BAB I
PENDAHULUAN
Komunal adalah sistem pengelolaan air limbah yang dikelola secara kelompok
yaitu dengan IPAL komunal. Secara umum limbah tinja di Kabupaten Kepulauan
Anambas belum dikelola dengan baik, banyak masyarakat yang masih membuang
air limbah langsung ke saluran drainase, perkebunan/hutan bakau, dan laut.
Beberapa desa sudah telayani dengan sistem pengolahan air limbah yang terdiri dari
IPAL Komunal, Septik Tank Individual maupun jamban bersama, namun demikian
fasilitas pengelolaan air limbah masih terbatas pada skala rumah tangga saja dan
masih belum tersebar secara merata. Sistem IPAL kawasan skala besar juga belum
terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas. (SSK, Kabupaten Kepulauan
Anambas)
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan untuk
mengetahui apakah program yang telah ada tepat sasaran serta efektif dalam
penggunaannya, maka diperlukan evaluasi. Setelah beroperasi beberapa tahun
maka saat ini sudah perlu diadakan evaluasi untuk perbaikan sistem dan
mengantisipasi kendala yang muncul di lapangan, agar pengolahan dapat berjalan
lancar dan terkendali.
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal
ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision
maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang
telah dilakukan.(Arikunto,2004)
Dari uraian di atas, penulis mencoba mengevaluasi Sistem Pengolahan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas dengan
mengangkat judul ”Evaluasi Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik di Kawasan
Perbatasan Studi Kasus Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas”.
a. Pendekatan
Adapun metode yang digunakan untuk mengindentifikasi Permasalahan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak yaitu
metode kualitatif dan kuantitatif.
b. Analisis
Identifikasi permasalahan terhadap Permasalahan Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak dilakukan dengan analisis
kemampuan pembiayaan daerah dan
1. Melakukan analisis pembiayaan keuangan daerah menurut konsep Hikmah
(1999) dalam andarini (2009) :
A. Kemandirian
Pengukuran tingkat kemandirian :
Desentralisasi Fiskal
Dimana :
PAD = Pendapatan asli daerah
BHPBP = Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.
TPD = Total penerimaan daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman
daerah + Lain-lain penerimaan yang sah
2. Identifikasi Pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pengelolaan air
limbah domestik dilihat dari faktor Pendidikan dan tingkat pendapatan
masyarakat.
9
Teknik
Metode
No. Sasaran Data Pengump Metode Analisis
Penelitian
ulan Data
4. Pemilihan Kualitatif • Pemilihan
alternatif sistem alternative
pengelolaan air dilakukan dengan
limbah domestik menggunakan
(SPALD) di pemilihan teknologi
Kecamatan yang sesuai dengan
Palmatak karakteristik daerah
Kabupaten berdasarkan buku
Kepulauan penuntu Opsi
Anambas. Sanitasi Yang
Terjangkau Untuk
Daerah Spesifik
Input
Acuan: Latar Belakang:
• UU No 26 tahun 2007 Untuk meningkatkan kualitas
Tentang Penataan Ruang pelayanan kepada masyarakat dan
Permasalahan:
• Permen No 01/PRT/M/2014 untuk mengetahui apakah program
Beberapa desa
Tentang Penyelenggaraan yang telah ada tepat sasaran serta
sudah telayani
SPALD efektif dalam penggunaannya,
dengan sistem
• Perda Kabupaten Kepulauan maka diperlukan evaluasi.
pengelolaa air limbah
Anambas No 03 Tahun 2013 Evaluasi juga dilakukan untuk
namun sebesar 63,6%
Tntang RTRW Kabupaten perbaikan sistem dan
masyarakat masih ada
Kepulauan Anambas Tahun mengantisipasi kendala yang
yang melakukan
2011 – 2031 muncul di lapangan, agar
BABs.
pengolahan dapat berjalan lancar
dan terkendali.
Tujuan Penelitian:
Mengevaluasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kawasan Perbatasan Studi Kasus
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.
Sasaran Penelitian:
1. Mengidentifikasi kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan
Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
2. Mengidentifikasi cakupan layanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
3. Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
4. Pemilihan alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan
Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.
Analisis: Proses
1. Analisis Deskriftif Kualitatif
2. Analisis Pembiayaan
3. Analisis Tingkat Pelayanan
Output
Alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) Di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal
ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision
maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang
telah dilakukan.(Arikunto,2004)
Tujuan evaluasi program sebagai alat untuk memperbaiki perencanaan dan
pelaksanaan program yang akan datang. Evaluasi program juga untuk mengetahui
tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui
efektivitas tiap komponen. Evaluasi terhadap proses dititiberatkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau
tidak. Penilain tersebut juga bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang
dipilih sudah efektif atau tidak efektif.
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu dari tiga komponen penerimaan
daerah seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pendapatan Asli Daerah
atau yang sering disingkat dengan PAD diperoleh dari beberapa sumber
yaitu pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana
Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana
perimbangan ini bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah, dengan
kata lain agar tercipta keseimbangan keuanngan antara pemerintah pusat
dan daerah dan antara pemerintah daerah.
3. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan daerah yang sah terdiri
dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, pendapatan lainnya
bantuan keuanngan pemerintah provinsi, serta pendapatan lainnya.
Dimana :
PAD = Pendapatan asli daerah
BHPBP = Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.
TPD = Total penerimaan daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman
daerah + Lain-lain penerimaan yang sah
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi
pula, artinya apabila jumlah PAD lebih besar dari bantuan dari pusat maka
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat semakin kecil.
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.
Pada sistem pengelolaan ini, sistem penyaluran air buangan dapat dilakukan
secara terpisah, tercampur, maupun kombinasi antara saluran air buangan dengan
saluran air hujan (Masduki dalam Herliana, 2007).
a) Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan domestik dan
air hujan dialirkan secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem ini
digunakan dengan pertimbangan antara lain:
1. Periode musim hujan dan kemarau lama.
2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air
hujan harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai
dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi
21
Sistem ini dirancang hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air
buangan kamar mandi, cuci dapur, dan limpahan air dari tangki septik sehingga
sistem ini harus bebas dari zat padat. Untuk Penerapan Sistem ini cocok untuk
daerah pelayanan dengan kepadatan penduduk sedang sampai tinggi, terutama
untuk daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah
tidak mampu lagi menyerap effluent tangki septik dengan persyaratan teknis sistem
sebagai berikut :
1. Memerlukan tangki untuk memisahkan padatan dan cairan.
2. Diameter pipa minimal 100 mm karena tidak membawa padatan.
3. Kecepatan maksimum 3 m/detik (aliran dalam pipa tidak harus memenuhi
kecepatan self cleansing karena tidak membawa padatan)
b) Sistem Penyaluran Tercampur
Pada sistem ini, air buangan disalurkan bersama dengan limpasan air hujan
dalam satu saluran tertutup. Dasar pertimbangan diterapkan sistem ini antara lain
(Masduki dalam Herliana dalam Dwi, 2018):
1. Debit air hujan dan air buangan secara umum relatif kecil sehingga dapat
disatukan.
2. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem
penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena
adanya pengeceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya
perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena
salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas
lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan air buangan.
c) Sistem Kombinasi
Sistem ini dikenal dengan istilah “interceptor” dimana air buangan dan air
hujan disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran
tertutup maupun saluran terbuka tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi
pengolahan antara air buangan dan air hujan dipisahkan melalui bangunan regulator
(Masduki dalam Herliana dalam Dwi, 2018).
25
Mekanisme dasar pengolahan pada sistem ini adalah secara fisik, yaitu
flokulasi, sedimentasi dan adsorpsi. Proses atau reaksi biologis secara anaerob
sangatlah lambat dan tidak memiliki dampak penurunan BOD yang signifikan
kecuali dengan waktu detensi yang lama. Namun beberapa organik toksik dapat
dikurangi melalui mekanisme fisik dan presipitasi kimiawi (misalnya dengan sulfit)
pada waktu detensi yang lebih pendek.(Onsite Wastewater Treatment Systems
Technology Fact dalam Buku Penuntun Opsi Sanitasi)
E. Biofiltrasi
Biofiltrasi merupakan teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan
material hidup untuk menangkap dan secara biologis mendegradasi polutan
didalamnya. Biofiltrasi air limbah domestik merupakan proses pengolahan yang
unik dibandingkan dengan pengolahan biologis lainnya dimana mikroorganisme
menempel pada media kontak dan air limbah dialirkan melewatinya untuk diolah.
Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (a)
sistem konvensional dimana mikroorganisme menempel secara alami pada media
kontak dan (b) penempelan mikroorganisme secara artifisial pada material polimer.
Dalam sistem biofiltrasi modern, mikroorganisme ditempelkan pada media kontak
atau diperangkap dalam suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan
penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dibandingkan dengan teknologi biofiltrasi
konvensional. Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air
limbah dapat tercapai dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang
mempengaruhi kekuatan penempelan biofilm pada permukaan artifisial dapat
diketahui dan dikontrol.(Pract. Periodical of Haz., Toxic, and Radioactive Waste
Mgmt, Buku Penuntun Opsi Sanitasi).
F. Tripikon-S dan T-Pikon-H
Tripikon-S (Tri/Tiga Pipa Konsentris-Septik) merupakan salah satu
alternatif pengolahan air limbah domestik yang pada awalnya dikembangkan oleh
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Teknologi ini
dikembangkan untuk menjawab tantangan kondisi lingkungan yang dihadapi di
daerah yang terpengaruh pasang surut, seperti misalnya daerah pesisir pantai,
muara, sungai, maupun rawa. Teknologi ini dapat diterapkan untuk toilet individual
maupun komunal. Kemudian teknologi Tripikon-S ini dikembangkan lebih lanjut
oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan melakukan perubahan dan
rancang ulang sistem, menghasilkan T-Pikon-H (T Pipa Horisontal). Pengolahan
yang terjadi dalam T-Pikon-H ini adalah secara semi-aerob dan anaerob.
31
Kinerja kedua sistem ini masih perlu dikaji lebih lanjut, namun bila dilihat
dari ide pengolahannya, maka sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pengolahan air limbah yang potensial untuk dikembangkan. Dalam studi ini, sistem
T-Pikon-H menjadi salah satu rekomendasi, dengan catatan bahwa kinerja
pengolahan belum diketahui secara pasti.
Teknologi pengolahan yang ada memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Berikut perbandingan alternatif pemilihan teknologi dalam
pengelolaan air limbah domestik sistem setempat :
32
• Dapat digunakan secara komunal • Pencucian dengan • Kebutuhan lahan kecil • Media kontak tidak • Rumah
dan kawasan penyemprotan • Dapat bertahan tersedia di pasar panggung
• Merupakan unit pengolahan piringan yang terhadap kejutan beban • Biaya investasi Peralatan • Rumah di
lanjutan setelah pengolahan mengandung organik dan hidrolis mekanikal tinggi darat
pendahuluan biomassa berlebih • Efisiensi penurunan • Harus terlindung dari
• Sasarannya untuk diterapkan setiap satu atau dua BOD tinggi (9O - 95) % hujan angin, sinar
Rotating pada jumlah bulan • Kebutuhan matahari
• penduduk kecil sampai • Pelumasan dengan pemeliharaan dan • Resiko kerusakan pada
Biological
menengah minyak pelumas energi rendah peralatan pemutar dan
Contactor (RBC)
• Ukuran paling kecil untuk 10- untuk bagian • Pengeringan kelebihan media
15KK peralatan yang lumpur mudah • Biaya O & M tinggi
• Tersedia dalam bentuk unit bergerak dilakukan • Dapat timbul bau
modul • Pembersihan lumpur
tinja yang mengendap
setiap satu atau dua
bulan
35
Pada tabel diatas dapat dilihat beberapa pilihan alternatif dalam pengolahan
air limbah domestik sistem setempat. Pemilihan alternatif teknologi dipilih
berdasarkan pertimbangan Aspek Teknis Dan Aspek Non-Teknis. Berikut dasar
pertimbangan teknis dan non-teknis yang dimaksud:
Tabel II.5 Deskripsi dan Pengaruh Aspek Teknis Terhadap Keterjangkauan
dan Keberlanjutan Sistem Sanitasi
Aspek Deskripsi Pengaruh
Dasar Pertimbangan Teknis
Biaya Biaya investasi adalah total biaya pembangunan fasilitas
Investasi sanitasi. Tinggi rendahnya biaya investasi ditentukan dari total
investasi dibandingkan dengan jumlah KK yang dilayani. Biaya Keterjangkauan
investasi ini bisa berasal dari masyarakat, pemerintah, LSM
ataupun lembaga donor atau swasta lainnya
Kemudahan Keinginan masyarakat untuk memiliki sarana sanitasi tidak
dalam terlepas dari kesulitan atau kemudahan pembangunannya. Keberlanjutan
pembangunan Fasilitas sanitasi yang akan dibangun harus memiliki konstruksi &
yang dapat dibangun oleh masyarakat sehingga keterlibatan Keterjangkauan
masyarakat akan meningkatkan rasa kepemilikannya
Kesesuaian Kesesuaian desain berkaitan dengan kesesuaian struktur yang
desain dibangun di daerah spesifik tertentu. Sarana sanitasi dapat
Keberlanjutan
terhadap dikatakan sesuai apabila mampu mengantisipasi berbagai
lingkungan karakteristik lingkungannya
Kinerja Kinerja pengolahan tidak menjadi penentu keterjangkauan
pengolaha maupun keberlanjutan suatu sistem pengolahan, namun aspek
ini penting untuk menentukan efektifitas sistem pengolahan dan Lingkungan
mengurangi risiko pencemaran lingkungan sebagai tujuan
utama pengolahan air buangan
Daya tahan Daya tahan struktur suatu sistem pengolahan terhadap kondisi
struktur lingkungan dapat mempengaruhi keberlanjutan suatu sistem.
Keberlanjutan
Semakin kokoh strukturnya, maka kalkulasi nilai investasi akan
semakin rendah
Kemungkinan Desain sistem pengolahan yang sederhana dan berbiaya rendah
replikasi lebih mudah untuk direplikasi. Sistem pengolahan diharapkan
Keterjangkauan
dapat direplikasi oleh anggota masyarakat ataupun pemerintah
daerah
Akses Akses pengurasan tinja sangat berpengaruh terhadap
Keberlanjutan
pengurasan keberlanjutan suatu sistem pengolahan karena pengurasan tinja
&
tinja merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan
Keterjangkauan
kinerja pengolahan
Kemudahan Sistem O&M yang mudah akan meningkatkan kinerja
dalam O&M pengolahan. Sistem O&M yang rumit dan sulit untuk dilakukan
Keberlanjutan
akan mengurangi keinginan pengguna terutama pengelola untuk
&
menjaga keberlanjutan sistem. Hal inipun terkait kondisi dimana
Keterjangkauan
pekerjaan O&M yang dilakukan dipandang kotor dan
menjijikan
Ketersediaan Ketersediaan suku cadang di pasar lokal sangat penting untuk
suku cadang menjaga keberlanjutan suatu sistem. Kesulitan mencari suku
cadang mengganggu kinerja sistem. Kerusakan sistem akan Keberlanjutan
menimbulkan berbagai masalah seperti bau dari pipa yang bocor
dan masuknya air laut ke dalam sistem
Sumber : Buku Penuntun Opsi sanitasi di daerah spesifik,WSP
37
perbatasan ini memiliki arti dan makna yang berbeda namun keduanya memiliki
nilai strategis bagi kedaulatan wilayah negara.
1. Antesedent boundaries
Antesedent boundaries yaitu perbatasan yang terbentuk karena negara-negara
baru yang saling mendahului memasang atau menetapkan batas terluarnya. Jadi
terbentuknya perbatasan ini sebelum terjadinya bentang lahan budaya.
2. Subsequent boundaries
Subsequent boundaries yaitu perbatasan yang terbentuk setelah adanya cultural
landscape dan pembuatannya setelah ada perundingan dan persetujuan bersama
antar dua negara. Perbatasan ini mengikuti perbedaanetnik kultural khusunya
dalam hal Bahasa dan agama.
3. Superimposed boundaries
Superimposed boundaries yaitu jenis atau tipe perbatasan yang proses
terbentuknya sama dengan subsequent boundaries namun tidak berkaitan
dengan pembagian secara sosio kultural. Hal ini disebabkan karena di luar pihak
yang semestinya mengadakan perundingan atau perjanjian terdapat kekuatan-
kekuatan lain dari luar yang ikut berkepentingan.
4. Relic boundaries
Relic boundaries yaitu garis perbatasan yang telah kehilangan fungsi politisnya
terutama di bentang budayanya. Tipe ini biasanya terjadi pada suatu negara
yang secara sukarela maupun melalui proses imperialisme masuk ke dalam
wilayah negara lain.
Klasifikasi morfologis adalah penggolongan perbatasan negara berdasarkan
proses terbentuknya. Berdasarkan morfologinya perbatasan dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu:
40
1. Alienated borderland:
suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktifitas lintas batas, sebagai akibat
berkecamuknya perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian
ideologis,permusuhan agama, perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik.
2. Coexistent borderland:
suatu wilayah perbatasan di mana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke
tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang
terselesaikan misalnya yang berkaitan dengan masalah kepemilikan
sumberdaya strategis di perbatasan.
3. Interdependent borderland:
suatu wilayah perbatasan yang di kedua sisinya secara simbolik dihubungkan
oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian
daerah perbatasan, juga dikedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan
perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang
setara, misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang
lain memiliki tenaga kerja yang murah.
4. Integrated borderland
suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah
kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya
tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat.
41
3. Kinerja kelembagaan
4. Peran serta masyarakat
Kriteria dasar pemilihan sistem pengelolaan air limbah domestik secara off-site
dan on site:
Penerapan sistem off-site : Kepadatan penduduk >150 jiwa/Ha(15,000 jiwa/Km2) ,
kedalaman air tanah < 2 m, , kemampuan pembiayaan pemda. Dan Kemiringan
tanahnya kurang dari 2%.
Penerapan sistem on-site : Kepadatan penduduk <150 jiwa/Ha , kedalaman air tanah
>2 m, kemampuan pembiayaan pemda. Dan Kemiringan tanahnya kurang dari 2%.
2.6.2 Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 03 Tahun
2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan
Anambas Tahun 2011 – 2031
Di dalam Perda Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 03 tahun Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut hal-hal yang berkaitan dengan air limbah
domestik, antara lain:
Sarana dan prasarana air limbah terdiri atas:
1. Sarana Dan Prasarana Limbah Domestik;
2. Sarana Dan Prasarana Limbah Industri; Dan
3. Sarana Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3).
Sarana dan prasarana limbah domestik meliputi a) pengelolaan air limbah
kawasan permukiman perkotaan; b) pengelolaan air limbah kawasan permukiman
pedesaan; c) pengembangan septik tank individual; d) pengembangan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
44
a) Sistem pengelolaan air limbah domestik yang telah dilakukan oleh pemerintah
daerah saat ini yaitu mengalirkan air limbah domestik melalui jaringan drainase
46
3. Kesimpulan
a) Didasarkan pada hasil pengujian kualitas effluent air limbah IPAL komunal
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada tiga parameter pengujian yang
belum memenuhi standar baku mutu yaitu parameter TSS, BOD dan COD. Hal
47
pada Tabel 1. Ketiga lokasi IPAL komunal dipilih karena telah beroperasi selama
5 tahun atau lebih.
3. Kesimpulan
Beberapa parameter efluen dari IPAL komunal yang telah beroperasi di Kota
Bogor teridentifikasi melebihi baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI No.P.68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas efluen maka diperlukan optimalisasi
pengelolaan fasilitas IPAL komunal.
BAB III
GAMBARAN KONDISI
Pada saat ini Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki luas sebesar
46.664 km² atau sekitar 2,47% dari luas Indonesia 1.890.754 km² dengan panjang
garis pantai adalah 1.128,57 km². Dari luas wilayah tersebut sebesar 634,37 km²
atau 63.437 Ha setara 1,36% merupakan wilayah daratan dan sebesar 46.029,27
km² atau setara 98,64% adalah lautan
51
A. Kemiringan lahan
Berdasarkan kondisi fisiknya, gugusan Kepulauan Anambas merupakan tanah
berbukit dan bergunung batu, dataran rendah dan landai banyak ditemukan di
pinggit pantai. Ketinggian wilayah antar pulau cukup beragam, yaitu berkisar antara
3 sampai 959 meter dari permukaan air laut dengan kemiringan lahan di Kabupaten
Kepulauan anambas berkisar 5% sampai 25%.
B. Hidrologi
Keberadaan hidrologi di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat dari 2
hal, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang terdapat di wilayah
Kabupaten Kepulauan Anambas berupa sungai-sungai kecil yang berasal dari
pegunungan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air minum.
Kedalaman muka air tanah yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas
berkisar 1 - 3 m wilayah dataran, sedangkan pada wilayah yang topografinya
berbukit-bukit kedalaman muka air tanah berkisar 1-7 m.
3.1.2 Kependudukan Kabupaten Kepulauan Anambas
A. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kecamatan dengan peningkatan jumlah
penduduk tertinggi dari tahun 2014 hingga tahun 2017 adalah Kecamatan Palmatak
sedangkan kecamatan degan peningkatan jumlah penduduk paling rendah adalah
Kecamatan Siantan Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel III.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas
Jumlah Penduduk (orang)
Kecamatan Tahun
2014 2015 2016 2017
Jemaja 5.844 5920 5.994 6.066
Jemaja Timur 2.101 2.129 2.156 2.182
Siantan Selatan 3.409 3.454 3.496 3.538
Siantan 10.751 10.892 11.029 11.161
Siantan Timur 3.410 3.455 3.497 3.539
Siantan Tengah 2.818 2.855 2.891 2.926
Palmatak 11.559 11.713 11.858 12.754
Jumlah 39.892 40.418 40.921 41.412
Sumber: Kabupaten Anambas Dalam Angka tahun 2016,2017 dan 2018
kepadatan penduduk adalah 70.17 Jiwa/ km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas sebesar 7,24% dengan Penyebaran penduduk bertumpu pada
Kecamatan Palmatak sebesar 12.754 Jiwa pada tahun 2017 atau 28,98% dari jumlah
penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas, sedangkan untuk jumlah penduduk
paling sedikit terdapat pada Kecamatan Jemaja Timur dengan jumlah penduduk
pada tahun 2017 sebesar 2.182 Jiwa atau 5,27% dari jumlah penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas.
B. Kondisi Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting terhadap keberhasilan program sanitasi
yang berkaitan dengan penyerapan informasi yang disampaikan kepada
masyarakat, terlebih dengan teknologi yang semakin berkembag pada saat ini
tentunya akan sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi
terutama di bidang sanitasi. Berikut merupakan jumlah penduduk berdasarkan
tingkat Pendidikan di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2017 :
Tabel III.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupatenn
Kepulauan Anambas Tahun 2017
Tidak/ Belum
n D1/ D4/
Kecamatan Belum Tamat SD SMP SMA D3 S2
o D2 S1
Sekolah SD
1 Palmatak 5.009 1.216 3.844 933 1.241 86 132 280 13
siantan
1.304 533 1.100 210 223 10 14 48 3
2 selatan*
3 jemaja 715 2.108 578 653 114 169
4 siantan 3.842 1.202 3.054 1.084 2.147 114 815 38
siantan
1.741 426 1.339 217 200 15 14 57
5 timur
siantan
1.136 442 1.130 200 237 20 31 66 2
6 tengah
jemaja
451 995 282 333 38 47
7 timur*
13.57 1.4
jumlah 14.198 3.819 3.504 5.034 131 457 56
0 82
Sumber : Kabupaten Kepualaun Anambas Dalam Angka 2018
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk lebih dari 10
yang belum tamat SD memiliki jumlah yang paling dominan. Sedangkan untuk
penduduk yang memiliki Pendidikan Diploma I/II memiliki jumlah yang lebih kecil
dibandingkan dengan Pendidikan DIII/DIV/S1/S2/S3. Jenjang Pendidikan yang
rendah menjadikan masyakarat sulit diberitahu mengenai pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini berpengaruh terhadap pola perilaku hidup bersih dan
54
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
tidak/ belum SD SMP SMA D1/D2 D3 D4/S1 S2
belum tamat SD
sekolah
Jemaja
Timur
Jemaja 7%
10%
Siantan
Palmatak
Selatan
34%
8%
Siantan
Tengah Siantan
3% Siantan
Timur 23%
15%
Pada tahun 2015 yang menjadi sumber pemasukan dari Pendpatan Lain-lain
Pendapatan Daera Yang Sah di Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan
Kontribusinya adalah dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya.
3.3 Gambaran Wilayah Kajian
3.3.1 Administrasi Wilayah Kajian dan Kondisi Fisik Kecamatan Palmatak
Wilayah Kecamatan Palmatak berada di kawasan Laut Cina Selatan yang
merupakan salah satu wilayah yang ada di kawasan Kabupaten Kepulauan
Anambas, dengan luas wilayah 129,94 km². Kecamatan Palmatak memiliki 15 desa:
1. Desa Tebang 9. Desa Bayat
2. Desa Ladan 10. Desa Batu Ampar
3. Desa Payalaman 11. Desa Teluk Banyur
4. Desa Piabung 12. Desa Matak
5. Desa Candi 13. Desa Belibak
6. Desa Langir 14. Desa Bayur
7. Desa Mubur 15. Desa Payamaram
8. Desa Putik
58
2500
2000
1500
jiwa
1000
500
di Kecamatan Palmatak yaitu Desa Ladan sebesar 2051 jiwa dengan kepadatan
117,87 jiwa /km sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada Desa
Belibak sebesar 259 Jiwa.
B. Kondisi Pendidikan
Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk
tertinggi di Kabupaten Kepulauan Anambas, maka tingkat pendidikan penduduk
masyarakat perlu diperhatikan karena keberhasilan program sanitasi berkaitan
dengan penyerapan informasi masyarakat yang di pengaruhi oleh pendidikan yang
diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
900
800
700
600
500
Jiwa
400
300
200
100
0
Anambas, yaitu system individual dan system Komunal. System Individual adalah
system pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-masing, baik
itu menggunakan septik tank maupun cubluk. Sedangkan untuk sistem komunal
adalah system pengelolaan air limbah yang dikelola secara kelompok yaitu dengan
IPAL Komunal.
Berdasarkan data SSK secara umum limbah tinja di Kabupaten Kepulauan
Anambas belum di kelola secara baik, masih banyak masyarakat yang membuang
air limbah langsung ke saluran drainase, perkebunan/hutan bakau, laut maupun
tempat lain yang dirasa memungkinkan. Masyarakat bahkan masih ada yang
melakukan BABs di laut/sungai secara langsung. Cakupan layanan air limbah
domestik di Kabuaten Kepulauan Anambas tahun 2016 dapat dilihat pada tabel III.9
berikut ini.
Tabel III.9 Cakupan Layanan Eksisting dan Target Cakupan Layanan Air
Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2016
Cakupan Target Cakupan Layanan (%)
No Sistem Layanan Jangka Jangka Jangka
Eksisting Pendek Menengah Panjang
Buang Air Besar 63,6% 46% 15% 0%
A
Sembarangan (BABS)
Sistem Pengolahan Air
B Limbah (SPAL) Setempat 32,2% 45% 70% 82%
(On-site)
1 Cubluk dan sejenisnya 12,3% 10% 8% 0%
3 IPAL Kawasan - - - -
4 IPAL Kota - - - -
saja dan masih bekum tersebar secara merata. Sistem pengelolaan air limbah
domestik skala besar juga belum terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Sedangkan untuk pengelolaan lumpur tinja Kabupaten Kepulauan Anambas belum
terdapat IPLT sehingga cenderung mengandalkan pembuangan melalui resapan air
tanah dan langsung ke laut.
Cakupan Layanan
Eksisting
Tangki Septik
Cubluk MCK IPAL Komunal
Individual
12,3% 3,8% 4,2%
16,1%
Gambar III.7 Bagan Cakupan Layanan Eksisting dan Target Cakupan Layanan
Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2016
Tidak Tahu
Kebun/Tanah Lapang
Kolam/Sawah
Sungai/Danau/Pantai 65.80%
BAB IV
Adapun isi pada bab ini membahas mengenai analisis dan Evaluasi Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas. Analisis
dan evaluasi sistem pengelolaam air limbah domestic dalam tugas akhir ini melalui
beberapa langkah yaitu :
Tingkat
Jumlah penduduk
No Desa Penduduk Keterangan Pelayanan
terlayani (KK)
(%)
5. Putik 1611 0 cubluk 0
6. Bayat 644 0 cubluk 0
7. Piabung 999 0 cubluk 0
8. Langir 456 0 cubluk 0
9. Candi 706 0 cubluk 0
10. Piasan 586 0 cubluk 0
11. IPAL
Belibak 259 46 1,80
Komunal
12. Teluk Bayur 303 0 cubluk 0
13. Matak 390 0 cubluk 0
14. Cubluk,tangki
Payamaram 744 0 0
septik
15. Cubluk,tangki
Batu Ampar 517 0 0
septik
12754 13,21 %
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
1. Desa Tebang
Tabel IV.2 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Tebang Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 6 18,75
Cubluk 1 3,13
IPAL Komunal 0 0
Tidak Punya 25 78,13
Jumlah 32 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Tebang bahwa saat
ini cakupan layanan SPALD masih belum memenuhi standar pelayanan minimum.
Sebanyak 78,13% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
67
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 3,13% dan
18,75% dilayani oleh Tangki Septik Individual. Sebagian besar masyarakat Desa
Tebang bermukim di pesisir sebagian masyarakat yang tidak punya sistem
pengelolaan air limbah domestik melakukan pembuangan kelaut. Saat ini IPAL
Komunal masih dalam tahap pembangunan namun belum ada tahap pembangunan
IPAL Komunal di Desa Tebang.
Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat
dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
Tebang. Terdapat 80,65% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Tebang Tahun
2018 dapat di lihat di Gambar VI.1.
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.1 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Tebang Tahun
2018
68
2. Desa Ladan
Tabel IV.3 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Ladan Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 11 16,92
Cubluk 2 3,08
IPAL Komunal 27 41,54
Tidak Punya 25 38,46
Jumlah 65 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Ladan bahwa saat ini
cakupan layanan SPALD lebih besar di bandingkan desa lainnya di Kecamatan
Palmatak. Sebanyak 38,46% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa
dari masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 3,08% dan
16,92% dilayani oleh Tangki Septik Individual. Saat ini IPAL Komunal masih
69
dalam tahap pembangunan sehingga cakupan layanan SPALD di Desa Ladan lebih
besar dibandingkan dengan desa lain.
Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat
dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
ladan. Terdapat 80,65% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Ladan Tahun
2018 dapat di lihat di Gambar VI.3.
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.3 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Ladan Tahun
2018
3. Desa Mubur
Tabel IV.4 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Mubur Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 16,67
Cubluk 2 16,67
IPAL Komunal 0 0,00
Tidak Punya 8 66,67
Jumlah 12 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.5 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Mubur Tahun 2018
71
4. Desa Payalaman
Tabel IV.5 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Payalaman
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 9 15,00
Cubluk 1 1,67
IPAL Komunal 24 40,00
Tidak Punya 26 43,33
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.6 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Payalaman Tahun 2018
5. Putik
Tabel IV.6 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Putik Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 7 20,00
Cubluk 1 2,86
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 27 77,14
Jumlah 35 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.8 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Putik Tahun 2018
6. Bayat
Tabel IV.7 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Bayat Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 10,00
Cubluk 2 20,00
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 7 70,00
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.9 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Bayat Tahun 2018
7. Piabung
Tabel IV.8 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Piabung
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 11,76
Cubluk 2 11,76
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 13 76,47
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.10 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Piabung Tahun 2018
8. Langir
Tabel IV.9 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Langir Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 14,29
Cubluk 1 7,14
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 11 78,57
Jumlah 14 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.12 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Langir Tahun 2018
9. Candi
Tabel IV.10 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Candi Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 5,88
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 15 88,24
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.13 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Candi Tahun 2018
78
10. Piasan
Tabel IV.11 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Piasan Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 5,88
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 15 88,24
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.15 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Piasan Tahun 2018
11. Belibak
Tabel IV.12 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Belibak Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 12,50
Cubluk 1 12,50
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 6 75,00
Jumlah 8 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.16 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Belibak Tahun 2018
Tabel IV.13 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Teluk Bayur
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 4 22,22
Cubluk 3 16,67
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 11 61,11
Jumlah 18 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Teluk Bayur bahwa
Sebanyak 61,11% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 16,67% dan
22,22% dilayani oleh Tangki Septik Individual.
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.18 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Teluk Bayur Tahun
2018
13. Matak
Tabel IV.14 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Matak Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 22,22
Cubluk 2 22,22
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 5 55,56
Jumlah 9 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.19 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Matak Tahun 2018
14. Payamaram
Tabel IV.15 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Payamaram
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 4 25,00
Cubluk 3 18,75
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 9 56,25
Jumlah 16 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.20 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Payamaram Tahun 2018
84
Tabel IV.16 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Batu ampar
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 3 17,65
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 13 76,47
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
85
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Batu Ampar bahwa
Sebanyak 76,47% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 5,88% dan
17,65% dilayani oleh Tangki Septik Individual.
tidak tahu
tanah
laut
drainase
tangki septik
Gambar IV.22 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Batu Ampar Tahun 2018
Gambar IV.23 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa Batu Ampar
Tahun 2018
Tabel IV.17 Rasio Tingkat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun
2013-2017
Total Penerimaan Rasio
Tahun Realisasi PAD Tingkat Desentralisasi fiskal
Daerah (%)
2017 Rp 22.414.833.952 Rp 759.032.674.324 2,95 Sangat Rendah
2016 Rp 24.298.537.411 Rp 979.254.173.134 2,48 Sangat Rendah
2015 Rp 17.217.652.040 Rp 639.318.415.304 2,69 Sangat Rendah
2014 Rp 21.489.585.793 Rp 858.272.443.166 2,50 Sangat Rendah
2013 Rp 31.123.666.112 Rp 940.910.996.391 3,31 Sangat Rendah
Rata- Rp Rp
2,79 Sangat Rendah
rata 116.544.275.308,00 4.176.788.702.319,00
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Klarifikasi :
0,00% - 10,00% = sangat rendah
10,01% - 20,00%= rendah
20,01% - 30,00%=sedang
30,01% - 40,00%=cukup
40,01% - 50,00%=tinggi
>50,00%=sangat tinggi
Sumber. Depdagri, 1991: 20
3.31%
2.95%
2.69 %
2.48% 2.50%
400
300
200
100
0
Penyediaan fasilitas sanitasi yang akan dibangun harus dapat diterima oleh
masyarakat, dengan cara adanya penyampaian informasi bahwa pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga lingkungan. Berdasarkan hasil survei
yang telah dilakukan di Kecamatan Palmatak terdapat beberapa RT yang tidak
menerima adanya penyediaan fasilitas sanitasi karena menganggap fasilitas tersebut
dapat menimbulkan gangguan lingkungan. Sehingga perlu dilakukannya
penyuluhan akan pentinnya fasilitas dan pola penggunaan sanitasi yang benar
secara merata sehingga penerimaan terhadap fasilitas sanitasi akan lebih mudah
diterima.
96
Pilihan Teknologi
No. Bisa Terapkan Tidak Bisa Diterapkan
Pengolahan
• Dapat Timbul Bau
• Aplikasi Mudah Dapat • Konstruksi Tidak Boleh
Digunakan Secara Komunal Terendam Banjir
Biofilter Dan Kawasan
6. • Mudah Dalam Pemasangan • Suku Cadang Terkadang Sulit
Didapatkan, Tcrutama Untuk
Daerah Di Luar Pulau Jawa.
7. Tripikon-S • Dapat menggunakan
material lokal
• Kebutuhan lahan kecil
8. T-Pikon-H • Dapat menggunakan
material lokal
• Dapat dikerjakan oleh tenaga
lokal
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui beberapa alternatif yang paling sesuai
dengan pertimbangan secara teknis dan non-teknis. Adapun beberapa pilihan yang
terpilih sebagai teknologi pengolahan air limbah domestik di Kecamatan Palmatak
yaitu sebagai berikut:
T-Pikon-H
P6
Skala Komunal
Tangki Septik
Tripikon-S
Skala individual Muka Air
Tanah < 2m
P4 Tripikon-S
Pengolahan P3 T-Pikon-H
di laut
T-Pikon-H
Skala individual
P1
Tripikon-S
Gambar IV.30 Skema Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Di Kecamatan Palmatak
100
Tabel IV.19 Tabel Penjelasan Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik di
Kecamatan Palmatak
Alternatif Penjelasan Keterangan
P1 • Untuk rumah panggung dengan kepadatan kurang • Sistem sanitasi di rumah
dari 200 jiwa/Ha, pilihannya adalah sistem panggung diarahkan untuk
setempat dengan menerapkan sistem jamban dapat mengkomodasi
pribadi atau jamban bersama kebiasaan penduduk yang
• Pengolahan air buangan menggunakan Tripikon-S melakukan BAB dari dalam
ataupun T-Pikon-H rumah, baik melalui jamban
• T-Pikon-H ditempelkan pada sisi rumah dengan ataupun lubang di lantai
menggunakan konstruksi kayu sebagai • Kebocoran harus dihindari
penyangganya agar air laut tidak masuk ke
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke dalam sistem karena akan
laut mempengaruhi kinerja
• Tripikon-S dapat diterapkan dengan menancapkan pengolahan
sebagian konstruksinya ke dalam tanah atau dasar •
pantai sehingga beban Tripikon-S dapat tertahan
(tergantung ketinggian lantai rumah terhadap
permukaan pantai/tanah). Apabila Tripikon-S
tidak dapat mencapai permukaan tanah, maka
perlu penyangga
P2 • Sistem perpipaan sesuai untuk diterapkan di rumah • Perlu ada kelompok
panggung dengan kepadatan penduduk pengelola yang bertanggung
>200jiwa/Ha, dan tersedia lahan di darat jawab atas O&M
• Pengolahan air buangan tangki septik + AUF • Sistem perpipaan ini untuk
• T-Pikon-H ditempelkan pada sisi rumah dengan mengakomodasi kebiasaan
menggunakan konstruksi kayu sebagai BAB masyarakat yang
penyangganya tinggal di rumah gantung
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke • Hubungan dengan penyedia
laut jasa penyedotan tinja perlu
• Konstruksi instalasi pengolahan dibangun di dibina (swasta/pemerintah)
daratan dimana air limbah dari rumah-rumah • Pihak penyedia jasa
panggung dialirkan melalui pipa menuju penyedotan tinja perlu
pengolahan di darat dilengkapi dengan kendaraan
• Kapasitas pengolahan harus disesuaikan dengan penyedot tinja yang mampu
beban air limbah yang masuk menjangkau medan sulit
• Sistem pondasi instalasi pengolahan menggunakan (misalnya motor tinja)
teknik pondasi standar, kecuali apabila lokasi • Kelompok pengelola perlu
instalasi berada di lokasi yang berpasir dibekali kemampuan
• Untuk lokasi yang berpasir, maka pondasi harus perbaikan, minimal untuk
disokong dengan sistem cerucuk untuk perbaikan minor
menghindari amblasan
• Perpipaan yang tidak menempel pada struktur
rumah harus disangga dengan tiang beton ataupun
kayu yang terpancang kuat dan sedapat mungkin
memiliki kelenturan yang sangat rendah terhadap
hantaman gelombang air laut. Tiang penyokong
yang lentur dapat menyebabkan pipa kaku yang
disokongnya patah
• Sambungan pipa harus dibuat kokoh dan kedap
sehingga air laut tidak dapat masuk ke dalam
sistem
101
penduduk yang
bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Septik
bermukin di pesisir
dengan UAF
Payalaman 203 KK Rp 72,000,000 sedangkan untuk
-Tripikon-S
individual dengan biaya
-Tanki
yang lebih murah dapat
Septik
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
-Tangki
secara komunal untuk
Septik
penduduk yang
dengan UAF
Putik 349 KK Rp 124,400,00 bermukin di pesisir
Tripikon-S
sedangkan untuk
-Tanki
individual dengan biaya
Septik
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
105
penggunaan sistem
secara komunal untuk
penduduk yang
bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi tangki
septik sesuai dengan
Teluk -Tanki
54 sebagian besar
Bayur Septik
penduduk yang
bermukim di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki penduduk yang
Matak Septik 59 Rp 21,600,000 bermukin di pesisir
dengan UAF sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
-Tangki diperuntukan untuk
Septik penggunaan sistem
Payamaram dengan UAF 110 Rp 39,600,000 secara komunal untuk
-Tanki penduduk yang
Septik bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
108
pe
110
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan mengenai hasil analisis dan evaluasi sistem Pengelolaan
Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai berikut;
mencapai angka 65% yang merupakan tempat buangan akhir tinja tertinggi di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepualaun Anambas tahun 2018. Selain sudah
menjadi kebiasaan,rendahnya tingkat pemahaman masyakat dalam meyerap
informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu menyebabkan Besarnya
angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Kecamatan Palmatak.
3. Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
A. Analisis Pembiayaan
Berdasarkan analisis desentralisasi fiskal yang telah dilakukan rata- rata
nilai rasio desentralisasi fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas adalah 2,79%
dengan klarifikasi dangat rendah yang artinya tingkat ketergantungan daerah
dengan pemerintah pusat masih sangat tinggi, dan tingkat ketergantungan fiskal
setiap tahunnya sangat tinggi.
B. Analisis Sosial Dan Ekonomi
5.2 Rekomendasi
Berikut ini adalah beberapa rekomendasi untuk Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Palmatak :
Masyarakat :
1. Mengkuti kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi baik berupa program
pembangunan atau penyuluhan yang telah disediakan oleh pemerintah agar
dapat memahami dengan baik pentingnya pengelolaan air limbah domestik.
2. Masyarakat harusnya menyampaikan kendala ataupun keluhan yang terjadi di
lapangan terkait dengan proses pengelolaan air limbah domestik untuk
membangun komunikasi yang baik masyarakat dan pemerintah sehingga tidak
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terkait.
3. Masyarakat ikut serta dalam pengelolaan dan perawatan fasilitas pengelolaan
air limbah untuk meningkatkan rasa akan memiliki fasilitas tinggi. Tingginya
rasa memiliki diharapkan fasilitas lebih terjaga.
Pemerintah :
sama antar swasta ataupun dengan meningkatkan antusias masyarakat ikut serta
untuk mengurangi pembiayaan dalam pengelolaan air limbah domestik.
2. Pemerintah di harapkan menyediakan peraturan daerah Kabupaten Kepulauan
Anambas terkait dengan pengelolaan sistem Air Limbah belum ada.
3. Beberapa alternatif dari analisis yang telah dilakukan dapat menjadi pilihan
dalam pemenuhan kebutuhan 62,86% masyarakat yang belum memiliki
fasilitas pengelolaan air limbah domestik.
4. Pemerintah diharapkan lebih gencar melakukan penyuluhan secara berkala dan
rutin terkait pentingnya hidup bersih dan sehat. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat di Kecamatan Palmatak yang masih
sangat rendah.