Anda di halaman 1dari 18

KONSEP GIZI BAYI DAN BALITA

Dosen Pengampuh: Ramadhana Komala, S.Gz., M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 5
Andre Satria 1804002
Evi Ayu Anita 1804010
Melisa 1804019
Novela Amalia Handayani 1804022

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTZS KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYAH PRINGSEWU
LAMPUNG
2019

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat ALLAH SUBHANALLAHU
WATA’ALLA karena dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Konsep Gizi Bayi dan Balita. Kami juga mengucapkan banyak
terimakasih kepada Bapak Ramadhan Komala, S.Gz., M.Si. yang telah
memberikan tugas untuk membuat makalah tentang Konsep Gizi Bayi dan Balita
ini kepada kelompok kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dan dapat menambah
wawasan kita tentang Konsep Gizi Bayi dan Balita yang sangat dibutuhkan. Kami
juga sepenuhnya sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, semoga makalah sederhana ini dapat di pahami bagi siapapun yang
membacanya sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang lain yg membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf bila
ada kesalahan dalam kata-kata yang kurang berkenan.

Gadingrejo, 10 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Judul .............................................................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................ 2
BAB II Pembahasan
A. Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita .............................................. 3
B. Kebutuhan Gizi pada Bayi dan Balita .............................................. 4
C. Pemberian Makanan ....................................................................... 10
D. Masalah Gizi pada Bayi dan Balita ................................................ 12
BAB III Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................... 14

Daftar Pustaka .......................................................................................... 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa bayi dimulai dari periode 0 hari atau hari setelah lahir sampai
usia 2 tahun. Periode ini merupakan periode kritis pada masa pertumbuhan
atau disebut sebagai periode emas (golden period). Pada masa ini, sebagian
besar fungsi fisiologi berubah, mulai dari tubuh yang tumbuh lebih cepat
dibandingkan dengan lengan dan kaki, demikian halnya dengan organ dan
sistem organ termasuk sistem saraf yang terbentuk jutaan sinapsis baru
sebagai penghubung dengan neoron di otak. Masa bayi memiliki ciri-ciri
perkembangan fisik, kecerdasan, emosi, bahasa, bermain, pengertian,
kepribadian, dan moral (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
World Health Organization (WHO) (2002) mengelompokkan usia
anak dibawah 5 tahun (balita) menjadi tiga golongan, yaitu golongan usia
bayi (0-1 tahun), usia bawah 3 tahun (batita) (2-3 tahun) dan golongan pra-
sekolah (4-5 tahun). Usia batita atau pra-sekolah merupakan usia yang
pertumbuhannya tidak sepesat masa bayi, tetapi aktivitas pada masa ini lebih
tinggi dibandingkan masa bayi.
Terdapat empat parameter perkembangan melalui denver development
screening tets (DDST) dalam menilai perkembangan balita, yaitu tingkah
laku sosial, gerakan motorik halus, gerakan motorik asar, dan bahasa. Selain
itu, adapula yang membagi aspek perkembangan balita menjadi tujuh seperti
pada pedoman bina keluarga balita (BKB), yaitu tingkahlaku sosial,
menolong diri sendiri, kecerdasan, gerakan motorik halus, gerakan motorik
kasar, komunikasi pasif, dan komunikasi aktif. Penilaian tumbuh kembang
pada balita meliputi evaluasi pertumbuhan fisik berdasarkan grafik
pertumbuhan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, dan
lingkar perut; evaluasi pertumbuhan gigi geligi, evaluasi neurologis dan
perkembangan sosial (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
Asupan zat gizi mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
anak dari bayi hingga masa remaja. Diet seimbang tidak hanya berpengaruh
terhadap pertumbuhan, tetapi juga berfungsi sebagai imunitas, penunjang
kemampuan intelektual, dan pembentuk emosional. Semua makanan yang
dikonsumsi bayi harus memenuhi kebutuhan gizi sehari. Kebutuhan gizi pada
setiap bayi berbeda tergantung usia, kecepatan pertumbuhan, aktivitas fisik,
efisiensi penyerapan, dan utilisasi makanan. Pertumbuhan dan perkembangan
yang sehat tergantung pada asupan zat gizi. Makanan yang diberikan harus
berfungsi terutama sebagai energi untuk aktivitas otot, membentuk jaringan
baru, serta memberikan rasa enak dan kenyang (Hardiansyah dan Supariasa,
2016).

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita?
b. Apa saja Kebutuhan Gizi pada Bayi dan Balita?
c. Bagaimana Pemberian Makanan?
d. Apa Masalah Gizi pada Bayi dan Balita?

1
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita ?
b. Untuk mengetahui Kebutuhan Gizi pada Bayi dan Balita ?
c. Untuk mengetahui Pemberian Makanan ?
d. Untuk mengetahui Masalah Gizi pada Bayi dan Balita ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita
1. Antropometri
Suatu gizi merupakan gambaran ukuran terpenuhinya kebutuhan
gizi yang diperoleh dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh.
Penilaian status gizi dengan menggunakan data antropometri antara lain
berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U),
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks masa tubuh
menurut umur (IMT/U) (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
World Health Organization (WHO) merekomendasikan
pengukuran antropometri pada bayi dan balita menggunakan grafik yang
dikembangkan oleh WHO dan center for disease control and prevention
(CDC). Grafik tersebut menggunakan indikator z-score sebagai standar
deviasi rata-rata dan presentil median. Indikator pertumbuhan digunakan
untuk menilai pertumbuhan anak dengan mempertimbangkan faktor umur
dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan, lingkar kepala dan
lingkar lengan atas. Indeks yang umum digunakan untuk menentukan
status gizi bayi dan balita adalah sebagai berikut:

a. Berat badan menurut umur (BB/U)


BB/U menggambarkan BB relatif dibandingkan umur anak.
Umur yang dihitung adalah dalam bulan penuh, misalnya 3 bulan 26
hari dihitung sebagai umur 3 bulan. Indeks BB/U memberikan
gambaran kurang (underweight), status gizi buruk (saveraly
underweight), gizi baik, dan gizi lebih.

b. Panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U)


Ukuran panjang badan (PB) digunakan untuk umur 0-24 bulan
yang diukur dengan terlentang, sedangkan tinggi badan (TB) digunakan
pada usia lebih dari 2 tahun dengan pengukuran dalam keadaan berdiri
tegak. Apabila anak umur 0-24 bulan diukur dalam keadaan berdiri,
hasil pengukuran dikoreksi dengan menambah 0,7 cm. Demikian pula
sebaliknya, apabila anak berumur diatas 24 bulan dalam keadaan
terlentang, hasil pengukurannya dikurangi 0,7 cm. Indeks PB/U atau
TB/U menggambarkan status gizi pendek (stunted) dan sangat pendek
(saverely stunted).

c. Berat badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/TB atau
BB/PB)
BB/TB menggambarkan berat badan dibandingkan dengan
pertumbuhan linear (TB atau PB) dan digunakan untuk
mengklasifikasikan gizi kurus (wasted) dan sangat kurus (saverely
wasted).

3
d. Indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U)
IMT/U merupakan indikator untuk menilai masa tubuh sehingga
status gizi dapat ditentukan. Indeks ini juga dapat digunakan sebagai
screening over weight, dan obesitas. Grafik IMT/U dan BB/PB atau
BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama.

2. Riwayat Makan
Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016), penilaian status gizi
berdasarkan data riwayat makanan dan asupan adalah:
a. Riwayat pemberian makan, antara lain kebiasaan makan, teknik
pemberian makan, gangguan makan, dan lingkungan.
b. Nafsu makan dan asupan, antara lain nafsu makan harian, faktor yang
mempengaruhi asupan seperti referensi, alergi, intolerensi terhadap
bahan makanan, gangguan mengunyah dan menelan, dan keterampilan
makan.
c. Riwayat pola makan, antara lain pemberian susu ibu (ASI), frekuensi
dan durasi pemberian ASI, frekuensi dan jumlah pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) ataupun susu formula, usia mulai
dikenalkan pada MP-ASI, variasi MP-ASI, suplementasi vitamin atau
mineral, dan gangguan seperti mual, muntah, diare dan kolik.

3. Biokimia
Penilaian status gizi dengan menggunakan data biokimia adalah
untuk mendiagnosis atau mengonfirmasi adanya defisiensi atau kelebihan
zat gizi. Data yang sering digunakan antara lain hemoglobin, hematokrit,
atau komponen darah lain yang berfungsi sebagai indikator anemia
defisiensi besi. Penilaian status gizi berdasarkan riwayat klien, yaitu
dengan data sosial ekonomi, antara lain berupa cara mempersiapkan dan
menyimpan makanan, fasilitas atau alat untuk mempersiapkan dan
menyimpan makanan, akses pelayanan kesehatan, serta adat dan budaya
yang dapat mempengaruhi proses makan. Selain itu, data informasi
kesehatan, antara lain berupa riwayat penyakit akut dan kronis, riwayat
lahir, adanya disabilitas, penilaian klinis terkait tanda defisiensi zat gizi,
dan imunisasi (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).

B. Kebutuhan Gizi pada Bayi dan Balita


Kebutuhan zat gizi makro dan mikro per kilogram berat badan pada
bayi lebih tinggi dibandingkan usia yang lain. Hal tersebut dibutuhkan untuk
mempercepat pembelahan sel dan sintesis DNA selama masa pertumbuhan,
terutama energi dan protein. Bayi usia 0-6 bulan dapat memenuhi kebutuhan
gizinya hanya dengan ASI, yaitu 6-8 kali sehari atau lebih pada masa-masa
awal, sedangkan bayi lebih dari 6 bulan dapat mulai dikenalkan pada
makanan pada sebagai MP-ASI untuk membantu memenuhi kebutuhan gizi
(Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
1. Makronutrien (zat gizi makro)
Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016), rekomendasi
kebutuhan makronutrien pada bayi didasarkan pada kandungan gizi ASI
per 100 ml. Karbohidrat menyusun 45-65% dari total kalori ASI atau

4
berkisar 130 gram/hari. Karbohidrat dalam ASI sebagian besar berupa
laktosa sehingga mudah untuk dicerna dengan baik. Protein dalam ASI
memenuhi 5-20% dari total kalori ASI atau berkisar 13 gram/hari. Bayi
membutuhkan asupan protein lebih tinggi untuk mendukung tumbuh
kembang, tetapi kelebihan protein dapat mengakibatkan dehidrasi, diare,
demam, dan asidosis, terutama pada bayi prematur. Sebesar 30-40% dari
total kalori ASI tersusun atas lemak. Lemak dibutuhkan untuk mendukung
perkembangan saraf otak dan saraf pada organ tubuh lainnya. Jenis lemak
teraturasi daln lemak trans tidak diperbolehkan untuk dikonsumsi terlalu
tinggi pada bayi, terutama pada bayi berusia >6 bulan.
Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016), makronutrien (zat gizi
pada bayi dan balita adalah:
a. Energi
Kebutuhan energi pada masa bayi lebih besar, dengan RMR 2
kali lebih besar dibandingkan masa dewasa. Hal tersebut digunakan
untuk aktifitas, pertumbuhan, dan perkembangan bayi. Kebutuhan
energi pada bayi bergantung pada banyak faktor, antar lain ukuran dan
komposisi tubuh, tingkat metabolisme, aktivitas fisik, ukuran lahir, usia,
jenis kelamin, faktor genetik, asupan energi, kondisi medis, suhu tubuh,
dan grafik pertumbuhan. Tujuan pemenuhan kebutuhan gizi pada bayi,
antara lain untuk:
1) Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotor
2) Melakukan aktivitas fisik
3) Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk
pemeliharaan dan/atau pemulihan serta peningkatan kesehatan.

Kebutuhan energi pada tahun pertama berdasarkanrekomendasi


dari Euoropean food safery authority ( EFSA) (2003) dan WHO (2003)
adalah sebesar 100-110 Kkal / kgBB dan tiap tiga tahun pertambahan
umur turun 10 Kkal/kgBB. Pada usia balita (2-5 tahun), penggunaan
energi dalam tubuh adalah sebesar 50% untuk pertumbuhan, 25% untuk
aktivitas fisik, dan 10% terbuang melalui feses. Anjuran pembagian
pemenuhan energi sehari diperoleh dari 50-60% karbohidrat, 25-35%
lemak, dan 10-15% protein.
International of medisine (IOM) (2002) menggunakan
persamaan untuk menghitung total pengeluaran energi (energi
ekspenditure) dan menghasilkan nilai kebutuhan energi. Persamaan
tersebut adalah sebagai berikut
[89 x BB (kg) – 100] + 175
Kkal.
Berdasarkan persamaan tersebut, food and nutrition board,
institut of medicine (2002) menghitung estimasi kebutuhan energi untuk
bayi berusia 0-12 bulan berdasarkan jenis kelamin.

5
Tabel 1 Estimasi kebutuhan energi pada bayi
Usia Jenis kelamin Kebutuhan energi
0-6 bulan Laki-laki 472-645
Perempuan 438-593
6-12 bulan Laki-laki 645-844
Perempuan 593-768
1-2 tahun Laki-laki 844-1050
Perempuan 768-997

Modifikasi kebutuhan energi dibutuhkan berdasarkan kebutuhan


individual dan grafik pertumbuhan. Kebutuhan energi menurun pada
usia lebih dari 1 tahun karena bayi berusia lebih dari 6 bulan mengalami
penuruan kecepatan pertumbuhan. Kemampuan makan bayi juga
berubah segingga mempengaruhi grafik pertumbuhan (growth spurts).
Hal tersebut terjadi pada usia 2-6 minggu da 3-5 bulan.

b. Protein
Protein merupakan sumber asam amino esensial untuk
pertumbuhan dan pembentukan serum, hemoglobin, enzim, hormon,
serta antibody; mengganti sel-sel tubuh yang rusak; memelihara
keseimbangan asam basa cairan tubuh, serta sumber energi. Jumlah
protein adekuat jika mengandung semua jenis asam amino esensial
dalam jumlah cukup, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh (Kathleen
& Escott-Stump, 2004) sehingga sebagian besar protein yang diberikan
harus memiliki kualitas tinggi seperti protein hewani. Sembilan asam
amino esensial yaitu histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin,
fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin, harus disuplai dari makanan,
sedangkan dua asam amino lain, yaitu sistein dan tirosin, dianggap
esensial karena pada bayi aktivitas enzim termasuk sintesis enzim
masih belum berjalan dengan baik ( Michaelsen et all, 2003).
Baik bayi maupun balita membutuhkan protein berkualitas
tinggi yang dapat dipenuhi dari ASI, susu formula, MP-ASI. Menurut
Zimmerman & Snow (2012), kandungan protein dalam bahan makanan
untuk masa ini berfungsi sebagai:
1) Zat pembangun, pengatur, dan memperbaiki jaringan termasuk
jaringan mata, kulit, otot, jantung, paru-paru, otak, dan organ lain.
2) Membuat enzim, hormon, antibodi, dan komponen penting lain.
3) Membantu proses regulasi tubuh
Euoropean food safery authority (EFSA) (2013)
merekomendasikan kebutuhan protein pada bayi usia 0 - <6 bulan
sebesar 0,58 g/kg BB/hari, sedangkan untuk bayi berusia 6 - < 36 bulan
kebutuhan protein sebesar 0,66 g/kgBB/hari. Rekomendasi tersebut
diturunkan dari perhitungan keseimbangan nitrogen pada dewasa,
diestimasidari tingkat rata-rata protein terdeposisi harian serta
disesuaikan dari efisiensi penggunaan protein untuk pemeliharaan tubuh
dan pendukung pertumbuhan bayi.

6
Studi Axelsson (2006) menyebutkan bahwa asupan protein
tinggi berkontribusi meningkatkan sekresi insulin dan insulin-like
growth factor (IGF-1) dan IGF-binding protein (IGFBP-1) pada
pemberian makanan formula bayi dengan kandungan protein yang
berbeda (13,15,dan 18 g protein /L) serta pemberian asi pada kelompok
kontrol. Sebuah tinjauan skstematik menyebutkan adanya hubungan
antara asupan protein tinggi pada bayi dan balita dengan peningkatan
pertumbuhan dan indeks masa tubuh (IMT) yang lebih tinggi pada usia
balita (Hornell et all, 2013).
Pada bayi usia 6-12 bulan, sumber protein tambahan dari bahan
makanan dibutuhkan untuk memenuhi tambahan kebutuhan protein.
beberapa sumber protein dari bahan makanan yang baik antara lain
daging, ayam, ikan, kuning telur, keju, yoghurt, kacang-kacangan,
sereal, dan tepung-tepungan. Sumber protein hewani mengandung
jumlah asam amino esensial lebih tinggi dibandingkan produk nabati.
Oleh sebab itu, konsumsi satu jenis protein nabati dengan kandungan
asam amino esensial yang rendah harus dilengkapi dengan konsumsi
dari jenis protein hewani atau jenis protein nabati lain yang tinggi asam
amino esensial, seperti kacang merah dan beras merah.
Kacang merah mengandung metionin rendah, tetapi kandungan
lisisn tinggi, sedangkan beras merah mengandung metionin tinggi,
tetapi kandungan lisin rendah sehingga konsumsi dua jenis bahan
makanan tersebut akan melengkapi kebutuhan asam amino esensial.

c. Lipid
Lipid merupakan substansi yang terdiri atas lemak, minyak, dan
kolestrol.Asam lemak merupakan bagian terbesar dari lipid dan harus
tersedia dalam diet karena tidak dapat disintesis di dalam tubuh. Asam
lemak disebut asam lemak esnsial yang berfungsi salah satunya untuk
mengatur kesehatan tubuh. Asam lemak esensial terdiri dari dua jenis,
yaitu asam linoleat (18:2n-6 atau AL)dan asam alfa-linolenat (18:3n-3
atau AAL).
Asam lemak dari jenis lain seperti asam arakidonat (20:4n-6
atau ARA) dan asam dokoosaheksanoat (22:6n-3 atau DHA) dikenal
sebagai asam lemak rantai panjang atau polyunsaturated fatty acid
(PUFA). Asam lemak tersebut merupakan turunan dari AL dan AAL
,yang dianggap juga sebagai asam lemak esensial jika bahan makanan
mengandung sedikit AL dan AAL.
Kebutuhan lemak pada bayi usia 0-6 bulan dapat dipenuhi
seluruh dari ASI. Studi Stam et all (2013) menyatakan bahwa kadungan
lemak dalam ASI sebesar 0,4-9,0 g/100 mlASI . Air susu ibu
diperkirakan menganduk energi sebesar 67 kkal/10 ml dengan
kandungan lemak sebesar 3,9 g/100 ml (Butte et all ,2002).
Pada usia bayi (0-12 bulan), lemak harus terkandung dalam
makanan yang mereka makan karena beberapa fungsi penting, antara
lain:
1) Menyuplai hampir 50% energi untuk kebutuhan sehari, hal tersebut
terpenuhi dari konsumsi ASI atau susu formula.

7
2) Memacu penyimpanan lemak dalam tubuh untuk menjaga ‘panas
tubuh’ dan melindungi organ tubuh.
3) Membantu penyerapan vitamin larut lemak, sepeerti vitamin A, D, E,
dan K.
4) Menyediakan asam lemak esensial yang di butuhkan untuk
perkembangan otak, kesehatan kulit dan rambut serta mata, dan
melindungi dari infeksi dan penyakit.

Pada bayi, ASI dan susu formula merupakan sumber lipid


terbaik karena mengandung berbagai jenis lipid termasuk asam lemak
esensial. Kadndungan AL pada ASI setiap liternya sebesar 5,6 gram,
sedangkan pada susu formula sebesar 3,3-8,6 gram. Kandungan AAL
dan DHA pada ASI sebesar 0,63 gram perliter, sedangkan susu formula
sebesar 0-0,67 gram perliter (Adriani & Wirjatmadi, 2012).
Pada umumnya, produsen susu formula menambahkan minyak
sayur kedalam produknya karena mengandung AL yang tinggi sehingga
kandungan asam lemak esensial bertambah.sumber lipid dari bahan
makanan diperlukan juga, terutama untuk bayi usia 7-12 bulanyang
telah diberi MP-ASI. Beberapa bahan makanan sumber lipid antara lain
daging ,keju dan produk susu lainnya, kuning telur dan lemak atau
minyak yang telah ditambahkan dari proses memasak
Kebutuhan lemak tidak dinyatakan dalam angka mutlak ,tetapi
dianjurkan 15-20% dari energi total asupan lemak setelah 6 bulan
sebanyak 30-35% dan total kebutuhan energi masih dianggap normal
dan dianjurkan tidak rendah dari persen tersebut. Diet rendah lemak
pada masa ini dapat menghilangkan rasa kenyang, sedangkan
pemberian berlebih akan memperbesar risiko obesitas (Michaelsen et
all, 2003).
Asupan lemak pada masa balita dianjurkan lebih banyak pada
bahan makanan dengan sumber asam lemak esensialseperti kacang
kacangan, minyak nabati, gandum utuh, dan beras merah. ASI
mengandung sejumlah besar asam lemak esensial, seperti AL, AAL,
ARA, dan DHA yang berfungsi sebagai penunjang pertumbuhan otak
dan retina. Asupan AL direkomendasikan sebesar 4,4 g/hari,omega -3
0,5 g/hari,dan omega-6 4,6 g/hari (Adriani & Wirjatmadi, 2012).

d. Karbohidrat
Karbohidrat dibutuhkan dalam pemberian makan bayi karena
berfungsi dalam beberapa hal penting, antara lain:
1) Menyuplai energi untuk pertumbuhan, fungsi tubuh, aktivitas.
2) Membentuk jaringan tubuh yang bersama protein.
3) Building blocks untuk komponen tubuh yang esensial.
4) Sebagai sumber utama untuk beraktivitas, fungsi tubuh yang esensial
seperti pembentukan dan perbaikan jaringan.

Jenis karbohidrat yang paling cocok untuk bayi adalah laktosa


yang terdapat dalam ASI dan susu formula. produk susu bebas laktosa,
seperti susu soya yang mengandung karbohidrat dalam bentuk sukrosa,

8
sirup jagung,tapioka dekstrin, dan tepung tapioka diberikan pada bayi
dengan kondisi khusus seperti laktos intoleran. Kondisi tersebut
membuat bayi tidak dapat memetabolisme laktosa dan galaktosa dalam
pencernaannya. Pada bayi berusia >6 bulan, dibutuhkan karbohidrat
tambahan yang diberikan berupa MP-ASI seperti sereal, produk dari
tepung-tepungan, buah-buahan, dan sayur.
Beberapa jus buah seperti apel dan pir mengandung sorbitol,
fruktosa, dan glukosa yang tinggi. Zat gizi tersebut dapat diserapoleh
bayi sebesar 10%. Jenis karbohidrat yang tidak dapat diserap oleh bayi
fermentasi di usus bagian bawah, yang menyebabkan diare, sakit perut,
dan muntah. Untuk menghindari hal tersebut, bayi <6 bulan tidak
dianjurkan mengkonsumsi jus tersebut dengan jumlah 4-6 sendok
makan per hari.
Karbohidrat diperlukan pada masa bayi dan balita sebagai
sumber energi dan penunjang tumbuh-kembang. Asupan karbohidrat
optimal berkisar antara 40-60% dari total kebutuhan energi sehari.
European food safety Authirity (EFSA) (2013) merekomendasikan
asupan karbohidrat untuk bayi usia 0-<6 bulan sebesar 40-45% dari
total energi, sedangkan untuk usia 6-<12 bulan sebesar 45-55% dari
total energi, dan usia 12-<36 bulan sebesar 45-60% dari total energi.
Beberapa sumber gula yang harus dibatasi dan tidak melebihi
10% dari total kebutuhan energi sehari antara lain minuman manis,
selai, kue, gula-gula, dan coklat karena dapat mengakibatkan kerusakan
gigi secara meningkatkan resiko obesitas. Monosakarida dan disakarida
lainterdapat dalam buah buahan serta susu dan produknya. Bahan
makanan tersebut merupakan sumber vitamin dan trace element untuk
anak dalam masa pertumbuhan.

2. Mikronutrien (zat gizi miktro)


Mikronutrien yang diperlukan bayi hampir semua terpenuhi jika
ASI dikonsumsi secara cukup. Akan tetapi, kandungan vitamin D yang
diperlukan penyerapan kalsium dan pembentukan tulang pada ASI rendah
sehingga dibutuhkan suplementasi pada kondisi defisiensi. Vitamin D juga
perlu diberikan dengan pajanan sinar matahari selama kurang lebih 30
menit seminggu. Selain itu, ASI mengandung vitamin K yang di perlukan
untuk pembekuan darah dan mengurangi resiko pendarahan. ASI
mengandung vitamin K lebih rendah daripada susu formula (1/4 kali lipat)
sehingga anak yang tidak cukup ASI akan berisiko mengalami defisiensi
vitamin K. Vitamin B12 juga perlu diperhatikan jika ibu yang menyusui
seorang vegetarian (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
Kandungan mikronutrien lain yang rendah dalam ASI ialah zat
besi, tetapi zat tersebut dapat terserap dengan baik pada pencernaan bayi.
Pada usia 4-6 bulan, bayi mengalami peningkatan kebutuhan zat besi
sehingga memerlukan tambahan dari sumber bahan makanan lain.
Kalsium, mineral yang berperan dalam pembentukan tulang dan gigi,
terpenuhi dari ASI pada usia 0-6 bulan. Kalsium dari ASI diabsorpsi
sebanyak 2/3 kali lipat, cukup besar jika dibandingkan dengan absorpsi
kalsium dari formula yang hanya 25-30% (Kathleen-Escott-Stump, 2004).

9
Menurut Adriani & Wirjatmadi (2012), pada masa balita,
kebutuhan vitamin digunakan untuk:
a. Pertumbuhan sel sel epitel (vitamin A).
b. Metabolisme karbohidrat dan keseimbangan air dalam tubuh (vitamin
B).
c. Proses oksidasi dalam sel sel (vitamin B2).
d. Pembentukan sel seldarah merah (vitamin B6).
e. Aktivator berbagai fermen perombak protein dan lemak serta
pembentukan trombosit(vitamin C).
f. Memperbesar penyerapan kalsium dan fosfor dari usus(vitamin D).
g. Mencegah perdarahan dan pembelahan sel (vitamin E).
h. Pembentukan protrombin dalam proses pembekuan darah (vitamin K).

Pada usia balita, defisiensi vitamin A, B dan C sering terjadi. Oleh


sebab itu, asupan sumber vitamin seperti sayur banyak 100-150 gram/hari
perlu diperhatikan. Sumber dari buah buahan seperti buah berwarna
kuning atau jingga dan asam (pepaya, pisang, mangga, nanas, dan jeruk)
sebanyak 100-200 gram/hari juga perlu diberikan (Adriani &Wirjatmadi,
2012).
Pada balita, selain vitamin, kebutuhan mineral mikro antara lain
berupa zat besi untuk proses reaksi oksidasi reduksi, metabolisme aerobik,
dan pembawa oksigen dalam darah; yodium sebagai bagian integral dari
hormon tiroksin untuk mengatur pertumbuhan, untuk sintesis kolestrol
darah, dan aktivitas vitamin A; serta zink untuk proses metabilisme
(Hardiansyah dan Supariasa, 2016).

C. Pemberian Makanan
1. Bayi
Pemberian makanan pada bayi merupakan salah satu hal terpenting
untuk menunjang kesehatan serta proses tumbuh kembang bayi. Pemberian
makanan yang tepat pada bayi akan mencegah malnutrisi dan retardasi,
sedangkan pemberian makanan yang kurang tepat memperbesar risiko
masalah enteral, infeksi, sampai pada kematian (Hardiansyah dan
Supariasa, 2016).

2. ASI
Protein ASI berupa kasien(40%) dan whey (60%). Protein whey
berfungsi untuk melindungi bayi dari kejadian infeksi karena mengandung
faktor anti-infeksi, laktoferin berfungsi mengikat zat besi dan mencegah
pertumbuhan bakteri yang membutuhkan zat besi, sedangkan
imunoglobulin A (IgA) melindungi saluran cerna bayi dari infeksi, dan
enzim lisozim dapat merusak membran sel bakteri. ASI juga mengandung
asam lemak esensial berupa AL dan AAL yang menyerupai prekursor
ARA dan DHA. Pada ASI, laktosa merupakan komponen utama yang
menyumbang 42% dari total energi pada ASI (Hardiansyah dan Supariasa,
2016).
Kandungan vitamin dalam ASI lebih tinggi dibandingkan susu sapi,
tetapi lebih rendah dibanding susu formula. Kandungan vitamin larut

10
lemak seperti vitamin A pada ASI, terutama kolostrum sebesar 5 mcg/100
ml dan prekursornya, yaitu betakaroren. Jumlah ini bervariasi bergantung
makanan ibu. Pada ASI, kandungan vitamin D umumnya kurang dan
berkisar 0,33-0,88 ug/100 ml, sedangkan AKG untuk 0-6 bulan sebesar 5
ug. Kebutuhan vitamin D dapat diperoleh dengan paparan sinar matahari.
Sementara itu, kandungan vitamin larut air besar nya bergantung pada
variasi makanan yang dikonsumsi ibu (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
Mineral pada ASI lebih rendah daripada susu sapi, tetapi
penyerapan mineral pada ASI lebih baik daripada susu sapi. Zat besi ASI
dapat diserap sebanyak 50%, sedangkan susu sapi hanya 10%. Selain
makro dan mikronutrien tersebut, ASI juga mengandung bakteri baik
(L.bifidus) yang membuat suasana asam dalam saluran cerna bayi sehingga
mengahambat pertumbuhan bakteri patogen. (Hardiansyah dan Supariasa,
2016)

3. Susu formula
Susu formula digunakan sebagai pengganti ASI untuk bayi sampai
usia 6 bulan, yang secara khusus diformulasikan sebagai satu-satunya
makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama.
Komposisi susu formula bayi harus mengikuti aturan codex alimentarius
atau Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan hanya dapat
diberikan kepada bayi atas indikasi medis (WHO, 2009; BPOM, 2011).
Codex Alimentarius dan European Society for Pediatric Gastroenterology
Hepatology and Nutrition (ESPGHAN) Committee on Nutrition membagi
formula bayi dalam 3 jenis, yaitu:
a. Formula awal (starting formula). Formula awal harus dapat memenuhi
kebutuhan energi dan zat-zat gizi esensial bagi bayi sampai umur 1
tahun
b. Formula lanjutan (follow-up formula). Formula lanjut dapat diberikan
mulai dari 6 bulan dan bersama sama dengan MP-ASI seperti bubur
susu dan nasi tim sampai umur 1 tahun.
c. Formula untuk tujuan khusus medis. Formula untuk tujuan khusus
medis meliputi formula untuk bayi prematur, alergi susu sapi,kelainan
metabolisme bawaan, dan formula khusus gangguan saluran cerna.

4. MP-ASI
MP-ASI merupakan makanan bayi yang menyertai pemberian ASI,
diberikan setelah bayi usia 6bulan karena ASI tidak lagi dapat memenuhi
gizi bayi. MP-ASI mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi selama
periode penyapihan (complementary feeding), yaitu pada saat makanan
atau minuman lain diberikan bersama pemberian ASI. Menurut
Hardiansyah dan Supariasa (2016), ada beberapa tujuan pemberian MP-
ASI, antara lain:
a. Memenuhi kebutuhan gizi bayi.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima berbagai macam
makanan dengan berbagai rasa dan tekstur sehingga mampu menerima
makanan keluarga.

11
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan
(keterampilan oromotor).

Terdapat 2 jenis MP-ASI, yaitu buatan rumah tangga atau pabrik


dan makanan yang biasa dimakan keluarga, tetapi dimodifikasi sehingga
mudah dimakan bayi dan memenuhi kebutuhan gizinya. Tekstur makanan
mulai dari halus/saring encer (makanan lumat) dan bertahap menjadi lebih
kasar (makanan lembek). Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016),
berikut merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pemberian MP-ASI:
a. Memilih bahan makanan utama dengan sumber tinggi zat besi.
b. Memilih beras sebagai salahsatu sumber karbohidrat karena bersifat
hipoalergenik.
c. Telur dapat diberikan saat usia 1 tahun.
d. Makanan selingan dapat diberikan 2x sehari seperti bubur kacang hijau,
biskuit, dan buah buahan untuk melengkapi kebutuhan vitamin dan
mineral.

5. Balita
Secara umum, jadwal pemberian makanan sebanyak 3 kali
makanan utama dan 2 kali makanan selingan. Pola hidangan sehari
mengikuti pola makanan seimbang yang terdiri atas sumber karbohidrat,
protein, vitamin dan mineral, serta air. Pada usia balita (1-4 tahun), terjadi
perubahan jenis makanan dan cara makan dari semula konsumsi asi dan
MP-ASI menjadi makanan makanan keluarga, serta pembelajaran makan
dan minum sendiri. Jika kebutuhan gizi pada usia ini tidak terpenuhi
dengan baik, akan mengakibatkan pola tumbuh kembang yang kurang
optimal (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).
Setelah berumur 1 tahun, menu makanan harus divariasikan untuk
menghindari kebosanan dan diberi susu, serealia (bubur, beras, roti),
daging, sup, sayuran, dan buah. Pada waktu makan, balita diajarkan cara
makan yang baik dengan jenis makanan yang bernilai gizi tinggi. Antara
waktu makan pagi dan siang serta makan waktu siang dan makan malam,
balita dapat diberikan makanan selingan seperti biskuit, keju, kue basah,
dan es krim (Hardiansyah dan Supariasa, 2016).

D. Masalah Gizi pada Bayi dan Balita


Menurut Hardiansyah dan Supariasa (2016), masalah gizi pada bayi
dan balita adalah sebagai berikut:
1. Alergi
Bahan makanan yang biasa menjadi alergen, terutama pada tahun
pertama, antara lain kacang, mentega, putih telur, tepung, susu sapi, dan
kacang kacangan. Apabila ada anggota keluarga menderita alergi dari
salah satu makanan di atas, pemberian bahan makanan tersebut pada bayi
dapat di tunda terlebih dahulu sampai usia 1 tahun untuk produk susu, 2
tahun untuk telur, dan 3 tahun untuk ikan dan kacang kacangan. Bayi atau
balita dengan alergi susu sapi dapat diberikan formula kacang kedelai atau
soya.

12
2. Gizi lebih (obesitas)
Anak yang mengalami obesitas kemukinan obesitas yang lebih
besar pada masa pubertas dan dewasa kelak. Penyebab obesitas ini bersifat
multifaktor, antara lain genetik, gaya hidup, dan pola makan yang baik.

3. Karies gigi
Gigi susu beresiko mengalami gangguan berupa karies dini yang di
akibatkan oleh konsumsi ASI, susu formula, jus, atau minuman lain yang
diminum melalui botol. Pemberian makanan atau minuman manis dengan
botol pada bayi lebih dari 3x/hari atau lebih dari satu jam pada saat waktu
makan dapat menjadi penyebab utama karies dini. Resiko karies dini terus
berlanjut padamasa balita jika makanan tinggi gula lebih sering di
konsumsi.

4. Diare
Diare sering terjadi terjadi akibat infeksi saluran cerna sehingga
jika hal tersebut terjadi secara terus menurus akan mengakibatkan
dehidrasi. Apabila bayi atau balita mengalami kondisi tersebut secara terus
menerus, dibutuhkan penggantian cairan dan elektrolit, yaitu dengan
rehidrasi oral.

5. Gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY)


Kekurangan yodium berpengaruh pada tingkat IQ dan tumbuh
kembang anak, yaitu menjadi kerdil atau kretin, gangguan pendengaran
atau tuli, retardasi mental, gangguan neomotor, dan sebagainya.
Penyebabnya antara lain rendahnya konsumsi makanan sumber yodium,
tingginya konsumsi makanan goeitrogenik, air minum kotor, dan genetik.

6. Pica
Perilaku pica tidak membahayakan selama anak tidak
mengkonsumsi zat toksit. Pica berbeda dengan ‘kebiasaan anak’, terutama
batita, yaitu memasukkan barang ke mulut. Pada masa batita, anak
menggunkan mulut untuk belajar, misalya menggigit kelereng.

13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada Penilaian Status Gizi Bayi dan Balita terdapat pemeriksaan
antropometri diantaranya yaitu: pemeriksaan berat badan menurut umur
(BB/U), panjang atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat
badan menurut panjang badan atau tinggi badan (BB/PB atau BB/TB), dan
indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U). Riwayat makan diantaranya
yaitu: riwayat pemberian makan, nafsu makan dan asupan, riwayat pola
makan. Biokimia diantaranya yaitu: hemoglobin dan hematokrit. Adapun
Kebutuhan Gizi pada Bayi dan Balita yang diantaranya yaitu: makronutrien
(zat gizi makro) dan mikronutrien (zat gizi mikro). Zat gizi makro seperti
energi, protein, lipid, dan karbohidrat. Sedangkan zat gizi mikro seperti
vitamin.
Ada beberapa Pemberian Makanan pada bayi dan balita yaitu: pada
bayi lebih baik untuk mengkonsumsi ASI selama enam bulan tanpa makanan
pendamping dan didalam asi sendiri mengandungasam lemak esensial,
vitamin, anti body, kolostrum, zat besi, dan sebagainya. Pada susu formula
yang digunakan sebagai pengganti ASI untuk bayi sampai enam bulan,dan
susu formula dibagi menjadi tiga jenis yaitu Formula awal (starting formula),
Formula lanjutan (follow-up formula), Formula untuk tujuan khusus medis.
Untuk MP_ASI makanan pendamping asi yang diberikan kepada bayi setelah
berusia enam bulan karena ASI tidak lagi dapat memenuhi gizi pada bayi.
Dan pada saat balita jadwal pemberian makanan sebanyak tiga kali makanan
utama dan dua kali makanan selingan. Adapun Masalah Gizi pada Bayi dan
balita yang biasanya terjadi adalah terjadinya alergi, gizi lebih (obesitas),
karies gizi, diare, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), dan pica.

14
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M & Wirjatmadi, B. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan.
Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Hardiansyah dan Supariasa, IDN. 2016. Ilmu Gizi Teori & Aplikasi. Jakarta: EGC.
Hornell, A., Lagstrom, H., Lande, B. & Thorsdottir, I. 2013. Protein intake from 0
to 18 Years of Age and Its Relation to Health: A Systematic Literature
Review for the 5th Nordic Nutrition Recommendation. Food & Nutrition
Research, 57.
Kathleen, LM & Escott-Stump, S. 2004. Krause’s Food, Nutrition & Diet
Therapy. Philadelphia: Saunders Company.
Zimmerman, M. & Snow, B. 2012. An Introduction to Nutrition. Tersedia di
http://2012books.lardbucket.org/.

15

Anda mungkin juga menyukai