Anda di halaman 1dari 86

ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI RUMAH

TANGGA BAWANG GORENG DI KABUPATEN KUNINGAN,


JAWA BARAT

ADI ANKAFIA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan


Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Adi Ankafia
NIM H34087001
ABSTRAK
ADI ANKAFIA. Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga
Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN.

Produk pertanian utama dari Kabupaten Kuningan adalah bawang merah.


Komoditas ini menjadikan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu sentra
produksi bawang merah di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan, pada tahun 2005 produksi bawang merah di Kabupaten
Kuningan berada pada urutan pertama dengan tingkat produksi sebesar 244 456,2
ton. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik usaha
bawang goreng di Kabupaten Kuningan, (2) mengetahui kelayakan usaha bawang
goreng di Kabupaten Kuningan, (3) mengetahui sensitivitas usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi
usaha tersebut. Jumlah usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan ada 16 unit
yang dapat dikelompokkan ke dalam enam tipe. Tipe A, B, C, D, E, dan F.
Analisis finansial menunjukkan bahwa usaha bawang goreng yang layak
diusahakan adalah usaha bawang goreng Tipe D dan F. Kedua tipe tersebut
memiliki nilai NPV masing-masing sebesar 75 250 000 dan 77 260 000 IRR
sebesar 33.00 persen dan 32.00 persen, Net B/C Ratio sebesar 1.60 dan 1.60, dan
Payback Period selama 3.30 bulan dan 3.50 bulan. Hasil analisis sensitivitas
menunjukkan bahwa usaha Tipe D dan F tetap menunjukkan nilai kriteria
investasi si atas batas kelayakan bila terjadi perubahan harga bawang merah dan
harga produk sebesar 50.00 persen.

Kata kunci : Bawang Goreng, Industri Rumah Tangga

ABSTRACT

ADIANKAFIA.Feasibility Analysis of Onion Fried Home Industry in Kuningan


district, West Java. Supervised by BURHANUDDIN

The main agricultural products of the Kuningan districtare red onion. This
commodities makes Kuningan district as a center of onion production in
Indonesia. Based on data from the Department of Agriculture Kuningan district,
in 2005 the production of onion in Kuningan district ranks first with a production
rate of 244 456.2 tons. This study aims to (1) identify the characteristics of fried
onions in Kuningan district, (2) determine the feasibility of onions fried in
Kuningan district, (3) determinethe sensitivity of fried onions businesses in
Kuningan district to changes affecting the business. The amount of business fried
onions in Kuningan district there are 16 units that can be grouped into six types.
Type A, B, C, D, E, and F.
Financial analysis shows that the business is viable fried onions are fried
onions effort type D and F. Both of types have their NPV value of 75 250 000 and
77 260 000, IRR of 33.00 percent and 32.00 percent, Net B/C ratio of 1.60 and
1.60, and the payback period for 3.30 months and 3.50 months. The sensitivity
analysis showed that Type D and F efforts continue to demonstrate the value of
the investment criteria for eligibility in the event of changes in prices of onion and
product prices for 50.00 percent.

Keywords: Fried Onions, Home Industry


ANALISIS KELAYAKAN USAHA INDUSTRI RUMAH TANGGA
BAWANG GORENG DI KABUPATEN KUNINGAN,
JAWA BARAT

ADI ANKAFIA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng
Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat
Nama : Adi Ankafia
NIM : H34087001

Disetujui oleh

Ir. Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 sampai dengan
Juni 2011 ini ialah Studi Kelayakan Bisnis, dengan judul Analisis Kelayakan
Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Burhanuddin, MM selaku
pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta
seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

Adi Ankafia
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 3
Studi Kelayakan Bisnis 3

KERANGKA PEMIKIRAN 7
Kerangka Pemikiran Teoritis 7
Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 14
Lokasi dan Waktu Penelitian 16
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengolahan Data dan Analisis Data 16
Asumsi Dasar Penelitian 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 22


Gambaran Umum Lokasi Penelitian 22
Aspek Non Finansial 28
Aspek Finansial 33

SIMPULAN DAN SARAN 40


Simpulan 40
Saran 40

DAFTAR PUSTAKA 41
LAMPIRAN 42
RIWAYAT HIDUP 72
DAFTAR TABEL

1 Rasio produksi bawang merah di Kabupaten Kuningan


tahun 2005 – 2007 1
2 Informasi demografi Kabupaten Kuningan tahun 2005
sampai dengan 2007 23
3 Jenis mata pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan
tahun 1997-2000 24
4 Karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan 26
5 Perkembangan dan proyeksi bawang merah tahun 2009-2012 28
6 Perhitungan NPV usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan 34
7 Perhitungan IRR usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan 34
8 Perhitungan Net B/C Ratio usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan 35
9 Perhitungan Payback Period usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan 36
10 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe A
di Kabupaten Kuningan 37
11 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe B
di Kabupaten Kuningan 37
12 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe C
di Kabupaten Kuningan 38
13 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe D
di Kabupaten Kuningan 38
14 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe E
di Kabupaten Kuningan 39
15 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe F
di Kabupaten Kuningan 39

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Operasional 15
2 Jalur Pemasaran Bawang Goreng di Kabupaten Kuningan 28
3 Bagan Alir Proses Produksi Bawang Goreng 31

DAFTAR LAMPIRAN

1 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe A


di Kabupaten Kuningan 42
2 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe B
di Kabupaten Kuningan 46
3 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe C
di Kabupaten Kuningan 50
4 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe D
di Kabupaten Kuningan 54
5 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe E
di Kabupaten Kuningan 58
6 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe F
di Kabupaten Kuningan 62
7 Nama pengrajin usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan 66
8 Harga bawang goreng di Kabupaten Kuningan tahun 2007-2011 66
9 Karakteristik mutu pengolahan bawang merah 67
10 Ringkasan umur ekonomis, jumlah, dan nilai peralatan
investasi usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan 67
11 Produksi bawang merah di beberapa sentra produksi
di pulau Jawa 2009 68
12 Kuisioner Penelitian 69
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Kuningan merupakan daerah yang sebagian besar penduduknya


mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Sampai akhir
tahun 2012 tercatat sebanyak 70.60 persen penduduk usia kerja di Kabupaten
Kuningan hidup sebagai petani, sehingga sebagian besar wilayah Kabupaten
Kuningan merupakan daerah pertanian (BPS 2012).
Sektor pertanian di Kabupaten Kuningan memberi kontribusi yang cukup
signifikan dalam pembangunan perekonomian daerah. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, pada tahun 2012 Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan mencapai Rp 2.672 trilyun, sekitar
54.56 persen atau Rp 1.458 trilyun diberikan dari sektor pertanian.
Produk pertanian utama dari Kabupaten Kuningan adalah bawang merah.
Komoditas ini menjadikan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu sentra
produksi bawang merah di Indonesia. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan, pada tahun 2010 produksi bawang merah di Kabupaten
Kuningan berada pada urutan pertama dengan tingkat produksi sebesar 244 456.2
ton.
Selama periode tahun 2010–2012, rasio produksi bawang merah di
Kabupaten Kuningan rata-rata sebesar 33.33 % dari total produksi bawang merah
nasional.

Tabel 1 Rasio produksi bawang merah Kabupaten Kuningan tahun 2010–2012


Produksi Kabupaten Kuningan Produksi Nasional Rasio Produksi
Tahun
(Ton) (Ton) (%)
2010 244 456.2 938 293 36.98
2011 149 057.4 772 818 30.24
2012 169 309.0 774 562 32.78
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, 2012

Tabel 1 menunjukkan bahwa rasio produksi bawang merah di Kabupaten


Kuningan terhadap total produksi bawang merah nasional pada tahun 2010 adalah
sebesar 36.98 persen. Pada tahun 2011 rasio produksi turun menjadi 30.24 persen
seiring dengan turunnya harga bawang merah dari Rp 9000 per kg menjadi
Rp 925 per kg pada bulan Januari 2011. Sedangkan pada tahun 2012, rasio
produksi naik kembali menjadi 32,78 persen.
Bawang merah hingga kini masih menjadi andalan Kabupaten Kuningan
dalam pembangunan perekonomian daerah. Oleh karena itu peranan industri
pengolahan bawang merah di daerah ini menjadi strategis. Hal ini karena industri
pengolahan bawang merah diharapkan mampu menciptakan nilai tambah dan
lapangan kerja, memperbaiki pembagian pendapatan, serta meningkatkan
penerimaan devisa. Namun keberadaan industri bawang goreng di Kabupaten
Kuningan pada tahun 2010 baru mencapai 11 unit usaha dengan kapasitas
2

produksi dan kebutuhan bahan baku masing-masing sebesar 15 ton dan 45 ton per
tahun.

Perumusan Masalah

Harga bawang merah cenderung bersifat fluktuatif, terutama di sentra-sentra


produksi seperti Kabupaten Kuningan. Pada musim hujan dan musim serangan
hama penyakit, harga bawang merah cenderung naik karena jumlahnya yang
terbatas. Sedangkan pada saat musim panen harga bawang merah cenderung
menurun karena ketersediaan yang berlimpah.
Bawang merah merupakan komoditas holtikultura yang mempunyai sifat
mudah rusak (perishable) dan setelah panen dapat mengalami perubahan yang
cenderung merugikan akibat kegiatan pasca panen yang kurang baik. Oleh karena
itu diperlukan penanganan bawang merah melalui pengolahan lebih lanjut menjadi
produk yang lebih bernilai secara ekonomi dan berdaya saing. Dalam hal ini
diolah mejadi bawang goreng.
Kabupaten Kuningan menjadi tempat yang potensial untuk pengusahaan
bawang goreng. Ketersediaan bawang merah sebagai bahan baku utama sangat
terjamin sepanjang tahun.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang kan diteliti adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten
Kuningan?
2. Bagaimanakah kelayakan usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan?
3. Bagaimanakah sensitivitas usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi usaha tersebut?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,


maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten
Kuningan.
2. Mengetahui kelayakan usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan.
3. Mengetahui sensitivitas usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan
terhadap perubahan-perubahan yang mempengaruhi usaha tersebut.

Manfaat Penelitian

Hasil analisis penelitian ini dapat memiliki kegunaan :


1. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan bagi penulis sendiri
dan menjadi bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang terkait
dengan studi kelayakan usaha bawang goreng.
2. Bagi pengrajin bawang goreng di Kabupaten Kuningan
3

Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi sebagai


referensi untuk manajemen usaha dalam memutuskan pengusahaan yang
tepat sehingga diperoleh keuntungan yang maksimal.
3. Bagi Pembaca dan Masyarakat Lainnya
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dan wawasan
yang bermanfaat yang terkait dengan studi kelayakan usaha bawang
goreng.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai aspek finasial dan non finansial. Adapun
aspek finansial yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan beberapa
kriteria kelayakan investasi seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio), Payback Period (PP).
Disamping itu juga dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui seberapa
besar kepekaan produk terhadap perubahan-perubahan yang terjadi berkaitan
dengan produksi.
Analisis non finansial yang dibahas adalah aspek pasar, aspek teknis, aspek
manajemen dan hukum, aspek sosial, budaya dan ekonomi, serta aspek
lingkungan. Adanya keterbatasan informasi dan daya ingat para petani maupun
pengrajin bawang goreng terhadap jumlah input, jumlah output, dan harga
memungkinkan akan berpengaruh terhadap perhitungan analisis kelayakan usaha
atau hasil pengolahan data yang akan diperoleh penulis. Lingkup penelitian ini
dilaksanakan di Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat.

TINJAUAN PUSTAKA

Studi Kelayakan Bisnis

Studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah


suatu kegiatan investasi memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan. Studi
kelayakan bisnis merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau
suatu bisnis layak untuk dijalankan. Selain itu studi kelayakan bisnis ini juga
secara tidak langsung akan mempunyai keterkaitan dengan kepentingan
masyarakat dan pemerintah (Nurmalina, et al 2009).
Penelitian tentang studi kelayakan bisnis dilakukan dengan menganalisis
aspek finansial (keuangan) dan aspek non finansial secara menyeluruh meliputi
aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek sosial-budaya, dan aspek
lingkungan. Selain itu digunakan analisis sensitivitas untuk mengukur kepekaan
kondisi kelayakan investasi bisnis tersebut terhadap perubahan harga input dan
output. Seperti yang dilakukan oleh Fauzi (1993) dalam penelitiannya mengenai
Analisis Kelayakan Industri Tepung Bawang Merah di Kabupaten Brebes, Jawa
Tengah. Tujuan dilakukan penelitian tersebut adalah untuk meningkatkan nilai
tambah bagi para petani dalam usaha penganekaragaman pengolahan bawang
merah menjadi tepung bawang merah. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui
4

kebutuhan dana investasi pendirian industri tepung bawang merah adalah Rp 450
698 100. Dana yang berasal dari dana sendiri sebesar Rp 157 744 400 atau 35.00
persen dari total modal dan dari kredit bank sebesar Rp 292 953 700. Dana
tersebut digunakan untuk modal tetap pabrik sebesar Rp 138 382 500 dan modal
kerja sebesar Rp 312 315 600. Kredit modal kerja diperoleh dari bank pada tahun
pertama dan dikembalikan mulai tahun kedua dalam jangka waktu 3 tahun.
Berdasarkan kriteria kelayakan bisnis, industri tepung bawang merah memiliki
NPV sebesar Rp 204 304 630, IRR sebesar 46.44 persen, B/C sebesar 2.38 dan
payback period selama 1.98 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan terhadap
perubahan kenaikan biaya eksploitasi dana penurunan harga jual produk masing-
masing 5.00 persen, hasilnya masih memberikan nilai-nilai kriteria investasi di
atas batas kelayakan.
Hasil penelitian yang masih relevan bisa dilihat pada Aditya Widi Nugraha
(2002) dalam Evaluasi Kelayakan Usaha Bawang Goreng di Kabupaten Brebes,
Jawa Tengah. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kontribusi,
perkembangan, karakteristik, dan penyebaran industri kecil bawang goreng di
Kabupaten Brebes. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa selama periode
1996-2001, kontribusi industri bawang goreng terhadap struktur nilai agroindustri
sebesar 19.50 persen dan industri kecil sebesar 7.20 persen. Dalam kurun waktu
tersebut, perkembangan industri bawang goreng mulai dari jumlah unit usaha,
tenaga kerja, nilai investasi, dan nilai produksi industri bawang goreng rata-rata
meningkat secara berurutan 41.82 persen, 37.70 persen, 35.75 persen, dan 43.49
persen. Berdasarkan analisis usaha yang dilakukan selama satu tahun, usaha
tersebut menghasilkan NPV sebesar Rp 30 250 550, IRR sebesar 324.50 persen,
B/C Ratio sebasar 1.20 dan Payback Period selama 3 tahun. Analisa sensitivitas
dilakukan terhadap perubahan kenaikan biaya produksi dana penurunan harga jual
produk masing-masing 5.00 persen, hasilnya usaha tersebut masih layak untuk
dijalankan.
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Rosiah (2005) yang melakukan
penelitian berjudul Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembenihan Ikan mas di
Desa Sumurgintung, Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang. Dari hasil
analisisnya didapat bahwa usaha pembenihan Ikan Mas di Desa Sumurgintung,
Kecamatan Pagaden, Kabupaten Subang, secara finansial menguntungkan dan
layak untuk dikembangkan. Hal ini berdasarkan hasil perhitungan rata-rata hasil
analisis per kuartal tahun 2005 memperlihatkan keuntungan sebesar Rp 8 757 399,
B/C ratio sebesar 1.14 dan payback period 4.50 tahun. Berdasarkan perhitungan
kriteria investasi dengan tingkat suku bunga 8.00 persen per kuartal diperoleh
NPV sebesar Rp 13 205 659.22, Net B/C sebesar 1.13 dan IRR sebesar 9.45
persen. Skenario adanya pinjaman dari lembaga keuangan, menurunkan nilai
kriteria investasi walaupun masih layak untuk dikembangkan. Pada skenario
dengan pinjaman menunjukan nilai NPV Rp 2 284 388.04, Net B/C sebesar 1.03
dan IRR sebesar 8.27 persen. Selain itu apabila dilihat dari sensitivitasnya
terhadap kenaikan harga pupuk (TSP sebesar 11,11 persen, PK sebesar 4.76
persen, Kaptan sebesar 3.7 persen) menunjukan nilai NPV sebesar Rp 11 230
498.59, Net B/C sebesar 1.11 dan IRR sebesar 9.30 persen. Pada skenario dengan
pinjaman apabila terjadi kenaikan harga TSP sebesar 11.11 persen, PK sebesar
4.76 persen, Kaptan sebesar 3.7 persen, menyebabkan nilai kriteria investasi
5

menjadi NPV sebesar Rp 309 227.00, Net B/C sebesar 1.00 dan IRR sebesar 8.04
persen.
Hasil penelitian Atemalem (2001), yang berjudul Analisis Kelayakan
Investasi Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius sutchi) di Tapos Agro Lestari,
Ciawi, Bogor menjelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis usaha yang dilakukan
selama satu tahun, usaha ini memperolah keuntungan sebesar Rp 110 604 616.70.
hasil perhitungan analisis pembenihan ikan ini menguntungkan dilihat dari hasil
perhitungan B/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1.56. Analisis titik impas
(BEP) dari usaha pembenihan ini menghasilkan nilai sebesar 742 522 ekor atau
senilai Rp 82 637 703.83. Sedangkan dari hasil analisis kelayakan investasi
diperoleh NPV sebesar Rp 81 629 230.06, Net B/C sebesar 2.58, dan IRR sebesar
66.77 persen. Hasil perhitungan analisis sensitivitas pada kondisi kenaikan harga
pakan benih 16.00 persen diperoleh NPV sebesar Rp 8 203 815.31, Net B/C
sebesar 1.11 dan IRR sebesar 27.32 persen. Penurunan harga jual benih ikan patin
ukuran 1 inch (2.56 cm) sebesar 5.00 persen diperoleh NPV sebesar Rp 21 884
659.59, Net B/C 1.33, dan IRR sebesar 36.64 persen, menunjukan bahwa usaha
tersebut layak diteruskan untuk jangka panjang.
Iriani (2006) dalam Analisis Kelayakan Finansial Pembenihan dan
Pendederan Ikan Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari, Desa
Tanjungsari, Kecamatan Pondok Salam, Kabupaten Purwakarta menjelaskan
bahwa usaha pendederan dan pembenihan ikan nila layak dijalankan dengan
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 83 009 000, dengan B/C rasio sebesar
3.21, payback period sebesar 0.21 tahun dan BEP sebesar Rp 22 462 437.69.
Berdasarkan analisis kelayakan finansial terhadap usaha pembenihan dan
pendederan ikan nila ini diperoleh NPV sebesar Rp 225 116 401.83, Net B/C
lebih dari satu dan IRR sebesar 7.07 persen, sehingga usaha tersebut layak untuk
dijalankan. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap kenaikan harga
pakan sebesar 800.92 persen diperoleh nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama
dengan satu, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku. Hal ini
menunjukan usaha ini masih layak untuk dijalankan sampai batas kenaikan harga
pakan 800.92 persen.
Berdasarkan hasil penelitian Rohaeni (2006), yang berjudul Kelayakan
Investasi Pengembangan Usaha Pembesaran Lele Dumbo di Agro Niaga Insani,
Kabupaten Bogor diperoleh hasil perhitungan analisis usaha sebesar Rp 58 451
900, B/C rasio sebesar 1.39 dan payback period sebesar 2.98. Sedangkan
perhitungan analisis kelayakan usaha menghasilkan NPV sebesar Rp 118 976
123.41, Net B/C sebesar 1.89 dan IRR sebesar 34.80 persen. Analisis sensitivitas
dilakukan sampai pada persentase perubahan harga yang menyebabkan usaha
tidak layak adalah pada kenaikan harga pakan sebesar 25.50 persen dan
penurunan harga jual sebesar 9.80 persen. Hasil analisis menunjukan bahwa usaha
ini menguntungkan, serta layak untuk dilakukan dan dikembangkan.
Widiyanthi (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Kelayakan
Finansial Penambahan Mesin Vacuum Frying Pada Usaha Pengolahan Kacang
(Kasus di PD. Barokah Cikijing, Majalengka, Jawa Barat), untuk analisis aspek
non finansialnya hanya aspek pasar dan aspek teknis saja yang dilakukan dan
dapat disimpulkan bahwa secara teknis penambahan mesin vacuum frying layak
karena dalam pengolahan kacang akan memudahkan proses pengerjaannya dan
mendapatkan kualitas kacang lebih baik dibandingkan dengan kualitas kacang
6

yang diproduksi tanpa alat tersebut. Dilihat dari aspek pemasaran dapat memenuhi
permintaan kacang dengan cepat. Secara finansial penambahan mesin vacuum
frying pada usaha pengolahan layak untuk diusahakan. Hasil perhitungan analisis
kelayakan finansial usaha pengolahan kacang pada tingkat diskonto 12.00 persen
diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 1 405 678 570, Net B/C sebesar 1.98, IRR
sebesar 32.22 persen dan Payback Period selama tiga tahun 10 bulan. Hasil
analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha ini sensitif terhadap perubahan
harga jual produk. Berbeda dengan perubahan kenaikan harga bahan baku tidak
terlalu berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Kenaikan maksimal harga adalah
sampai 114.06 persen dan 266.36 persen. Usaha cukup stabil meski dengan
kenaikan harga yang ekstrem sekalipun.
Siregar (2012) dalam penelitiannya mengenai Analisis Kelayakan
Pengembagan Bisnis Domba (Studi Kasus: Peternakan Domba Tawakal Desa
Cimande Hilir, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor) menganalisis aspek
finansial dan aspek non finansial secara menyeluruh. Hasil dari analisis aspek non
finansial pengembangan bisnis layak untuk dijalankan kecuali pada aspek hukum
karena belum mendapatkan izin dari pemerintah desa saja. Secara finansial usaha
peningkatan kapasitas produksi Peternakan Domba Tawakal layak untuk
dilaksanakan. Hal ini bisa dibuktikan dari hasil perhitungan kriteria kelayakan
yang dianalisis yaitu NPV yang didapat sebesar Rp 1 754 996 948.00, Net B/C
Ratio sebesar 1.85, IRR sebesar 20.12 persen dan Payback Period selama 6.18
tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas, batasan terhadap penurunan harga jual
domba jantan yaitu sebesar 20.92 persen dan peningkatan pakan hijuan sebesar
134.36 persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penurunan harga domba jantan
lebih berpengaruh terhadap proses bisnis yang dijalankan daripada pakan hijauan.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, persamaan penelitian yang
dilakukan terletak pada kriteria analisis kelayakan bisnis, yaitu menggunakan
analisis data seperti NPV, Net B/C Ratio, IRR, Payback Period, dan analisis
sensitivitas. Kriteria-kriteria tersebut diperlukan pada penelitian ini karena bisnis
yang menjadi obyek studi kasus terdapat investasi masing-masing. Perbedaan
dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi studi kasus yang berbeda dan
menghasilkan asumsi-asumsi dasar yang berbeda juga dalam menganalisis
kelayakan bisnis. Penelitian yang penulis lakukan yaitu di sentra industri bawang
merah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Modal awal yang ditanamkan dalam
pengusahaan bawang merah adalah modal sendiri. Data diolah dengan
menggunakan Software Microsoft Excel dan interpretasi data secara deskriptif
untuk melihat apakah investasi bisnis ini nantinya akan layak untuk dilaksanakan.
7

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Teori Investasi
Investasi merupakan keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-
sumber untuk mendapat kemanfaatan (benefit) atau suatu kegiatan dengan
mengeluarkan sumber-sumber untuk memperoleh hasil pada waktu yang akan
datang, dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai suatu unit.
Kegiatan suatu usaha selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan
mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point)
baik biaya maupun hasilnya yang dapat diukur (Kadariah, 1988).
Menurut Gittinger (1986) dalam Nurmalina et al. (2009), kegiatan pertanian
adalah suatu kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi
barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau
manfaat setelah beberapa periode waktu. Sementara itu Gray et al. (1992) dalam
Nurmalina et al. (2009) mendefinisikan suatu kegiatan investasi sebagai kegiatan
yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan dengan
mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan benefit.

Pengolahan Bawang Goreng

Agroindustri menurut Soekartawi (2000) adalah pengolahan hasil pertanian


dan merupakan bagian dari subsistem agribisnis yaitu subsistem penyediaan
sarana produksi dan peralatan, usahatani, pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan
pembinaan. Sedangkan menurut Soeharjo (2000) agroindustri mempunyai definisi
sebagai salah satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung
dengan pertanian, yakni keterkaitan antara subsistem primer dengan subsistem
lainnya dalam sistem agribisnis, baik keterkaitan ke depan (forward linkage)
maupun ke belakang (backward linkage). Keterkaitan ke depan (forward linkage)
berlangsung karena produk pertanian bersifat musiman, mudah rusak, dan
memerlukan ruang penyimpanan yang besar. Sedangkan keterkaitan ke belakang
(backward linkage) berlangsung karena produksi pertanian memerlukan sarana
produksi yang langsung dipakai. Industri yang menghasilkan sarana produksi
seperti pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian disebut industri hulu. Sedanglan
industri yang melakukan kegiatan pengolahan produk pertanian disebut
agroindustri hilir.
Bawang merah (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum) adalah sejenis
tanaman yang menjadi bumbu berbagai masakan Asia Tenggara dan dunia. Orang
Jawa mengenalnya sebagai brambang. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan
adalah umbi, meskipun beberapa tradisi kuliner juga menggunakan daun serta
tangkai bunganya sebagai bumbu penyedap masakan. Tanaman ini diduga berasal
dari daerah Asia Tengah dan Asia Tenggara (Tindal, 1986).
Bawang merah mengandung vitamin C, kalium, serat, dan asam folat. Selain
itu, bawang merah juga mengandung kalsium dan zat besi. Bawang merah juga
mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormon auksin dan giberelin.
Kegunaan lain bawang merah adalah sebagai obat tradisional, bawang merah
dikenal sebagai obat karena mengandung efek antiseptik dan senyawa alliin.
8

Senyawa alliin oleh enzim alliinase selanjutnya diubah menjadi asam piruvat,
amonia, dan alliisin sebagai anti mikoba yang bersifat bakterisida. Bawang merah
akan mempunyai pertumbuhan terbaik jika lama penyinaran matahari lebih dari
12 jam pada ketinggian 30 dpl dengan suhu rata-rata 30 derajat celcius
(Wibowo, 1999).
Menurut Shintania (1999) Bawang goreng adalah bawang merah yang diiris
tipis dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Pada umumnya, masakan
Indonesia berupa soto dan sup menggunakan bawang goreng sebagai penyedap
sewaktu dihidangkan. Adapun teknik agar bawang goreng lebih renyah dan tahan
lama. Sebelum digoreng, rendam irisan bawang merah dalam air garam,
banyaknya garam bisa diatur, bisa juga direndam dengan air kapur sirih jika ingin
hasil yang tawar. Ada bawang yang memang khusus dipergunakan untuk
membuat bawang goreng menjadi renyah, biasanya dinamakan varietas bawang
Sumenep. Belakangan diketahui ada varietas yang endemik di Palu, Sulawesi
Tengah.
Dilihat dari prospek pasarnya, bawang goreng mempunyai kontribusi
terhadap struktur nilai agroindustri di Kabupaten Kuningan rata-rata 9.09 persen
dan terhadap industri kecil sebesar 21.12 persen. Tenaga kerja pada industri
bawang goreng di Kabupaten Kuningan rata-rata menghasilkan Rp 49 045 800 per
tahun dan nilai investasi yang ditanam untuk seorang tenaga kerja rata-rata
Rp 1 191 560 (Hapidin, 1997).

Kriteria Kelayakan Bisnis


Aspek yang perlu diperhatikan dalam studi kelayakan bisnis terbagi ke
dalam dua kelompok yaitu aspek finansial (keuangan) dan aspek non finansial.
Aspek non finansial terdiri dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen-
hukum, aspek sosial-ekonomi-budaya, aspek lingkungan (Nurmalina et al. 2009).
Banyak aspek yang perlu diperhatikan dalam suatu studi kelayakan bisnis sangat
tergantung kepada karakteristik dari masing-masing bisnis.

1. Aspek Pasar
Aspek pasar dan pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-
kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga,
mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan
kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun kepada pembeli potensial
(Hakim, 2005). Menurut Kadariah (1999), aspek komersial menganalisa
penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan usaha, baik pada waktu
membangun usaha, maupun pada waktu usaha sudah berproduksi, dan
menganalisa pasaran output yang dihasilkan dari kegiatan usaha.
Menurut Gittinger (1986), analisis aspek komersial terdiri dari rencana
pemasaran output yang dihasilkan oleh usaha dan rencana penyediaan input yang
dibutuhkan untuk kelangsungan dan pelaksanaan usaha. Dari sisi output, analisis
pasar untuk hasil usaha adalah sangat penting dalam menyakinkan bahwa
terdapat suatu permintaan yang efektif pada harga yang menguntungkan. Dari
sudut pandang input, saluran distribusi, kapasitas, kontinuitas, dan tingkat harga.
9

2. Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan usaha secara teknis dan pengoperasiannya setelah usaha tersebut
selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya (Nurmalina,et al, 2009).
Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis akan menguji hubungan-
hubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha yang diusulkan, misalnya
keadaan tanah di daerah usaha dan potensinya bagi pembangunan usaha,
ketersediaan air baik secara alami (hujan dan penyebaran hujan) serta pengadaan
(kemungkinan-kemungkinan untuk membangun irigasi), varietas bawang merah
yang cocok. Atas dasar pertimbangan–pertimbangan ini analisis secara teknis
akan dapat menentukan hasil-hasil yang potensial. Analisis secara teknis juga
berhubungan dengan input usaha (penyediaan) dan output (produksi) berupa
barang dan jasa. Kerangka kerja usaha harus dibuat secara jelas agar analisis
secara teknis dapat dilakukan dengan teliti. Aspek-aspek lain dari analisis usaha
akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan.

3. Aspek Manajemen dan Hukum


Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan usaha dan manajemen dalam masa operasi. Dalam masa
pembangunan usaha hal yang dipelajari adalah siapa pelaksana usaha, bagaimana
jadwal penyelesaian usaha tersebut, dan siapa yang melakukan studi masing-
masing aspek kelayakan usaha. Sedangkan manajemen dalam operasi mempelajari
bagaimana bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, bagaimana struktur
organisasi, bagaimana deskripsi masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah
tenaga kerja yang digunakan, dan menentukan siapa-siapa anggota direksi dan
tenaga inti (Nurmalina,et al, 2009).
Aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan
digunakan (dikaitkan dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya), dan
mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan
sumber dana yang berupa pinjaman, berbagai akta, sertifikat, dan izin. Disamping
hal tersebut aspek hukum dari suatu kegiatan usaha diperlukan dalam hal
mempermudah dan memperlancar kegiatan usaha pada saat menjalin jaringan
kerjasama dengan pihak lain.

4. Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Aspek sosial, budaya, dan ekonomi akan menilai seberapa besar usaha
mempunyai dampak sosial dan ekonomi terhadap masyarakat keseluruhan. Pada
aspek sosial yang dipelajari adalah penambahan kesempatan kerja atau
pengurangan pengangguran. Selain itu aspek ini mempelajari pemerataan
kesempatan kerja dan bagaimana pengaruh usaha tersebut terhadap lingkungan
sekitar lokasi usaha. Aspek sosial memperhatikan manfaat dan pengorbanan sosial
yang mungkin dialami oleh masyarakat di sekitar lokasi usaha.
Sedangkan dari aspek ekonomi suatu usaha yang dinilai dan dipelajari
adalah apakah suatu usaha yang akan dijalankan dapat memberikan peluang
peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), pendapatan
dari pajak, dan dapat menambah aktifitas ekonomi. Suatu bisnis tidak akan
10

ditolak oleh masyarakat sekitar bila secara sosial budaya diterima dan secara
ekonomi memberikan kesejahteraan (Nurmalina et al. 2009).

5. Aspek Lingkungan
Merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan bagaimana suatu usaha
berpengaruh terhadap lingkungan. Apakah dengan adanya kegiatan usaha
lingkungan dapat menjadi lebih baik atau bahkan bertambah buruk. Dalam
merancang atau menganalisis kegiatan investasi harus mempertimbangkan pula
dampak terhadap lingkungan.
Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis
suatu usaha justru akan menunjang kelangsungan suatu usaha itu sendiri. Tidak
akan ada usaha yang dapat bertahan lama apabila tidak memperhatikan kondisi
lingkungan sekitar (Hufschmidt et al. 1987 dalam Nurmalina et al. 2009).

6. Aspek Finansial
Menurut Kadariah (1988), analisis aspek finansial suatu usaha dilihat dari
sudut badan atau orang yang menanam modalnya dalam usaha atau yang
berkepentingan langsung dalam usaha. Dalam analisis ini yang diperhatikan
adalah hasil untuk modal yang ditanam dalam suatu usaha. Analisis finansial ini
penting dalam memperhitungkan rangsangan bagi mereka yang turut serta dalam
mensukseskan pelaksanaan usaha. Sebab tidak ada gunanya melaksanakan usaha
yang menguntungkan dilihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan, jika
mereka yang menjalankan kegiatan produksi tidak bertambah baik keadaanya.
Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisis usaha menerangkan
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang diusulkan terhadap peserta
yang tergabung di dalamnya. Dalam usaha-usaha pertanian para peserta terdiri
dari petani, perusahaan swasta, koperasi dan lembaga-lembaga lainnya. Tujuan
utama dari analisis finansial adalah menentukan insentif bagi orang-orang yang
terlibat dalam pelaksanaan usaha (Gittinger, 1986)
Analisis usaha pertanian adalah untuk membandingkan biaya-biaya dengan
manfaatnya dan menentukan usaha yang mempunyai keuntungan yang layak.
Dalam analisis usaha diperlukan kriteria investasi yang merupakan metode yang
digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Adapun beberapa
kriteria sebagai tolak ukur kelayakan investasi diantaranya :

1. Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) adalah selisih antara manfaat dan biaya atau
yang disebut dengan arus kas. Suatu bisnis dikatakan layak jika jumlah seluruh
manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan (Nurmalina et al.
2009). Terdapat tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net
Present Value (NPV) yaitu :
a. NPV sama dengan nol (NPV = 0) artinya, bisnis yang dijalankan tidak
menguntungkan atau tidak merugikan.
b. NPV lebih besar dari nol (NPV > 0) artinya, bisnis yang dijalankan
menguntungkan atau memberikan manfaat dan layak untuk dijalankan.
c. NPV lebih kecil dari nol (NPV < 0) artinya, bisnis tersebut tidak layak untuk
dijalankan atau merugikan.
11

2. Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio)


Net Benefit – Cost Ratio (Net B/C Ratio) adalah rasio antara manfaat
bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif, atau
disebut juga manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkan terhadap
setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu kegiatan investasi atau
bisnis dapat dikatakan layak jika Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan
tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu (Nurmalina et al. 2009). Terdapat
tiga kriteria ukuran kelayakan investasi menurut metode Net Benefit – Cost Ratio
(Net B/C Ratio) yaitu :
a. Net B/C Ratio sama dengan satu (Net B/C = 1) artinya, bisnis tersebut tidak
menguntungkan atau tidak merugikan.
b. Net B/C Ratio lebih dari satu (Net B/C > 1) artinya, usaha tersebut
menguntungkan atau layak untuk dijalankan.
c. Net B/C Ratio kurang dari satu (Net B/C < 1) artinya, usaha tersebut tidak
menguntungkan atau tidak layak dijalankan.

3. Internal Rate of Return (IRR)


Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga yang menjadikan
manfaat bersih sekarang sama dengan nol. Tingkat suku bunga tersebut
merupakan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh usaha untuk
sumberdaya yang digunakan. Menurut Nurmalina et al. (2009), penilaian suatu
bisnis dapat dikatakan layak dilihat dari seberapa besar pengembalian bisnis
terhadap investasi yang ditanamkan, ditujukan dengan mengukur besarnya
Internal Rate of Return. Sedangkan Gittinger (1986) mendefinisikan Internal Rate
of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan interval tahunan bagi perusahaan
yang melakukan kegiatan investasi dan dinyatakan dalam bentuk persentase.
Umumnya untuk penghitungan tingkat IRR digunakan metode interpolasi diantara
tingkat discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan
tingkat discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatif).

4. Payback Period (PP)


Payback Period merupakan kriteria tambahan dalam analisis kelayakan
untuk melihat periode waktu yang diperlukan dalam melunasi seluruh
pengeluaran investasi. Menurut Nurmalina et al. (2009) Payback Period
merupakan suatu analisis yang berfungsi untuk mengukur seberapa cepat
investasi yang ditanam pada suatu bisnis dapat kembali. Bisnis yang Payback
Period-nya cepat pengembaliannya memiliki kemungkinan untuk dijalankan.
Kelemahan dari metode ini adalah sulitnya menentukan periode Payback Period
maksimum yang diisyaratkan untuk digunakan sebagai angka pembanding, selain
itu diabaikannya konsep nilai waktu uang (time value of money) dan cashflow
setelah Payback Period.

Analisis Sensitivitas
Tujuan dari analisis ini adalah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan
hasil analisis usaha jika terjadi perubahan dalam input yang digunakan ataupun
dalam output yang dihasilkan. Dalam analisis kepekaan setiap kemungkinan harus
dicoba, yang berarti bahwa setiap kombinasi harus diadakan analisis kembali. Hal
12

ini diperlukan karena analisis usaha didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang


mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan
datang. Pada sektor-sektor pertanian, usaha biasanya dapat berubah-ubah yang
disebabkan karena fluktuasi harga-harga input dan output maupun perubahan pada
volume produksi (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat
pengaruh penurunan harga dan kenaikan biaya yang terjadi terhadap kelayakan
suatu usaha, yaitu layak ataupun menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Gittinger (1986) mengatakan bahwa untuk menghitung nilai pengganti
maka terlebih dahulu harus menentukan berapa banyak elemen yang kurang baik
dalam suatu usaha yang akan diganti agar dapat memenuhi tingkat minimum yang
masih dapat diterima. Oleh karena itu perubahan jangan melebihi tingkat
minimum tersebut. Analisis dengan nilai pengganti mengacu kepada berapa besar
perubahan yang terjadi sampai dengan NPV sama dengan nol.
Perbedaan mendasar antara analisis sensitivitas dengan switching value
adalah pada analisis sensitivitas perubahan sudah diketahui secara empirik dan
dapat dilihat bagaimana dampaknya terhadap hasil analisis kelayakan. Sedangkan
pada perhitungan switching value justru perubahan tersebut dicari, berapa besar
perubahan yang masih dapat ditoleransi agar bisnis masih tetap layak untuk
dijalankan.

Umur Bisnis
Menurut Nurmalina, et al (2009), ada beberapa pedoman untuk
menentukan panjangnya umur bisnis berdasarkan tingkat kemampuan kegiatan
bisnis, antara lain :
1) Umur ekonomis suatu bisnis ditetapkan berdasarkan jangka waktu (periode)
yang kira-kira sama dengan umur ekonomis dari aset terbesar yang ada pada
suatu bisnis, yaitu jumlah tahun selama pemakaian aset tersebut dapat
meminimumkan biaya tahunan dari pemakaiannya.
2) Untuk usaha besar bergerak (diberbagai bidang) lebih mudah menggunakan
umur teknis dari unsur-unsur investasi. Umur teknis umumnya lebih panjang
dari umur ekonomis. Tetapi hal ini tidak berlaku apabila adanya keusangan
teknologi (Absolence) dengan adanya penemuan teknologi baru.
3) Untuk usaha yang umurnya lebih lama dari 25 tahun, biasanya umur usaha
ditentukan selama 25 tahun karena nilai-nilai setelah itu jika di discount rate
dengan tingkat suku bunga lebih besar dari 10 persen maka present value-nya
akan kecil sekali, karena nilai discount factor nya kecil mendekati nol.

Konsep Time Value of Money (Nilai Waktu Uang)


Menurut Nurmalina et al. (2009) Unsur nilai waktu memegang peranan
penting dalam mengukur kemampuan bisnis dalam menghasilkan berbagai
manfaat. Biaya dan manfaat dalam studi kelayakan bisnis bukan hanya jumlahnya
yang berbeda tetapi juga waktu yang dibayarkan dan diterima yang berbeda
selama umur bisnis. Biaya-biaya bisnis banyak dikeluarkan pada awal waktu
bisnis, sedangkan manfaat baru akan diterima kemudian. Pengaruh waktu
menyebabkan perbedaan nilai uang karena secara ekonomi disebabkan oleh
13

adanya inflasi, kesempatan konsumsi yang berbeda, dan produktivitas yang


dihasilkan pada waktu yang berbeda.

Teori Biaya dan Manfaat


Menurut Nurmalina et al (2009), secara umum biaya didefinisikan sebagai
segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis, dan manfaat adalah segala sesuatu
yang membantu suatu tujuan. Manfaat terdiri dari tiga macam yaitu, manfaat yang
dapat diukur (tangible benefit), manfaat yang dirasakan di luar usaha itu sendiri
(indirect or secondary benefit), dan manfaat yang secara nyata ada tapi sulit
diukur (intangible benefit). Periode waktu analisis yang direncanakan seringkali
ditetapkan dalam satuan waktu yang panjang, sehingga mengakibatkan arus biaya
maupun manfaat tidak terjadi pada waktu yang sama, melainkan sepanjang umur
usaha. Berdasarkan kenyataan tersebut komponen-komponen biaya dan manfaat
diidentifikasi berdasarkan kapan komponen-komponen tersebut muncul, sehingga
diukur berdasarkan arus riil dari dana dan biaya usaha.
Biaya dan manfaat yang digunakan dalam melakukan analisis usaha,
biasanya adalah yang bersifat tangible (dapat dinilai dengan uang), sedangkan
biaya dan manfaat yang bersifat intangible (tidak dapat dinilai dengan uang)
seperti halnya sebagai masukan tambahan yang digunakan sebagai pertimbangan
subyektif untuk pengambilan keputusan. Pada analisis kelayakan usaha secara
finansial, biaya dan manfaat yang digunakan adalah yang berpengaruh langsung
terhadap usaha yang bersangkutan (biaya investasi, biaya operasional dan lain-
lain), sedangkan yang termasuk manfaat antara lain nilai produksi total,
penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa dan nilai sisa. Komponen-komponen
biaya pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya
tak terduga (contingency allowance), dan sunk cost.

Kerangka Pemikiran Operasional

Industri bawang goreng adalah suatu usaha yang dilakukan oleh rumah
tangga tertentu dalam mengolah bawang merah sebagai bahan baku utama
menjadi bawang goreng sebagai produk untuk dipasarkan sehingga memperoleh
nilai tambah secara materi. Adanya permintaan pasar yang dihadapi industri
bawang goreng dan belum dapat dipenuhi seluruhnya menjadi penghambat dalam
menjalankan usahanya selama ini.
Analisis aspek non finansial menggunakan kriteria kelayakan yang
digunakan adalah aspek pasar yang ditunjukan dengan adanya permintaan pasar
bawang goreng yang dihasilkan. Kriteria kelayakan pada aspek teknis ditunjukan
dengan adanya peningkatan produksi yang ditunjukan dengan peningkatan
produksi dan nilai penjualan. Aspek manajemen dan hukum ditunjukan dengan
pengelolaan dan pengendalian manajemen yang baik dan benar sesuai dengan
kebutuhan usaha, serta bagaimana status badan hukum perusahaan tersebut. Aspek
sosial, budaya, dan ekonomi ditunjukan dengan bagaimana respon masyarakat
sekitar dengan adanya kegiatan usaha dan apakah masyarakat ikut menikmati
keuntungan atau kerugian dari kegiatan usaha. Dari aspek lingkungan ditunjukan
apakah dengan adanya usaha lingkungan dapat menjadi lebih baik atau bahkan
bertambah buruk.
14

Penilaian mengenai aspek finansial dilakukan dengan menggunakan NPV,


IRR, Net B/C, dan Payback Period dengan kriteria penilaian yang digunakan
adalah jika NPV>0, maka investasi dikatakan layak atau bermanfaat karena dapat
menghasilkan manfaat lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi
modal. Jika nilai NPV<0, maka investasi tidak layak untuk dilakukan karena
pengusahaan tidak dapat menghasilkan manfaat senilai biaya yang digunakan.
Menurut Umar (2005), NPV merupakan selisih antara Present Value dari investasi
dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih dimasa yang akan
datang. Untuk menentukan nilai sekarang itu diperlukan tingkat suku bunga yang
relevan.
Nilai Net B/C ratio menunjukan besarnya tingkat tambahan manfaat pada
setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Investasi dikatakan layak untuk
dilakukan apabila nilai Net B/C ratio menunjukan angka lebih dari satu,
sebaliknya apabila Net B/C ratio menunjukan angka kurang dari satu maka
investasi tidak layak dilakukan. Untuk mengetahui periode pengembalian modal
dapat menggunakan payback period. Analisis sensitivitas digunakan dalam
penelitian ini untuk menguji kepekaan suatu perubahan keadaan terhadap
kelayakan investasi.
Hasil analisis akan menunjukan pengusahaan layak atau tidak layak untuk
dilaksanakan. Dari hasil analisis kelayakan investasi yang diperoleh selanjutnya
akan disampaikan dan direkomendasikan kepada pengusaha. Hasil analisis
kelayakan investasi industri bawang goreng juga diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan tentang
pengusahaan bawang goreng yang layak untuk dilaksanakan. Apabila dari hasil
evaluasi kelayakan investasi menunjukan bahwa pengusahaan bawang goreng
layak untuk dilaksanakan, maka sebaiknya usaha ini dilaksanakan dengan melihat
dan memilih skenario mana yang lebih menguntungkan guna dapat memenuhi
permintaan pasar dan sebaliknya, apabila dari hasil evaluasi kelayakan yang
dilakukan menunjukan bahwa pengusahaan bawang goreng tidak layak untuk
dilaksanakan, maka sebaiknya perusahaan mencari alternatif lain untuk mangatasi
permasalahan yang ada. Adapun gambar kerangka pemikiran operasional ini
dapat dilihat pada Gambar 1.
15

Permasalahan yang dihadapi:


1. Harga bawang merah yang fluktuatif
2. Bawang merah merupakan komoditas holtikultura yang bersifat mudah
rusak (perishable)

Analisis Kelayakan Usaha

Aspek Non Finansial Aspek Finansial


Terdiri dari:
1. Analisis Aspek Pasar
2. Analisis Aspek Teknis
3. Analisis Aspek Hukum Analisis Sensitivitas
dan Manajemen 1. Perubahan harga bawang
4. Analisis Aspek Sosial merah sebagai bahan baku
utama sebesar 50 %
2. Perubahan harga bawang
goreng sebesar 50 %
Kriteria Kelayakan Investasi:
1. NPV
2. IRR
3. Net B/C
4. Payback Period

Layak Tidak Layak Rekomendasi

Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional


16

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian


dilakukan dengan mengambil sampel dari industri bawang goreng di beberapa
desa yang menjadi sentra industri bawang goreng. Diantaranya desa Ciawigebang,
Cidahu, Cigugur, Cilimus, Garawangi, Kramat Mulya, Kuningan, Luragung.
Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April 2011 sampai dengan
Juni 2011.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari hasil wawancara dan observasi
dengan pelaku industri bawang goreng, wawancara dilakukan guna memperoleh
informasi mengenai teknis pengusahaan bawang goreng dan selanjutnya informasi
dan data yang diperoleh digunakan sebagai acuan dalam perhitungan. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Dinas Pertanian
Kabupaten Kuningan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Kuningan,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. Informasi tambahan untuk
mendukung penelitian ini digunakan literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini.

Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dalam penelitian ini meliputi
analisis aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,
budaya, dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Sedangkan analisis kuantitatif yang
dilakukan meliputi analisis kelayakan finansial. Perhitungan yang dilakukan
menggunakan kriteria investasi yaitu, Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR), Net Benefit CostRatio (Net B/C Ratio), Payback Period (PP), serta
analisis sensitivitas.
Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer
yaitu Software Microsoft Excel. Hasil pengolahan data tersebut disajikan dalam
bentuk tabulasi dengan cara memasukan data primer ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan dipahami. Data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian deskriptif serta
dalam bentuk tabel, bagan atau gambar.

Analisis Aspek Pasar


Analisis aspek pasar dilakukan dengan melihat potensi pasar bawang
goreng dan dikatakan layak apabila pangsa pasar usaha bawang goreng memadai
untuk pemasaran produk, pasar input tersedia dalam jumlah mencukupi, dan
produk yang dijual memiliki daya saing atau keunggulan dibandingkan dengan
produk serupa yang dihasilkan oleh pesaing. Selain itu analisis aspek pasar
17

dilakukan juga dengan menggunakan bauran pemasaran, yaitu seperangkat alat


pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya
dalam pasar sasarannya (Kotler et al, 1997).
Adapun alat-alat bauran pemasaran diklasifikasikan menjadi empat unsur,
yaitu :
1) Produk, merupakan sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi dalam
rangka memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan yang mencakup kualitas,
rancangan, bentuk, merek, dan kemasan produk.
2) Harga, adalah jumlah nilai yang dikeluarkan konsumen dengan manfaat dari
memiliki atau menggunakan produk atau jasa tersebut. Harga adalah satu-
satunya unsur dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan,
sedangkan unsur lainnya menghasilkan biaya.
3) Distribusi, meliputi berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
menjadikan produk tersedia dan mudah didapat oleh konsumen sasaran
melalui pengidentifikasian saluran pemasaran yang efisien. Saluran pemasaran
adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam
proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap digunakan.
4) Promosi, meliputi semua kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk
mengkomunikasikan dan memperkenalkan produknya kepada pasar sasaran.

Analisis Aspek Teknis


Analisis teknis dikaji secara deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai lokasi pengusahaan bawang goreng, besarnya skala usaha atau jumlah
produksi yang dihasilkan, proses kegiatan produksi yang dilakukan serta peralatan
produksi yang digunakan dalam kegiatan pengusahaan bawang goreng di
Kabupaten Kuningan. Dalam aspek teknis ini dinilai lokasi usaha, tata letak atau
layout tempat produksi, kegiatan produksi, serta teknologi yang akan digunakan.
Penilaian kelayakan aspek teknis dapat dikatakan layak apabila hal-hal tersebut
dapat memberikan kemudahan dalam distribusi dan pemeliharaan.
Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis ini akan menguji
hubungan-hubungan teknis yang mungkin dalam suatu usaha yang diusulkan,
seperti keadaan tanah di daerah usaha dan potensinya bagi pengembangan usaha,
ketersediaan air baik secara alamiah maupun pengadaan (kemungkinan untuk
membangun irigasi), serta varietas yang cocok. Atas dasar pertimbangan-
pertimbangan inilah analisis secara teknis akan dapat menentukan hasil-hasil yang
potensial.

Analisis Aspek Manajemen dan Hukum


Aspek manajemen dan hukum dikaji secara deskriptif untuk melihat
sumberdaya manusia dalam menjalankan jenis-jenis pekerjaan dan status badan
hukum dari industri bawang goreng, serta untuk melihat sumberdaya lain seperti
struktur organisasi serta sistem informasi yang digunakan oleh perusahaan.
Kegiatan usaha dikatakan layak apabila perusahaan menggunakan sistem
manajemen dan mempunyai status secara hukum sesuai dengan kebutuhan
perusahaan sehingga dapat membantu dalam pencapaian tujuan perusahaan.
Menurut Nurmalina et al. (2009) aspek manajemen dikatakan layak apabila
alokasi pengorganisasian sumber daya dapat berjalan dengan baik sesuai
18

kebutuhan serta implementasi pekerjaan yang dapat mendukung pencapaian


tujuan dan target perusahaan. Aspek hukum dari suatu usaha sangat diperlukan
dalam hal mempermudah dan memperlancar kegiatan usaha pada saat menjalin
kerjasama dengan pihak lain.

Analisis Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Analisis aspek sosial, budaya, dan ekonomi dilakukan secara deskriptif
dengan menilai seberapa besar usaha mempunyai dampak sosial, budaya, dan
ekonomi terhadap masyarakat keseluruhan. Usaha ini dikatakan layak apabila
perusahaan mampu menciptakan dampak positif bagi perekonomian secara
keseluruhan.
Aspek sosial, budaya, dan ekonomi ini perlu dikaji untuk melihat
bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh adanya kegiatan industri bawang
goreng, terhadap kondisi sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat sekitar.
Menurut Nurmalina et al. (2009) suatu bisnis dapat diterima oleh masyarakat
sekitar apabila secara sosial, budaya, dan ekonomi memberikan kesejahteraan.

Analisis Aspek Lingkungan


Analisis aspek lingkungan yang dilakukan secara deskriptif ini menilai
suatu dampak atau pengaruh yang ditimbulkan terhadap lingkungan berkenaan
dengan bagaimana suatu kegiatan usaha dijalankan. Menurut Nurmalina et al.
(2009) aspek ini mempelajari bagimana pengaruh bisnis terhadap lingkungan,
apakah dengan adanya pengusahaan bawang goreng yang dilakukan perusahaan
membuat lingkungan menjadi lebih baik atau bahkan bertambah buruk. Aspek ini
menunjang keberlangsungan suatu bisnis. Kegiatan ini dikatakan layak jika
perusahaan dapat mengantisipasi dengan meminimalkan kerusakan lingkungan
yang dapat terjadi sebagai akibat dari kegiatan usahanya.

Analisis Aspek Finansial


Analisis aspek finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi
untuk menyatakan layak atau tidaknya suatu usaha. Kriteria investasi yang
digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net
Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP).
Pelaksanaan analisis finansial dari suatu usaha dapat menggunakan metode
atau kriteria penilaian investasi. Kriteria kelayakan investasi digunakan untuk
mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan dari suatu kegiatan
usaha. Melalui metode-metode ini dapat diketahui apakah suatu kegiatan usaha
layak untuk dilaksanakan atau tidak. Selain itu, setiap kriteria kelayakan dapat
dipakai untuk menentukan urutan-urutan berbagai alternatif usaha dari suatu
investasi.

1. Net Present Value (NPV)


NPV atau nilai kini manfaat bersih merupakan manfaat bersih yang
diterima selama umur usaha pada tingkat diskonto tertentu. Suatu usaha
dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat biaya yang diterima melebihi biaya
yang dikeluarkan, atau dengan kata lain jika NPV lebih besar dari nol, berarti
manfaat yang diperolah lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Rumus
yang digunakan dalam perhitungan NPV adalah sebagai berikut :
19

n
NPV = ∑ Bt-Ct ............................................................................. (1)
t=1
(1+i)t
Dimana :

Bt = Manfaat pada tahun ke t

Ct = Biaya pada tahun ke t

t = Tahun kegiatan usaha (t= 1,2,3,.........., 10)

i = Tingkat Discount Rate(DR) (%)

n = Umur ekonomis usaha

Kriteria Penilaian :
a. Jika NPV >0, maka kegiatan investasi layak untuk dilaksanakan karena
manfaat lebih besar dari pada biaya.
b. Jika NPV < 0, maka kegiatan investasi tidak layak untuk dilaksanakan.
c. Jika NPV = 0, maka kegiatan investasi tidak untung dan tidak rugi.

2. Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C Ratio)


Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih
yang menguntungkan suatu kegiatan usaha yang dihasilkan terhadap setiap satu
satuan kerugian dari usaha tersebut.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui berapa besarnya penerimaan
dibandingkan dengan pengeluaran selama umur kegiatan usaha. Suatu kegiatan
investasi dikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu. Adapun rumus Net
B/C adalah sebagai berikut :

n Bt-Ct
∑ (1 + i)t
t =1 (Bt – Ct) >0 ......................................... (2)
Net B/C = n Bt-Ct (Bt – Ct)<0
∑ (1 + i)t
t =1
Dimana :

Bt = Manfaat pada tahun ke t

Ct = Biaya pada tahun ke t

i = Tingkat DR (%)

t = Tahun kegiatan usaha (t= 1,2,3,.........., 10)

n = Umur ekonomis usaha


20

Kriteria Penilaiaan :
a. Investasi dinilai layak dan dinyatakan menguntungkan jika, Net B/C>1.
b. Investasi dinilai tidak layak dan dinyatakan tidak menguntungkan jika, Net
B/C<1.
c. Investasi ini dinilai tidak untung dan tidak rugi jika, Net B/C = 0.

3. Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan
nol. Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase
(%). IRR menunjukan rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan perusahaan
selama umur usaha. Investasi dapat dikatakan layak apabila mempunyai nilai IRR
lebih besar dari opportunity cost of capital-nya (OCC).
Tingkat IRR mencerminkan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar
oleh suatu kegiatan usaha untuk sumberdaya yang digunakan. Adapun rumus
yang digunakan dalam menghitung IRR adalah :

NPV1
IRR = i1 + (i2- i1)........................................................... (3)
NPV1 – NPV2
Dimana :
i1 = DR yang menghasilkan NPV positif
i2 = DR yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV 2 = NPV yang bernilai negatif
Kriteria Penilaian :
a. Usaha layak jika IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang ditetapkan
oleh bank.
b. Usaha tidak layak jika IRR lebih kecil dari tingkat diskonto yang
ditetapkan oleh bank.

4. Payback Period (PP)


Payback Period merupakan metode yang mencoba mengukur seberapa
cepat investasi pada suatu kegiatan usaha dapat kembali. Perhitungan dilakukan
dengan cara mengkumulatifkan nilai manfaat bersih yang terdapat pada cashflow.
Semakin kecil angka yang dihasilkan berarti semakin cepat tingkat pengembalian
dari suatu investasi, sehingga usaha yang dijalankan semakin baik untuk
dilaksanakan dan dikembangkan. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung PP adalah sebagai berikut :

Payback Period= I ................................................... (4)

AB

Dimana :

I = Biaya investasi yang diperlukan


AB = Manfaat bersih yang diperoleh setiap tahunnya
21

Kriteria penilaian :
Lamanya periode waktu pengembalian biaya investasi harus lebih cepat
dibandingkan umur usaha yang diproyeksikan dalam cashflow, semakin cepat
pengembalian biaya investasi maka semakin baik usaha tersebut untuk dijalankan.

Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuannya adalah untuk melihat
kembali hasil analisis suatu kegiatan usaha. Variabel-variabel yang digunakan
untuk analisis ini adalah perubahan volume produksi dan kenaikan biaya produksi.
Variabel-variabel tersebut berpengaruh besar terhadap pendapatan atau
keuntungan karena keduanya merupakan output dan input utama dalam kegiatan
produksi bawang goreng.

Asumsi Dasar Penelitian

1) Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian
berlangsung pada bulan April 2011 sampai dengan Juni 2011.
2) Sumber modal seluruhnya adalah modal sendiri.
3) Umur proyek adalah satu tahun didasarkan pada umur dua peralatan utama
yaitu penggorengan dan kompor.
4) Produksi bawang goreng adalah konstan setiap tahunnya.
5) Proses produksi yang dilakukan pengrajin bawang goreng adalah sama.
6) Pengrajin bawang goreng adalah pemilik usaha bawang goreng.
7) Usaha bawang goreng skala kecil rumah tangga adalah usaha bawang goreng
yang memiliki tenaga kerja paling banyak empat orang termasuk pengrajin.
8) Harga produk adalah harga yang disepakati pengrajin bawang goreng dan
pedagang pengumpul atau pengecer untuk bawang goreng yang dihasilkan.
Harga produk adalah harga rata-rata pada tingkat pengrajin.
22

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Letak Geografis dan Pembagian Administratif


Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108° 23 - 108° 47 Bujur
Timur dan 6° 47 - 7° 12 Lintang Selatan. Sedangkan ibu kotanya terletak pada
titik koordinat 6° 45 - 7° 50 Lintang Selatan dan 105° 20 - 108° 40 Bujur Timur.
Bagian timur wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian barat
berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai (3.076 m) di perbatasan
dengan Kabupaten Majalengka.Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa
Barat.
Dilihat dari posisi geografisnya, Kabupaten Kuningan terletak di bagian
timur Jawa Barat berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan kota
Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah
yang menghubungkan Bandung-Majalengka dengan Jawa Tengah. Secara
administratif berbatasan dengan
1 Sebelah Utara : Kabupaten Cirebon
2 Sebelah Timur : Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)
3 Sebelah Selatan : Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap
(Jawa Tengah)
4 Sebelah Barat : Kabupaten Majalengka

Kabupaten Kuningan mempunyai luas 1 178.58 km2 dengan ketinggian rata-


rata 0 meter sampai dengan 700 meter di atas permukaan laut. Luas daerah terdiri
dari 63 376 Ha lahan sawah, 18 469 Ha bangunan, 17 757 Ha tegalan, 7 984 Ha
tambak, 4 400 Ha hutan rakyat, 49 050 Ha hutan Negara, 774 Ha perkebunan
swasta, dan 4 307 Ha untuk fasilitas lain-lain seperti jalan dan lapangan. Curah
hujan rata-rata bulanan menurut Balai Klimatologi di Kabupaten Kuningan
sebesar 18.94 mm.

Demografi
Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Menurut Hasil Suseda
sebanyak 1 122 376 orang dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar
0.48% pertahun dan Angka Harapan Hidup (AHH) 70.76 tahun. Penduduk laki-
laki sebanyak 580 796 orang dan penduduk perempuan sebanyak 564 801 orang
dengan sex ratio sebesar 99.30 persen artinya jumlah penduduk perempuan lebih
banyak dibanding penduduk laki-laki. Diperkirakan hampir 25.00 persen
penduduk Kuningan bermigrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,
Yogyakarta dan sebagainya. Penduduk Kuningan umumnya menggunakan bahasa
Sunda dialek Kuningan. Mayoritas Penduduk Kuningan beragama Islam. Angka
beban tanggungan (Dependency Ratio) Kabupaten Kuningan tahun 2007
kondisinya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai angka
0,50 persen. Angka beban tanggungan (ABT) merupakan perbandingan antara
penduduk yang belum atau tidak produktif (usia 0 - 14 Tahun dan usia 65 tahun
ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia 15 - 64 tahun), berarti
pada tahun 2012 setiap 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Kuningan
23

menanggung sebanyak 50 penduduk usia belum atau tidak produktif. Untuk lebih
lengkapnya data penduduk serta beberapa informasi demografi kami sajikan
dalam tabel di bawah ini.

Tabel 2 Informasi demografi Kabupaten Kuningan tahun 2010-2012

Informasi Demografi 2010 2011 2012


Jumlah Penduduk
Total 1 069 448 1 089 620 1 102 354
Laki-Laki 534 415 542 645 549 118
Perempuan 535 033 546 975 553 236
Laju Pertumbuhan Penduduk 2.80 % 1.89 % 1.17 %
Sex Ratio 99.80 % 99.20 % 99.30 %
Komposisi Umur
0 - 14 287 288 280
15 - 54 714 727 735
55+ 68 75 87
Angka Beban Tanggungan 0,50 % 0,49 % 0,50 %
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2012

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan tahun 2012,


persentase penduduk dewasa yang melek huruf di Kabupaten Kuningan mencapai
98.03 persen sedangkan hasil Suseda 2012 menunjukan adanya perbaikan menjadi
98.27 persen. Begitu pula rata-rata lama sekolah, pada tahun 2010, rata-rata lama
sekolah penduduk Kabupaten Kuningan sekitar 8.33 tahun meningkat menjadi
8.68 tahun di tahun 2012.
Persentase penduduk Kabupaten Kuningan usia 10 tahun ke atas yang
berpendidikan SD ke bawah sebesar 72.66 persen, tamat SMP sebesar 13.73
persen, tamat SMU/SMK sebesar 10.88 persen, dan sebanyak 2.72 persen yang
tamat pendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi). Berarti dari 1 000 orang
penduduk 10 tahun ke atas hanya 27 orang yang berkesempatan menyelesaikan
pendidikan tinggi (Diploma, Akademi, Perguruan tinggi) (BPS 2012). Adapun
Pendidikan Luar Biasa untuk siswa berkebutuhan khusus kini telah banyak
ditampung di sebuah lembaga pendidikan siswa berkebutuhan khusus, diantaranya
SLBN Kuningan.
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan meliputi petani dengan
lahan milik sendiri, buruh tani, nelayan, pengusaha, buruh industri, buruh
bangunan, pedagang, pengangkutan, PNS, pensiunan, dan jasa-jasa. Jenis mata
pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah
ini.
24

Tabel 3 Jenis mata pencaharian penduduk Kabupaten Kuningan tahun 1999-2012.

Jenis Mata Pecaharian 1999 2000 2011 2012


Petani lahan sendiri 185 200 200 294
Buruh tani 223 216 216 390
Nelayan 5 11 11 21
Pengusaha 25 40 55 70
Buruh industri 210 210 210 270
Buruh bangunan 40 43 43 68
Pedagang 40 40 40 67
Pengangkutan 10 11 11 19
PNS 20 35 43 60
Pensiunan 10 12 25 27
Jasa-jasa 100 122 128 135
Jumlah : 868 940 982 1421
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2012

Produk Unggulan Daerah


Komoditi holtikultura dan tanaman pangan yang menjadi produk unggulan
Kabupaten Kuningan adalah bawang merah, cabe merah, kentang, kubis, dan
jamur. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, produksi
bawang merah pada tahun 2001 mencapai 244 456.2 ton. Jumlah tersebut
menyumbang 36.96 persen dari total produksi bawang merah di Indonesia.
Sedangkan produk unggulan tanaman perkebunan di Kabupaten Kuningan adalah
teh dengan produksi per tahun mencapai 1 257.051 ton dengan luas lahan 81.936
ha. Di bidang perikanan, produksi ikan bandeng di Kabupaten Kuningan mampu
mencapai 300 ton per tahun dengan luas lahan 6.915 ha. Selain itu, teri nasi
mampu mencapai produksi sebesar 5 ton per tahun dan telah mampu menembus
pasar ekspor ke Taiwan.

Usaha Bawang Goreng di Kabupaten Kuningan


Usaha bawang goreng telah ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten
Kuningan sebagai produk unggulan daerah. Menurut data Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Kuningan tahun 2010, usaha bawang goreng terdiri dari
11 unit usaha dengan kapasitas produksi sebesar 15 ton per tahun dan kebutuhan
bahan baku sebesar 45 ton per tahun atau hanya 0.03 persen dari total produksi
rata-rata bawang merah di Kabupaten Kunigan yaitu 167 669.94 ton per tahun.
Lokasi usaha bawang goreng terkonsentrasi di Kecamatan Luragung, Kabupaten
Kuningan. Akses pengrajin bawang goreng terhadap transportasi, telekomunikasi,
dan pasar cukup dekat mudah. Jarak pasar yang dituju dengan lokasi usaha
berkisar antara 0,5 km sampai dengan 6 km. Kebutuhan listrik dan air juga mudah
untuk dipenuhi.
Sebagian besar pengrajin menjadikan usaha bawang goreng sebagai
pekerjaan sampingan dan biasanya mereka juga bukan petani bawang merah.
Pekerjaan utama para pengrajin bawang goreng antara lain pengumpul bawang
merah dan Pegawai Negeri Sipil. Umur pengrajin berkisar antara 25 tahun dan 55
25

tahun dengan pengalaman menjalankan usaha bawang goreng berkisar mulai dari
3 tahun sampai 15 tahun. Usaha bawang goreng tersebut berdiri antara tahun 1999
dan 2010. Modal dialokasikan untuk pembelian peralatan, bahan baku, bahan
penolong, serta untuk mengupah tenaga pengupas.
Produk bawang goreng yang dihasilkan pengrajin bawang goreng di
Kabupaten Kuningan berkisar antara 20 kilogram hingga 420 kilogram per bulan.
Teknologi yang digunakan masih sederhana. Hanya ada dua peralatan produksi
yang digunakan secara elektrik, yaitu alat pengiris dan alat penurun kadar minyak.
Bahan baku utama untuk memproduksi bawang goreng adalah bawang
merah. Bahan baku pendukungnya antara lain minyak goreng dan tepung terigu.
Proses produksi bawang goreng meliputi pengupasan bawang merah, pencucian,
pengirisan, penepungan, penggorengan, penurunan kadar minyak, dan
pengemasan. Dari satu kilogram bawang merah mampu menghasilkan rata-rata
0.3 kilogram bawang goreng.
Pemasaran bawang goreng di Kabupaten Kuningan saat ini telah mencapai
berbagai kota seperti Cirebon, Indramayu, Majalengka, Subang, bahkan hingga
Jakarta, Bogor, Semarang, Yogyakarta, Madiun, Surabaya. Pengrajin bawang
goreng menjual produknya ke pedagang pengumpul dan ke pengecer, serta
sebagian kecil dijual langsung ke konsumen. Harga bawang goreng di tingkat
pengrajin berkisar antara Rp 10 000 dan Rp 25 000 per kilogram. Sedangkan
harga di tingkat konsumen berkisar antara Rp 12 500 dan Rp 30 000 per kilogram.
Produk yang dijual ke pengecer biasanya mempunyai harga yang lebih tinggi.
Usaha rumah tangga bawang goreng di Kabupaten Kuningan rata-rata
membutuhkan 2 hingga 4 tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut sebagian besar
adalah untuk pekerjaan mengupas yang jumlahnya dapat mencapai 3 orang.
Tenaga kerja ini biasanya diperoleh dari masyarakat sekitar. Untuk kegiatan selain
mengupas cukup dilakukan oleh dua hingga empat orang yang biasanya diambil
dari anggota keluarga.
Organisasi yang mewadahi para pengrajin bawang goreng di Kabupaten
Kuningan masih belum ada. Pengrajin beraktivitas sendiri-sendiri tanpa ada
koordinasi. Beberapa tahun sebelumnya pernah dibentuk organisasi bagi pengrajin
bawang goreng, namun kini tidak beroperasi karena tidak ada pengurusnya.

Karakteristik Usaha Bawang Goreng di Kabupaten Kuningan

Usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan saat penilitian berlangsung


berjumlah 16 unit. Usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan dapat
dikelompokkan ke dalam enam tipe. Dasar dari pengelompokkan ini pada skala
usaha, penggunaan alat pengiris bawang merah, dan jalur pemasaran yang
dilakukan.
Skala usaha menentukkan jumlah tenaga kerja. Perbedaan jumlah tenaga
kerja menimbulkan jumlah perbedaan pada biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
dan produksi bawang goreng yang dihasilkan. Alat pengiris bawang merah juga
menjadi dasar pengelompokkan karena penggunaan alat pengiris yang berbeda
akan menyebabkan perbedaan pada jumlah bawang goreng yang diproduksi.
Sedangkan jalur pemasaran menjadi dasar pengelompokkan karena jalur
pemasaran akan menentukkan harga produk.
26

Berdasarkan hal tersebut, usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan


dapat dikelompokkan menjadi enam tipe. Pertama adalah usaha bawang goreng
Tipe A yaitu usaha skala kecil rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan
sebanyak empat orang dan menggunakan alat pengiris manual. Produknya
dipasarkan melalui pedagang pengumpul dengan harga Rp 10 000 per kilogram.
Rata-rata produksi per bulan sebesar 100 kilogram dengan frekuensi produksi
sebanyak 12 kali dalam satu bulan.
Usaha bawang goreng yang kedua adalah tipe B yang merupakan usaha
skala kecil rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak dua orang.
Sedangkan alat pengiris yang digunakan adalah alat pengiris manual. Produknya
dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 20 000 per kilogram. Rata-rata
produksi per bulan adalah sebesar 20 kilogram dengan frekuensi produksi
sebanyak 8 kali dalam satu bulan.
Usaha bawang goreng yang ketiga adalah Tipe C yang merupakan usaha
skala kecil rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak tiga orang.
Sedangkan alat pengiris yang digunakan adalah alat pengiris manual. Produknya
dipasarkan melalui pedagang pengumpul dengan harga rata-rata Rp 10 714 per
kilogram. Rata-rata produksi per bulan sebesar 188.57 kilogram dengan frekuensi
produksi sebanyak 12 kali dalam satu bulan.
Usaha bawang goreng yang keempat adalah Tipe D yang merupakan usaha
skala kecil rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak empat orang.
Sedangkan alat pengiris yang digunakan adalah alat pengiris manual. Produknya
dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 25 000 per kilogram. Rata-rata
produksi per bulan adalah sebesar 320 klogram dengan frekuensi produksi
sebanyak 12 kali dalam satu bulan.
Usaha bawang goreng yang kelima adalah tipe E yang merupakan usaha
skala kecil rumah tangga. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak empat orang.
Sedangkan alat pengiris yang digunakan adalah alat pengiris elektrik. Produknya
dipasarkan melalui pedagang pengumpul dengan harga rata-rata Rp 10 600 per
kilogram. Rata-rata produksi per bulan adalah sebesar 420 kilogram dengan
frekuensi produksi sebanyak 20 kali dalam satu bulan.
Usaha bawang goreng yang keenam adalah tipe F yang merupakan usaha
skala kecil rumah tangga. Tenaga yang digunakan sebanyak empat orang.
Sedangkan alat pengiris yang digunakan adalah alat pengiris elektrik. Produknya
dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 18 000 per kilogram. Rata-rata
produksi per bulan adalah sebesar 400 kilogram dengan frekuensi produksi
sebanyak 12 kali dalam satu bulan.
27

Tabel 4 Karakteristik usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan

Tipe Karakteristik
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 4 orang
3. Menggunakan alat pengiris manual
A
4. Produk dipasarakan melalui pedagang pengumpul dengan harga Rp 10 000 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 100 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 12 kali dalam satu bulan
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 2 orang
3. Menggunakan alat pengiris manual
B
4. Produk dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 20 000 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 20 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 8 kali dalam satu bulan
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 3 orang
3. Menggunakan alat pengiris manual
C
4. Produk dipasarkan melalui pedagang pengumpul dengan harga Rp 10 714 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 188.57 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 12 kali dalam satu bulan
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 4 orang
3. Menggunakan alat pengiris manual
D
4. Produk dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 25 000 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 120 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 12 kali dalam satu bulan
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 4 orang
3. Menggunakan alat pengiris elektrik
E
4. Produk dipasarkan melalui pedagang pengumpul dengan harga Rp 10 600 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 420 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 20 kali dalam satu bulan
1. Skala kecil rumah tangga
2. Jumlah tenaga kerja 4 orang
3. Menggunakan alat pengiris elektrik
F
4. Produk dipasarkan melalui pengecer dengan harga Rp 18 000 per kilogram
5. Rata-rata produksi per bulan sebesar 400 kilogram
6. Frekuensi produksi sebanyak 12 kali dalam satu bulan
28

Aspek Non Finansial

Aspek Pasar
Bawang goreng merupakan produk olahan dari bawang merah yang
digunakan untuk penyedap rasa makanan. Sumber permintaan dari dalam negeri
datang dari rumah tangga, pedagang makanan keliling, rumah makan, hotel, dan
pabrik mie instan. Permintaan dari luar negeri berasal dari negara Singapura,
Malaysia, dan Arab Saudi.
Meskipun permintaan bawang goreng datang dari banyak sumber, namun
bawang merah di Kabupaten Kuningan belum mampu memenuhi permintaan
sepenuhnya. Produksi bawang goreng di Kabupaten Brebes tiap bulan adalah
sebesar 4 260 kilogram atau 51 120 kilogram dalam satu tahun. Jumlah ini masih
sangat kecil.
Permintaan bawang goreng di dalam negeri sulit untuk diketahui, namun
perkembangan permintaan bawang goreng secara tidak langsung dapat dilihat dari
perkembangan konsumsi bawang merah di Indonesia. Perkembangan dan proyeksi
konsumsi bawang merah tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perkembangan dan proyeksi bawang merah tahun 2009–2012


Tahun Konsumsi (Ton) Pertumbuhan (%)
2009 356 538
2010 374 941 2.34
2011 384 151 2.34
2012 390 380 2.34
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Kuningan, 2012

Perkembangan konsumsi bawang merah cenderung terus meningkat tiap


tahunnya sebesar 2.34 persen. Diperkirakan total konsumsi bawang merah
penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 390 380 ton. Perkembangan
konsumsi bawang merah ini memberi gambaran adanya perkembangan yang
meningkat juga pada konsumsi bawang goreng di Indonesia.
Pemasaran bawang goreng dari Kabupaten Kuningan telah mencapai kota-
kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan Yogyakarta melalui pedagang
pengumpul. Pemasaran di dalam wilayah Kabupaten Kuningan secara umum
dilakukan pengrajin sendiri. Jalur pemasaran bawang goreng Kabupaten Kuningan
dapat dilihat di Gambar 2.

Pengrajin
Bawang Pedagang
Pengecer Konsumen
Goreng Pengumpul

Gambar 2. Jalur Pemasaran Bawang Goreng di Kabupaten Kuningan


29

Jalur pemasaran yang dilakukan pengrajin bawang goreng di Kabupaten


Kuningan secara umum terbagi menjadi dua. Jalur pertama pemasaran melalui
pedagang pengumpul. Dari pedagang pengumpul, bawang goreng disalurkan ke
pengecer yang selanjutnya dijual kepada konsumen. Jalur kedua pemasaran
melalui pengecer secara langsung. Dari pengecer, bawang goreng dijual ke
konsumen. Konsumen kadang datang langsung ke pengrajin, biasanya dari
masyarakat sekitar.
Pengrajin usaha bawang goreng Tipe A, C, dan E menjual sebagian besar
hasil produksinya kepada pedagang pengumpul. Pembayaran dilakukan secara kas.
Karena modal yang dimiliki pengrajin terbatas, maka sistem pembayaran ini
disukai ketiga tipe pengrajin di atas. Dengan dibayar secara kas, maka modal yang
dimiliki pengrajin bisa cepat kembali. Modal yang telah kembali digunakan untuk
melakukan produksi berikutnya. Produk yang dihasilkan usaha bawang goreng
Tipe A, C, dan E dikemas dalam plastik berukuran 5 kilogram hingga 15 kilogram
tanpa menggunakan merek dagang.
Usaha bawang goreng Tipe B, D, dan F memasarkan hasil produksinya ke
pengecer seperti toko dan supermarket. Pembayaran dilakukan secara konsinyasi.
Pengecer yang dituju adalah toko-toko sekitar yang mudah dijangkau. Untuk
pengrajin Tipe D, toko yang dituju adalah toko di daerah Jakarta, Semarang, dan
Yogyakarta. Produk dikemas dalam kemasan kecil biasanya berukuran satu ons
dengan mencantumkan merek dagang, tanggal produksi dan kadaluarsa. Bawang
goreng yang disukai konsumen adalah bawang goreng yang berwarna kuning atau
coklat muda, bersih, dan tidak remuk.
Harga bawang goreng biasanya mengikuti harga bawang merah. Harga
bawang goreng pada tingkat pengrajin yang diproduksi usaha bawang goreng Tipe
A, C, dan E berkisar antara Rp 10 000 dan Rp 13 000 per kilogram dan di tingkat
konsumen harga menjadi Rp 1 250 sampai dengan Rp 2000 per ons. Pada usaha
bawang goreng tipe B, D, dan F harga di tingkat pengrajin dapat mencapai
Rp 18.000 hingga Rp 25 000 dan di tingkat konsumen mencapai Rp 2 200 hingga
Rp 3000 per ons. Kegiatan promosi hampir tidak pernah dilakukan oleh pengrajin.
Promosi sejauh ini dilakukan oleh sebagian pengrajin dengan cara menitipkan
produknya kepada petugas pemerintah daerah pada saat ada pameran.

Aspek Teknis
Seluruh pengrajin bawang goreng mempunyai lokasi usaha yang menyatu
dengan rumahnya. Pengrajin memanfaatkan dapur di rumahnya untuk dapat
melakukan kegiatan produksi. Peralatan yang digunakan pengrajin dalam kegiatan
produksi bawang goreng secara umum hampir sama. Perbedaan peralatan terdapat
pada penggunaan alat pengiris bawang merah dan alat untuk menurunkan kadar
minyak. Usaha bawang goreng Tipe A, B, C, dan D menggunakan alat pengiris
manual, sedangkan usaha bawang goreng Tipe E dan F menggunakan alat pengiris
elektrik. Alat pengiris bawang merah manual dapat mengiris bawang merah
sebesar 10 hingga 20 kilogram per jam. Sedangkan alat pengiris bawang merah
elektrik mampu mengiris sebanyak 200 kilogram per jam.
Untuk menurunkan kadar minyak secara manual digunakan alat berupa
irigan. Usaha bawang goreng yang mennggunakan irigan adalah tipe A, B, C, dan
E. Sedangkan usaha bawang goreng Tipe D, dan F menggunakan alat untuk
menurunkan kadar minyak secara elektrik. Fungsi kerja dari irigan mirip dengan
30

alat penyaring, sedang fungsi kerja alat penurun kadar minyak secara elektrik
menggunakan gaya sentrifugal yaitu gaya gerak melingkar yang berputar
menjauhi pusat lingkaran dimana nilainya adalah positif. Tabung yang berisi
bawang goreng yang baru diangkat dari minyak goreng diputar dengan kecepatan
tinggi sehingga minyak yang ada di bawang goreng terdorong keluar.
Peralatan utama yang digunakan dalam usaha bawang goreng adalah
kompor dan penggorengan. Penggorengan yang digunakan adalah penggorengan
yang berukuran kurang lebih 75 cm, sedangkan kompor yang digunakan adalah
kompor pompa dengan bahan bakar minyak. Selain itu pengrajin bawang goreng
menggunakan pisau, ember kecil, ember besar, irigan, keranjang bambu kecil,
keranjang bambu besar, jerigen minyak, dan timbangan. Ember kecil digunakan
untuk menampung tetesan minyak dari bawang goreng yang baru matang,
sedangkan ember besar digunakan sebagai wadah untuk mencampur tepung terigu
dengan irisan bawang merah. Keranjang bambu kecil digunakan untuk
menampung bawang merah yang akan dikupas, sedangkan keranjang bambu besar
digunakan sebagai wadah untuk mencuci bawang merah. Irigan digunakan untuk
meniriskan minyak dari bawang goreng yang baru matang dan diletakkan di atas
ember kecil.
Dalam proses produksi, bahan baku utama usaha bawang goreng adalah
bawang merah. Bahan baku ini diperoleh di pasar-pasar di seluruh wilayah
Kabupaten Kuningan. Semua pengrajin menggunakan bawang merah lokal
sebagai bahan baku utama pembuatan bawang goreng. Bawang merah lokal
tersebut meliputi varietas Bima Kuningan, Keelung, dan Kaohsiung. Dasar
pemilihan ini karena ketiga varietas tersebut lebih banyak ditanam dan dijumpai di
Kabupaten Kuningan. Ketiga varietas bawang merah ini mempunyai aroma yang
lebih gurih dan harganya relatif lebih murah. Setelah proses produksi, bawang
merah mengalami penyusutan hingga 30.00 persen. Dari satu kilogram bawang
merah akan dihasilkan bawang goreng rata-rata sebanyak 0,30 kilogram.
Pengrajin bawang goreng Tipe A, B, C, dan E rata-rata menggunakan
bawang merah dengan harga per kilogramnya Rp 1 750, sedangkan pengrajin
bawang goreng Tipe D dan F menggunakan bawang merah dengan harga
Rp 2 000 per kilogram. Bahan baku lain yang cukup penting dalam proses
produksi bawang goreng adalah minyak goreng dan tepung terigu. Untuk
memproduksi bawang goreng dibutuhkan minyak goreng sebanyak 20.00 persen
dari jumlah bawang merah yang digunakan. Minyak goreng yang digunakan
pengrajin bawang goreng ada dua macam, yaitu minyak goreng dengan harga Rp
4 000 per liter dan Rp 4.500 per liter. Tepung terigu digunakan untuk membuat
bawang goreng agar menjadi tahan lebih lama.
Proses produksi bawang goreng dimulai dengan melakukan pengupasan
kulit luar bawang merah. Pengupasan masih dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau. Selanjutnya bawang merah yang telah dikupas dikumpulkan
dalam keranjang besar untuk dicuci. Setelah dicuci, bawang merah ditiriskan
kemudian dimasukkan ke alat pengiris secara bertahap. Hasil irisan ditampung ke
dalam wadah besar untuk dicampur dengan tepung.
Proses selanjutnya adalah bawang merah yang sudah dicampur dengan
tepung digoreng selama kurang lebih 10 menit. Bawang goreng yang sudah
matang ditandai dengan warna kuning atau coklat muda. Selanjutnya dilakukan
penurunan kadar minyak dengan cara diletakkan di atas irigan ataupun alat
31

penurun kadar minyak elektrik. Setelah kadar minyak turun, bawang goreng
ditampung di dalam plastik ukuran besar dalam keadaan terbuka untuk
didinginkan. Ujung plastik dibuat lubang kecil untuk mengalirkan minyak goreng
yang masih tersisa. Setelah dingin, bawang goreng dikemas sesuai kebutuhan.
Bawang goreng dapat bertahan antara dua sampai tiga bulan. Bagan alir
proses produksi bawang goreng dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Pengupasan Kulit Bawang Merah

Pencucian Bawang Merah

Pengirisan Bawang Merah

Penepungan Hasil Irisan Bawang Merah

Penggorengan

Penurunan Kadar Minyak

Pengemasan

Gambar 3.Bagan Alir Proses Produksi Bawang Goreng.

Kegiatan perawatan dan perbaikan peralatan dilakukan khususnya pada


alat pengiris bawang merah berupa pengasahan mata pisau. Pengasahan ini
dilakukan setiap bulan. Pada peralatan lainnya, perawatan dilakukan untuk
menjaga supaya tetap dalam keadaan bersih.

Aspek Sosial, Budaya, dan Ekonomi


Menurut Nurmalina et al. (2009) dalam aspek sosial, budaya, dan ekonomi
yang akan dinilai adalah seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, budaya,
dan ekonomi terhadap masyarakat keseluruhan. Suatu bisnis dapat diterima oleh
masyarakat sekitar apabila secara sosial, budaya, dan ekonomi mampu
memberikan kesejahteraan. Pengusahaan bawang goreng memiliki peran penting
terhadap masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha dilakukan. Kegiatan usaha
32

dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar yaitu berupa


penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri bawang goreng. Selain itu
juga kegiatan ini dapat membuka peluang bagi pemilik modal yang ingin
melakukan usaha, sehingga hal ini akan dapat mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan serta taraf hidup masyarakat sekitar.
Selain itu juga dampak positif dari adanya kegiatan ini yaitu infrastruktur
jalan menjadi lebih baik, dan keamanan disekitar lokasi usaha menjadi lebih
terjaga karena adanya petugas keamanan yang berjaga setiap malamnya. Industri
bawang goreng juga memberikan kesempatan kepada petani sekitar untuk menjadi
mitra dan menjual hasil produksinya pada perusahaan.

Aspek Lingkungan
Menurut Nurmalina et al. (2009) suatu pengembangan bisnis dikatakan
layak apabila membawa manfaat atau dampak positif lebih besar dari pada
dampak negatif bagi lingkungan sekitar tempat bisnis. Lingkungan merupakan
salah satu aspek yang sangat penting untuk diperhatikan sebelum suatu kegiatan
investasi atau usaha dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui dampak
positif ataupun negatif yang akan ditimbulkan dikemudian hari jika suatu kegiatan
usaha dijalankan. Dampak terhadap lingkungan tersebut ada yang langsung
mempengaruhi pada saat kegiatan usaha berlangsung dan ada yang baru terlihat
beberapa waktu kemudian di masa yang akan datang.
Pengusahaan bawang goreng yang berlokasi di Kabupaten Kuningan ini
keberadaannya tidak terlalu memberikan dampak buruk bagi lingkungan, dampak
buruk yang ditimbulkan masih dalam ambang batas yang masih dapat ditoleransi
dan tidak menimbulkan kerusakan bagi lingkungan. Hal ini ditandai dengan tidak
adanya keluhan dari masyarakat sekitar terhadap usaha yang dijalankan. Buangan
ataupun limbah yang ditimbulkan dari kegiatan ini hanya berupa air bekas
pencucian bawang merah sebelum digoreng.

Aspek Manajemen dan Hukum


Bentuk usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan adalah perusahaan
perseorangan. Usaha bawang goreng masih dikelola secara sederhana. Sebagian
besar pengrajin tidak melakukan pencatatan maupun pembukuan.
Pembagian pekerjaan dalam usaha bawang goreng ini belum dilakukan
secara jelas, kecuali pekerjaan menggoreng. Pekerjaan ini biasanya telah
ditetapkan orangnya karena berkaitan dengan ciri khas produk bawang goreng
tersebut. Berlaku prinsip beda yang menggoreng beda kualitas rasa. Pekerjaan
lainnya adalah mengupas, mencuci, mengiris, mencampur tepung, dan mengemas.
Pekerjaan-pekerjaan tersebut, kecuali mengupas, dilakukan oleh dua sampai
empat tenaga kerja tetap yang diperoleh dari keluarga sendiri. Pekerjaan
mengupas dilakukan oleh dua hingga tiga tenaga kerja yang diperoleh dari
masyarakat sekitar. Tenaga kerja mengupas biasanya dapat mengupas 10 kilogram
sampai 15 kilogram bawang merah dalam satu periode produksi.
33

Aspek Finansial

Analisis finansial bertujuan untuk melihat sejauh mana kelayakan


pelaksanaan usaha bawang goreng dari segi keuangan. Analisis finansial
dilakukan dengan menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net
Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net
B/C), Payback Period (PP), dan analisis sensitivitas. Untuk menganalisis kriteria-
kriteria tersebut digunakan suatu metode perhitungan atau yang sering disebut
arus kas (cash flow). Cash flow disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama
satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut
dengan menunjukkan darimana sumber-sumber kas dan penggunaannya sehingga
dapat diketahui besarnya manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan
dalam usaha yang dijalankan.
Pada usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan komponen outflow
terdiri dari biaya peralatan. Peralatan tersebut meliputi alat pengiris bawang merah,
alat penurun kadar minyak, kompor, penggorengan, susuk, pisau, ember kecil,
ember besar, irigan, keranjang bambu besar dan kecil, jerigen minyak, dan
timbangan. Biaya peralatan yang muncul saat proyek sedang berlangsung adalah
biaya peralatan mata pisau dan brander (mata api kompor).
Pada usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan, komponen inflow
terdiri dari pendapatan operasional yang didapat dari penjualan bawang goreng.
Komponen lainnya adalah biaya operasional yang terdiri dari biaya variabel dan
biaya tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya untuk membeli bawang merah,
minyak goreng, minyak tanah, tepung terigu, dan plastik kemasan. Biaya variabel
yang lain adalah biaya tenaga kerja tidak tetap (tenaga kerja pengupas) dan biaya
transportasi. Sedangkan biaya tetap terdiri dari biaya tenaga kerja tetap, listrik dan
air, dan perawatan atau perbaikan.

Analisis Kelayakan Finansial


Pelaksanaan analisis kelayakan finansial dari suatu usaha dapat
menggunakan metode atau kriteria penilaian investasi. Kriteria kelayakan
investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan biaya yang
dikeluarkan dari suatu kegiatan usaha. Melalui metode-metode ini dapat diketahui
apakah suatu kegiatan usaha layak untuk dilaksanakan atau tidak. Selain itu, setiap
kriteria kelayakan dapat dipakai untuk menentukan urutan-urutan berbagai
alternatif usaha dari suatu investasi. Analisis finansial dilakukan dengan
menggunakan kriteria-kriteria penilaian investasi seperti Net Present Value (NPV),
Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Payback Period
(PP), dan analisis sensitivitas.

1. Net Present Value (NPV)


NPV atau nilai kini manfaat bersih merupakan manfaat bersih yang
diterima selama umur usaha pada tingkat diskonto tertentu. Suatu usaha
dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat biaya yang diterima melebihi biaya
yang dikeluarkan, atau dengan kata lain jika NPV lebih besar dari nol, berarti
manfaat yang diperolah lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan. Hasil
perhitungan NPV untuk setiap tipe pengrajin dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah
ini.
34

Tabel 6 Hasil perhitungan NPV usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan


Tipe Usaha NPV (Rp)
Tipe A 72 000 000
Tipe B 48 000 000
Tipe C 53 463 000
Tipe D 75 250 000
Tipe E 73 520 000
Tipe F 77 260 000

Berdasarkan hasil perhitungan NPV pada Tabel 6, maka usaha bawang


goreng Tipe A, B, C, D, E dan F layak untuk diusahakan. Hal ini karena NPV
yang diperoleh oleh kelima tipe usaha tersebut bernilai positif yang menunjukkan
bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. Nilai NPV
pada usaha Tipe A, B, C, D, E dan F memberi arti bahwa usaha bawang goreng
masing-masing akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 72 000 000,
Rp 48 000 000, Rp 53 463 000, Rp 75 250 000, Rp 73 520 000 dan Rp 77 260 000
selama umur proyek.

2. Internal Rate of Return (IRR)


IRR adalah tingkat DR yang menghasilkan NPV sama dengan nol.
Besaran yang dihasilkan dari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%).
IRR menunjukan rata-rata tingkat keuntungan internal tahunan perusahaan selama
umur usaha. Investasi dapat dikatakan layak apabila mempunyai nilai IRR lebih
besar dari opportunity cost of capital-nya (OCC). Tingkat IRR mencerminkan
tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh suatu kegiatan usaha untuk
sumberdaya yang digunakan. Hasil perhitungan IRR pada setiap tipe usaha
bawang goreng di Kabupaten Kuningan ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Hasil perhitungan IRR usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan


Tipe Usaha IRR (%)
Tipe A 30.00 %
Tipe B 27.00 %
Tipe C 27.00 %
Tipe D 33.00 %
Tipe E 31.70 %
Tipe F 32.00 %

Hasil perhitungan IRR pada Tabel 7 menunjukkan bahwa keenam tipe


usaha bawang goreng layak diusahakan karena mempunyai nilai IRR melebihi
diskonto rate yang ditentukan saat penelitian berlangsung, yaitu 14.00 persen.
Besarnya IRR pada keenam tipe usaha tersebut disebabkan karena biaya investasi
usaha bawang goreng relatif sangat kecil apabila dibandingkan manfaat yang
diterima selama umur proyek. Biaya investasi keenam tipe usaha bawang goreng
35

masing-masing adalah Rp 6 000 000, Rp 4 000 000, Rp 4455250, Rp 6 270 800,


Rp 6 126 700 dan Rp 6 438 300. Sedangkan manfaat yang diperoleh kelima tipe
usaha tersebut selama lima tahun masing-masing sebesar Rp 72 000 000,
Rp 48 000 000, Rp 53 463 000, Rp 75 250 000, Rp 73 520 000 dan Rp 77 260 000
selama umur proyek.

3. Net Benefit - Cost Ratio (Net B/C Ratio)


Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih
yang menguntungkan suatu kegiatan usaha yang dihasilkan terhadap setiap satu
satuan kerugian dari usaha tersebut. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui
berapa besarnya penerimaan dibandingkan dengan pengeluaran selama umur
kegiatan usaha. Suatu kegiatan investasi dikatakan layak bila Net B/C lebih besar
dari satu. Hasil perhitungan Net B/C ratio pada setiap tipe usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8 Hasil perhitungan Net B/C Ratio usaha bawang goreng di Kabupaten
Kuningan

Tipe Usaha B/C Ratio


Tipe A 1.40
Tipe B 1.30
Tipe C 1.30
Tipe D 1.60
Tipe E 1.50
Tipe F 1.60

Dari hasil perhitungan Net B/C Ratio pada Tabel 8 dapat diketahui bahwa
keenam tipe usaha bawang goreng layak diusahakan karena masing-masing
memiliki Net B/C Ratio lebih dari 1. Angka tersebut menunjukkan bahwa setiap
biaya sebesar Rp 1 yang dikeluarkan akan menghasilkan manfaat pada usaha
bawang goreng masing-masing sebesar Rp 1.40, Rp 1.30, Rp 1.30, Rp 1.60,
Rp 1.50 dan Rp 1.60.

4. Payback Period (PP)


Payback Period merupakan metode yang mencoba mengukur seberapa
cepat investasi pada suatu kegiatan usaha dapat kembali. Perhitungan dilakukan
dengan cara mengkumulatifkan nilai manfaat bersih yang terdapat pada cashflow.
Semakin kecil angka yang dihasilkan berarti semakin cepat tingkat pengembalian
dari suatu investasi, sehingga usaha yang dijalankan semakin baik untuk
dilaksanakan dan dikembangkan. Hasil perhitungan Payback Period pada setiap
tipe usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan ditunjukkan pada Tabel 9
berikut ini.
36

Tabel 9 Hasil perhitungan Payback Period usaha bawang goreng di Kabupaten


Kuningan

Tipe Usaha Payback Period


Tipe A 3.20 Bulan
Tipe B 3.80 Bulan
Tipe C 3.60 Bulan
Tipe D 3.30 Bulan
Tipe E 3.30 Bulan
Tipe F 3.50 Bulan

Dari hasil perhitungan Payback Period pada Tabel 9 dapat diperoleh


informasi bahwa keenam tipe usaha bawang goreng layak untuk diusahakan. Hal
ini karena nilai Payback Period usaha bawang goreng dari keenam tipe tersebut
cepat, yaitu masing-masing 3.20 bulan, 3.80 bulan, 3.60 bulan, 3.30 bulan, 3.30
bulan dan 3.50 bulan.
Modal yang dimiliki pengrajin berpengaruh pada harga karena modal yang
dimiliki akan menentukan jalur pemasaran yang dipilih. Pada usaha bawang
goreng Tipe A, C, dan E, modal yang dimiliki terbatas sehingga usaha tipe ini
lebih memilih memasarkan lewat pedagang pengumpul yang melakukan
pembayaran secara kas. Dengan pembayaran secara kas, maka pengrajin dapat
segera mendapatkan modalnya kembali. Harga produk yang dipasarkan melalui
pedagang pengumpul berkisar antara Rp 10 000 dan Rp 13 000. Sedangkan harga
produk yang dipasarkan melalui pengecer secara langsung berkisar antara
Rp 18 000 hingga Rp 25 000.
Dalam perhitungan cash flow, harga produk berpengaruh terhadap
perhitungan pendapatan operasional. Apabila harga rendah, maka pendapatan
operasional menjadi rendah dan sebaliknya apabila harga tinggi, maka pendapatan
operasional menjadi tinggi. Pada keenam tipe usaha bawang goreng, harga produk
relatif tinggi sehingga manfaat (benefit) yang diperoleh dari pendapatan
operasional dapat menutupi seluruh biaya-biaya yang ada sepanjang umur proyek.

Analisis Sensitivitas
Analisis Sensitivitas dilakukan terhadap setiap tipe usaha bawang goreng
di Kabupaten Kuningan untuk melihat kondisi kelayakan yang terjadi apabila
terdapat perubahan-perubahan pada asumsi-asumsi dasar yang diberlakukan.
Perubahan-perubahan yang dilakukan dalam analisis ini adalah perubahan harga
bawang goreng dan perubahan harga bawang merah sebagai bahan baku utama.
Harga bawang goreng menentukan besarnya pendapatan operasional yang
diperoleh. Sedangkan bawang merah menyumbang porsi yang sangat besar dalam
perhitungan biaya operasional. Selain itu, bawang merah mempunyai harga yang
cenderung fluktuatif, sehingga perlu melihat kelayakan usaha pada berbagai
tingkat harga bawang merah.
Beberapa perubahan yang akan diujikan dalam analisis sensitivitas usaha
bawang goreng di Kabupaten Kuningan adalah penurunan harga bawang merah
sebesar 50.00 persen, kenaikan harga bawang merah sebesar 50.00 persen.
37

Perubahan ini ditentukan berdasarkan harga rata-rata bulanan dan harga ekstrim
bawang merah di Kabupaten Kuningan. Harga rata-rata bulanan bawang merah
adalah Rp 4000 per kilogram, sedangkan harga terendah yaitu Rp 1000 per
kilogram, dan harga tertinggi adalah Rp 10 000 per kilogram. Perubahan harga
produk yang akan diujikan adalah sebesar 50.00 persen. Perubahan harga produk
ini ditentukan berdasarkan kondisi yang terjadi pada usaha bawang goreng di
Kabupaten Kuningan. Hasil analisis sensitivitas usaha bawang goreng di
Kabupaten Kuningan dapat dilihat pada Tabel 10 sampai dengan Tabel 15.

Tabel 10 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe A di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 36 000 000 0.85 15.00 6.40
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 72 000 000 1.40 30.00 3.20

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 36 000 000 0.85 15.00 6.40
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 72 000 000 1.40 30.00 3.20
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe A ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV mengalami penurunan hingga 36 000 000, Net B/C turun menjadi 0.85, IRR
menjadi 15.00 persen dan Payback Period menjadi 6.40 bulan. Dalam kondisi ini,
usaha bawang goreng Tipe A tidak layak diusahakan. Pada saat terjadi penurunan
harga bawang merah dan bawang goreng sebesar 50.00 persen, NPV tetap
72 000 000, Net B/C 1.40, IRR 30.00 persen dan Payback Period menjadi 3.20
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe A masih layak untuk
diusahakan.

Tabel 11 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe B di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 24 000 000 0.98 13.50 7.60
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 48 000 000 1.30 27.00 3.80

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 24 000 000 0.98 13.50 7.60
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 48 000 000 1.30 27.00 3.80
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe B ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV mengalami penurunan hingga 24 000 000, Net B/C turun menjadi 0.98, IRR
menjadi 13.50 persen dan Payback Period menjadi 7.60 bulan. Dalam kondisi ini
38

usaha bawang goreng Tipe B tidak layak diusahakan. Pada saat terjadi penurunan
harga bawang merah dan bawang goreng sebesar 50.00 persen, NPV tetap
48 000 000, Net B/C 1.30, IRR 27.00 persen dan Payback Period menjadi 3.80
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawnag goreng Tipe B masih layak untuk
diusahakan.

Tabel 12 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe C Di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 26 731 500 0.99 13.50 7.20
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 53 463 000 1.30 27.00 3.60

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 26 731 500 0.99 13.50 7.20
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 53 463 000 1.30 27.00 3.60
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe C ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV mengalami penurunan hingga 26 731 500, Net B/C turun menjadi 0.99, IRR
menjadi 13.50 persen dan Payback Period menjadi 7.20 bulan. Dalam kondisi ini
usaha bawang goreng Tipe C tidak layak diusahakan. Pada saat terjadi penurunan
harga bawang merah dan bawang goreng sebesar 50.00 persen, NPV tetap
53 463 000, Net B/C 1.30, IRR 27.00 persen dan Payback Period menjadi 3.60
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe C masih layak untuk
diusahakan.

Tabel 13 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe D di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 75 250 000 1.60 33.00 3.30
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 75 250 000 1.60 33.00 3.30

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 75 250 000 1.60 33.00 3.30
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 75 250 000 1.60 33.00 3.30
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe D ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV tetap 75 250 000, Net B/C 1.60, IRR 33.00 persen dan Payback Period 3.30
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe D masih layak diusahakan.
Pada saat terjadi penurunan harga bawang merah dan bawang goreng sebesar
50.00 persen, NPV tetap 75 250 000, Net B/C 1.60, IRR 33.00 persen dan
39

Payback Period 3.30 bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe D
masih layak diusahakan.

Tabel 14 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe E di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 36 760 000 0.94 15.85 11.05
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 73 520 000 1.50 31.70 3.30

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 36 760 000 0.94 15.85 11.05
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 73 520 000 1.50 31.70 3.30
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe E ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV mengalami penurunan hingga 36 760 000, Net B/C turun menjadi 0.94, IRR
menjadi 15.85 persen dan Payback Period menjadi 11.05 bulan. Dalam kondisi ini
usaha bawang goreng Tipe E tidak layak diusahakan. Pada saat terjadi penurunan
harga bawang merah dan bawang goreng sebesar 50.00 persen, NPV tetap
73 520 000, Net B/C 1.50, IRR 31.70 persen dan Payback Period menjadi 3.30
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawnag goreng Tipe E masih layak untuk
diusahakan.

Tabel 15 Analisis sensitivitas usaha bawang goreng tipe F di Kabupaten


Kuningan

Presentase IRR
Kondisi NPV Net B/C PP
(%) (%)
Kenaikan Harga Bawang Merah 50.00 77 260 000 1.60 32.00 3.50
Penurunan Harga Bawang Merah 50.00 77 260 000 1.60 32.00 3.50

Kenaikan Harga Produk Bawang


50.00 77 260 000 1.60 32.00 3.50
Goreng
Penurunan Harga Produk Bawang
50.00 77 260 000 1.60 32.00 3.50
Goreng

Pada usaha bawang goreng Tipe F ketika kenaikan harga bawang merah
yang juga ikut menaikkan harga produk bawang goreng sebesar 50.00 persen,
NPV tetap 77 260 000, Net B/C 1.60, IRR 32.00 persen dan Payback Period 3.50
bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe F masih layak diusahakan.
Pada saat terjadi penurunan harga bawang merah dan bawang goreng sebesar
50.00 persen, NPV tetap 77 260 000, Net B/C 1.60, IRR 32.00 persen dan
Payback Period 3.50 bulan. Dalam kondisi ini usaha bawang goreng Tipe F masih
layak diusahakan.
40

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa keenam tipe usaha bawang


goreng layak diusahakan. Keenam tipe usaha tersebut memiliki nilai NPV masing-
masing sebesar Rp 72 000 000, Rp 48 000 000, Rp 53 463 000, Rp 75 250 000,
Rp 73 520 000 dan Rp 77 260 000. IRR masing-masing sebesar 30.00 persen,
27.00 persen, 27.00 persen, 33.00 persen, 31.70 persen, 32.00 persen. Net B/C
Ratio masing-masing sebesar 1.40, 1.30, 1.30, 1.60, 1.50 dan 1,60. Payback
Period masing-masing selama 3.20 bulan, 3.80 bulan, 3.60 bulan, 3.30 bulan, 3.30
bulan dan 3.50 bulan.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha bawang goreng Tipe
A, B, C, dan E sensitif terhadap perubahan yang terjadi karena nilai kriteria
investasi ketika terjadi kenaikan harga bawang merah dan bawang goreng sebesar
50.00 persen turun masing-masing nilai NPV menjadi 36 000 000, 24 000 000,
26 731 500, 36 760 000. Net B/C masing-masing turun menjadi 0.85, 0.98, 0.99,
0.94. IRR masing-masing turun menjadi 15.00 persen, 13.50 persen, 13.50 persen,
15.85 persen dan Payback Period menjadi 6.40 bulan, 7.60 bulan, 7.20 bulan,
11.05 bulan. Dalam kondisi ini keempat tipe usaha tersebut menjadi tidak layak
untuk diusahakan. Pada saat terjadi penurunan harga bawang merah dan bawang
goreng sebesar 50.00 persen, nilai kriteria analisis keempat tipe usaha tersebut
tetap dan masih layak untuk diusahakan. Usaha bawang goreng Tipe D dan F
tidak sensitif terhadap perubahan harga. Pada saat kenaikan harga bawang merah
dan bawang goreng sebesar 50.00 persen nilai kriteria investasinya tetap begitu
juga saat terjadi penurunan harga bawang merah dan bawang goreng sebesar
50.00 persen nilai kriteria investasinya tetap sehingga kedua tipe usaha ini layak
untuk dijalankan.

Saran

Pengrajin bawang goreng di Kabupaten Kuningan sebaiknya menjadikan


usaha bawang goreng Tipe D dan F sebagai acuan untuk memulai usaha. Ditinjau
dari analisis finansial dan sensitivitas usaha bawang goreng Tipe D dan F lebih
layak untuk diusahakan.
Peningkatan mutu sumberdaya manusia dalam hal ini adalah karyawan-
karyawan yang bekerja pada usaha bawang goreng, sehingga diharapkan ke
depannya bisa menciptakan lapangan kerja sendiri mulai dari skala industri rumah
tangga.
41

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2012. Informasi Demografi


Penduduk Kabupaten Kuningan, Jawa Barat: Badan Pusat Statistik
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2012. Jenis Mata Pencaharian
Penduduk Kabupaten Kuningan, Jawa Barat : Badan Pusat Statistik.
Gitinger JP. 1986. Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta :
Universitas Indonesia.
Hakim MA, penyunting. 2005. Menguasai Pasar Mengeruk Untung. Jakarta:
Renaisan.
Kadariah. 1988. Evaluasi Proyek. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
Kotler P.1997. Manajemen Pemasaran : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Kontrol. Jakata : Prehalindo.
Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Nurmalina R, Tintin S, Arif K. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor :
Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
Riyanto B. 1989. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan. Yayasan Badan
Penelitian Gajah Mada. Yogyakarta.
Soekartawi, A Soeharjo, JL Dion, JB Hardaker. 1984. Ilmu Usaha Tani dan
Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: UI – Pers.
Sudarsono. 1995. Pengantar Ekonomi Mikro. PT Pustaka LP3ES. Jakarta
Umar H. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka.
42

Lampiran 1 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe A di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
104 400 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000
a. Penjualan Bawang Goreng
b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 45 000 000

d. Nilai Sisa
Total Inflow 45 000 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000 108 800 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 11 250 000

B. Bangunan

a. Ruang Penggorengan 10 000 000

b. Ruang Pengepakan 9 000 000

c. Ruang Penyimpanan 10 000 000

d. Ruang Pengirisan 2 250 000

e. WC 2 500 000

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 1 500 000

j. Terpal 5 000 000 5 000 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 18 000 000
43

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Manual 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 500 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 1 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 250 000 250 000

b. Kursi 450 000 450 000

c. White Board 75 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 45 000 000

b. Motor 12 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 141 960 000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
44

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 200 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000

d. Gaji Karyawan (4 Orang) 31 440 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 39 300 000 39 300 000 39 300 000

e. Perawatan 12 921 000 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500

Total Biaya Tetap 64 367 354 86 843 854 86 843 854 86 843 854 86 843 854 86 843 854 86 843 854 86 843 854 86 843 854 78 983 854 78 983 854 78 983 854

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 44 985 600 67 478 400 67 478 400 67 478 400 67 478 400 67 478 400 67 478 400 67 478 400 67 478 400 57 564 000 57 564 000 57 564 000

b. Biaya Pulsa 300 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000

c. Tali Sakura 375 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 10 800 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000 16 200 000

e. Pemakaian Listrik 2 800 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000

f. Minyak Goreng 4 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000

g. Tepung Terigu 1 200 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000

h. Plastik Pengemas 250 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000

i. Pengecapan Produk 800 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000

j. Biaya Pengiriman 2 100 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000

k. Penyortiran 360 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 450 000 450 000 450 000

Total Biaya Variabel 67 970 600 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 10 918 400 94 914 000

Pajak Pendapatan Usaha (25%) 5 331 150 5 331 150 5 331 150 5 331 150 5 331 150 5 331 150 5 331 150 5 331 150 9 797 250 9 797 250 9 797 250

Total Outflow 274 297 954 197 093 404 198 318 404 197 093 404 198 318 404 201 268 404 198 318 404 197 093 404 198 318 404 183 695 104 183 695 104 183 695 104

III Net Benefit (82 080 000) 11 706 596 10 481 596 11 706 596 10 481 596 7 531 596 10 481 596 11 706 596 10 481 596 25 104 896 25 104 896 25 104 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

V Present Value (72 000 000) 9 007 845 7 074 779 6 931 245 5 443 812 3 431 294 4 188 837 4 103 853 3 223 174 6 771 890 6 771 890 6 771 890

PV + 72 000 000
45

PV - (0)

IV Net Present Value 72 000 000

VII Net B/C 1.4

VIII IRR 30.00 %

IX PP 3.2
46

Lampiran 2 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe B di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

a. Penjualan Bawang Goreng 100 320 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000

b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 44 680 000

d. Nilai Sisa
Total Inflow 44 680 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000 108 480 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 10 930 000

B. Bangunan
9 680 000
a. Ruang Penggorengan
b. Ruang Pengepakan 8 680 000

c. Ruang Penyimpanan 9 680 000

d. Ruang Pengirisan 1 930 000

e. WC 1 930 000

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 1 500 000

j. Terpal 4 680 000 4 680 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 17 680 000
47

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Manual 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 500 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 1 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 250 000 250 000

b. Kursi 450 000 450 000

c. White Board 75 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 45 000 000

b. Motor 12 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 13 972 0000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
48

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 200 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000

d. Gaji Karyawan (2 Orang) 15 720 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 31 440 000 23 580 000 23 580 000 23 580 000

e. Perawatan 12 921 000 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500

Total Biaya Tetap 64 047 354 86 523 854 86 523 854 86 523 854 86 523 854 86 523 854 86 523 854 86 523 854 86 523 854 78 663 854 78 663 854 78 663 854

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 44 665 600 67 158 400 67 158 400 67 158 400 67 158 400 67 158 400 67 158 400 67 158 400 67 158 400 57 244 000 57 244 000 57 244 000

b. Biaya Pulsa 300 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000

c. Tali Sakura 375 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 10 480 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000

e. Pemakaian Listrik 2 480 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000

f. Minyak Goreng 4 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000

g. Tepung Terigu 1 200 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000

h. Plastik Pengemas 250 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000

i. Pengecapan Produk 800 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000

j. Biaya Pengiriman 2 100 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000

k. Penyortiran 360 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 450 000 450 000 450 000

Total Biaya Variabel 67 010 600 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400 9 958 400
Pajak Pendapatan Usaha
5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 9 477 250 9 477 250 9 477 250
(25%)
Total Outflow 273 337 954 196 133 404 197 358 404 195 173 404 197 358 404 200 308 404 197 358 404 195 173 404 197 358 404 182 735 104 182 735 104 182 735 104

III Net Benefit (54 720 000) 10 746 596 9 521 596 9 786 596 9 521 596 7 531 596 9 521 596 9 786 596 9 521 596 24 784 896 24 784 896 24 784 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

V Present Value (48 000 000) 8 047 845 6 114 779 6 611 245 5 123 812 3 111 294 3 228 837 3 143 853 2 263 174 5 811 890 5 811 890 5 811 890

PV + 48 000 000
49

PV - (0)

IV Net Present Value 48 000 000

VII Net B/C 1.3

VIII IRR 27.00 %

IX PP 3.2
50

Lampiran 3 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe C di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
102 375 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000
a. Penjualan Bawang Goreng
b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 44 800 500

d. Nilai Sisa
Total Inflow 44 800 500 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000 108 675 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 10 950 500

B. Bangunan
a. Ruang Penggorengan 9 750 500

b. Ruang Pengepakan 8 750 500

c. Ruang Penyimpanan 9 750 500

d. Ruang Pengirisan 1 950 500

e. WC 1 950 500

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 1 500 000

j. Terpal 4 750 500 4 680 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 17 750 500
51

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Manual 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 500 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 1 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 250 000 250 000

b. Kursi 450 000 450 000

c. White Board 75 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 45 000 000

b. Motor 12 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 59 720 000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
52

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 200 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000
d. Gaji Karyawan (3
23 580 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 23 580 000 23 580 000 23 580 000
Orang)
e. Perawatan 12 921 000 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500

Total Biaya Tetap 29 476 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 51 952 000 44 092 000 44 092 000 44 092 000

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 40 665 600 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400 63 158 400

b. Biaya Pulsa 300 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000

c. Tali Sakura 375 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 10 480 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000 15 560 000

e. Pemakaian Listrik 2 480 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000

f. Minyak Goreng 4 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000

g. Tepung Terigu 1 200 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000

h. Plastik Pengemas 250 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000

i. Pengecapan Produk 800 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000

j. Biaya Pengiriman 2 100 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000

k. Penyortiran 360 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 450 000 450 000 450 000

Total Biaya Variabel 63 010 600 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400 5 958 400
Pajak Pendapatan Usaha
5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 9 477 250 9 477 250 9 477 250
(25%)
Total Outflow 273 450 500 196 150 500 197 150 500 195 150 500 197 450 500 200 325 500 197 150 500 197 150 500 197 150 500 182 750 500 182 750 500 182 750 500

III Net Benefit (60 947 820) 10 746 596 9 521 596 9 786 596 9 521 596 7 531 596 9 521 596 9 786 596 9 521 596 24 784 896 24 784 896 24 784 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

v Present Value (53 463 000) 8 047 845 6 114 779 6 611 245 5 123 812 3 111 294 3 228 837 3 143 853 2 263 174 5 811 890 5 811 890 5 811 890
53

PV + 53 463 000

PV - (0)

IV Net Present Value 53 463 000

VII Net B/C 1.3

VIII IRR 27.00 %

IX PP 3.6
54

Lampiran 4 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe D di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

a. Penjualan Bawang Goreng 112 975 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000

b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 55 400 500

d. Nilai Sisa
Total Inflow 55 400 500 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000 119 275 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 10 950 500

B. Bangunan
11 750 500
a. Ruang Penggorengan
b. Ruang Pengepakan 8 750 500

c. Ruang Penyimpanan 11 750 500

d. Ruang Pengirisan 3 950 500

e. WC 1 950 500

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 1 500 000

j. Terpal 6 750 500 4 680 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 22 750 500
55

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Elektrik 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 800 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 1 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 450 000 250 000

b. Kursi 550 000 450 000

c. White Board 175 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 50 000 000

b. Motor 12 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 70 320 000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
56

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 350 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000
d. Gaji Karyawan (4
31 440 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 39 300 000 39 300 000 39 300 000
Orang)
e. Perawatan 13 071 000 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500 19 431 500

Total Biaya Tetap 40 076 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 62 552 000 54 692 000 54 692 000 54 692 000

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 46 965 600 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400 68 758 400

b. Biaya Pulsa 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000

c. Tali Sakura 375 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 15 480 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000

e. Pemakaian Listrik 2 480 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 20 560 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000

f. Minyak Goreng 4 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000

g. Tepung Terigu 1 500 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000 2 700 000

h. Plastik Pengemas 250 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000

i. Pengecapan Produk 800 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000

j. Biaya Pengiriman 2 400 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000 4 500 000

k. Penyortiran 360 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 450 000 450 000 450 000

Total Biaya Variabel 73 610 600 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400 16 558 400
Pajak Pendapatan Usaha
5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 9 477 250 9 477 250 9 477 250
(25%)
Total Outflow 284 343 300 207 043 300 207 043 300 207 043 300 207 043 300 211 218 300 207 043 300 207 043 300 207 043 300 193 643 300 193 643 300 193 643 300

III Net Benefit (85 785 000) 11 346 596 20 121 596 20 386 596 20 121 596 18 131 596 20 121 596 20 386 596 20 121 596 35 384 896 35 384 896 35 384 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

v Present Value (75 250 000) 18 647 845 16 614 779 17 111 245 15 723 812 13 711 294 13 828 837 14 143 853 12 863 174 16 511 890 16 511 890 16 511 890
57

PV + 75 250 000

PV - (0)

IV Net Present Value 75 250 000

VII Net B/C 1.6

VIII IRR 33.00 %

IX PP 3.3
58

Lampiran 5 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe E di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
a. Penjualan Bawang
112 375 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000
Goreng
b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 54 800 500

d. Nilai Sisa
Total Inflow 54 800 500 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000 118 675 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 10 950 500

B. Bangunan
11 750 500
a. Ruang Penggorengan
b. Ruang Pengepakan 8 750 500

c. Ruang Penyimpanan 11 750 500

d. Ruang Pengirisan 3 950 500

e. WC 1 950 500

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 1 500 000

j. Terpal 6 750 500 4 680 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 22 750 500
59

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Manual 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 500 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 1 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 250 000 250 000

b. Kursi 450 000 450 000

c. White Board 75 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 50 000 000

b. Motor 12 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 69 720 000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
60

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 200 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000 300 000
d. Gaji Karyawan (4
31 440 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 39 300 000 39 300 000 39 300 000
Orang)
e. Perawatan 12 921 000 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500 19 381 500

Total Biaya Tetap 39 476 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 61 952 000 54 092 000 54 092 000 54 092 000

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 45 665 600 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400 68 158 400

b. Biaya Pulsa 300 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000 600 000

c. Tali Sakura 375 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 15 480 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000 20 560 000

e. Pemakaian Listrik 2 480 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 20 560 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000 3 880 000

f. Minyak Goreng 4 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000 6 000 000

g. Tepung Terigu 1 200 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000 2 400 000

h. Plastik Pengemas 250 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000 1 350 000

i. Pengecapan Produk 800 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000 1 200 000

j. Biaya Pengiriman 2 100 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000 4 200 000

k. Penyortiran 360 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 540 000 450 000 450 000 450 000

Total Biaya Variabel 73 010 600 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400 15 958 400
Pajak Pendapatan
5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 9 477 250 9 477 250 9 477 250
Usaha (25%)
Total Outflow 283 743 300 206 443 300 206 443 300 206 443 300 206 443 300 210 618 300 206 443 300 206 443 300 206 443 300 193 043 300 193 043 300 193 043 300

III Net Benefit (83 812 800) 10 746 596 19 521 596 19 786 596 19 521 596 17 531 596 19 521 596 19 786 596 19 521 596 34 784 896 34 784 896 34 784 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

v Present Value (73 520 000) 18 047 845 16 114 779 16 611 245 15 123 812 13 111 294 13 228 837 13 143 853 12 263 174 15 811 890 15 811 890 15 811 890
61

PV + 73 520 000

PV - (0)

IV Net Present Value 73 520 000

VII Net B/C 1.5

VIII IRR 31.70 %

IX PP 3.3
62

Lampiran 6 Cashflow industri rumah tangga bawang goreng tipe F di Kabupaten Kuningan

No Keterangan Bulan
I Inflow 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
123 975 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000
a. Penjualan Bawang Goreng
b. Pinjaman 0

c. Modal Sendiri 66 400 500

d. Nilai Sisa
Total Inflow 66 400 500 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000 130 275 000

II Outflow
1. Biaya Investasi
A. Lahan 11 950 500

B. Bangunan
a. Ruang Penggorengan 12 750 500

b. Ruang Pengepakan 8 750 500

c. Ruang Penyimpanan 12 750 500

d. Ruang Pengirisan 3 950 500

e. WC 1 950 500

f. Ruang Sortir 2 000 000

g. Ruang Kerja 2 000 000

h. Instalasi Air 500 000 500 000

i. Instalasi Listrik 2 500 000

j. Terpal 6 750 500 4 680 000

D. Peralatan
a. Penggorengan 23 750 500
63

b. Peniris Minyak 1 000 000

c. Pengiris Elektrik 1 200 000 1 200 000

d. Mata Pisau Pengiris 360 000 360 000

e. Serok Besar 50 000 50 000 50 000 50 000 50 000

f. Serok Kecil 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

g. Ember 100 000 100 000 100 000 100 000 100 000

h. Bak 900 000 900 000 900 000 900 000 900 000

i. Jerigen 250 000 250000

j. Keranjang Bambu 25 000 25 000 25 000 25 000 25 000

k. Timbangan 300 000 300 000

l. Alat Pengemas 350 000 350 000

m. Baskom 75 000 75 000 75 000 75 000 75 000

n. Genset (2400 W) 2 900 000 2 500 000

o. Gayung 37 500 37 500 37 500 37 500 37 500

p. Sumur 2 000 000

Peralatan Pendukung
a. Meja 450 000 250 000

b. Kursi 550 000 450 000

c. White Board 175 000 75 000

F. Transportasi
a. Mobil Pick Up 52 000 000

b. Motor 13 500 000

c. Perijinan 1 500 000

Total Biaya Investasi 81 320 000 1 225 000 1 225 000 4 175 000 1 225 000 1 225 000

2. Biaya Tetap
64

a. Abodemen Listrik 392 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000 588 000

b. PBB 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000 243 000

c. Alat Tulis Kantor 350 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000 450 000
d. Gaji Karyawan (4
31 440 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 47 160 000 39 300 000 39 300 000 39 300 000
Orang)
e. Perawatan 24 071 000 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500 30 431 500

Total Biaya Tetap 51 076 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 73 552 000 65 692 000 65 692 000 65 692 000

3. Biaya Variabel
a. Bawang Merah 47 965 600 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400 69 758 400

b. Biaya Pulsa 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000 1 600 000

c. Tali Sakura 1 375 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000 1 750 000

d. Bahan Bakar (BBM) 16 480 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000 21 560 000

e. Pemakaian Listrik 3 480 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000 4 880 000

f. Minyak Goreng 5 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000 7 000 000

g. Tepung Terigu 2 500 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000 3 700 000

h. Plastik Pengemas 1 250 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000 2 350 000

i. Pengecapan Produk 1 800 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000 2 200 000

j. Biaya Pengiriman 3 400 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000 5 500 000

k. Penyortiran 1 360 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000 1 540 000

Total Biaya Variabel 84 610 600 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400 27 558 400
Pajak Pendapatan Usaha
5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 5 011 150 9 477 250 9 477 250 9 477 250
(25%)
Total Outflow 295 343 300 218 043 300 218 043 300 218 043 300 218 043 300 222 218 300 218 043 300 218 043 300 218 043 300 204 643 300 204 643 300 204 643 300

III Net Benefit (88 076 400) 11 346 596 20 121 596 20 386 596 20 121 596 18 131 596 20 121 596 20 386 596 20 121 596 35 384 896 35 384 896 35 384 896

IV Discount Factor (14%) 0.877 0.769 0.675 0.592 0.519 0.456 0.4 0.351 0.308 0.27 0.27 0.27

V Present Value (77 260 000) 18 647 845 16 614 779 17 111 245 15 723 812 13 711 294 13 828 837 14 143 853 12 863 174 16 511 890 16 511 890 16 511 890
65

PV + 77 260 000

PV - (0)

IV Net Present Value 77 260 000

VII Net B/C 1.6

VIII IRR 32.00 %

IX PP 3.3
66 66

Lampiran 7 Nama pengrajin usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan


Nama Produksi Harga Produk Tipe
No Alamat (Desa, Kecamatan)
Pengrajin (Kg/Bulan) (Rp/Kg) Usaha
1 Muhsin Pamijahan, Ciawigebang 100 10.000 A
2 A Guang Jatimulya, Cidahu 20 20.000 B
3 Buseri Winduherang, Cigugur 400 10.000 C
4 Durma Setianegara, Cilimus 60 10.000 C
5 Wasih Kutakembaran, Garawangi 120 12.000 C
6 Ramlah Widarasari, Kramatmulya 100 10.000 C
7 Fauzi Purwawinangun, Kuningan 200 10.000 C
8 Sumarno Sindangsari, Luragung 240 10.000 C
9 Juwariyah Partawangunan, Kalimanggis 200 13.000 C
10 Farida Pasayangan, Lebakwangi 320 25.000 D
11 Uripah Sadamantra, Jalaksana 400 13.000 E
12 Makmuri Tirtawangunan, Sindangagung 600 10.000 E
13 Kasturah Andawaru, Ciwaru 400 10.000 E
14 Edi Kutawaringin, Selajambe 400 10.000 E
15 Tasirah Salakadomas, Mandirancan 300 10.000 E
16 Bambang Mungkaldatar, Ciniru 400 18.000 F
Jumlah Total Produksi Bawang Goreng 4260 Kg
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2012

Lampiran 8 Harga bawang merah di Kabupaten Kuningan tahun 2008-2012

Bulan 2008 2009 2010 2011 2012


Januari 1950 9000 925 3188 3700
Februari 1650 7650 3462 4500 4675
Maret 3500 6375 2562 5125 5000
April 5650 5375 3400 5500 4425
Mei 5380 5000 4625 4125 4500
Juni 9500 4750 3425 5025 4500
Juli 7375 2950 5375 3688
Agustus 6900 1000 3750 3063
September 10750 1075 2275 3500
Oktober 10250 1800 3750 4200
November 6000 1900 4062 4150
Desember 6875 675 3375 3500
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2012
67 67

Lampiran 9 Karakteristik mutu pengolahan bawang merah

Karakteristik Mutu I Mutu II


Kesamaan Sifat Seragam Seragam
Ketuaan Tua Cukup Tua
Kekerasan Keras Cukup Keras
Diameter Minimal 1,7 cm 1,3 cm
Kerusakan Maksimal 10% 10%
Busuk 5% 5%
Kotoran 1% 2%
Sumber :Direktorat Bina Produksi Holtikultura Kabupaten Kuningan, 2012

Lampiran 10 Ringkasan umur ekonomis, jumlah, dan nilai peralatan investasi


usaha bawang goreng di Kabupaten Kuningan

Umur Tipe Usaha Bawang Goreng Harga Satuan


No Nama Alat
Ekonomis A B C D E F (Rp)

1 Alat pengiris manual 10 Tahun 1 1 1 1 0 0 190.000


2 Alat pengiris elektrik 10 Tahun 0 0 0 0 1 1 1.700.000
3 Mata pisau pengiris 1 Tahun 2 2 2 2 2 2 30.000
4 Alat penyedot minyak goreng 10 Tahun 0 0 0 1 0 1 2.000.000
5 Kompor pompa 5 Tahun 1 1 1 1 2 2 150.000
6 Brander (kepala api) 1 Tahun 1 1 1 1 2 2 50.000
7 Penggorengan 5 Tahun 1 1 1 1 2 2 80.000
8 Susuk 2 Tahun 2 2 2 2 4 4 3.500
9 Pisau 3 Tahun 4 2 8 8 10 10 3.500
10 Ember kecil 3 Tahun 2 2 2 1 4 1 5.000
11 Ember besar 3 Tahun 1 1 1 1 2 2 10.000
12 Irigan (peniris minyak manual) 2 Tahun 2 2 2 0 4 0 3.500
13 Keranjang bambu kecil 2 Tahun 4 2 8 8 10 10 3.500
14 Keranjang bambu besar 2 Tahun 1 1 1 1 2 2 7.000
15 Jerigen minyak 5 Tahun 2 2 2 2 4 4 10.000
16 Timbangan 10 Tahun 1 1 1 1 1 1 100.000
68 68

Lampiran 11 Produksi bawang merah di beberapa sentra produksi di Pulau Jawa


tahun 2012

No Sentra Produksi Produksi (Kwintal)


1 Bandung 287.840
2 Cirebon 184.830
3 Kuningan 1.490.574
4 Indramayu 52.220
5 Majalengka 254.970
6 Boyolali 26.905
7 Pati 109.660
8 Demak 37.187
9 Kendal 94.636
10 Tegal 175.075
11 Brebes 91.020
12 Kulonprogo 145
13 Bantul 103
14 Kediri 65.000
Sumber :Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan, 2012
69
69 6969

Lampiran 12 Kuisioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi yang berjudul
“Analisis Kelayakan Usaha Industri Rumah Tangga Bawang Goreng Di
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat” oleh Adi Ankafia (H34087001), Mahasiswa
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Daftar Pertanyaan
A. Identitas Responden
1. Nama :
2. Jenis Kelamin :
3. Umur :
4. Alamat :
5. Tgl/Bln/Thn memulai usaha :
6. Luas lahan :
7. Luas bangunan :

B. Aspek Kelayakan Usaha


No Uraian Keterangan
Aspek
1 Pasar dan Pemasaran :
a. Permintaan dan Penawaran
b. Strategi pemasaran yang digunakan
c. Pesaing Perusahaan
d. Market share
Aspek
2 Teknis :
a. Lokasi Usaha
b. Luas Produksi (Kapasitas Produksi)
c. Proses Produksi
d. Perlengkapan dan Peralatan yang
digunakan
e. Listrik dan air
f. Tenaga kerja
g. Fasilitas Transportasi
h. Teknologi
Aspek
3 Manajemen dan Hukum :
a. Bentuk badan usaha
b. Job Description
c. Struktur Organisasi
70 70

d. Penyediaan tenaga kerja


e. Sistem Pembagian Kerja
f. Izin Usaha
Aspek
4 Sosial Ekonomi dan Budaya :
a. Dampak usaha terhadap masyarakat
b. Reaksi masyarakat terhadap usaha
c. Kontribusi terhadap Pendapatan Daerah
Aspek
5 Lingkungan :
a. Dampak usaha terhadap lingkungan
b. Penanganan limbah hasil usaha
Aspek
6 Finansial :
a. Sumber modal
b. Biaya peralatan
c. Biaya perlengkapan
d. Biaya tenaga kerja
e. Produksi total
f. Sumber penerimaan

C. Biaya Investasi
Umur Harga/Unit
No Uraian Jumlah Total (Rp)
Ekonomis (Rp)
1
2
3
4
5
6
7
Total Biaya :
71 71

D. Biaya Tetap
Umur Harga/Unit
No Uraian Jumlah Total (Rp)
Ekonomis (Rp)
1
2
3
4
Total Biaya :

E. Biaya Variabel
Umur Harga/Unit
No Uraian Jumlah Total (Rp)
Ekonomis (Rp)
1
2
3
4
5
Total Biaya :

F. Nilai Penyusutan
Umur Harga/Unit Total
No Uraian Jumlah
Ekonomis (Rp) (Rp)
1
2
3
4
5
6
Total Biaya :
72 72

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun, Jawa Timur pada tanggal 25 Mei 1986


sebagai anak pertama dari ayahanda Syaiful Bashori dan ibunda Sri Hartati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri Pandean 1 Madiun
tahun 1996. Kemudian tahun 1999 lulus dari SMPN 5 Madiun dan tahun 2002
lulus dari SMUN 5 Madiun. Pada tahun 2002 penulis diterima di Diploma III
Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Inventarisasi dan Pengelolaan
Sumber Daya Lahan dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2005.
Pada tahun 2007, penulis diterima bekerja di Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia. Pada tahun 2009, penulis melanjutkan Pendidikan Sarjana
melalui Program Sarjana Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis bercita-cita
menjadi Astronaut.

Anda mungkin juga menyukai