Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda
Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang
diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing Suatu
keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Price 1985). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan (Purnawan junadi 1982).
2. Etiologi
Menurut corwin (2000) penyebab fraktur dapat terjadi karena tulang mengalami
trauma, kelainan pathologis dan kelelahan / stress.
Fraktur pathologis terjadi pada orang tua yang mengidap osteoporosis / infeksi
Fraktur stress terjadi pada tualang normal akibat stress tingkat rendah yang
berkepanjangan atau berulang.
a) Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
b) Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c) Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan fraktur
patologis.
3. Tanda / Gejala Klinis
Tanda dan gejala umum dari fraktur :
a. Deformitas
b. Krepitasi
c. Fals movement ( gerakan palsu )
d. Bengkak
e. Nyeri
f. Hilangnya fungsi
4. Pemeriksaan Diagnostik/Pemeriksaan penunjang terkait
A. Pemeriksaan Radiologi
1) X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-
ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare
fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
3) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
4) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
5) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

B. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Terapi
1) Pereda Nyeri :
Jenis obat analgesic : morfin (), fentanyl (), tramadol (), ketorolac (),
2) Obat antiinflamasi nonsteroid
Obat anti radang jenis OAINS : dexametason (), ibuprofen (), meloxicam (),
cataflam ()
3) Antibiotic
4) Vaksin Tetanus

b. Penatalaksanaan Operatif
Prinsip penanganan fraktur secara umum, menurut Brunner and Sudarth (2002)
:
1) Imobilisasi : pemasangan spalk/pembidaian untuk mengurangi
pergerakan daerah fraktur
2) Reposisi : mengembalikan posisi tulang sesuai dengan anatomi
dengan fiksasi interna seperti pasang plat screw dan fiksasi eksterna
seperti pemaangan gips.
3) Rehabilisasi : mengembalikan fungsi dari tulang yang patah dengan
fisioterapi.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Anestesi (pembiusan; berasal dari Bahasa Yunani an "tidak, tanpa" dan
aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat
anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga
menghilangka kesadaran. Pada operasi operasi daerah tertentu seperti perut, maka
selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi otot yang
optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim, 2000).
1. Jenis Anestesi
a. General Anestesi
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai
hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan
tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran
yang reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi
yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf
pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran
ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi
digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan
pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi
refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan
otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat
memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan
relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
b. Regional Anestesi
Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel
penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal
dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas
atau dingin (Kartika Sari, 2013).
Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat
yang diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea
mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf
sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa
nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya,
penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan
dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan
rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area
pembedahan.
2. Teknik Anestesi
a. General Anestesi
1) Anestesi Inhalasi
Suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara yang diikuti oleh
hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi.
Rees dan Gray membagi anestesi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu :
a) Hipnotika : pasien kehilangan kesadaran
b) Anestesia : pasien bebas nyeri
c) Relaksasi : pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
2) Anestesi Volatile
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar
yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat
anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak,
darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan
dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya
induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar
yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar
disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk
mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya
cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
3) Anestesi Intravena
Anestesia intrvena adalah teknik anestesia dimana obat-obat anestesia
diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat hipnotik
atau analgetik maupun pelumpuh otot (Ting, 2007).
Indikasi Anestesi Intravena
a) Obat induksi anesthesia umum
b) Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
c) Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
d) Obat tambahan anestesi regional
e) Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

Beberapa variasi anestesia intravena (Ratna dan Chandra, 2012).

a) Anestesia intravena klasik


Pemakaian kombinasi obat ketamin hidroklorida dengan sedatif
contoh: diazepam, midazolam atau dehidro benzperidol. Komponen
trias anestesi yang dipenuhi dengan teknik ini adalah hipnotik dan
anestesia.
b) Anestesi intravena total
Pemakaian kombinasi obat anestetika intravena yang berkhasiat
hipnotik, analgetik dan relaksasi otot secara berimbang. Komponen
trias anestesia yang dipenuhi adalah hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot.
c) Anestesia-analgesia neuroleptik
Pemakaian kombinasi obat neuroleptik dengan analgetik opiat secara
intravena. Komponen trias anastesia yang dipenuhinya adalah sedasi
atau hipnotik ringan dan analgesia ringan. Kombinasi lazim adalah
dehidrobenzperidol dengan fentanil. Jika tidak terdapat fentanil dapat
digantikan dengan petidin atau morfin.
b. Anestesi Regional
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubh
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible). Fungsi motoric dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.
1) Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal,
epidural, dan kaudal. Tindakan ini sering dikerjakan.
2) Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi
lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.
c. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversible penerusan impuls saraf ke
system saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
Anestesi lokal adalah Teknik untuk menghilangkan atau mengurangi
sensasi di bagian tubuh tertentu. Jenis anestesi lokaldalam bentuk parenteral
yang paling banyak digunakan adalah :
1) Anestesi Blok
Jenis anestesi blok adalah anestesi yang dilakukan dengan
mendeposisikan larutan anestesi berdekatan pada badan saraf
utama. Deposit pada Teknik ini akan menyebabkan penghambat
impuls saraf dari lokasiinjeksi hingga ke distal sehingga
memblok sensasi yang datang dari susunan saraf pusat. Injeksi
blok saraf ini perlu berhati-hati karena pembuluh vena dan arteri
yang berdekatan dengan saraf ini dapat terjadi cedera (Pasaribu,
2008;Malamed, 2013)
2) Anestesi Spinal
Anestesi spinal adalah suatu cara memasukkan obat anestesi
lokal ke ruang intratekaluntuk menghasilkan atau menimbulkan
hilangnya sensasi dan bok fungsi motoric. Anestesi ini dilakukan
pada subarachnoid di antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-
L5.
3. Rumatan Anestesi
a. General Anestesi
1) Inhalasi
a) NitrousOxide (N2O)
Disebut juga gas gelak, N2O merupakan satusatunya gas
anorganik yang dipergunakan sebagai anastetikum. Gas ini
memiliki bau dan rasa manis, densitasnya lebih besar dari pada
udara, tidak berwarna, tidak mengiritasi dan tidak mudah
terbakar. Bila dikombinasikan dengan anestetikum yang mudah
terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya
campuran eter dan nitrogen oksida
b) Halotan
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan.
Aaunya yang enak dan tidak merangsang jalan napas, maka
sering digunakan sebagai induksi anestesikombinasi dengan
N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua)
supayatidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol
0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi,
asalkan anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan
diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring
laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya
laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena
relaksasi otot cukup baik.
Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada
napas kendali sektar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan
dengan respon klinis pasien. Halotan menyebabkan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulit dikendalikan
dengan teknik anestesia hiperventilasi, sehingga tidak disukai
untuk bedah otak.
c) Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat
populer setelahada kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh
halotan pada pengguanan berulang. Pada EEG menunjukkan
tanda-tanda epileptik, apalagi disertai hipokapnia, karena itu
hindari penggunaannya pada pasien dengan riwayat epilepsi,
walaupun ada yang beranggapan bukan indikasi kontra untuk
dipakai pada kasus dengan riwayat epilepsi. Kombinasi dengan
adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.
Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi
produk non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Sisanya
dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli. Induksi dan pulih dari
anestesia lebih cepat dibanding halotan. vasodlatasi serebral
antara halotan dan isofluran.
d) Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada
dosis anestetik atau sub anestetik menurunkan laju metabolisme
otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan
intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung
minimal, sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan
banyak digunakan pada pasien dengan gangguan koroner.
Isofluran dengan konsentrasi >1% terhadap uterus hamil
menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi
dengan oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan
pasca persalinan. Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai
1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.
e) Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan
pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran.
Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping
halotan.
Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan
aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadaphepar. Setelah pemberian
dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan. Walaupun
dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralyme), tetapi belum ada
laporan membahayakan terhadap tubuh manusia
2) Anestesi Intravena
a) Barbiturat
- Blokade sistem stimulasi di formasi retikularis
- Hambat pernapasan di medula oblongata
- Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan sensitisasi
jantung terhadapketekolamin
- Dosis anestesi : rangsang SSP ; dosis >= depresi SSP
- Dosis induksi : 2 mg/kgBB (iv) dalam 60 detik; maintenance=
½ dosis induksi
b) Thiopental
- Dewasa : 2-4ml larutan 2,5% secara intermitten tiap 30-60
detik
c) Ketamin
- Sifat analgesik, anestetik, kataleptik dengan kerja singkat
- Analgesik kuat untuk sistem somatik, lemah untuk sistem
visceral
- relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
- tingkatkan TD, nadi, curah jantung
- Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi,
hipersalivasi, nyeri kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan
mual-muntah, pandangan kabur, dan mimpi buruk.
- Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi
midazolam (dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis
0,1mg/kg intravena dan untuk mengurangi salivasi diberikan
sulfas atropin 0.001mg/kg.
- Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2mg/kg dan
untuk intramuscular 3-10 mg.
d) Fentanil
- Analgesik dan anestesi neuroleptik
- Kombinasi tetap
- Aman diberikan pada yang mengalami hiperpireksia dan
anestesi umum lain
- Fentanil : masa kerja pendek, mula kerja cepat
- Droperidol : masa kerja lama dan mula kerja lambat
e) Propofol
- Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih
susu bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10mg)
- Suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga
beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2
mg/kg intravena
- Dosis bolus untuk induksi 2-2.5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesi intravena total 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0.2mg/kg.
- Pengenceran propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%
- Pada manula dosis harus dikurangi, pada anak <3 tahun dan
pada wanita hamil tidak dianjurkan.
f) Diazepam
- Analgesik (-)
- Sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dental
prosedure, induksi anestesia pd pasien kardiovaskuler
- Efek anestesia < ok mula kerja lambat, masa pemulihan lama
- Untuk premedikasi (neurolepanalgesia) dan atasi konvulsi ok
anestesi lokal.
- ESO : henti napas,flebitis dan trombosis (+) rute IV
- Dosis : induksi 0,1-0,5 mg/kgBB
b. Anestesi Lokal dan Regional
1) Lidokaine (xylocaine,lignokain) 2%
Dosis 20-100 mg (2-5ml)
2) Lidokaine (xylocaine,lignokain)
Dosis 20-50 mg (1-2ml)
3) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam air
Dosis 5-20 mg (1-4 ml)
4) Bupivakaine (markaine) 0,5% dalam dextrose
Dosis 5-15 mg(1-3 ml)
4. Resiko
a. Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena hipoksia
sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di atasi. Penyebab
yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan adalah sisa anastesi
(penderita tidak sadar kembali) dan sisa pelemas otot yang belum
dimetabolisme dengan sempurna, selain itu lidah jatuh kebelakang
menyebabkan obstruksi hipofaring. Kedua hal ini menyebabkan
hipoventilasi, dan dalam derajat yang lebih berat menyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi syok dan aritmia, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan karena perdarahan yang tidak cukup
diganti. Sebab lain adalah sisa anastesi yang masih tertinggal dalam
sirkulasi, terutama jika tahapan anastesi masih dalam akhir pembedahan.
c. Regurgitasi dan Muntah
Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama anastesi.
Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan aspirasi.
d. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi, selain itu
juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General anestesi juga
memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang terdiri atas elemen
input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat dan juga respons eferen,
selain itu dapat juga menghilangkan proses adaptasi serta mengganggu
mekanisme fisiologi pada fungsi termoregulasi yaitu menggeser batas
ambang untuk respons proses vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi,
dan juga berkeringat.
e. Gangguan Faal Lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan oleh kerja
anestesi yang memanjang karena dosis berlebih relatif karena penderita
syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi sehingga sediaan anestesi
lambat dikeluarkan dari dalam darah.
C. WOC (WEB OF CAUTION) Fraktur

Pergeseran Fragmen Tulang

Merusak Jaringan Sekitar Prosedur Pembedahan

Pelepasan Kurang
Menembus Mediator Terpapar
Pelepasan
Kulit Nyeri Truma Informasi Tindakan Pemasangan
Mediator Deformitas Prosedur Anestesi
(Fraktur (Histamin, Arteri/Vena Pemengenai Invasive Plat Distensi
Inflamasi
Terbuka) Prostaglandin, Prosedur
Dll) Pembedahan

Ancaman
Disangkap Kematian
Gangguan General Risiko Cedera
Luka Reseptor Nyeri Vasodilatasi Perdarahan Perdarahan SAB
Fungsi Anestesi Termal
Perifer

Kerusakan Hambatan
Impuls Ke Peningkatan Tidak Krisis Tidak Deeppresed
Integritas Mobilitas Penurunan
Otak Aliran Darah Terkontrol Situasional Terkontrol SSP
Kulit Fisik Motoric
Gangguan
Kehilangan Sensorik /
Kerusakan Peningkatan Kelemahan Persepsi
Volume Kehilangan Penurunan
Pertahanan Persepsi Nyeri Permeabilitas Ansietas Anggota
Cairan Cairan Kesadaran
Perimer Kapiler Gerak
Berlebihan

Prosedur
Port The Kebocoran Pemindahan Disorientasi
Resiko Syok / Transport
Enrty Nyeri Akut Cairan Ke Resiko Syok Apses
Hipovolemik
Kuman Interstisiel

Risiko Cedera
Risiko Kamar Operasi Risiko Pemasangan
Oedema Akibat Posisi
Infeksi Cedera Endotracheal
Perioperatif
Menekan Gangguan
Pembuluh Suhu Ruangan Rendah Ventilasi
Darah Kapiler Spontan

Inefektif
Perfusi
Linen Pasien Tipis
Jaringan
Perifer

Kesadaran
Terjaga

Terbukanya
Daerah
Genetalia

Kurangnya
Privasi

Gangguan
Rasa
Nyaman
D. Tinjauan Teori ASKAN Pre Intra Pasca Anestesi dan Pembedahan Umum
1. Pengkajian
a. Data Subjektif :
- Klien mengeluh nyeri pada daerah trauma, bila digerakkan terasa
sangat nyeri setelah mengalami kecelakaan/jatuh/trauma benturan
terhadap benda
- Klien mengatakan skala nyeri 3 setelah dilakukan pengukuran NRS
(Numeric Rating Scale)
b. Data Objektif
- Klien tampak meringis, kesakitan, bengkak pada daerah trauma dan
pada hasil Ro terlihat ada perubahan posisi anatomis tulang
- Terdengar suara krepitasi pada daerah nyeri yang dirasakan pasien
- Tanda – tanda vital pasien dominan meningkat

2. Masalah Kesehatan Anestesi


a. Ansietas
b. Nyeri akut
c. Resiko infeksi
d. Resiko syok hipovolemik
e. Gangguan pertukaran gas
f. Hambatan mobilitas fisik

3. Rencana Intervensi
N Masalah Tujuan dan Kriteria Rencana Intervensi
O Anestesi Hasil
1 Ansietas Setelah dilakukan 1. Observasi TTV klien
tindakan anestesi 2. Kaji tingkat pemahaman
selama 1 x 30 menit klien dan orang terdekat
diharapkan cemas tentang diagnosa/penyakit
berkurang dengan 3. Dorong klien untuk
kriteria hasil : mengungkapkan ansietas
- Klien tampak tenang dan mengekspresikan
perasaannya
- Klien mengatakan 4. Berikan kesempatan klien
rasa takutnya untuk bertanya dan
berkurang menjawab tentang peyakit
- Klien mengatakan dengan jujur
siap untuk dilakukan 5. Berikan penguatan atau
operasi semangat dalam
- TTV klien kembali penyembuhan klien baik
batas normal dari keluarga maupun para
petugas kesehatan

2 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Pertahankan imobilasasi


tindakan anestesi bagian yang sakit dengan tirah
selama 1 x 30 menit baring, gips, bebat dan atau
diharapkan nyeri pasien traksi
berkurang dengan 2. Tinggikan posisi
kriteria hasil : ekstremitas yang terkena.
- Klien mengataka nyeri
berkurang atau hilang 3. Lakukan dan awasi latihan
dengan menunjukkan gerak pasif/aktif.
tindakan santai,
mampu berpartisipasi 4. Lakukan tindakan untuk
dalam beraktivitas, meningkatkan kenyamanan
tidur, istirahat dengan (masase, perubahan posisi)
tepat, menunjukkan
penggunaan 5. Ajarkan penggunaan teknik
keterampilan relaksasi manajemen nyeri (latihan
dan aktivitas trapeutik napas
sesuai indikasi untuk dalam, imajinasi visual,
situasi individual aktivitas
dipersional)
6. Lakukan kompres dingin
selama
fase akut (24-48 jam pertama)
sesuai keperluan.

7. Delegasi pemberian
analgetik
sesuai indikasi.(fentanyl 1-2
mcg/kgBB)
3 Resiko Setelah dilakukan 1. Lakukan perawatan pen
infeksi tindakan anestesi steril
selama 1 x 30 menit dan perawatan luka sesuai
diharapkan tidak ada protokol
tanda-tanda infeksi
dengan kriteria hasil : 2. Ajarkan klien untuk
Klien mencapai mempertahankan sterilitas
penyembuhan luka insersi pen.
sesuai waktu, bebas
drainase purulen atau 3. Kolaborasi pemberian
eritema dan demam antibiotika dan toksoid tetanus
sesuai indikasi.

4. Analisa hasil pemeriksaan


laboratorium (Hitung darah
lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas
luka/serum/tulang)

5. Observasi tanda-tanda vital


dan tanda-tanda peradangan
lokal pada luka.
4 Resiko syok Setelah dilakukan 1. Kaji tanda tanda vital
hipovolemik tindakan keperawatan 2. Pantau status cairan
anestesi 1x30 menit 3. Pantau area pembedahan
diharapkan kondisi Kolaborasi
pasien kembali normal 4. Kolaborasi pemberian
dengan kriteria hasil : cairan NaCl 0,9%
1. TTV dalam batas
normal
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/mnt
RR : 12-20 x/mnt
S 36,5-37,5C
2. Status cairan
normal
3. Tidak adanya
edema

5 Gangguan Setelah dilakukan 1. Instruksikan/bantu latihan


pertukaran tindakan anestesi napas dalam dan latihan batuk
gas selama 1 x 30 menit efektif.
diharapkan tidak terjadi
gangguan pertukaran 2. Lakukan dan ajarkan
gas dengan kriteria hasil perubahan posisi yang aman
: sesuai keadaan klien.
Klien akan
menunjukkan 3. Kolaborasi pemberian obat
kebutuhan oksigenasi antikoagulan (warvarin,
terpenuhi heparin) dan kortikosteroid
dengan kriteria klien sesuai indikasi.
tidak sesak nafas, tidak
cyanosis 4. Analisa pemeriksaan gas
analisa gas darah dalam darah,
batas normal Hb, kalsium, LED, lemak dan
trombosit
5. Evaluasi frekuensi
pernapasan
dan upaya bernapas,
perhatikan adanya stridor,
penggunaan otot aksesori
pernapasan, retraksi sela iga
dan sianosis sentral.
6 Hambatan Setelah dilakukan 1. Pertahankan pelaksanaan
mobilitas tindakan anestesi aktivitas rekreasi terapeutik
fisik selama 1 x 30 menit (radio, koran, kunjungan
diharapkan tidak ada teman/keluarga) sesuai
hambatan mobilitas keadaan klien.
dengan kriteria hasil :
Klien dapat 2. Bantu latihan rentang gerak
meningkatkan/mempert pasif aktif pada ekstremitas
ahankan mobilitas yang sakit maupun yang sehat
pada tingkat paling sesuai keadaan klien.
tinggi yang mungkin
dapat 3. Berikan papan penyangga
mempertahankan posisi kaki,
fungsional gulungan trokanter/tangan
meningkatkan sesuai indikasi.
kekuatan/fungsi yang 4. Bantu dan dorong
sakit dan perawatan
mengkompensasi diri (kebersihan/eliminasi)
bagian sesuai keadaan klien.
tubuh menunjukkan
tekhnik yang 5. Ubah posisi secara periodik
memampukan sesuai keadaan klien.
melakukan aktivitas
5. Evaluasi
NO PROBLEM EVALUASI
1 Ansietas a. TTV klien dalam batas normal
b. Wajah pasien tampak tenang
c. Klien memahami tentanng
diagnosa/penyakit
d. Klien mudah untuk
mengungkapkan ansietas dan
mengekspresikan perasaannya
e. Klien memahami
tindakan/prosedur yang akan
dilakukan

2 Nyeri akut 1.
a. Wajah pasien tampak tenang
b. TTV pasien dalam batas
normal
c. Skala nyeri pasien berkurang
d. Pasien dapat melakukan
latihan gerak pasif/aktif.
e. Pasien dapat melakukan teknik
manajemen nyeri (latihan
napas dalam, imajinasi visual,
aktivitas dipersional)

3 Resiko infeksi a. TTV dalam batas normal


b. Tidak ada tanda-tanda infeksi
c.
4 Resiko syok hipovolemik a. TTV dalam batas normal
b. Perdarahan minimal <15%
c. Akral hangat
d. CRT <3detik
5 Gangguan pertukaran gas a. TTV dalam batas normal
b. Tidak menggunakan otot bantu
pernapasan
c. Pasien bisa melakukan latihan
napas dalam dan latihan batuk
efektif.
d.
6 Hambatan mobilitas fisik a. Pasien dapat melakukan
latihan rentang gerak pasif
aktif pada ekstremitas yang
sakit maupun yang sehat.
b. Pasien dapat melakukan
perawatan diri
(kebersihan/eliminasi)
DAFTAR PUSTAKA

Soerasdi E.,Satriyanto M.D., Susanto E. Buku Saku Obat-Obat Anesthesia


Sehari-hari. Bandung, 2010
Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.
Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi
Kedua. JakartaBagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
Zulhijah,diana,dkk."Asuhan Keperawatan Dengan Fraktur". Didalam
https://www.academia.edu/37578096/ASUHAN_KEPERAWATAN_KLIEN_DENG
AN_FRAKTUR. Di unduh 06 Januari 2020.

Anda mungkin juga menyukai