minum OAT (-)
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat diabetes melitus (-)
- Riwayat keganasan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat minum OAT dalam keluarga (-)
- Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
- Riwayat diabetes melitus dalam keluarga (-)
- Riwayat keganasan dalam keluarga (-)

Riwayat Sosial Ekonomi dan lain-lain


- Riwayat pekerjaan: petani sawah
- Riwayat kebiasaan: merokok (+), merokok 25 batang per hari selama 40
tahun, berhenti sejak 3 bulan yang lalu (status bekas perokok, IB berat)

3. PEMERIKSAAN FISIK
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Komposmentis kooperatif
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 90 x/menit
- Pernafasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,1C
- Sianosis : (-)
- TB : 171 cm
- BB : 49 kg
- BMI : 18,7 Kg/cm2 (Normoweight)
- Edema : (+)
- Kulit : teraba hangat
- KGB : tidak teraba pembesaran KGB
- Kepala : normocephal
- Leher : JVP 5+2 cmH2O
- Rambut : tidak mudah rontok
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Thorak :
 Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari LMCS
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising (-)
 Paru
Inspeksi :
venektasi dada kanan (+)
statis: asimetris, dada kanan flat dari kiri
dinamis : Pergerakan dada kanan tertinggal dari
kiri
Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri
Perkusi : kanan: atas-RIC VI redup, RIC VI-bawah sonor
kiri: sonor
Auskultasi :
kanan: atas – RIC VI SN melemah,
RIC VI – bawah SN Bronkovesikular Rh (+)
kiri: suara nafas bronkovesikuler, Rh +. Wh -
 Punggung
Inspeksi :
Statis : Asimetris, dada kanan flat dari kiri
Dinamis : Pergerakan dadan kanan tertinggal dari kiri
Palpasi : fremitus kanan lemah dari kiri
Perkusi : kanan: redup kiri: sonor
Auskultasi :
kanan: suara nafas melemah
kiri: suara nafas bronkovesikuler, rh -/-. Wh -/-
 Abdomen
Inspeksi : distensi (-)
Palpasi :
- Hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
 Genitalia :
Tidak dilakukan pemeriksaan
 Ekstremitas : Edema -/-, clubbing finger -/-, akral hangat
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 8 g/dl (Nilai rujukan: pria 14-18 g/dl)
Ht : 26% (Nilai rujukan: pria 40-48%)
Leukosit : 26.020 /mm3 (Nilai rujukan: 5000-10000)
Trombosit : 568.000 //mm3 (Nilai rujukan: 150000-
400000)
PT : 9,8 detik
APTT : 36,4 detik

Rontgen
5. DIAGNOSIS
Susp. Ca bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx, min std III B,
PS 70-80 + CAP + Anemia ringan, hipoalbumin
6. PENATALAKSANAAN
- IVFD NaCL 0,9 % 12 jam/kolf
- Cek procalcitonin dan dift.-count
- Cek gambaran darah tepi
- Injeksi Seftriaxon 1 x 2 mg
- Azitromicin 1 x 500 mg
- Injeksi Furosemid 1 x 20 mg
- Injeksi Dexamethason 3 x 1 mg
- N-Asetilsistein 2x200 mg
- Ekstra 4 putih telur
- BTA I,II, TCM
- Cek kultur sputum
- Cek sitologi sputum
- USG Thorax -> TTNA dan Core biopsy
- CT scan thorax dengan kontras
PERJALANAN PENYAKIT (follow up)

Senin, 25 November 2019 Jam 17.00 WIB


S Sesak nafas (+) berkurang , batuk (+) berkurang, nyeri dada (+),
batuk darah (-), demam (-)

O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 160/65, Nd:800, Nf: 22x/ menit, T:
36,3ºC
Paru: Aus:
Ka: Atas-RIC VI Suara nafas melemah rh (+) wh (-) RIC VI-
bawah suara nafas bronkovesikuler, rh (+), wh (-)

Ki: SN bronkovesikuler
A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min
stg III B ps 70-80 dengan SVCS
P - IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf & punksi cairan pleura
- Injeksi Seftriaxon 1 x 2 mg
- Azitromicin 1 x 500 mg
- Injeksi Furosemid 1 x 20 mg
- Injeksi Dexamethason 3 x 1 mg
- N-Asetilsistein 2x200 mg
- Ekstra 4 putih telur
- Cek gambaran darah tepi, MCV, MCH, MCHC,
Retikulosit
- Cek kultur sputum dan sensitivitas kuman banal
- Cek sitologi sputum
- USG guiding TTNA/Core Biopsi
- Bronkoskopi dengan persiapan
- CT-scan toraks dengan kontras

Tanggal 26 November 2019 jam 7.00 WIB


S Sesak nafas (+) menurun , batuk (+) berdahak, nyeri dada (+)
berkurang
O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 120/70, Nd: 80, Nf: 20x/ menit, T:
37ºC
Paru: Aus:
Ka: Atas-RIC VI Suara nafas melemah rh (+) wh (-) RIC VI-
bawah suara nafas bronkovesikuler, rh (+), wh (-)
Ki: SN bronkovesikuler
A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min
stg III B ps 70-80 dengan SVCS + CAP DD/ parapneumoplastik
syndrom + anemia ringan
P - IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf & punksi cairan pleura
- Injeksi Seftriaxon 1 x 2 mg
- Azitromicin 1 x 500 mg
- Injeksi Furosemid 1 x 20 mg
- Injeksi Dexamethason 3 x 1 mg
- N-Asetilsistein 2x200 mg
- USG Thorax -> TTNA dan Core biopsy
- Cek procalcitonin
- Cek gambaran darah tepi, MCV, MCH, MCHC,
Retikulosit
- Cek kultur sputum dan sensitivitas kuman banal
- Cek sitologi sputum
- USG guiding TTNA/Core Biopsi

Tanggal 27 November 2019 jam 7.00 WIB


S Sesak nafas (+) menurun , batuk (-), nyeri dada

O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 80, Nf: 20x/ menit, T:
36,3ºC
Paru: Aus:
Ka: Atas-RIC VI Suara nafas melemah rh (+) wh (-) RIC VI-
bawah suara nafas bronkovesikuler, rh (+), wh (-)
Ki: SN bronkovesikuler
A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min
stg III B ps 70-80 dengan SVCS + CAP DD/ parapneumoplastik
syndrom + anemia ringan
P - IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf
- Cek darah rutin
- Rencana bronkoskopi tanggal 3/12/2019
Tanggal 28 November 2019 jam 7.00 WIB
S Sesak nafas (+) menurun , batuk (+) berdahak, nyeri dada (+)
berkurang
O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 78, Nf: 20x/ menit, T:
36,3ºC
Paru: Aus: Ka: Suara nafas menghilang
Ki: suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-

A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min


stg III B ps 70-80 dengan SVCS + CAP DD/ parapneumoplastik
syndrom + anemia ringan
P - IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf
- Persiapan bronkoskopi

Tanggal 2 November 2019 jam 17.00


S Sesak nafas (+) menurun , demam (-), batuk (-)

O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 100, Nf: 22x/ menit,
T: 36,3ºC
Paru: Aus: Ka: atas-RIC VII : SN bronkovesikuler
RIC VII-bawah : SN melemah
Ki: suara nafas vesikuler, rh -/-, wh -/-

A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min


stg III B ps 70-80 dengan SVCS + CAP DD/ parapneumoplastik
syndrom + anemia ringan
P - IVFD NaCL 0,9 % 8 jam/kolf
- Persiapan bronkoskopi

Tanggal 4 November 2019


S Sesak nafas (+) menurun , batuk (-), demam (-)
O Ku: sedang, Kes: CMC, TD: 110/70, Nd: 80, Nf: 22x menit, T:
36,8ºC
Paru: Aus: Ka: atas-RIC VII : SN bronkovesikuler
RIC VII-bawah : SN melemah
Ki: suara nafas bronkovesikuler, rh -/-, wh -/-
A Susp. Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui T4NxMx min
stg III B ps 70-80 dengan SVCS + CAP DD/ parapneumoplastik
syndrom + anemia ringan
P - IVFD NaCL 0,9 % 12 jam/kolf
- O2 3-4 L/m via nasal kanul
- Inj. Ampicilin Sulbactan 3x3 gr (iv)
- Inj. Levofloxacine 1x750 mg (iv)
- Inj. Furosemide 1x20 mg (iv)
- Inj Dexamethasone 2x2 amp (iv)
- Codein 3x10 mg
- Cek Feses
BAB 3
DISKUSI
Karsinoma bronkogenik ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang. Berdasarkan teori, pasien karsinoma bronkogenik memiliki
gejala klinis dengan keluhan utama berupa batuk kronik, batuk darah, sesak nafas,
suara serak, nyeri dada, sukar menelan, benjolan di pangkal leher, sembab muka
dan leher, serta sindroma pancoast. Selain itu juga terdapat tanda yang tidak khas
seperti berat badan berkurang, nafsu makan menurun, demam hilang timbul dan
sindrom paraneoplastik.
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, Tn S mengeluhkan adanya sesak
nafas meningkat sejak 3 hari yang lalu. Sesak tidak menciut, meningkat dengan
aktivitas dan batuk. Sesak sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Sesak napas
merupakan suatu gejala paru, ini bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain;
tumor di dalam saluran napas atau tumor yang menekan saluran napas. Keadaan
ini dapat menyebabkan atelektasis dan penurunan faal paru yang berakhir dengan
sesak napas. Selain keadaan di atas efusi pleura juga menyebabkan sesak napas
pada kanker paru.(1)
Tn. S juga mengeluhkan nyeri dada kanan sejak 3 bulan yang lalu, bersifat
hilang timbul, meningkat ketika pasien batuk, dan nyeri yang dirasakan tidak
meningkat dengan aktifitas, serta tidak menjalar ke bahu. Nyeri dada adalah gejala
yang umum terjadi yaitu sekitar 50% pasien karsinoma bronkogenik.
Ketidaknyamanan sering tidak jelas dan hilang timbul. Invasi dinding dada
seringkali ditandai dengan nyeri pleuritis yang menetap. Nyeri dada dapat
dirasakan oleh penderita kanker paru, keadaan ini disebabkan keterlibatan pleura
parietal, tergantung luas dan lokasi tumor tersebut, nyeri ini dirasakan saat
inspirasi. (1)
Tn S juga mengeluhkan adanya batuk sejak 3 bulan yang lalu, berdahak,
dahak berwarna putih encer. Batuk ialah gejala umum lainnya pada kelainan paru
dan juga merupakan gejala awal kanker paru. Berbagai kepustakaan menyatakan
batuk merupakan manifestasi yang sering dikeluhkan oleh penderita kanker paru.
Patogenesis terjadinya batuk pada kanker paru diawali dengan berbagai
rangsangan reseptor batuk yang terletak di dalam rongga toraks, antara lain
terdapat di bronkus. Reseptor di bronkus utama lebih banyak dibandingkan
bronkus kecil. Jika ada rangsangan di bronkus melalui serabut aferen diteruskan
ke medula oblongata melalui cabang nervus vagus, kemudian melalui serabut
eferen menuju ke efektor yang terdapat di dalam bronkus. Di daerah efektor inilah
mekanisme batuk terjadi. Bersamaan dengan siklus itu glotis tertutup terjadi
kontraksi otot-otot dada, abdomen dan relaksasi diafragma, keadaan itu
menyebabkan tekanan positif di dalam rongga dada yang tiba-tiba dilepaskan pada
saat glotis terbuka, udara keluar menggetarkan jaringan saluran napas termasuk
pita suara, sehingga menimbulkan batuk. (1).
Tn. S juga memiliki faktor resiko terjadinya kanker bronkogenik yaitu
merokok, dengan merokok risiko terkena penyakit makin besar seiring dengan
banyaknya jumlah rokok yang diisap dan semakin mudanya usia awal merokok.(2).
Pada ca bronkogenik pasien biasanya juga mengeluhkan suara serak, hal ini
disebabkan karena Bila tumor menekan n.laringeus rekurens akan menimbulkan
gangguan persarafan pada pita suara. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB)
supraklavikula, leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB
atau tumor di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda
penyebaran.
Selain sesak nafas yang meningkat, Tn. S merasa lebih nyaman jika
bernafas dalam posisi duduk. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penekanan
jaringan paru yang disebabkan oleh masa tumor. Pada pasien dengan karsinoma
bronkogenik biasanya dapat diikuti dengan tanda metastase berupa efusi pleura.
Efusi pleura tersebut dapat disebabkan oleh beberapa kelainan antara lain infeksi
dan kasus keganasan di paru atau organ luar paru. Efusi pleura pada penyakit
keganasan dapat terjadi akibat, implantasi sel-sel tumor pada permukaan pleura,
pleuritis yang disebabkan pneumonitis sekunder akibat tumor paru, obstruksi
aliran limfe atau pembuluh darah, erosi pembuluh darah atau limfe sehingga
pembentukan cairan pleura meningkat, dan invasi langsung tumor ke rongga
pleura melalui dinding toraks. Keganasan dapat menyebabkan efusi pleura
dengan beberapa mekanisme, namun secara umum cairan yang terbentuk
merupakan cairan eksudat. Cairan eksudat merupakan cairan yang memenuhi
satu atau lebih kriteria Light, seperti rasio protein cairan pleura terhadap protein
serum >0,5, rasio lactate dehydrogenase (LDH) cairan pleura terhadap LDH
serum >0,6, dan level LDH cairan pleura lebih besar dari 2/3 batas atas level
normal LDH serum.

Pemeriksaan fisik berdasarkan panduan karsinoma bronkogenik dari


persatuan dokter paru Indonesia, pada pasien ini mecakup keadaan atau tampilan
umum pasien menurun, tidak teraba benjolan superfisial pada leher, ketiak atau
dinding dada, tidak terdapat pembesaran hepar atau tanda ascites, tidak terdapat
nyeri ketok di tulang. Pemeriksaan fisik paru didapatkan keadaan yang menurun,
terdiri dari inspeksi dinding dada asimetris dan cembung pada bagian yang sakit,
pergerakan dinding dada tidak simetris, pada dada yang sakit pergerakan akan
tertinggal. Palpasi didapatkan fremitus melemah pada bagian yang sakit, perkusi
dapat pekak pada daerah yang sakit dan auskultasi terdengan suara napas dapat
melemah hingga hilang.
Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium seperti Hb,
leukosit, tromobosit serta fungi hati dan fungsi ginjal lalu ditambah dengan
pemeriksaan patologi anatomi yang terdiri dari pemeriksaan sitologi, histopatologi
serta pemeriksaan imunohistokimia dalam penentuan jenis tumor.
Karsinoma bronkogenik merupakan salah satu jenis non-small cell lung
cancer. Pemeriksaan pencitraan juga perlu dilakukan, sebagai tahap awal dalam
penegakan diagnosis maka perlu dilakukan rontgen toraks AP/lateral dalam
penegakkan diagnosis dan mencari lesi yang dicurigai, bila ditemukan lesi yang
mencurgikan maka wajib dilakukam CT Scan toraks dalam penegakkan diagnosis,
menentukan lokasi lesi dan menentukan stadium. Pada pasien ini tumor belum
menginvasi nervus rekurens laringeus karena belum terdapat suara serak. Pada
pasien ini juga belum ditemukan adanya efusi pleura akibat keganasan. Pada
pasien denngan efusi pleura dilakukan torakosintesis dan pemasangan pigtail
kateter untuk mengurangi gejala sesak nafas sekaligus evakuasi cairan pleura.
Sebagai terapi terapeutik evakuasi ini bertujuan mengeluarkan sebanyak mungkin
cairan patologis yang tertimbun dalam rongga pleura, sehingga diharapkan paru
pada sisi yang sakit dapat mengembang lagi dengan baik, serta jantung dan
mediastinum tidak lagi terdesak ke sisi yang sehat, dan penderita dapat bernapas
dengan lega kembali. Pengeluaran cairan pleura dianjurkan tidak sekaligus
(maksimal 1500 mL) karena akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga menyebabkan edema paru re-ekspansif. Komplikasi lain adalah
hematotoraks, pneumotoraks, emfisema sub-kutis, reflex vasovagal, hipotensi,
gagal jantung, dan infeksi sekunder
Pasien dengan karsinoma bronkogenik biasanya juga di lakukan penilaian
performance score (ps) dengan Skor karnofsky dan WHO.

Pada pasien ini didapatkan PS 70-80, karena pasien masih bisa melakukan
aktivitas untuk mengurus diri sendiri.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya leukositosis.


Leukositosis terjadi pada pasien yang terinfeksi bakteri. Namun, pada infeksi
virus atau mikoplasma atau pada infeksi berat leukosit normal atau rendah.
Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia pada infeksi
kuman gram negatif atau es. Aureus pada pasien dengan keganasan dan gangguan
kekebalan faal hati mungkin terganggu. Adanya leukositosis pada pasien ini
kemungkinan disebabkan oleh pneumonia. Pada pemeriksaan rontgen ditemukan
adanya infiltrat pada bagian parahilus paru kanan dan kiri. Hal ini menandakan
adanya pneumonia.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, laboratorium, serta rontgen
thorak maka pasien di diagnosis dengan suspek Ca bronkogenik + community
acquired pneumonia. Pasien di klasifikasikan menderita CAP dikarenakan gejala
pneumonia pada pasien telah dirasakan sebelum pasien masuk rumah sakit.
Pada pengobatan untuk terapi pneumonia pasien mendapat antibiotik
berupa seftriakson dan azitromicin. Seftriakson merupakan cephalosporin
generasi ketiga memiliki aktivitas untuk gram negatif yang lebih luas, namun
kurang kuat untuk gram positif. Levofloxacine adalah antibiotik golongan
fluorokuinolon yang mempunyai spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram
negatif maupun positif. Levofloxacine bekerja dengan cara menghambat dua tipe
enzime II topoisomerase yaitu DNA Gyrase dan topoisomerase IV.
Topoisomerase IV memerlukan DNA terpisah yang telah direplikasi sebelum
pembelahan sel bakteri. Dengan DNA yang tidak dipisahkan, proses terhenti dan
supercoil DNA sehingga akan cocok di dalam sel yang baru terbentuk.
Kombinasi dari dua mekanisme di atas akan membunuh bakteri sehingga
levofloksasin (levofloxacin) digolongkan sebagai bakterisida.

Daftar Pustaka
1. Taufik, Ahmad Hudoyo. Gejala Kanker Paru. SMF Paru RSUD Bekasi
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI-RS
Persahabatan. 2005. Jakarta.
2. Taufik, Elisna Syahruddin, dkk. Faktor Risiko, Gejala Klinis dan
Diagnosis Kanker Paru Di Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas-Rumah Sakit Dr. M. Djamil, Padang Tahun 2005,
Bagian Pulmonoli dan Ilmu Kedokteran Respirasi, Fkultas Kedokteran
Universitas Andalas-RS. M. Djamil. 2005. Padang.
3. Amin Z, Suwondo A. 2005. Tumor Paru. dalam : Suparman.Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. edisi IV. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. hal 1015-1021.
4. Saputra TR, Mulyadi, Fajryah. Manifestasi Kanker Bronkogenik ada
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 2012. 12(2): 68-74
5. Suprijono A, Chodijah, Cahyono AT. Kanker paru Merupakan Fktor
Resiko Terjadinya Efusi Pleura di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2014
6. Adiatma. Hunungan antara Karsinoma Paru dengan Efusi Pleura. Jurnal
Media Medika Muda. 2015.
7. Moelina JR, Yang P. Cassivi SD. Non small cell lung cancer,
epidemiologi, risk factors, treatment and survioship mayo clin. 2016.
8. Adityawarman. Hubungan ketahanan hidup 1 tahun penderita kanker paru
yang dirawat di RS dr. Kariadi Semarang dengan faktor-faktor yang
berhubungan. Karya Akhir PPDS I. FK Undip. 2015 (URL:
Http://www.eprints.undip.ac.id
9. Kemenkes RI. Pedoman nasional pelayanan kedokteran Kanker Paru
komite penanggulangan kanker nasional. 2017

Anda mungkin juga menyukai