Anda di halaman 1dari 113

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penduduk yang tinggal di suatu daerah dan wilayah tentu mengalami
perubahan. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan penduduk atau disebut
dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduk dapat menjadi faktor
penurunan daya lingkungan, hal tersebut dampak dari pertumbuhan penduduk yang
tidak diiringi dengan pengetahuan dan pentingnya menjaga lingkungan sekitar.
Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat memberikan dampak yang sangat
serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Dampak tersebut harus
disikapi dengan tepat, khususnya dalam pengelolaan air limbah. Kenaikan jumlah
penduduk dan meningkatkan kosumsi pemakaian air minum/bersih yang
berdampak pada peningkatan jumlah air limbah. Pembuangan air limbah tanpa
melalui proses pengolahan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan,
khususnya terjadinya pencemaran pada sumber-sumber air baku untuk air minum,
baik air permukaan maupun air tanah.
Kabupaten Kepulauan Anambas merupakan kabupaten yang letaknya
berbatasan dan berhadapan langsung dengan negara Vietnam dan Malaysia.
Kawasan perbatasan sangat sensitif dan dapat terancam keberadaannya apabila
kurang penanganan dan perhatian dari pemerintah. Karakteristik Kabupaten
Anambas yang merupakan daerah perairan, menghadapi tantangan akan pola
perilaku masyarakat dalam hal pembuangan, dimana tempat akhir pembuangan
yang paling mudah adalah dilaut. Penyebab dari pencemaran dari air laut yang
terjadi tidak hanya karena masyarakat yang membuang sampah begitu saja ke air
laut tapi juga dari pembuangan air limbah tanpa pengolahan. Limbah yang akan
dibuang tersebut akan semakin banyak sesuai dengan pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat.
Pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas
terdapat 2 sistem, yaitu Sistem Individual dan Sistem Komunal. Sistem Individual
adalah sistem pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-
masing, baik menggunakan Septik Tank maupun Cubluk. Sedangkan Sistem
2

Komunal adalah sistem pengelolaan air limbah yang dikelola secara kelompok
yaitu dengan IPAL komunal. Secara umum limbah tinja di Kabupaten Kepulauan
Anambas belum dikelola dengan baik, banyak masyarakat yang masih membuang
air limbah langsung ke saluran drainase, perkebunan/hutan bakau, dan laut.
Beberapa desa sudah telayani dengan sistem pengolahan air limbah yang terdiri dari
IPAL Komunal, Septik Tank Individual maupun jamban bersama, namun demikian
fasilitas pengelolaan air limbah masih terbatas pada skala rumah tangga saja dan
masih belum tersebar secara merata. Sistem IPAL kawasan skala besar juga belum
terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas. (SSK, Kabupaten Kepulauan
Anambas)
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan untuk
mengetahui apakah program yang telah ada tepat sasaran serta efektif dalam
penggunaannya, maka diperlukan evaluasi. Setelah beroperasi beberapa tahun
maka saat ini sudah perlu diadakan evaluasi untuk perbaikan sistem dan
mengantisipasi kendala yang muncul di lapangan, agar pengolahan dapat berjalan
lancar dan terkendali.
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal
ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision
maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang
telah dilakukan.(Arikunto,2004)
Dari uraian di atas, penulis mencoba mengevaluasi Sistem Pengolahan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas dengan
mengangkat judul ”Evaluasi Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik di Kawasan
Perbatasan Studi Kasus Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas”.

1.2 Perumusan masalah


1. Secara umum limbah tinja di Kecamatan Palmatak belum dikelola dengan baik,
banyak masyarakat yang masih membuang air limbah langsung ke saluran
drainase, perkebunan/hutan bakau, laut maupun tempat lain yang dirasa
memungkinkan. Beberapa desa sudah telayani dengan sistem IPAL Komunal,
septic tank Individual maupun jamban bersama, namun sebesar 61,18%
3

masyarakat masih ada yang melakukan BABs. (sumber : survey lapangan


2018).
2. Beberapa desa sudah telayani dengan sistem IPAL Komunal, Septik Tank
Individual maupun jamban bersama, namun demikian sarana dan prasarana
pengelolaan masih terbatas pada skala rumah tangga saja dan masih belum
tersebar secara merata(SSK, Kabupaten Kepulauan Anambas 2016).
3. Berdasarkan Hasil Analisa Pokja Sanitasi Kabupaten Kepulauan Anambas
Tahun 2016, cakupan layanan Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik
(SPALD) yang terdiri dari Sistem Pengolahan Air Limbah (SPAL) Setempat
(On-site) saat ini adalah 32,2% dan 4,2% untuk Sistem Pengolahan Air Limbah
(SPAL) Terpusat (Off-site)
Berdasarkan permasalahan diatas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian yaitu:

1. Bagaimana kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di


Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas?

2. Seberapa besar tingkat pelayanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


(SPALD)di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas?

3. Teridentfikasinya permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas

4. Pemilihan alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di


Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas

1.3 Tujuan dan Sasaran


1.3.1 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
Mengevaluasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kawasan
Perbatasan Studi Kasus Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
1.3.2 Sasaran
Adapun beberapa sasaran yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian,
yaitu :
1. Mengidentifikasi kondisi sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
4

2. Mengidentifikasi tingkat pelayanan sistem pengelolaan air limbah domestik


(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
3. Mengidentifikasi permasalahan sistem pengelolaan air limbah domestik
(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
4. Pemilihan alternatif sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.

1.4 Ruang Lingkup


1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Kecamatan Palmatak adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kepulauan
Anambas, Kepulauan Riau, Indonesia. Ibu kota kecamatan ini adalah Tebang
Ladan, terletak Pada 03º 21 " Lintang Utara, 106 º 20" Bujur Timur. Kecamatan
Palmatak terletak dalam gugusan Kepulauan Anambas dan merupakan salah satu
dari kecamatan yang termasuk dalam wilayah Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Anambas dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Cina Selatan


b. Sebelah Selatan berbatas dengan Kecamatan Siantan Tengah
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kepulauan Midai
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jemaja
Wilayah Kecamatan Palmatak berada di kawasan Laut Cina Selatan yang
merupakan salah satu wilayah yang ada di kawasan Kabupaten Kepulauan
Anambas, dengan luas wilayah 129,94 km². Kecamatan Palmatak memiliki 15 desa:
1. Desa Tebang 9. Desa Bayat
2. Desa Ladan 10. Desa Batu Ampar
3. Desa Payalaman 11. Desa Teluk Banyur
4. Desa Piabung 12. Desa Matak
5. Desa Candi 13. Desa Belibak
6. Desa Langir 14. Desa Bayur
7. Desa Mubur 15. Desa Payamaram
8. Desa Putik
5

Gambar I.1 Peta Administrasi Kecamatan Palmatak


6

1.4.2 Ruang Lingkup Materi


Adapun Ruang Lingkup Materi dalam penyusunan Tugas Akhir Evaluasi
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kawasan Perbatasan di wilayah kajian
yaitu;

1. Identifikasi kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di


Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas meliputi cakupan
pelayanan dan tempat penyaluran akhir di Kecamatan Palmatak Kabupaten
Kepulauan Anambas

2. Identifikasi tingkat layanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas Perhitungan
tingkat pelayanan berdasarkan petunjuk teknis standar pelayanan minimal
peraturan menteri nomor 01/PRT/M/2014 tentang penyelenggaraan sistem
pengelolaan air limbah domestik.

3. Identifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD)


di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas dengan melakukan
analisis pembiayaan keuangan daerah dilakukan dengan menggunakan
indikator Derajat Desentralisasi Fiskal dan evaluasi pengaruh sosial ekonomi
yaitu tingkat Pendidikan dan tingkat kemiskinan terhadap pengelolaan air
limbah domestik.

4. Pemilihan teknologi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di


Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas

1.5 Metodologi Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif


kuantitatif kualitatif. Metode ini menjelaskan fenomena atau keadaan berdasarkan
fakta-fakta yang telah ada dan kemudian dianalisis terhadap data yang telah
diperoleh.
7

1.5.1 Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi sistem pengelolaan air
limbah domestik di Kawasan Perbatasan Studi Kasus Kecamatan Palmatak
Kabupaten Kepulauan Anambas, dapat dilihat sebagai berikut :
1. Metode untuk mengetahui kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) di Kecamatan Palmatak
a. Pendekatan
Adapun metode yang digunakan untuk mengindentifikasi kondisi sistem
pengelolaan air limbah domestik di Kecamatan Palmatak yaitu metode kualitatif
kuantitatif. Dimana indetifikasi dilakukan terhadap kondisi cakupan layanan dan
perilaku masyarakat dalam membuang air limbah domestik.
2. Tingkat Pelayanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak
a. Pendekatan
Adapun metode yang digunakan untuk mengindentifikasi Tingkat
Pelayanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan
Palmatak yaitu kualitatif dan kuantitatif.
b. Analisis
Analisis cakupan pelayanan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
pelayanan fasilitas untuk masyarakat di Kecamatan Palmatak Kabupaten
Kepulauan Anambas. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis cakupan
layanan sebagai berikut :

Jumlah Penduduk yang terlayani SPALD


SPM= Jumlah Total Penduduk seluruh Kabuoaten/kota ×100%

Perhitungan cakupan layanan diatas berdasarkan petunjuk teknis standar


pelayanan minimal peraturan menteri no 01/PRT/M/2014. Dimana SPM
pengelolaan air limbah permukiman yang memadai adalah jumlah penduduk yang
terlayani sistem pengelolaan air limbah pada tahun 2019 sebesar 60%.
3. Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak.
8

a. Pendekatan
Adapun metode yang digunakan untuk mengindentifikasi Permasalahan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak yaitu
metode kualitatif dan kuantitatif.
b. Analisis
Identifikasi permasalahan terhadap Permasalahan Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak dilakukan dengan analisis
kemampuan pembiayaan daerah dan
1. Melakukan analisis pembiayaan keuangan daerah menurut konsep Hikmah
(1999) dalam andarini (2009) :
A. Kemandirian
Pengukuran tingkat kemandirian :
Desentralisasi Fiskal

= Pendapatan Asli Daerah x 100%


1. Total Penerimaan Daerah

= Bagi hasil pajak dan bukan pajak x 100%


2. Total Penerimaan Daerah

= Sumbangan Daerah x 100%


3. Total Penerimaan Daerah

Dimana :
PAD = Pendapatan asli daerah
BHPBP = Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.
TPD = Total penerimaan daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman
daerah + Lain-lain penerimaan yang sah
2. Identifikasi Pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pengelolaan air
limbah domestik dilihat dari faktor Pendidikan dan tingkat pendapatan
masyarakat.
9

4. Pemilihan alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di


Kecamatan Palmatak
a. Pendekatan
Adapun metode yang digunakan untuk Pemilihan alternatif Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak yaitu
metode kualitatif. Pemilihan alternative dilakukan dengan menggunakan
pemilihan teknologi yang sesuai dengan karakteristik daerah berdasarkan
buku penuntu Opsi Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik
Tabel I.1 Matriks Analisis Evaluasi Sistem Pengelolaan Air Limbah di Kawasan
Perbatasan Studi Kasus Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
Teknik
Metode
No. Sasaran Data Pengump Metode Analisis
Penelitian
ulan Data
1. Kondisi sistem Kualitatif Cakupan Survey Melihat cakupan
pengelolaan air Kuantitatif layanan air Sekunder layanan dan perilaku
limbah domestik limbah masyarakat dalam
(SPALD) di pengelolaan air
kecamatan limbah.
palmatak
2. Identifikasi Kualitatif Jumlah Survey Analisis tingkat
Tingkat pelayanan Kuantitatif penduduk yang primer pelayan sesuai dengan
sistem pengelolaan terlayani IPAL Survey peraturan menteri
air limbah Sekunder Nomor :
domestik 01/PRT/M/2014
(SPALD) di
Kecamatan
Palmatak
3. Identifikasi Kualitatif -APBD • Melakukan analisis
permasalahan Kuantitatif Kabuaten pembiayaan untuk
sistem pengelolaan Kepulauan melihat
air limbah Anambas ketergantungan
domestik -Jumlah terhadap pemerintah
(SPALD) di penduduk pusat.
Kecamatan berdasarkan • Pengaruh sosial
Palmatak tinggkat ekonomi masyarakat
Kabupaten Pendidikan terhadap
Kepulauan -Tingkat pengelolaan air
Anambas Kemiskinan limbah domestik
-Tingkat dilihat dari faktor
Pendapatan Pendidikan dan
tingkat pendapatan
masyarakat.
10

Teknik
Metode
No. Sasaran Data Pengump Metode Analisis
Penelitian
ulan Data
4. Pemilihan Kualitatif • Pemilihan
alternatif sistem alternative
pengelolaan air dilakukan dengan
limbah domestik menggunakan
(SPALD) di pemilihan teknologi
Kecamatan yang sesuai dengan
Palmatak karakteristik daerah
Kabupaten berdasarkan buku
Kepulauan penuntu Opsi
Anambas. Sanitasi Yang
Terjangkau Untuk
Daerah Spesifik

1.5.2 Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yaitu membahas mengenai bagaimana data akan
diperoleh, perolehan data dilakukan sesuai dengan syarat dan kriteria pengumpulan
data. Adapun metode pengumpula data yang digunakan dalam kajian studi ini
adalah :
1. Survey Sekunder
Data sekunder diperoleh dari data-data dan literatur yang ada di instansi
terkait serta buku-buku yang ada kaitannya dengan survey sekunder itu sendiri.
Data ini umumnya sudah terpola sesuai dengan aturan masing-masing instansi.
Data sekunder yang dikumpulkan pada kajian ini adalah berupa dokumen
terkait dengan keadaan umum yang mencangkup kondisi, cakupan layanan , serta
kebijakan mengenai Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas. Dalam pemenuhan data
sekunder lainnya diperoleh dengan cara berikut :
a. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan mengunjungi perpustakaan dan mencari buku-
buku, surat kabar, kompilasi data, dokumen-dokumen, tulisan penelitian dan
sebagainya yang terakait dengan kajian evaluasi sistem pengelolaan limbah
domsetik.
b. Survey Instasional
Pengumpulan data dari instansi-instansi terkait dapat diperoleh dari pemerintah
maupun swasta. Adapun instansi-instansi terakait :
11

• BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Anambas


• Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Anambas
• Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas
2. Survey primer
Pengumpulan data primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan dan
sumbernya berasal dari responden yang telah ditetapkan sebagai sampel. Adapun
untuk mendapatkan data primer ini dilakukan dengan:
A. Observasi Lapangan
Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten
Kepulauan Anambas untuk mengidentifikasi secara teknis maupun non-teknis
kinerja dari sistem pengelolaan air limbah domestik serta untuk mendapatkan foto
hasil dokumentasi guna mendukung data observasi.
B. Wawancara
Penentuan responden yang akan di wawancara menggunakan metode Non
Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling. Purposive Sampling
merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2013). Adapun pertimbangan dalam pemilihan responden sebagai berikut:
1. Memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan air limbah
domestik.
2. Mengetahui bagaimana Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik yang
dilakukan di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.
C. Kuisioner
Kuisioner digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang sistem
pengelolaan air limbah domestik dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di
Kecamatan Palmatak. Adapun metode yang digunakan dalam penentuan responden
yaitu Metode Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling Purposive
Sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2013). Penentuan jumlah sampel menggunakan tabel Isaac dan Michael.
Penentuan jumlah sampel dari rumus Isaac dan Michael memberikan kemudahan
penentu jumlah sampel berdasarkan taraf kesalahan 1%, 5% dan
12

10%(Sugiyono,2012). Jumlah responden akan bergantung pada taraf kesalahan


yang ditentukan penulis. Jumlah penduduk di Kecamatan Palmatak sebesar 12.754
penduduk, dengan taraf kesalahan 5% adapun jumlah responden sebesar 340
responden . Penyebaran kuisioner dilakukan secara merata di setiap desa di
Kecamatan Palmatak.

1.6 Kerangka Pemikiran Penelitian


Proses yang ada dalam kerangka pikir tentang “Evaluasi Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kawasan Perbatasan Studi Kasus
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas”dapat dijelaskan pada
Gambar 1.2 di bawah ini
13

Gambar I.2 Kerangka Pemikiran

Input
Acuan: Latar Belakang:
• UU No 26 tahun 2007 Untuk meningkatkan kualitas
Tentang Penataan Ruang pelayanan kepada masyarakat dan
Permasalahan:
• Permen No 01/PRT/M/2014 untuk mengetahui apakah program
Beberapa desa
Tentang Penyelenggaraan yang telah ada tepat sasaran serta
sudah telayani
SPALD efektif dalam penggunaannya,
dengan sistem
• Perda Kabupaten Kepulauan maka diperlukan evaluasi.
pengelolaa air limbah
Anambas No 03 Tahun 2013 Evaluasi juga dilakukan untuk
namun sebesar 63,6%
Tntang RTRW Kabupaten perbaikan sistem dan
masyarakat masih ada
Kepulauan Anambas Tahun mengantisipasi kendala yang
yang melakukan
2011 – 2031 muncul di lapangan, agar
BABs.
pengolahan dapat berjalan lancar
dan terkendali.

Tujuan Penelitian:
Mengevaluasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kawasan Perbatasan Studi Kasus
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.

Sasaran Penelitian:
1. Mengidentifikasi kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan
Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
2. Mengidentifikasi cakupan layanan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
3. Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
4. Pemilihan alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Kecamatan
Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.

Analisis: Proses
1. Analisis Deskriftif Kualitatif
2. Analisis Pembiayaan
3. Analisis Tingkat Pelayanan

Output
Alternatif Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) Di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas

Kesimpulan dan Rekomendasi


14

1.7 Sistematika Pembahasan


Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai
maka sistematika pembahasan laporan Tugas Akhir Evaluasi Sistem Pengelolaan
Air Limbah Domestik di Kawasan Kawasan Perbatasan Studi Kasus
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas”disusun sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan uraian dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, ruang lingkup substansi dan wilayah, metodologi penelitian serta
sistematika pembahasan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisikan uraian mengenai beberapa tinjauan teoritis, peraturan
perundangan dan studi terdahulu yang terkait dan dapat mendukung penelitian ini.
BAB III GAMBARAN UMUM
Bab ini berisikan uraian mengenai gambaran umum wilayah , kondisi
keuangan daerah dan kondisi pengelolaan air limbah domestic di wilayah kajian.
BAB IV ANALISIS
Bab ini berisikan uraian mengenai analisis dan evaluasi sistem pengelolaan
air limbah domestik Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisikan uraian kesimpulan dari bab-bab sebelumnya, rekomendasi
baik untuk pembahasan maupun masukan baik bagi pengelola dan masyarakat.
15

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya
sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan
alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal
ini adalah menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision
maker untuk menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang
telah dilakukan.(Arikunto,2004)
Tujuan evaluasi program sebagai alat untuk memperbaiki perencanaan dan
pelaksanaan program yang akan datang. Evaluasi program juga untuk mengetahui
tingkat keterlaksanaan suatu kebijakan secara cermat dengan cara mengetahui
efektivitas tiap komponen. Evaluasi terhadap proses dititiberatkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau
tidak. Penilain tersebut juga bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang
dipilih sudah efektif atau tidak efektif.

1. Tahap Perencanaan (ex ante) Tahapan dilakukan sebelum ditetapkannya


rencana pembangunan, tahapan ini untuk melihat rasionalitas pilihan, target dan
kesuaian antar dokumen perencanaan.
2. Tahap Pelaksanaan (on going) Tahapan dilakukan saat pelaksanaan Kegiatan,
tahapan ini untuk menjamin kegiatan dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan.
3. Tahap Pasca Pelaksanaan (ex post) Tahapan dilaksanakan setelah pelaksanaan
rencana berakhir. Bertujuan untuk menilai pencapaian (keluaran/ hasil/
dampak) program mampu mengatasi masalah pembangunan yang ingin
dipecahkan, serta untuk menilai efisiensi, efektivitas dan dampak terhadap
sasaran), ataupun manfaat dari suatu program

2.2 Pembiayaan Daerah


1. Pendapatan Asli Daerah
16

Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu dari tiga komponen penerimaan
daerah seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Pendapatan Asli Daerah
atau yang sering disingkat dengan PAD diperoleh dari beberapa sumber
yaitu pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan
daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana
Perimbangan ditetapkan setiap tahun anggaran dalam APBN. Dana
perimbangan ini bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah dan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah, dengan
kata lain agar tercipta keseimbangan keuanngan antara pemerintah pusat
dan daerah dan antara pemerintah daerah.
3. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan daerah yang sah terdiri
dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat, pendapatan lainnya
bantuan keuanngan pemerintah provinsi, serta pendapatan lainnya.

Mengukur kinerja/kemampuan keuangan daerah dapat dilakukan dengan


menggunakan indikator Derajat Desentralisasi Fiskal. Analisis pembiayaan
keuangan daerah menurut konsep Hikmah (1999) dalam andarini (2009) :
B. Kemandirian
Pengukuran tingkat kemandirian :
Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal Yaitu derajat untuk mengukur persentase
penerimaan daerah antara lain: PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah
pusat terhadap total penerimaan daerah. Secara matematis,ditulis sebagai
berikut:
17

= Pendapatan Asli Daerah x 100%


1. Total Penerimaan Daerah

= Bagi hasil pajak dan bukan pajak x 100%


2. Total Penerimaan Daerah

= Sumbangan Daerah x 100%


3. Total Penerimaan Daerah

Dimana :
PAD = Pendapatan asli daerah
BHPBP = Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Sum = Sumbangan Pemerintah pusat.
TPD = Total penerimaan daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUMSum = DAU + DAK + Pinjaman
daerah + Lain-lain penerimaan yang sah
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi
pula, artinya apabila jumlah PAD lebih besar dari bantuan dari pusat maka
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat semakin kecil.
Semakin tinggi hasilnya, maka desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.

2.3 Sistem Pengelolaan Air Limbah


A. Sistem Pengelolaan Setempat (On-Site System)
Sistem setempat (on-site system) menurut UN-Water dalam Dwi (2018)
merupakan suatu sistem pengolahan limbah dimana pada daerah tersebut tidak ada
sistem riol kota, dan air buangan yang dihasilkan ditangani di daerah setempat.
18

Gambar II.1 Penyaluran Air Limbah Sistem Setempat (On-Site)

Pada sistem setempat (on-site system), limbah setempat terakumulasi di


dalam lubang atau tangki septik, yang memerlukan pengosongan atau penangguhan
berkala. Dimana dalam hal pengosongan, limbah diambil dengan jalan untuk
perawatan dan/atau pembuangan.
Kelemahan dari sistem setempat (on-site system) sendiri, dimana sistem
setempat (on-site system) jika dirancang dengan buruk, dengan sedikit atau tanpa
memikirkan bagaimana bisa dikosongkan dan akibatnya sistem seringkali tidak
dapat diakses. Bila ada layanan pengosongan lubang, lumpur fekal seringkali tidak
diatur, oleh karena itu sistem on-site dapat di kosongkan dengan isinya yang sering
dibuang secara ilegal. Saat ini, di banyak negara berkembang hanya sebagian kecil
lumpur fekal yang dikelola dan ditangani dengan tingkat yang sesuai.Adapun
keuntungan dan kerugian dalam sistem sanitasi setempat (on-site) menurut (Asmadi
& Suharno, dalam Dwi 2018), sebagai berikut:
Tabel II.1 Keuntungan dan Kerugian Sistem Sanitasi Setempat (On-Site)
Keuntungan Kerugian
1. Menggunakan teknologi sederhana. 1. Tidak dapat diterapkan pada setiap daerah,
2. Memerlukan biaya yang rendah. misalkan sifat permeabilitas tanah rendah,
3. Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat tingkat kepadatan tinggi, muka air tanah
menyediakan sendiri. tinggi dan lain-lain.
4. Pengoperasian dan pemeliharaan oleh 2. Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran
masyarakat. manusia, tidak melayani air limbah kamar
5. Manfaat dapat dirasakan secara langsung. mandi dan air bekas cucian.
6. Dapat menggunakan bahan/material 3. Operasi dan pemeliharaan sulit
setempat. dilaksanakan.
7. Tidak berbau dan cukup higienis jika 4. Bila pemeliharaannya tidak dilakukan
pemeliharaannya baik. dengan baik, akan dapat mencemari air
8. Hasil dekomposisi bisa dimanfaatkan tanah dan sumur dangkal.
sebagai pupuk. 5. Pelayanan terbatas.
Sumber : Asmadi & Suharno dalam Dwi, 2018.
19

Unit instalasi sistem sanitasi setempat atau on-site, biasa dipergunakan


secara individual atau komunal untuk beberapa rumah tangga. Berikut contoh
beberapa fasilitas sistem sanitasi setempat atau on-site yang bisa digunakan antara
lain:
B. Sistem Pengelolaan Terpusat (Off-Site System)
Sistem sanitasi terpusat (Off-site system) merupakan sistem pembuangan air
buangan rumah tangga (mandi, cuci, dapur, dan limbah kotoran) yang disalurkan
keluar dari lokasi pekarangan masing-masing rumah ke saluran pengumpul air
buangan dan selanjutnya disalurkan secara terpusat ke bangunan pengolahan air
buangan sebelum dibuang ke badan perairan (Fajarwati dalam Dwi, 2018).
Sistem pengelolaan air limbah terpusat atau off-site adalah suatu sistem
pengolahan air limbah dengan menggunakan suatu jaringan perpipaan untuk
menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah.

Penyaluran Badan Air


• Air Limbah Penerima
• Sistem IPAL
Rumah Tangga • Sistem Jaringan
Perpipaan
• Sungai
(Jaringan
Pengumpul dan • Saluran Air
Jaringan Utama)
Timbulan Pengolahan

Gambar II.2 Penyaluran Air Limbah Sistem Terpusat


20

Adapun keuntungan dan kerugian dalam sistem pengelolaan terpusat (off-


site) menurut (Asmadi & Suharno, 2012), sebagai berikut:

Tabel II.2 Keuntungan dan Kerugian Sistem Sanitasi Terpusat (Off-Site)


Keuntungan Kerugian
1. Menyediakan pelayanan yang terbaik, 1. Memerlukan biaya investasi, operasi, dan
aman, nyaman, dan menyeluruh. pemeliharaan yang tinggi.
2. Sesuai untuk daerah dengan kepadatan 2. Menggunakan teknologi tinggi untuk
tinggi. membangun dan memelihara sistem.
3. Dapat menampung semua limbah atau air 3. Tidak dapat dilakukan oleh perorangan.
buangan rumah tangga sehingga 4. Manfaat secara penuh diperoleh setelah
pencemaran terhadap air tanah dan badan selesai jangka panjang.
air dapat dihindari. 5. Waktu yang lama dalam perencanaan dan
4. Memiliki masa guna lebih lama pelaksanaan.
dikarenakan sistem ini dibuat dengan 6. Perlu pengelolaan, operasional, dan
periode perencanaan tertentu. pemeliharaan yang baik
5. Tidak memerlukan lahan (permukaan)
yang luas sebab jaringan pipa ditanam
didalam tanah.
Sumber : Asmadi & Suharno, 2012.

Pada sistem pengelolaan ini, sistem penyaluran air buangan dapat dilakukan
secara terpisah, tercampur, maupun kombinasi antara saluran air buangan dengan
saluran air hujan (Masduki dalam Herliana, 2007).
a) Sistem Penyaluran Terpisah
Sistem ini dikenal dengan full sewerage, dimana air buangan domestik dan
air hujan dialirkan secara terpisah melalui saluran yang berbeda. Sistem ini
digunakan dengan pertimbangan antara lain:
1. Periode musim hujan dan kemarau lama.
2. Kuantitas aliran yang jauh berbeda antara air hujan dan air buangan domestik.
3. Air buangan umumnya memerlukan pengolahan terlebih dahulu, sedangkan air
hujan harus secepatnya dibuang ke badan air penerima.
4. Fluktuasi debit (air buangan domestik dan limpasan air hujan) pada musim
kemarau dan musim hujan relatif besar.
5. Saluran air buangan dalam jaringan riol tertutup, sedangkan air hujan dapat
berupa polongan (conduit) atau berupa parit terbuka (ditch).
Kelebihan sistem ini adalah masing-masing sistem saluran mempunyai
dimensi yang relatif kecil sehingga memudahkan dalam konstruksi serta operasi
21

dan pemeliharaannya. Sedangkan kelemahannya adalah memerlukan tempat luas


umtuk jaringan masing-masing sistem saluran.
Beberapa alternatif dari sistem penyaluran air buangan secara terpisah
adalah sebagai berikut:
1. Sistem Penyaluran Konvensional (Sewerage Konvensional)
Sistem penyaluran konvensional merupakan suatu jaringan perpipaan yang
membawa air buangan ke suatu tempat yang berupa bangunan pengolahan atau
tempat pembuangan air seperti badan air. Sistem ini terdiri dari jaringan persil, pipa
servis, pipa lateral, dan pipa induk yang melayani penduduk untuk suatu daerah
pelayanan yang cukup luas. Setiap jaringan pipa dilengkapi dengan lubang periksa
manhole yang ditempatkan pada lokasi-lokasi tertentu. Apabila kedalaman pipa
tersebut mancapai 7 m, maka air buangan harus dinaikkan dengan pompa dan
selanjutnya dialirkan secara gravitasi ke lokasi pengolahan dengan mengandalkan
kecepatan untuk membersihkan diri.
Untuk membangun sistem penyaluran secara konvensional memerlukan
biaya yang tinggi sehingga sistem ini hanya cocok bila masyarakat menginginkan
dan mampu untuk membiayai pengoperasian dan pemeliharaannya serta tidak ada
pilihan lain. Daerah yang cocok untuk penerapan sistem ini antara lain (Modul
Pelatihan Perencanaan Teknis SPAL-T,2015)
1. Daerah yang sudah memiliki sistem jaringan saluran konvensional atau dekat
dengan daerah yang memiliki sistem ini.
2. Daerah yang memiliki kepakaan lingkungan tinggi, misalnya daerah pariwisata.
3. Lokasi permukiman baru dimana penduduknya berpenghasilan cukup tinggi
dan mampu membiayai operasi dan pemeliharaan sistem tersebut.
4. Di pusat kota dimana terdapat gedung-gedung bertingkat yang apabila tidak
dibangun jaringan saluran, akan diperlukan lahan untuk pembuangan dan
pengolahan sendiri.
5. Di pusat kota dimana kepadatan penduduk sudah melampaui 300 jiwa/ha dan
umumnya penduduk menggunakan air tanah, serta lahan untuk pembuatan
sistem setempat sangat sulit dan permeabilitas tanah buruk.
22

Sumber : Modul Pelatihan Perencanaan Teknis SPAL-T,2015

Gambar II.3 Skema Sistem Penyaluran Konvensional (Sewerage Konvensional)

2. Sistem Shallow Sewer


Perbedaan dengan sistem konvensional adalah sistem ini mengangkut air
buangan dalam skala kecil dan pipa dipasang dengan slope lebih landau. Peletakan
saluran ini biasanya diterapkan pada blok-blok rumah. Shallow Sewer sangat
tergantung pada pembilasan air buangan untuk mengangkut buangan padat jika
dibandingkan dengan cara konvensional yang mengandalkan self cleansing.

Sumber : Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi

Gambar II.4 Skema Sistem Shallow Sewer


23

Sistem ini harus dipertimbangkan untuk daerah perkampungan dengan


kepadatan penduduk tinggi dimana sebagian besar penduduk sudah memiliki
smbungan setempat yang memadai. Sistem ini melayani air buangan dari kamar
mandi, cucian, pipa servis, pipa lateral tanpa induk serta dilengkapu dengan
pengolahan mini. Dengan kriteria perencanaan sebagai berikut;
1. Kepadatan penduduk sedang (>150 jiwa/ha)
2. Suplai air bersih >60%
3. Permeabilitas tanah buruk (<0,0416 cm/menit)
4. Muka air tanah minimum adalah 2 m
5. Kemiringan < 2% (±1%)
6. Persentase yang memiliki tangka septik <60%
3. Sistem Small Bore Sewer
Sistem ini didesain hanya untuk menerima bagian cair dari limbah rumah
tangga untuk disalurkan dalam saluran pembuangan. Pasir, lemak, dan padatan
lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saluran dipisahkan dari aliran limbah
di dalam tangki septik yang dibangun lebih tinggi dari setiap sambungan saluran
pipa. Padatan yang terakumulasi dalam tangki septik akan dikuras secara periodik.

Sumber : Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi

Gambar II.5 Skema Sistem Small Bore Sewer


24

Sistem ini dirancang hanya untuk menerima bagian-bagian cair dari air
buangan kamar mandi, cuci dapur, dan limpahan air dari tangki septik sehingga
sistem ini harus bebas dari zat padat. Untuk Penerapan Sistem ini cocok untuk
daerah pelayanan dengan kepadatan penduduk sedang sampai tinggi, terutama
untuk daerah yang telah menggunakan tangki septik tapi tanah sekitarnya sudah
tidak mampu lagi menyerap effluent tangki septik dengan persyaratan teknis sistem
sebagai berikut :
1. Memerlukan tangki untuk memisahkan padatan dan cairan.
2. Diameter pipa minimal 100 mm karena tidak membawa padatan.
3. Kecepatan maksimum 3 m/detik (aliran dalam pipa tidak harus memenuhi
kecepatan self cleansing karena tidak membawa padatan)
b) Sistem Penyaluran Tercampur
Pada sistem ini, air buangan disalurkan bersama dengan limpasan air hujan
dalam satu saluran tertutup. Dasar pertimbangan diterapkan sistem ini antara lain
(Masduki dalam Herliana dalam Dwi, 2018):
1. Debit air hujan dan air buangan secara umum relatif kecil sehingga dapat
disatukan.
2. Fluktuasi curah hujan dari tahun ke tahun relatif kecil.
Kelebihan sistem ini adalah hanya diperlukannya satu jaringan sistem
penyaluran air buangan sehingga dalam operasi dan pemeliharaannya akan lebih
ekonomis. Selain itu terjadi pengurangan konsentrasi pencemar air buangan karena
adanya pengeceran dari air hujan. Sedangkan kelemahannya adalah diperlukannya
perhitungan debit air hujan dan air buangan yang cermat. Selain itu karena
salurannya tertutup maka diperlukan ukuran riol yang berdiameter besar serta luas
lahan yang cukup luas untuk menempatkan instalasi pengolahan air buangan.

c) Sistem Kombinasi
Sistem ini dikenal dengan istilah “interceptor” dimana air buangan dan air
hujan disalurkan bersama-sama sampai tempat tertentu baik melalui saluran
tertutup maupun saluran terbuka tetapi sebelum mencapai lokasi instalasi
pengolahan antara air buangan dan air hujan dipisahkan melalui bangunan regulator
(Masduki dalam Herliana dalam Dwi, 2018).
25

Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi


pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima.
Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak
akan mencemari badan air. Sistem ini diterapkan pada:
1. Daerah yang dilalui sungai yang airnya dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu, misalnya sebagai bahan baku penyediaan air bersih
sehingga penting untuk dilindungi dari pencemaran.
2. Daerah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan
sistem saluran secara konvensional. Karena itu pada tahap awal dapat dibangun
pipa induk yang untuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan.

C. Gabungan Sistem Off-Site dan on-Site


Sistem gabungan ini adalah altenatif dari kedua sistem di atas, dimana air
limbah yang dihasilkan pada suatu daerah dikelola dengan menggunakan sistem
off-site sekaligus sistem On-site. Jenis penanganan air limbah yang sering
digunakan septik tank dan small bore sewer. Pada sistem ini, black water diolah di
tanki septik sedangkan grey water dan air dari septik tank yang biasanya diresapkan
ke tanah, dimasukan ke small bore sewer. Sistem ini membutuhkan tempat
pengolahan lumpur dan pengolahan limbah cair. Sistem ini sangat cocok diterapkan
pada daerah yang mempunyai kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki lahan yang luas untuk tempat pengolahan.
2. Di daerah yang mempunyai kepadatan penduduk tinggi dengan luas lahan yang
kurang memadai.
Bangunan pengolahan pada sistem ini membutuhkan lahan untuk
penyaluran, pembuangan, dan pengolahan lumpur tinja.
Tabel II.3 Perbandingan Saluran Biasa dan Saluran Sederhana
No Aspek Saluran Sederhana Saluran Biasa
Tepat untuk wilayah kecil,
Tepat untuk wilayah
sehingga tepat untuk Sistem
1 Penerapan luas,sehingga tepat untuk Sistem
Komunal dan Sistem Kawsan
Kawasan dan Sistem Wilayah.
yang kecil.
Air limbah kakus (setelah
Air limbah kakus dan air brkas
padatan dipisahkan)dan air
2 Muatan cucian, masak, dan kamar
bekas cucian, masak, dan
mandi.
kamar mandi.
3 Kedalaman Dangkal, maksimal 50 cm. Dalam, dapat mencapai 7 meter.
26

No Aspek Saluran Sederhana Saluran Biasa


Landai (+ 0,5% - 1 %),dan
4 Kemiringan mengikuti kemiringan Bebas.
permukaan tanah.
Sambungan rumah (dilengkapi
Sambungan rumah,
tangki pemisahan padatan)
Perpipaan lingkungan (tersier),
Perpipaan lingkungan (tersier)
perpipaan pengumpulan
dan perpipaan pengumpulan
(collector pipe), dan perpipaan
5 Komponen (collector pipe)
pembawa (main sawer).
Bak kontrol, Manhole (lubang kontrol),
Instalais pengolahan. Sistem pemompaan,
Instalais pengolahan,
Bangunan pengendali
6 Diameter 2 inci - 4 inci 4 inci - 20 inci
7 Material PVC PVC dan beton
Mengandalkan gravitasi
Dapat menggunakan
8 Penyaluran air limbah dengan bantuan air pembilasan
pemompaan.
jamban.
Sumber : Ayi Fajarwati dalam Dwi, 2018

2.3.1 Pemilihan Teknologi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


Pemilihan teknologi sistem pengelolaan ar limbah domestik merujuk pada
buku penuntun opsi sanitasi yang terjangkau untuk daerah spesifik. Daerah Spesifik
pada buku penuntun ini adalah daerah dimana kondisi geografis maupun iklimnya
sedemikian rupa sehingga sistem pelayanan sanitasi yang terjangkau baik
konvensional maupun non konvensional sulit untuk dibangun ataupun diterapkan.
Hal ini terutama berkaitan dengan ketersediaan lahan, kondisi tanah yang tidak
mendukung, tanah yang selalu basah untuk sistem cubluk dan tangki septik dengan
sistem resapan, ataupun kesulitan dalam pemasangan pipa dan sistem
pembuangannya. Di beberapa wilayah, mungkin cubluk, perpipaan dan tangki
septik dapat dibangun, namun wilayah tersebut ternyata rawan banjir sehingga baik
bangunan atas maupun bawah dari sistem sanitasi cepat rusak serta mengakibatkan
terjadinya pencemaran air di lingkungan sekitar, dan oleh karenanya investasi yang
telah ditanamkan menjadi sia-sia.
Pada dasarnya telah cukup banyak opsi teknologi pengolahan air limbah
yang dapat diterapkan. Kesulitan timbul pada saat pemilihan teknologi yang paling
tepat dan efisien terkait kondisi lingkungan yang ada, khususnya untuk daerah
spesifik. Langkah penyesuaian perlu dilakukan agar teknologi yang ada dapat
diterapkan. Berikut beberapa Opsi Teknologi Pengolahan yang Tersedia.
27

A. Tangki Septik Konvensional


Fungsi tangki septik konvensional adalah untuk mengolah air limbah
domestik dengan memanfaatkan proses biologis melalui pemisahan padatan dari
cairan dimana padatan tersebut akan secara anaerobik terdekomposisi sementara
airnya akan dialirkan ke sistem pembuangan. Tangki septik konvensional yang
dilengkapi dengan sistem resapan merupakan metode yang paling umum untuk
pengolahan air limbah rumah tangga dari perumahan yang tidak tersambung dengan
sistem perpipaan air buangan. Tangki septik konvensional merupakan sistem
pengolahan air limbah rumah tangga yang paling banyak digunakan untuk sistem
individual di Indonesia.

Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi


Gambar II.6 Tangki Septik Konvensional

B. Anaerobic Baffled Reactor


Anaerobic baffled reactor (ABR) dapat dikatakan sebagai pengembangan
tangki septik konvensional. ABR terdiri dari kompartemen pengendap yang diikuti
oleh beberapa reaktor baffle. Baffle ini digunakan untuk mengarahkan aliran air ke
atas (upflow) melalui beberapa seri reaktor selimut lumpur (sludge blanket).
Konfigurasi ini memberikan waktu kontak yang lebih lama antara biomasa
anaerobik dengan air limbah sehingga akan meningkatkan kinerja pengolahan. Dari
setiap kompartemen tersebut akan dihasilkan gas.
28

Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi


Gambar II.7 Anaerobic Baffled Reactor

Teknologi sanitasi ini dirancang menggunakan beberapa baffle vertikal


yang akan memaksa air limbah mengalir keatas melalui media lumpur aktif. Pada
ABR ini terdapat tiga zone operasional: asidifikasi, fermentasi, dan buffer. Zone
asidifikasi terjadi pada kompartemen pertama dimana nilai pH akan menurun
karena terbentuknya asam lemak volatil dan setelahnya akan meningkat lagi karena
meningkatnya kapasitas buffer. Zona buffer digunakan untuk menjaga agar proses
berjalan dengan baik. Gas methan dihasilkan pada zona fermentasi.
C. Anaerobic Upflow Filter Anaerobic upflow filter (AUF)
merupakan proses pengolahan air limbah dengan metode pengaliran air
limbah ke atas melalui media filter anaerobik. Sistem AUF ini memiliki waktu
detensi yang panjang dan akan menghasilkan efluen anaerob serta biasanya
digunakan untuk mengolah air limbah yang telah diolah sebelumnya dan juga perlu
ada pengolahan lanjutan untuk mendapatkan efluen yang memenuhi standar.

Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi

Gambar II.8 Anaerobic Upflow Filter Anaerobic upflow filter (AUF)


29

Mekanisme dasar pengolahan pada sistem ini adalah secara fisik, yaitu
flokulasi, sedimentasi dan adsorpsi. Proses atau reaksi biologis secara anaerob
sangatlah lambat dan tidak memiliki dampak penurunan BOD yang signifikan
kecuali dengan waktu detensi yang lama. Namun beberapa organik toksik dapat
dikurangi melalui mekanisme fisik dan presipitasi kimiawi (misalnya dengan sulfit)
pada waktu detensi yang lebih pendek.(Onsite Wastewater Treatment Systems
Technology Fact dalam Buku Penuntun Opsi Sanitasi)

D. Rotating Biological Contactor


Biological contactor (RBC) merupakan salah satu sistem pengolahan air
limbah secara aerobik dengan sistem lapisan tetap (aerobic fixed film system). RBC
sendiri merupakan media tempat menempelnya mikroorganisme aerobik. Dalam
sistem RBC terdapat tiga unit utama, yaitu: (Elisabeth v. Münch dalam Buku
Penuntun Opsi Sanitasi) a. Zona primer: tangki sedimentasi dimana air limbah
masuk dan padatan akan terendapkan untuk kemudian dibuang dengan penyedotan.
Proses anaerobik dapat pula terjadi pada zona ini b. RBC: dimana pengolahan
secara biologis terjadi. Sejumlah cakram (disk) menempel pada tuas pemutar dan
sebagian dari cakram ini akan terendam oleh air buangan sehingga akan terbentuk
lingkungan biomasa aktif pada media. RBC ini secara perlahan berputar pada
porosnya sehingga biomasa yang ada dapat kontak dengan air limbah maupun
oksigen di atmosfir secara bergantian c. Zona pengendapan akhir: dimana terjadi
pengendapan campuran air limbah yang telah terolah dan biomasa yang berlebih.

Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi

Gambar II.9 Rotating Biological Contactor


30

E. Biofiltrasi
Biofiltrasi merupakan teknologi pengolahan air limbah yang memanfaatkan
material hidup untuk menangkap dan secara biologis mendegradasi polutan
didalamnya. Biofiltrasi air limbah domestik merupakan proses pengolahan yang
unik dibandingkan dengan pengolahan biologis lainnya dimana mikroorganisme
menempel pada media kontak dan air limbah dialirkan melewatinya untuk diolah.
Teknologi biofiltrasi ini secara umum dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu (a)
sistem konvensional dimana mikroorganisme menempel secara alami pada media
kontak dan (b) penempelan mikroorganisme secara artifisial pada material polimer.
Dalam sistem biofiltrasi modern, mikroorganisme ditempelkan pada media kontak
atau diperangkap dalam suatu membran sehingga dapat lebih meningkatkan
penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dibandingkan dengan teknologi biofiltrasi
konvensional. Lebih jauh lagi, penyisihan BOD dan padatan tersuspensi dalam air
limbah dapat tercapai dengan baik apabila mekanisme dan parameter yang
mempengaruhi kekuatan penempelan biofilm pada permukaan artifisial dapat
diketahui dan dikontrol.(Pract. Periodical of Haz., Toxic, and Radioactive Waste
Mgmt, Buku Penuntun Opsi Sanitasi).
F. Tripikon-S dan T-Pikon-H
Tripikon-S (Tri/Tiga Pipa Konsentris-Septik) merupakan salah satu
alternatif pengolahan air limbah domestik yang pada awalnya dikembangkan oleh
Laboratorium Teknik Sipil Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Teknologi ini
dikembangkan untuk menjawab tantangan kondisi lingkungan yang dihadapi di
daerah yang terpengaruh pasang surut, seperti misalnya daerah pesisir pantai,
muara, sungai, maupun rawa. Teknologi ini dapat diterapkan untuk toilet individual
maupun komunal. Kemudian teknologi Tripikon-S ini dikembangkan lebih lanjut
oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan melakukan perubahan dan
rancang ulang sistem, menghasilkan T-Pikon-H (T Pipa Horisontal). Pengolahan
yang terjadi dalam T-Pikon-H ini adalah secara semi-aerob dan anaerob.
31

Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi

Gambar II.10 Tripikon-S (kiri) dan T-Pikon-H (kanan)

Kinerja kedua sistem ini masih perlu dikaji lebih lanjut, namun bila dilihat
dari ide pengolahannya, maka sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pengolahan air limbah yang potensial untuk dikembangkan. Dalam studi ini, sistem
T-Pikon-H menjadi salah satu rekomendasi, dengan catatan bahwa kinerja
pengolahan belum diketahui secara pasti.
Teknologi pengolahan yang ada memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Berikut perbandingan alternatif pemilihan teknologi dalam
pengelolaan air limbah domestik sistem setempat :
32

Tabel II.4 Pemilihan Teknologi Pemilihan Pengolahan Air Limbah


Opsi Teknologi Kesesuaian di
Aplikasi Pemliharaan Kelebihan Kekurangan
Pengolahan daerah sulit
• Cocok untuk jamban pribadi • Pengurasan harus • Dapat menggunakan • Efisiensi pengolahan • Rumah di
ataupun jamban bersam berkala 2-3 tahun material lokal (reduksi BOD) rendah 50 darat
• Hanya mengolah black water • Tidak boleh ada • Jangka pelayan - 60%
saja, kecuali telah dilakukan bahan kimia Panjang • Tidak boleh terkena banjir
pengolahan pendahuluan pada berbahaya masuk ke • Bebas masalah • Efluen dan lumpur tinja
grey water. dalam septik gangguan lingkungan masih perlu Pengolahan
• Untuk kondisi muka air > 2 m • Lumpur hasil apabila dirancang lanjutan
dan permeabilitas air > 2 x 1O- Pengurasan harus dengan benar • Memerlukan sumber air
2m/jam, dibuang ke instalasi • Biaya investasi rendah yang konstan
• jumlah jiwa 10 s/d 50 jiwa pengolahan lumpur • Memerlukan lahan yang
digunakan bidang resapan tinja kecil
• Untuk kondisi muka air > 2 m • Tidak membutuhkan
Sistem Tangki dan permeabilitas air > 2 x 1O- energi listrik
Septik 2m/jam jumlah jiwa < 10 jiwa
digunakan sumur resapan
• Tidak boleh di daerah Mata Air
Tanah tinggi
• Tidak boleh diterapkan di daerah
padat
• Harus memiliki akses
pengurasan
• Jarak sistem resapan ke sumber
air bersih 10 m

• Pengurasan harus • Dapat menggunakan • Rumah


Berkala 2-3 tahun material lokal panggung
33

Opsi Teknologi Kesesuaian di


Aplikasi Pemliharaan Kelebihan Kekurangan
Pengolahan daerah sulit
• Cocok untuk jamban pribadi • Tidak boleh ada • Jangka pelayan • Efisiensi pengolahan • Rumah di
ataupun jamban Bersama dengan bahan kimia Panjang 2-3 tahun (reduksi BOD) rendah 50 darat
pemakai < 50 orang (10 KK) berbahaya masuk ke • Biaya investasi rendah - 60%
Sistem Tangki • Cocok untuk daerah Mata Air dalam tangka septik • Tidak membutuhkan • Tidak boleh terkena banjir
Septik dengan Tanah tinggi • Lumpur hasil energi listrik • Efluen dan lumpur tinja
Up-Flow Filter • Harus memiliki akses Pengurasan harus • Dapat mengolah black masih perlu Pengolahan
pengurasan dibuang ke instalasi water dan grey water lanjutan
• Memerlukan sumber air
yang konstan
• Cocok untuk lingkungan kecil • Pengendalian lumpur • Tahan terhadap • Memerlukan sumber air • Rumah
• Dapat mengolah black water dan harus dilakukan di fluktuasi beban hidrolis yang konstan panggung
gray water setiap kompartemen dan zat organik • Efluen perlu pengolahan • Rumah di
• ABR terpusat untuk menceqah • Dapat mengolah black laniutan sebelum dibuang darat
• sangat cocok jika teknologi busa/lapisan kotoran water dan gray water • Lumpur perlu pengolahan
penyedotan dan penqanqkutan terlalu tebal • Dapat menggunakan lanjutan
lumpur tinja sudah ada • Lumpur harus dikuras material lokal • Penurunan zat Patogen
• Tidak boleh diterapkan di daerah setiap 2-3 tahun • Umur pelayanan rendah
MAT tinggi • Lumpur hasil panjang
Anaerobic • Harus memiliki akses pengurasan harus • Efisiensi pengolahan
Baffled Reactor pengurasan lumpur tinja dibuang ke instalasi zat Organic tinggi
pengolahan lumpur
tinja
34

Opsi Teknologi Kesesuaian di


Aplikasi Pemliharaan Kelebihan Kekurangan
Pengolahan daerah sulit
• Untuk rumah individual dan • Perlu dilakukan • Penurunan zat organic • Pori-pori filter mudah • Rumah
beberapa rumah pembersihan filter tinggi tersumbat apabila masih panggung
• Bisa mengolah black water dan secara berkala • Dapat mengatasi beban ada padatan terbawa • Rumah di
grey water zat organik hingga 10 setelah Pengolahan darat
• Merupakan unit pengolahan Kg BOD/m3/hari Primer
Upflow lanjutan setelah unit pengolahan • Material filter dapat • Tidak boleh terendam
Anaerobic Filter primer menggunakan bahan banjir
(UAF) • Cocok untuk meningkatkan lokal • Pengolahan pendahuluan
kualitas efluen sebelum • Efluen dapat langsung diperlukan untuk
• Tidak boleh terendam banjir dibuang ke badan air mencegah penyumbatan
penerima

• Dapat digunakan secara komunal • Pencucian dengan • Kebutuhan lahan kecil • Media kontak tidak • Rumah
dan kawasan penyemprotan • Dapat bertahan tersedia di pasar panggung
• Merupakan unit pengolahan piringan yang terhadap kejutan beban • Biaya investasi Peralatan • Rumah di
lanjutan setelah pengolahan mengandung organik dan hidrolis mekanikal tinggi darat
pendahuluan biomassa berlebih • Efisiensi penurunan • Harus terlindung dari
• Sasarannya untuk diterapkan setiap satu atau dua BOD tinggi (9O - 95) % hujan angin, sinar
Rotating pada jumlah bulan • Kebutuhan matahari
• penduduk kecil sampai • Pelumasan dengan pemeliharaan dan • Resiko kerusakan pada
Biological
menengah minyak pelumas energi rendah peralatan pemutar dan
Contactor (RBC)
• Ukuran paling kecil untuk 10- untuk bagian • Pengeringan kelebihan media
15KK peralatan yang lumpur mudah • Biaya O & M tinggi
• Tersedia dalam bentuk unit bergerak dilakukan • Dapat timbul bau
modul • Pembersihan lumpur
tinja yang mengendap
setiap satu atau dua
bulan
35

Opsi Teknologi Kesesuaian di


Aplikasi Pemliharaan Kelebihan Kekurangan
Pengolahan daerah sulit
• Dapat digunakan untuk sistem • Tidak boleh ada • Tidak memerlukan • Tidak dapat dibuat di • Rumah Apung
individual maupun komunal sampah yang masuk sistem peresapan lapangan • Rumah
• Cocok diterapkan di daerah ke dalam sistem • Mudah dalam • Suku cadang terkadang panggung
MAT tinggi dan daerah spesifik • Pengurasan harus Pemasangan sulit didapatkan, tcrutama • Rumah di
• Perlu ada struktur khusus dalam berkala > 6 tahun • Mobilisasi peralatan untuk daerah di luar Pulau darat
pemasangannya relatif mudah Jawa
• Efisiensi penurunan
Biofilter BOD bisa lebih dari 90
% - 97 %
• Efluen aman untuk
dibuang ke badan air,
apalagi bila diikuti
dengan klorinasi
• Terbuat dari fiberglass
(anti bocor dan tahan
karat)
• Dapat digunakan untuk system • Tidak boleh ada • Dapat menggunakan • Kapasitas pengolahannya • Rumah
individual sampah yang masuk material lokal kecil panggung
• Cocok diterapkan di daerah ke dalam sistem • Kebutuhan lahan kecil • Sulit dalam melakukan • Rumah di
Tripikon-S
MAT tinggi • Efisiensi penurunan pengurasan darat
• Sasarannya untuk diterapkan BOD5 sekitar 75 % • Efisiensi pengolahan
skala individual belum diketahui secara
• Digunakan hanya untuk jelas
mengolah black water
• Sangat cocok diterapkan di • Tidak boleh ada • Dapat menggunakan • Semakin besar kapasitas • Rumah Apung
rumah apung sampah yang masuk material lokal makin semakin besar pula • Rumah
• Diterapkan untuk skala ke dalam sistem • Dapat dikerjakan oleh lahan yang diperlukan panggung
T-Pikon-H
individual atau komunal kecil tenaga lokal • Pengurasan sulit • Rumah di
• Digunakan hanya untuk dilakukan darat
mengolah black water
Sumber : Buku Penuntun Opsi Sanitasi Yang Terjangkau Untuk Daerah Spesifik,WSP
36

Pada tabel diatas dapat dilihat beberapa pilihan alternatif dalam pengolahan
air limbah domestik sistem setempat. Pemilihan alternatif teknologi dipilih
berdasarkan pertimbangan Aspek Teknis Dan Aspek Non-Teknis. Berikut dasar
pertimbangan teknis dan non-teknis yang dimaksud:
Tabel II.5 Deskripsi dan Pengaruh Aspek Teknis Terhadap Keterjangkauan
dan Keberlanjutan Sistem Sanitasi
Aspek Deskripsi Pengaruh
Dasar Pertimbangan Teknis
Biaya Biaya investasi adalah total biaya pembangunan fasilitas
Investasi sanitasi. Tinggi rendahnya biaya investasi ditentukan dari total
investasi dibandingkan dengan jumlah KK yang dilayani. Biaya Keterjangkauan
investasi ini bisa berasal dari masyarakat, pemerintah, LSM
ataupun lembaga donor atau swasta lainnya
Kemudahan Keinginan masyarakat untuk memiliki sarana sanitasi tidak
dalam terlepas dari kesulitan atau kemudahan pembangunannya. Keberlanjutan
pembangunan Fasilitas sanitasi yang akan dibangun harus memiliki konstruksi &
yang dapat dibangun oleh masyarakat sehingga keterlibatan Keterjangkauan
masyarakat akan meningkatkan rasa kepemilikannya
Kesesuaian Kesesuaian desain berkaitan dengan kesesuaian struktur yang
desain dibangun di daerah spesifik tertentu. Sarana sanitasi dapat
Keberlanjutan
terhadap dikatakan sesuai apabila mampu mengantisipasi berbagai
lingkungan karakteristik lingkungannya
Kinerja Kinerja pengolahan tidak menjadi penentu keterjangkauan
pengolaha maupun keberlanjutan suatu sistem pengolahan, namun aspek
ini penting untuk menentukan efektifitas sistem pengolahan dan Lingkungan
mengurangi risiko pencemaran lingkungan sebagai tujuan
utama pengolahan air buangan
Daya tahan Daya tahan struktur suatu sistem pengolahan terhadap kondisi
struktur lingkungan dapat mempengaruhi keberlanjutan suatu sistem.
Keberlanjutan
Semakin kokoh strukturnya, maka kalkulasi nilai investasi akan
semakin rendah
Kemungkinan Desain sistem pengolahan yang sederhana dan berbiaya rendah
replikasi lebih mudah untuk direplikasi. Sistem pengolahan diharapkan
Keterjangkauan
dapat direplikasi oleh anggota masyarakat ataupun pemerintah
daerah
Akses Akses pengurasan tinja sangat berpengaruh terhadap
Keberlanjutan
pengurasan keberlanjutan suatu sistem pengolahan karena pengurasan tinja
&
tinja merupakan hal yang sangat penting dalam mempertahankan
Keterjangkauan
kinerja pengolahan
Kemudahan Sistem O&M yang mudah akan meningkatkan kinerja
dalam O&M pengolahan. Sistem O&M yang rumit dan sulit untuk dilakukan
Keberlanjutan
akan mengurangi keinginan pengguna terutama pengelola untuk
&
menjaga keberlanjutan sistem. Hal inipun terkait kondisi dimana
Keterjangkauan
pekerjaan O&M yang dilakukan dipandang kotor dan
menjijikan
Ketersediaan Ketersediaan suku cadang di pasar lokal sangat penting untuk
suku cadang menjaga keberlanjutan suatu sistem. Kesulitan mencari suku
cadang mengganggu kinerja sistem. Kerusakan sistem akan Keberlanjutan
menimbulkan berbagai masalah seperti bau dari pipa yang bocor
dan masuknya air laut ke dalam sistem
Sumber : Buku Penuntun Opsi sanitasi di daerah spesifik,WSP
37

Tabel II.6 Deskripsi dan Pengaruh Aspek Teknis Terhadap Keterjangkauan


dan Keberlanjutan Sistem Sanitasi
Aspek Deskripsi Pengaruh
Penerimaan Aspek ini sangat penting untuk keberlanjutan oleh karena
serta keinginan sistem yang dapat diterima oleh masyarakat akan
membayar dari meningkatkan keinginan masyarakat untuk tersambung ke Keberlanjutan
masyarakat sistem yang ada serta membayar layanan (kebutuhan
ekonomi)
Keberadaan Keberadaan pengelola fasilitas sanitasi sangat penting
pengelola untuk memastikan keberlanjutan fasilitas terutama dalam
Keberlanjutan
hal pengelolaan pemungutan tarif, supervisi, operasi dan
pemeliharaan, perbaikan, dan penyedotan tinja
Biaya O&M Dana yang diperoleh dari pemungutan tarif diperlukan
untuk memastikan bahwa O&M dilaksanakan secara benar,
termasuk biaya penyedotan, perbaikan, dan lain-lain.
Keterjangkauan
Semakin rendah biaya O&M, semakin rendah tarif yang
harus dibayar oleh pengguna sehingga membuat sistem
lebih terjangkau
Peran Pemerintah daerah perlu menjamin bahwa layanan
pemerintah penyedotan tinja tersedia dan tempat pembuangan lumpur
Keberlanjutan
dalam tinja dilakukan secara aman (misalnya dengan adanya
& Lingkungan
penyedotan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Layanan penyedotan
dapat dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasta
Pemantauan Pemerintah daerah seharusnya melakukan pemantauan
dari terhadap fasilitas sanitasi yang ada secara berkala untuk
pemerintah memastikan fasilitas tersebut beroperasi secara baik,
daerah mengevaluasi keuntungan dan kerugian sistem yang ada, Keberlanjutan
serta memberikan dukungan apabila diperlukan.
Pemantauan secara berkala akan membantu memastikan
keberlanjutan sistem dan juga perencanaaan pengembangan
Sumber : Buku Penuntun Opsi sanitasi di daerah spesifik,WSP

2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


2.4.1 Faktor Ekonomi
Jika dilihat dari faktor ekonomi, maka penghasilan adalah salah satu faktor
yang memengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi, lingkungan dan
perumahan. Kemampuan anggaran rumah tangga juga dapat memengaruhi
kecepatan untuk meminta pertolongan apabila anggota keluarganya sakit
(Widoyono, 2008). Terdapat perbedaan antara upah minimum dengan pendapatan,
jika pendapatan adalah uang yang diterima tanpa bekerja permintaan untuk modal
kesehatan mungkin lebih kecil karena pendapatan tidak secara langsung
mengurangi status kesehatan. Pendapatan yang diterima tidak secara langsung
berhubungan dalam memberi keuntungan atau kerugian atau memberi manfaat
kesehatan. Akibatnya, tingkat optimalisasi dalam permintaan kesehatan untuk
setiap individu menurun dan penurunan dalam permintaan perawatan kesehatan
(Amalia, 2009) Menurut Faturrahman dan Mollo yang dikutip dari Sumiarto (2003)
38

tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada


status kesehatan masyarakat.
2.4.2 Faktor Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan kemampuan menerima informasi
kesehatan dari media massa dan petugas kesehatan. Banyak kasus kesakitan dan
kematian masyarakat diakibatkan rendahnya tingkat pendidikan penduduk. Suatu
laporan dari negara bagian Kerala di India Utara menyatakan bahwa status
kesehatan di sana sangat baik, jauh di atas rata-rata status kesehatan nasional.
Setelah ditelusuri ternyata tingkat pendidikan kaum wanitanya sangat tinggi di atas
kaum pria (Widoyono, 2008). Jenjang pendidikan memegang peranan penting
dalam kesehatan masyarakat. Pendidikan masyarakat yang rendah menjadikan
mereka sulit diberi tahu mengenai pentingnya higyene perorangan dan sanitasi
lingkungan untuk mencegah terjangkitnya penyakit menular. Dengan sulitnya
mereka menerima penyuluhan, menyebabkan mereka tidak peduli terhadap upaya
pencegahan penyakit menular (Sander, 2005). 23 Tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sikap menuju perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan yang tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat memperoleh
dan mencerna informasi untuk kemudian menentukan pilihan dalam pelayanan
kesehatan dan menerapkan hidup sehat. Tingkat pendidikan, khususnya tingkat
pendidikan wanita memengaruhi derajat kesehatan (Depkes RI, 1999).
2.5 Kawasan Perbatasan
2.5.1 Pengertian Perbatasan Negara
Perbatasan negara adalah garis yang memisahkan dua wilayah politik atau
yurisdiksi seperti negara, perbatasan negara memiliki peran penting dalam
pemanfaatan kekayaan alam dan menjaga keamanan dan keutuhan wilayah.
menurut para ahli geografi politik, pengertian dari perbatasan dapat dibedakan
menjadi dua yaitu boundary dan frontier. Boundary merupakan Batasan yang
digunakan digunakan karena fungsinya yang mengikat atau membatasi (bound or
limit) negara sebagai suatu unit spasial politik yang berdaulat, sedangkan frontier
adalah batas yang digunakan untuk menyebut perbatasan karena posisinya yang
terletak di depan (front) atau di belakang (hinterland) dari suatu negara. Kedua
39

perbatasan ini memiliki arti dan makna yang berbeda namun keduanya memiliki
nilai strategis bagi kedaulatan wilayah negara.

2.5.2 Klasifikasi Wilayah Perbatasan Antar Negara


Dalam perspektif geografi dan politik , batas wilayah suatu negara dapat
dibedakan menjadi dua yaitu menurut klasifikasi fungsional dan klasifikasi
morfologis. Klasifikasi fungsional merupakan perbatasan yang digolongkan
berdasarkan sifat relasi diantara garis perbatasan da perkembangan bentang lahan
budaya dari negara yang dipisah. Menurut Harsthorne, 7 klasifikasi secara
fungsional dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu:

1. Antesedent boundaries
Antesedent boundaries yaitu perbatasan yang terbentuk karena negara-negara
baru yang saling mendahului memasang atau menetapkan batas terluarnya. Jadi
terbentuknya perbatasan ini sebelum terjadinya bentang lahan budaya.
2. Subsequent boundaries
Subsequent boundaries yaitu perbatasan yang terbentuk setelah adanya cultural
landscape dan pembuatannya setelah ada perundingan dan persetujuan bersama
antar dua negara. Perbatasan ini mengikuti perbedaanetnik kultural khusunya
dalam hal Bahasa dan agama.
3. Superimposed boundaries
Superimposed boundaries yaitu jenis atau tipe perbatasan yang proses
terbentuknya sama dengan subsequent boundaries namun tidak berkaitan
dengan pembagian secara sosio kultural. Hal ini disebabkan karena di luar pihak
yang semestinya mengadakan perundingan atau perjanjian terdapat kekuatan-
kekuatan lain dari luar yang ikut berkepentingan.
4. Relic boundaries
Relic boundaries yaitu garis perbatasan yang telah kehilangan fungsi politisnya
terutama di bentang budayanya. Tipe ini biasanya terjadi pada suatu negara
yang secara sukarela maupun melalui proses imperialisme masuk ke dalam
wilayah negara lain.
Klasifikasi morfologis adalah penggolongan perbatasan negara berdasarkan
proses terbentuknya. Berdasarkan morfologinya perbatasan dapat dibedakan
menjadi dua tipe, yaitu:
40

1. Artificial boundaries, yaitu perbatasan yang tanda batasnya merupakan


buatan manusia.
2. Natural boundaries, yaitu perbatasan yang terbentuk karena proses alamiah.

Dalam hukum internasional, perbatasan wilayah antar dua negara harus


dibuat berdasarkan perjanjian antara kedua negara bersangkutan.10 Perbatasan
negara pada hakekatnya dapat terjadi di wilayah darat dan wilayah perairan.
Khususnya untuk perbatasan di wilayah darat dapat burpa batasan yang ditentukan
oleh kondisi-kondisi alam (misalnya gunung, sungai atau laut) dan perbatasan yang
ditentukan oleh kondisi- kondisi buatan (misalnya tonggak atau patok, pagar, atau
garis imajiner). Oscar J. Martinez, mengkategorikanbperbatasan ke dalam empat
tipe, yaitu:

1. Alienated borderland:
suatu wilayah perbatasan yang tidak terjadi aktifitas lintas batas, sebagai akibat
berkecamuknya perang, konflik, dominasi nasionalisme, kebencian
ideologis,permusuhan agama, perbedaan kebudayaan dan persaingan etnik.
2. Coexistent borderland:
suatu wilayah perbatasan di mana konflik lintas batas bisa ditekan sampai ke
tingkat yang bisa dikendalikan meskipun masih muncul persoalan yang
terselesaikan misalnya yang berkaitan dengan masalah kepemilikan
sumberdaya strategis di perbatasan.
3. Interdependent borderland:
suatu wilayah perbatasan yang di kedua sisinya secara simbolik dihubungkan
oleh hubungan internasional yang relatif stabil. Penduduk di kedua bagian
daerah perbatasan, juga dikedua negara terlibat dalam berbagai kegiatan
perekonomian yang saling menguntungkan dan kurang lebih dalam tingkat yang
setara, misalnya salah satu pihak mempunyai fasilitas produksi sementara yang
lain memiliki tenaga kerja yang murah.
4. Integrated borderland
suatu wilayah perbatasan yang kegiatan ekonominya merupakan sebuah
kesatuan, nasionalisme jauh menyurut pada kedua negara dan keduanya
tergabung dalam sebuah persekutuan yang erat.
41

2.5.3 Pengelolaan Kawasan Perbatasan dalam Penataan Ruang


Dalam sistem penataan ruang, perspektif pengeloaan perbatasan negara
didasarkan pada perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang di kawasan perbatasan. Hal ini menitikberatkan pada upaya
mengelola perbatasan dengan menggunakan perspektif ruang/kewilayahan,
sehingga mengelola perbatasan tidak lagi dipandang secara parsial/sektoral,
melainkan terintegrasi dalam satu kesatuan ruang yang utuh. Maka rencana
tata ruang merupakan dasar dalam memanfaatkan ruang di kawasan perbatasan,
begitu pula sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
perbatasan. Dalam sistem penataan ruang, rencana tata ruang yang secara
khusus mengatur pemanfaatan ruang di kawasan perbatasan terdiri dari
perencanaan pada tingkat makro dan mikro.
Pada tingkat makro, pemanfaatan ruang di kawasan perbatasan diatur di
dalam "Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional (KSN) Perbatasan
Negara", yang mengatur pemanfaatan ruang kawasan perbatasan dalam lingkup
makro, melalui pengaturan struktur dan pola ruang regional. Sedangkan pada
tingkat mikro, diposisikan pada "Rencana Detail Tata Ruang" yang mengatur
pemanfaatan blok di kecamatan (Lokpri) yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga. Oleh karenanya, terkait dengan perencanaan pengelolaan
perbatasan negara, rencana induk pengelolaan perbatasan negara harus sinkron
dengan produk rencana tata ruang baik di tingkat makro maupun mikro.
Produk rencana tata ruang ini akan menghasilkan program-program
pemanfaatan ruang, yang dapat menjadi referensi utama dalam pemanfaatan ruang
di kawasan perbatasan, serta penyusunan program dan penganggaran
pembangunan, sehingga muatan di dalamnya perlu menjadi acuan dalam
merumuskan rencana induk pengelolaan perbatasan negara. Tidak hanya darat,
ruang dalam perspektif perbatasan juga dikenal dalam perspektif perbatasan laut.

2.6 Kajian Kebijakan


2.6.1 Peraturan menteri Nomor 04/PRT/M/2017 Tentang Penyelenggaraan
Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Peraturan Menteri tentang penyelenggaraan sistem pengelolaan air limbah
domestik dimaksudkan sebagai pedoman bagi penyelenggara SPALD agar dapat
42

mewujudkan penyelenggaraan yang efektif, efesien, berwawasan lingkungan, dan


berkelanjutan dilingkup penyelenggara, perencaan, konstruksi, pengoperasian,
pemeliharaan, pemanfaatan, kelembagaan, pembiayaan, pengawasan dan lain-lain.
Dalam peraturan Menteri ini evaluasi bagian dari pengawasan yang merupakan :
1. Evaluasi penyelenggaraan SPALD bertujuan untuk mengukur keberhasilan
dan mengidentifikasi hambatan pelaksanaan penyelenggaraan SPALD.
2. Evaluasi dilaksanakan dengan cara membandingkan hasil pemantauan, baik
bersifat teknis maupun non teknis.
3. Hasil pemantauan dan evaluasi digunakan sebagai bahan masukan untuk
peningkatan kinerja penyelenggaraan SPALD dan perumusan tindak turun
tangan sesuai dengan kewenangannya.
Pengumpulan data terkait kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah rencana
meliputi:
1. Data sumber mata pencaharian;
2. Penilaian kemiskinan;
3. Profil kesehatan penduduk, jenis penyakit, dan jumlah prasarana kesehatan;
4. Kesadaran terhadap pengelolaan air limbah domestik; dan
5. Kesediaan membayar untuk layanan sanitasi.
Pengumpulan data terkait kondisi Teknis dan Non-Teknis masyarakat daerah
rencana meliputi:
Teknis:
Data teknis yang diperlukan untuk SPALD-S antara lain meliputi:
1. Data area pelayanan SPALD-S;
2. Data Kepala Keluarga (KK) yang menggunakan cubluk dan tangki septik;
3. Data Sarana Pengangkutan Lumpur Tinja meliputi jumlah sarana, jenis sarana,
4. Data IPLT meliputi jumlah dan luas IPLT, tahun pembangunan, proses
pengolahan lumpur tinja, data efluen dari IPLT, kelengkapan prasarana dan
sarana pendukung, disertai dengan denah lokasi dan diagram proses
pengolahan.
Non Teknis:
1. Kondisi keuangan
2. Kondisi manajemen administrasi
43

3. Kinerja kelembagaan
4. Peran serta masyarakat
Kriteria dasar pemilihan sistem pengelolaan air limbah domestik secara off-site
dan on site:
Penerapan sistem off-site : Kepadatan penduduk >150 jiwa/Ha(15,000 jiwa/Km2) ,
kedalaman air tanah < 2 m, , kemampuan pembiayaan pemda. Dan Kemiringan
tanahnya kurang dari 2%.
Penerapan sistem on-site : Kepadatan penduduk <150 jiwa/Ha , kedalaman air tanah
>2 m, kemampuan pembiayaan pemda. Dan Kemiringan tanahnya kurang dari 2%.
2.6.2 Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 03 Tahun
2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan
Anambas Tahun 2011 – 2031
Di dalam Perda Kabupaten Kepulauan Anambas Nomor 03 tahun Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut hal-hal yang berkaitan dengan air limbah
domestik, antara lain:
Sarana dan prasarana air limbah terdiri atas:
1. Sarana Dan Prasarana Limbah Domestik;
2. Sarana Dan Prasarana Limbah Industri; Dan
3. Sarana Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3).
Sarana dan prasarana limbah domestik meliputi a) pengelolaan air limbah
kawasan permukiman perkotaan; b) pengelolaan air limbah kawasan permukiman
pedesaan; c) pengembangan septik tank individual; d) pengembangan Instalasi
Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
44

2.7 Kajian Studi Terdahulu


Sebelum melakukan suatu penelitian kita terlebih dahulu harus memahami
tentang apa yang akan dilakukan. Memahami dapat diperoleh dengan cara mencari
studi terdahulu yang berkaitan dengan tinjauan studi.studi terdahulu juga
diharapkan dapat menjadi acuan sebelum melakukan penelitian agar dapat mecapai
tujuan akhir studi, dengan melihat bagaimana proses pemecahan masalah yang telah
dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Adapun beberapa kajian studi
terdahulu yang terkait, dapat dilihat pada pemaparan di bawah ini.

2.7.1 Arahan Sistem Pengelolaan Limbah Domestik Di Sepanjang Daerah


Aliran Sungai Jamblang Dalam Mendukung Kegiatan Pertanian Di
Kabupaten Cirebon
Penulis : Dwi Restia Rachmawati (Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota,
Universitas Pasundan Bandung, Tugas Akhir, Tahun 2017).
Judul : Arahan Sistem Pengelolaan Limbah Domestik Di Sepanjang Daerah Aliran
Sungai Jamblang Dalam Mendukung Kegiatan Pertanian Di Kabupaten
Cirebon
1. Tujuan
Tujuan dari penelitian Arahan Sistem Pengelolaan Limbah Domestik di
Sepanjang Daerah Aliran Sungai Jamblang Dalam Mendukung Kegiatan Pertanian
di Kabupaten Cirebon ini yaitu untuk menemukenali Sistem Pengelolaan Limbah
Domestik di Sepanjang Daerah Aliran Sungai Jamblang dalam mendukung
kegiatan pertanian di Kabupaten Cirebon.
2. Metode Analisis
Metode analisis perencanaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
meliputi:
1. Analisis terkait permasalahan pencemaran air sungai dengan melihat
kandungan yang ada di dalam badan air (sungai) dan tingkat pencemaran yang
paling tinggi yang didukung oleh data-data lengkap seperti data kualitas air,
persepsi masyarakat, dan hasil survei lapangan yang memadai.
2. Identifikasi permasalahan air limbah terhadap kegiatan pertanian dengan
melihat dampak yang dihasilkan oleh limbah terhadap hasil pertanian dan hasil
persepsi masyarakat.
45

3. Pengolahan hasil kuesioner dengan mempresentasekan hasil perhitungan


responden pada penilaian terhadap besarnya pemahaman masyarakat tentang
pentingnya pengelolaan air limbah domestik.
4. Analisis permasalahan pencemaran air limbah dimasa mendatang (20 tahun
proyeksi) dilakukan dengan memproyeksikan pencemaran air limbah yang akan
terjadi meliputi proyeksi jumlah penduduk atau kepadatan penduduk, proyeksi
perkiraan kebutuhan air bersih/air minum dan proyeksi timbulan air limbah.
5. Memberikan arahan sistem prasarana pengelolaan air limbah berdasarkan
permasalahan pencemaran air limbah, kondisi wilayah, dan daya dukung
lingkungan.

2.7.2 Evaluasi Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Kota Ternate


Penulis : Muhammad Agus Umar, S.Pd, M.Sc (Sekolah Tinggi Pertanian
Labuha)
Judul : Evaluasi Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Kota Ternate
1. Maksud dan Tujuan
Tujuan dari penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Mengkaji peran serta masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestic,


b) Mengkaji peran pemerintah dan sistem pengelolaan air limbah domestik yang
telah dilakukan oleh pemerintah Kota Ternate
c) Menyusun alternatif strategi yang dapat dijadikan solusi dalam pengelolaan air
limbah domestik di Kota Ternate.
2. Metode Analisis
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Penelitian lebih
difokuskan pada penelitian lapangan (field research) yang dimaksudkan untuk
mengetahui permasalahan serta mendapatkan informasi data yang ada di lokasi
penelitian.
3. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a) Sistem pengelolaan air limbah domestik yang telah dilakukan oleh pemerintah
daerah saat ini yaitu mengalirkan air limbah domestik melalui jaringan drainase
46

dengan memanfaatkan kemiringan lereng daerah setempat dan akhirnya


dibuang ke badan air terdekat.
b) Tingkat peran masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik untuk jenis
balck water tergolong tinggi, namun air limbah jenis grey water tergolong
rendah.
c) Tingkat peran pemerintah dalam mengelola air limbah domestik tergolong
rendah.

2.7.3 Evaluasi Sistem Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) Komunal


Berbasis Masyarakat Di Kecamatan Panakukang Kotamadya
Makassar
Penulis : Muhammad Ali Akbar (Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar, Tugas Akhir 2015).
Judul : Evaluasi Sistem Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) Komunal
Berbasis Masyarakat Di Kecamatan Panakukang Kotamadya
Makassar
1. Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:
a) Mengetahui kinerja Sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal
berbasis masyarakat di Kecamatan Panakukang Kotamadya Makassar?
b) Mengetahui efektifitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal
berbasis masyarakat di Kecamatan Panakukang Kotamadya Makassar
berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan no. 69 Tahun 2010 tentang
baku mutu dan kerusakan lingkungan hidup?
2. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan adalah evaluasi dengam melakukan observasional
dengan pendekatan deskriptif dengan tujuan untuk mengevaluasi kinerja sistem
IPAL komunal berbasis masyarakat dan untuk mengetahui efektifitas IPAL
komunal berbasis masyarakat di Kecamatan Panakukang Kotamadya Makassar.

3. Kesimpulan
a) Didasarkan pada hasil pengujian kualitas effluent air limbah IPAL komunal
diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa ada tiga parameter pengujian yang
belum memenuhi standar baku mutu yaitu parameter TSS, BOD dan COD. Hal
47

ini disebabkan karena kurang optimalnya pemeliharaan oleh pengelola dan


masyarakat pengguna IPAL komunal itu sendiri.
b) Dari hasil evaluasi diperoleh tingkat efektifitas Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) komunal berbasis masyarakat di Kecamatan Panakukang
Kotamadya Makassar berkisar antara 63% - 84%. Tingkat efektifitas ini belum
cukup untuk kinerja optimal IPAL komunal di Kecamatan Panakukang
Kotamadya Makassar karena masih ada tiga parameter yang belum memenuhi
standar baku mutu air limbah yang telah ditetapkan oleh Peraturan Gubernur
Sulawesi Selatan no. 69 Tahun 2010. Parameter tersebut adalah TSS, BOD dan
COD.

2.7.4 Evaluasi Pengolahan Air Limbah Domestik dengan IPAL Komunal di


Kota Bogor
Penulis : Dhama Susanthi1*, Moh. Yanuar J. Purwanto2, Suprihatin3 (Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Dramaga, Bogor
166802Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor)
Judul : Evaluasi Pengolahan Air Limbah Domestik dengan IPAL Komunal di
Kota Bogor
1. Maksud Dan Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kualitas air buangan (efluen) hasil
pengolahan IPAL komunal di Kota Bogor.
2. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan November 2017 sampai dengan Januari 2018,
dengan mengambil sampel air limbah sebanyak 6 sampel dari 3 efluen IPAL
komunal (setiap lokasi dilakukan pengambilan sampel sebanyak dua kali pada jam
yang sama dan hari yang berbeda). Lokasi IPAL komunal tersebut adalah IPAL
komunal dan MCK++ dari Kelompok Swadaya Masyarakat/ KSM Amanah
(Kelurahan Sindangsari, Kecamatan Bogor Timur), KSM Rosella (Kelurahan
Pamoyanan, Kecamatan Bogor Selatan), dan KSM Cipendek Indah (Kelurahan
Bubulak, Kecamatan Bogor Barat). Koordinat lokasi IPAL komunal disampaikan
48

pada Tabel 1. Ketiga lokasi IPAL komunal dipilih karena telah beroperasi selama
5 tahun atau lebih.
3. Kesimpulan
Beberapa parameter efluen dari IPAL komunal yang telah beroperasi di Kota
Bogor teridentifikasi melebihi baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan RI No.P.68 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik.
Sebagai upaya meningkatkan kualitas efluen maka diperlukan optimalisasi
pengelolaan fasilitas IPAL komunal.

2.7.5 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih


Dan Sehat (PHBS)
Penulis : Akhmad Fauzianor ( Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta 2013)
Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat (Phbs) Tatanan Rumah Tangga Di Sudagaran Rw 12 Tegal
Rejo Yogyakarta
1. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan PHBS tatanan rumah tangga di Sudagaran RW 12
Tegal Rejo Yogyakarta.
2. Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitik dan variabel faktor-faktor yang mempengaruhi PHBS serta
populasi kepala keluarga.
3. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat ditarik simpulan bahwa. Sebagian besar tingkat
pengetahuan responden terhadap PHBS masuk dalam kategori baik. Sebagian besar
sikap responden terhadap PHBS masuk dalam kategori cukup. Untuk kondisi social
ekonomi. Rata-rata pendapatan responden masuk dalam kategori rendah dengan
Mayoritas tingkat pendidikan responden masuk dalam kategori dasar (SDSMP).
49

BAB III

GAMBARAN KONDISI

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Kepulauan Anambas


3.1.1 Letak Geografis, Administrasi dan Kondisi Fisik Kabupaten
Kepulauan Anambas
Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari gugusan
pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar di seluruh wilayah administrasinya dan
berbatasan langsung dengan negara lain atau laut internasional. Dengan jumlah
pulau sebanyak 255 pulau. Kepulauan Anambas terletak pada 2º10’0”- 3º40’0”LU
sampai dengan 105º15’0” - 106º45’0” BT, hal ini berdasarkan pada UU No 33
tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Kepulauan Anambas. Kabupaten
Kepualaun Anambas terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan kecil yang tersebar
di seluruh wilayah adminitrasinya dan berbatasan langsung dengan negara lain atau
lautan internasional. Dengan jumlah pulau sebanyak 255, tentunya memerlukan
penanganan khusus terkait dengan otoritas batas wilayah daerah. Keberadaan
Kabupaten Kepulauan Anambas secara administratif memiliki 7 (tujuh) kecamatan
yaitu: Kecamatan Jemaja, Kecamatan Jemaja Timur, Kecamatan Siantan Selatan,
Kecamatan Siantan, Kecamatan Siantan Timur, Kecamatan Siantan Tengah, dan
Kecamatan Palmatak. Kabupaten Kepulauan Anambas terdiri dari 2 Kelurahan dan
52 Desa dsn batas-batas wilayahbsebagia berikut:
Sebelah Utara : Laut Cina Selatan/ Vietnam

Sebelah Selatan : Kabupaten Bintan

Sebelah Barat : Laut Cina Selatan/Malaysia

Sebelah Timur : Kabupaten Natuna

Pada saat ini Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas memiliki luas sebesar
46.664 km² atau sekitar 2,47% dari luas Indonesia 1.890.754 km² dengan panjang
garis pantai adalah 1.128,57 km². Dari luas wilayah tersebut sebesar 634,37 km²
atau 63.437 Ha setara 1,36% merupakan wilayah daratan dan sebesar 46.029,27
km² atau setara 98,64% adalah lautan
51

Gambar III.1 Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Anambas


52

A. Kemiringan lahan
Berdasarkan kondisi fisiknya, gugusan Kepulauan Anambas merupakan tanah
berbukit dan bergunung batu, dataran rendah dan landai banyak ditemukan di
pinggit pantai. Ketinggian wilayah antar pulau cukup beragam, yaitu berkisar antara
3 sampai 959 meter dari permukaan air laut dengan kemiringan lahan di Kabupaten
Kepulauan anambas berkisar 5% sampai 25%.
B. Hidrologi
Keberadaan hidrologi di Kabupaten Kepulauan Anambas dapat dilihat dari 2
hal, yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan yang terdapat di wilayah
Kabupaten Kepulauan Anambas berupa sungai-sungai kecil yang berasal dari
pegunungan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber air minum.
Kedalaman muka air tanah yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas
berkisar 1 - 3 m wilayah dataran, sedangkan pada wilayah yang topografinya
berbukit-bukit kedalaman muka air tanah berkisar 1-7 m.
3.1.2 Kependudukan Kabupaten Kepulauan Anambas
A. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas mengalami peningkatan
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kecamatan dengan peningkatan jumlah
penduduk tertinggi dari tahun 2014 hingga tahun 2017 adalah Kecamatan Palmatak
sedangkan kecamatan degan peningkatan jumlah penduduk paling rendah adalah
Kecamatan Siantan Timur. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel III.1 Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Anambas
Jumlah Penduduk (orang)
Kecamatan Tahun
2014 2015 2016 2017
Jemaja 5.844 5920 5.994 6.066
Jemaja Timur 2.101 2.129 2.156 2.182
Siantan Selatan 3.409 3.454 3.496 3.538
Siantan 10.751 10.892 11.029 11.161
Siantan Timur 3.410 3.455 3.497 3.539
Siantan Tengah 2.818 2.855 2.891 2.926
Palmatak 11.559 11.713 11.858 12.754
Jumlah 39.892 40.418 40.921 41.412
Sumber: Kabupaten Anambas Dalam Angka tahun 2016,2017 dan 2018

Jumlah Penduduk Kabupaten Kepualaun Anambas sebesar 41.412 yang


terdiri dari 21.417 penduduk laki-laki dan 19.995 penduduk perempuan. Dengan
luas wilayah sebesar 590,14 km2 dengan total penduduk 41.412 Jiwa maka rat-rat tingkat
53

kepadatan penduduk adalah 70.17 Jiwa/ km2. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas sebesar 7,24% dengan Penyebaran penduduk bertumpu pada
Kecamatan Palmatak sebesar 12.754 Jiwa pada tahun 2017 atau 28,98% dari jumlah
penduduk di Kabupaten Kepulauan Anambas, sedangkan untuk jumlah penduduk
paling sedikit terdapat pada Kecamatan Jemaja Timur dengan jumlah penduduk
pada tahun 2017 sebesar 2.182 Jiwa atau 5,27% dari jumlah penduduk Kabupaten
Kepulauan Anambas.
B. Kondisi Pendidikan
Pendidikan memiliki peran penting terhadap keberhasilan program sanitasi
yang berkaitan dengan penyerapan informasi yang disampaikan kepada
masyarakat, terlebih dengan teknologi yang semakin berkembag pada saat ini
tentunya akan sangat memudahkan masyarakat dalam mengakses informasi
terutama di bidang sanitasi. Berikut merupakan jumlah penduduk berdasarkan
tingkat Pendidikan di Kabupaten Kepulauan Anambas tahun 2017 :
Tabel III.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kabupatenn
Kepulauan Anambas Tahun 2017
Tidak/ Belum
n D1/ D4/
Kecamatan Belum Tamat SD SMP SMA D3 S2
o D2 S1
Sekolah SD
1 Palmatak 5.009 1.216 3.844 933 1.241 86 132 280 13
siantan
1.304 533 1.100 210 223 10 14 48 3
2 selatan*
3 jemaja 715 2.108 578 653 114 169
4 siantan 3.842 1.202 3.054 1.084 2.147 114 815 38
siantan
1.741 426 1.339 217 200 15 14 57
5 timur
siantan
1.136 442 1.130 200 237 20 31 66 2
6 tengah
jemaja
451 995 282 333 38 47
7 timur*
13.57 1.4
jumlah 14.198 3.819 3.504 5.034 131 457 56
0 82
Sumber : Kabupaten Kepualaun Anambas Dalam Angka 2018

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk lebih dari 10
yang belum tamat SD memiliki jumlah yang paling dominan. Sedangkan untuk
penduduk yang memiliki Pendidikan Diploma I/II memiliki jumlah yang lebih kecil
dibandingkan dengan Pendidikan DIII/DIV/S1/S2/S3. Jenjang Pendidikan yang
rendah menjadikan masyakarat sulit diberitahu mengenai pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini berpengaruh terhadap pola perilaku hidup bersih dan
54

sehat khususnya pentingnya pengelolaan terhadap limbah domestik di Kabupaten


Kepulauan Anambas.

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
tidak/ belum SD SMP SMA D1/D2 D3 D4/S1 S2
belum tamat SD
sekolah

Palmatak siantan selatan* jemaja siantan


siantan timur siantan tengah jemaja timur*

Sumber : Kabupaten Kepualaun Anambas Dalam Angka 2018, diolah


Gambar III.2 Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Di
Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2017
Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa persentase penduduk lebih
dari 10 yang belum tamat SD memiliki proporsi yang paling dominan. Semakin
baik tingkat pendidikan masyarakat akan memberikan pemahaman yang lebih
tentang pentingnya menjaga kesehatan lingkungan dan penerapan prinsip-prinsip
perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan
dengan Kepala Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum bahwa tingkat
pemahaman masyarakat dan kebiasaan masyarakat yang tidak mau berubah
menjadikan masyarakat tidak memiliki perilaku hidup bersih dan sehat hal ini
dibuktikan dengan besarnya tingkat buang air besar sembarangan(BABs) sebesar
63,6% di Kabupaten Kepualaun Anambas.
C. Tingkat Kemiskinan Kabupaten Kepulauan Anambas
Tingkat kemiskinan akan berpengaruh terhadap status kesehatan masyarakat,
masyarakat dengan kondisi ekonomi lebih baik memiliki kemungkinan untuk
membiayai perawatan dalam perilaku hidup dan sehat. Berikut adalah jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Kepulauan Anambas pada tahun 2016 :
55

Tabel III.3 Jumlah Penduduk Miskin Di Kabupaten Kepulauan Anambas


Tahun 2016
Nama Kecamatan Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa)
Jemaja 631
Jemaja Timur 449
Siantan Selatan 509
Siantan 1.450
Siantan Timur 908
Siantan Tengah 155
Palmatak 2.141
Total 6.243
Sumber : Profil Sanitasi Kabupaten Kepulauan Anambas

Jemaja
Timur
Jemaja 7%
10%

Siantan
Palmatak
Selatan
34%
8%

Siantan
Tengah Siantan
3% Siantan
Timur 23%
15%

Gambar III.3 Grafik Persentase Penduduk Miskin Di Kabupaten Kepulauan


Anambas Tahun 2016

Berdasarkan data kemisikinan di Kabupaten Kepualauan Anambas jumlah


penduduk miskin di Kabupaten Kepulauan Anambas adalah sebanyak 6.243.
Kecamatan dengan persentase penduduk miskin terbanyak adalah Kecamatan
Palmatak sebesar 34% dan persentase terbesar penduduk miskin kedua terdapat di
Kecamatan Siantan sebesar 23% , sedangkan penduduk miskin terendah terdapat di
Kecamatan Siantan Tengah sebesar 3%.
3.2 Gambaran Umum Keuangan Daerah
Keuangan daerah merupakan komponen paling penting dalam perencanaan
pembangunan, karena kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan daerah sangat
tergantung pada kemampuan anggaran daerah yang tercermin pada Pendapatan
Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah. Sebagaimana semangat otonomi
daerah, maka masing-masing daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur
dan mengurus daerahnya sendiri. Oleh karena itu diharapkan daerah mampu
56

menggerakkan roda pemerintahan, melaksanakan pembangunan serta memberikan


pelayanan publik dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat dengan melakukan
pengelolaan keuangan daerahnya.
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah atau yang sering disingkat dengan PAD diperoleh dari
beberapa sumber yaitu pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah,
pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, serta lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah. Berikut adalah besaran masing-masing sumber
penerimaan pendapatan yang ada di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Tabel III.4 Pendapatan Asli Daerah
No. Uraian Anggaran
Pendapatan Asli Daerah 22.414.833.952,00
1. Hasil Pajak Daerah 11.308.000.000,00
2. Hasil Retribusi Daerah 2.005.506.424,00
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang 1.300.000.000,00
Dipisahkan
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 7.801.327.528,00
Sumber : Perda nomor 9 Tahun 2016

Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Anambas berasal empat sumber


pemasukan terlihat pada tabel diatas. Sebagai sumber utama pada PAD Kabupaten
Anambas adalah Hasil Pajak Daerah, dan diikuti oleh sumber dari Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
2. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah (otonom) untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi. Jumlah Dana Perimbangan ditetapkan setiap
tahun anggaran dalam APBN. Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan fiskal antara pemerintah dan pemerintah daerah dan antar pemerintah
daerah, agar terciptanya keseimbangan keuanngan antara pemerintah pusat dan
daerah dan antara pemerintah daerah.
Tabel III.5 Dana Perimbangan
No. Uraian Anggaran
Dana Perimbangan 652.298.365.672,00
1. Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 202.077.987.672,00
2. Dana Alokasi Umum 355.980.148.000,00
3. Dana Alokasi Khusus 94.240.230.000,00
Sumber : Perda nomor 9 tahun 2016
57

Cakupan layanan dan system sanitasi di Kabupaten Kepulauan Riau sangat


dipengaruhi oleh kemampuan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Kabupaten Kepulauan Anambas. Perkiraan belanja APBD murni sanitasi
berdasarkam strategi sanitasi Kabupaten kepulauan anambas pada tahun 2019
adalah sebesar Rp 4.806.085.982.
3. Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Pendapatan daerah di Kabupaten Anambas yang bersumber dari
pendapatan daerah yang sah terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana darurat,
pendapatan lainnya bantuan keuanngan pemerintah provinsi, serta pendapatan
lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut
Tabel III.6 Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah
No. Uraian Anggaran
Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah 84.319.474.700,00
1. Pendapatan Hibah 8.052.600.000,00
2. Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan 32.312.169.700,00
Pemerintah Daerah Lainnya
3. Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 43.954.705.000,00
Sumber : Perda nomor 9 tahun 2016

Pada tahun 2015 yang menjadi sumber pemasukan dari Pendpatan Lain-lain
Pendapatan Daera Yang Sah di Kabupaten Kepulauan Anambas berdasarkan
Kontribusinya adalah dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Provinsi dan Pemerintah
Daerah Lainnya.
3.3 Gambaran Wilayah Kajian
3.3.1 Administrasi Wilayah Kajian dan Kondisi Fisik Kecamatan Palmatak
Wilayah Kecamatan Palmatak berada di kawasan Laut Cina Selatan yang
merupakan salah satu wilayah yang ada di kawasan Kabupaten Kepulauan
Anambas, dengan luas wilayah 129,94 km². Kecamatan Palmatak memiliki 15 desa:
1. Desa Tebang 9. Desa Bayat
2. Desa Ladan 10. Desa Batu Ampar
3. Desa Payalaman 11. Desa Teluk Banyur
4. Desa Piabung 12. Desa Matak
5. Desa Candi 13. Desa Belibak
6. Desa Langir 14. Desa Bayur
7. Desa Mubur 15. Desa Payamaram
8. Desa Putik
58

Gambar III.4 Peta Administrasi Kecamatan Palmatak


59

3.3.2 Kependudukan Wilayah Kajian


A. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah kajian yaitu Kecamatan Palmatak yang terdiri
dari 15 (limabelas) desa pada tahun 2017 sebesar 12.754 jiwa. Kecamatan Palmatak
merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak di Kabupaten
Kepulauan Anambas atau sekitar 28,98% dari seluruh jumlah penduduk kabupaten.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel III.7 Tabel Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan
Palmatak Tahun 2017
Jumlah jumlah Kartu Kepadatan
Desa
Penduduk Keluarga Penduduk/km2
Tebang 1158 329 115
Ladan 2051 584 118
Mubur 662 192 38
Payalaman 1668 468 543
Putik 1611 452 119
Bayat 644 176 34
Piabung 999 276 311
Langir 456 121 59
Candi 706 186 336
Piasan 586 163 362
Belibak 259 80 61
Teluk Bayur 303 88 77
Matak 390 107 42
Payamaram 744 196 182
Batu Ampar 517 147 183
Jumlah 12754 3565
Sumber : Kecamatan Palmatak Dalam Angka Tahun 2018

2500

2000

1500
jiwa

1000

500

Sumber : Kecamatan Palmatak Dalam Angka Tahun 2018, Diolah


Gambar III.5 Gambar Grafik Jumlah Penduduk Kecamatan Palmatak Tahun 2017

Penyebaran penduduk Kecamatan Palmatak bertumpu pada Desa Ladan,


Desa Paylaman, Desa Putik dan Desa Tebag. Adapun jumlah penduduk terbanyak
60

di Kecamatan Palmatak yaitu Desa Ladan sebesar 2051 jiwa dengan kepadatan
117,87 jiwa /km sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat pada Desa
Belibak sebesar 259 Jiwa.
B. Kondisi Pendidikan
Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk
tertinggi di Kabupaten Kepulauan Anambas, maka tingkat pendidikan penduduk
masyarakat perlu diperhatikan karena keberhasilan program sanitasi berkaitan
dengan penyerapan informasi masyarakat yang di pengaruhi oleh pendidikan yang
diperoleh. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut :

Tabel III.8 Tabel Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Kecamatan


Palmatak Tahun 2017
Tidak/ Belum
SM D1/ D4/
Desa Belum Tamat SD SMP D3 S2 Jumlah
A D2 S1
Sekolah SD
Tebang 379 89 390 73 148 5 16 48 0 1148
Ladan 686 200 659 183 236 12 17 55 3 2051
Mubur 339 58 171 41 33 3 5 11 1 662
Payalaman 534 165 510 135 240 13 31 37 3 1668
Putik 816 158 386 95 102 13 18 22 1 1611
Bayat 316 68 179 40 31 3 1 6 0 644
Piabung 502 108 234 65 63 9 0 18 0 999
Langir 149 45 180 31 39 1 5 5 1 456
Candi 255 94 253 51 34 1 10 8 0 706
Piasan 268 28 161 48 55 5 2 19 0 586
Belibak 73 26 112 13 26 3 1 5 0 259
Teluk
126 33 91 19 25 2 2 5 0 303
Bayur
Matak 123 41 130 28 49 3 2 13 1 390
Payamaram 262 75 200 67 94 3 17 23 3 744
Batu
181 28 188 44 66 0 5 5 0 517
Ampar
Jumlah 384
5009 1216 933 1241 76 132 280 13 12744
4
Sumber : Kecamatan Palmatak Dalam Angka Tahun 2018
61

900
800
700
600
500
Jiwa

400
300
200
100
0

Tidak/ Belum Sekolah Belum Tamat SD SD SMP SMA D1/D2 D3 D4/S1 S2

Sumber : Kecamatan Palmatak Dalam Angka Tahun 2018, Diolah


Gambar III.6 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di
Kecamatan Palmatak Tahun 2017

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui bahwa persentase penduduk


tidak/belum sekolah memiliki proporsi yang paling dominan. Sedangkan untuk
penduduk yang memiliki Pendidikan Diploma I/II memiliki persentase yang lebih
kecil dibandingkan dengan Pendidikan DIII/DIV/S1/S2/S3. Jenjang Pendidikan
yang rendah menjadikan masyakarat sulit diberitahu mengenai pentingnya perilaku
hidup bersih dan sehat. Hal ini berpengaruh terhadap pola perilaku hidup bersih dan
sehat khususnya pentingnya pengelolaan terhadap limbah domestik di Kabupaten
Kepulauan Anambas. Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat akan
memberikan pemahaman yang lebih tentang pentingnya menjaga kesehatan
lingkungan dan penerapan prinsip-prinsip perilaku hidup bersih dan sehat.
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan Kepala Bidang Cipta
Karya Dinas Pekerjaan Umum bahwa tingkat pemahaman masyarakat dan
kebiasaan masyarakat yang tidak mau berubah menjadikan masyarakat tidak
memiliki perilaku hidup bersih dan sehat hal ini dibuktikan dengan besarnya tingkat
buang air besar sembarangan(BABs) sebesar 63,6% di Kabupaten Kepualaun
Anambas.
3.4 Kondisi Pengelolaan Limbah Domestik
Secara umum Air Limbah Domestik terdiri dari greywater dan black water.
Terdapat 2 pengelolaan air limbah domesik yang ada di Kabupaten Kepulauan
62

Anambas, yaitu system individual dan system Komunal. System Individual adalah
system pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat di rumah masing-masing, baik
itu menggunakan septik tank maupun cubluk. Sedangkan untuk sistem komunal
adalah system pengelolaan air limbah yang dikelola secara kelompok yaitu dengan
IPAL Komunal.
Berdasarkan data SSK secara umum limbah tinja di Kabupaten Kepulauan
Anambas belum di kelola secara baik, masih banyak masyarakat yang membuang
air limbah langsung ke saluran drainase, perkebunan/hutan bakau, laut maupun
tempat lain yang dirasa memungkinkan. Masyarakat bahkan masih ada yang
melakukan BABs di laut/sungai secara langsung. Cakupan layanan air limbah
domestik di Kabuaten Kepulauan Anambas tahun 2016 dapat dilihat pada tabel III.9
berikut ini.
Tabel III.9 Cakupan Layanan Eksisting dan Target Cakupan Layanan Air
Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2016
Cakupan Target Cakupan Layanan (%)
No Sistem Layanan Jangka Jangka Jangka
Eksisting Pendek Menengah Panjang
Buang Air Besar 63,6% 46% 15% 0%
A
Sembarangan (BABS)
Sistem Pengolahan Air
B Limbah (SPAL) Setempat 32,2% 45% 70% 82%
(On-site)
1 Cubluk dan sejenisnya 12,3% 10% 8% 0%

2 Tangki Septik Individual 16,1% 27% 45% 71%

Tangki Septik Komunal - - - -


3
(≤ 10 kk)
4 MCK 3,8% 5% 9% 11%
Sistem Pengolahan Air
C Limbah (SPAL) Terpusat 4,2% 9% 15% 18%
(Off-site)
Tangki Septik Komunal - - - -
1
(≥ 10 kk)
2 IPAL Komunal 4,2% 7% 15% 18%

3 IPAL Kawasan - - - -

4 IPAL Kota - - - -

Total 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%


Sumber : SSK Kabupaten Kepualauan Anambas 2016

Beberapa kecamatan di Kabupaten Kepulauan Anambas sudah terlayani


dengan system IPAL Komunal, septik tank individual maupun jamban Bersama,
namun sarana dan prasarana pengelolaan masih terbatas pada skala rumah tangga
63

saja dan masih bekum tersebar secara merata. Sistem pengelolaan air limbah
domestik skala besar juga belum terdapat di Kabupaten Kepulauan Anambas.
Sedangkan untuk pengelolaan lumpur tinja Kabupaten Kepulauan Anambas belum
terdapat IPLT sehingga cenderung mengandalkan pembuangan melalui resapan air
tanah dan langsung ke laut.

Cakupan Layanan
Eksisting

On Site Off site

Tangki Septik
Cubluk MCK IPAL Komunal
Individual
12,3% 3,8% 4,2%
16,1%

Sumber : SSK Kabupaten Kepualauan Anambas 2016, Diolah

Gambar III.7 Bagan Cakupan Layanan Eksisting dan Target Cakupan Layanan
Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun 2016

Berdasarkan grafik cakupan pelayan eksisting diatas dapat diketahui bahwa


pelayanan SPALD di Kabupaten Kepulauan Anambas masih rendah dari yang
diharapkan, dimana masih sebanyak 63,6 % masyarakat yang melakukan Buang
Air Besar Sembarangan (BABS). Beberapa dari masyarakat sudah terlayani dengan
SPALD On site yaitu cubluk sebesar 12,3%, Tangki Septik Individual 16,1% dan
MCK 3,8% sedangkan untuk SPALD Off Site masyarakat dilayani oleh IPAL
Komunal sebesar 4,2% yang saat ini masih dalam tahap pengembangan. Saat ini
tahap pengembangan IPAL Komunal telah dilakukan oleh pemerintah, namun
sebagian masyarakat tidak menerima dengan adanya pembangunan IPAL Komunal
tersebut, dikarenakan masyarakat tidak tahu akan sistem kerja dari IPAL Komunal
tersebut dan dengan adanya IPAL Komunal tersebut dianggap dapat menimbulkan
gangguan lingkungan.
Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Kabupaten
Kepualauan Anambas dikarenakan kebiasan masyarakat yang sudah lama
dilakukan dan letak permukiman yang berada di wilayah pesisir yang lebih
memudahkan masyarakat untuk melakukan pembuangan akhir ke laut. Berikut
grafik tempat penyaluran akhir air limbah di Kabupaten Kepulauan Anambas:
64

Tidak Tahu

Kebun/Tanah Lapang

Kolam/Sawah

Sungai/Danau/Pantai 65.80%

Langsung ke Drainase 0.80%

Cubluk/Lobang Tanah 6.70%

Pipa Sewer 4.20%

Tangki Septik 22%

Sumber : Dinas Kesehatan, diolah


Gambar III.8 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di Kabupaten Kepulauan
Anambas Tahun 2018
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Anambas,
mayoritas rumah tangga di Kabupaten Kepulauan Anambas sudah memiliki sarana
kakus/jamban, namun tingkat pembuangan tinja langsung ke sungai/danau/pantai
mencapai angka 65,80% yang merupakan tempat buangan akhir tinja tertinggi di
Kabupaten Kepualaun Anambas tahun 2016. Angka yang cukup besar tersebut
dikarenakan kondisi geografis Kabupaten Kepulauan Anambas yang merupakan
daerah kepulauan yang sebagian besar masyarakatnya bermukim dipesisir yang
berdekatan dengan laut. Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
tinja yaitu, tanki septik sebesar 22%, cubluk/lobang tanah sebesar 6,7 %, pipa sewer
sebesar 4,2 % langsung ke drainase sebesar 0,8%.
65

BAB IV

ANALISIS DAN PENERAPAN TEKNOLOGI SISTEM PENGELOLAAN


AIR LIMBAH DOMESTIK DI KECAMATAN PALMATAK

Adapun isi pada bab ini membahas mengenai analisis dan Evaluasi Sistem
Pengelolaan Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas. Analisis
dan evaluasi sistem pengelolaam air limbah domestic dalam tugas akhir ini melalui
beberapa langkah yaitu :

1. Analisis Tingkat Pelayanan dilakukan untuk mengetahui seberapa efektifkah


fasilitas untuk masyarakat di Kabupaten Kepulauan Anambas.
2. Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) dilakukan dengan :
a) Melakukan Analisis Pembiayaan keuangan daerah menggunakan indikator
Derajat Desentralisasi Fiskal
b) Melakukan Evaluasi Pengaruh Sosial Ekonomi Masyarakat terhadap
pengelolaan air Limbah domestik
3. Pemilihan Alternatif Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
sesuai dengan karakterisitik kebutuhan penyelesaian masalah.

4.1 Kondisi dan Tingkat Pelayanan Air Limbah Domestik di Kecamatan


Palmatak
Berikut adalah perhitungan tingkat pelayanan berdasarkan peraturan menteri
Nomor : 01/PRT/M/2014. Adapun IPAL yang di melayani masyarakat dibawah ini
merupakan IPAL yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas.
Berdasarkan target capaian SPM pengelolaan air limbah permukiman yang
memadai adalah jumlah penduduk yang terlayani sistem pengelolaan air limbah
pada tahun 2019 sebsesar 60%.
Tabel IV.1 Tabel Tingkat Pelayanan Air Limbah Domestik Di Kecamatan Palmatak
Tingkat
Jumlah penduduk
No Desa Penduduk Keterangan Pelayanan
terlayani (KK)
(%)
1. Tebang 1158 0 cubluk 0
2. IPAL
Ladan 2051 184 7,21
Komunal
3. Mubur 662 0 cubluk 0
4. IPAL
Payalaman 1668 107 4,19
Komunal
66

Tingkat
Jumlah penduduk
No Desa Penduduk Keterangan Pelayanan
terlayani (KK)
(%)
5. Putik 1611 0 cubluk 0
6. Bayat 644 0 cubluk 0
7. Piabung 999 0 cubluk 0
8. Langir 456 0 cubluk 0
9. Candi 706 0 cubluk 0
10. Piasan 586 0 cubluk 0
11. IPAL
Belibak 259 46 1,80
Komunal
12. Teluk Bayur 303 0 cubluk 0
13. Matak 390 0 cubluk 0
14. Cubluk,tangki
Payamaram 744 0 0
septik
15. Cubluk,tangki
Batu Ampar 517 0 0
septik
12754 13,21 %
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, adapun tingkat pelayanan


air limbah di Kecamatan Palmatak adalah 13,21% sehingga dapat disimpulkan
bahwa Kecamatan Palmatak belum memenuhi SPM pada akhir tahun
pencapaiannya karena perhitungan SPM sangat kurang dari SPM target yaitu 60%.
Untuk mengetahui sejuah mana cakupan layanan SPALD dan tempat yang
menjadi pembuangan akhir air limbah di Kecamatan Palmatak adalah dengan
melakukan penyebaran kuisioner kepada masyarakat yang masuk kedalam wilayah
kajian yaitu 15 desa yang ada di Kecamatan Palmatak. Adapun jumlah responden
sebanyak 340 responden. berikut hasil dari dilakukannya penyebaran kuisioner di
masing-masing desa di Kecamatan Palmatak sebagai berikut :

1. Desa Tebang
Tabel IV.2 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Tebang Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 6 18,75
Cubluk 1 3,13
IPAL Komunal 0 0
Tidak Punya 25 78,13
Jumlah 32 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Tebang bahwa saat
ini cakupan layanan SPALD masih belum memenuhi standar pelayanan minimum.
Sebanyak 78,13% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
67

masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 3,13% dan
18,75% dilayani oleh Tangki Septik Individual. Sebagian besar masyarakat Desa
Tebang bermukim di pesisir sebagian masyarakat yang tidak punya sistem
pengelolaan air limbah domestik melakukan pembuangan kelaut. Saat ini IPAL
Komunal masih dalam tahap pembangunan namun belum ada tahap pembangunan
IPAL Komunal di Desa Tebang.
Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat
dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
Tebang. Terdapat 80,65% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Tebang Tahun
2018 dapat di lihat di Gambar VI.1.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.1 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Tebang Tahun
2018
68

Penyaluran Limbah Domestik langsung kelaut

Gambar IV.2 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa


Tebang

Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan, mayoritas rumah


tangga di Desa Tebang sudah memiliki sarana kakus/jamban, namun tingkat
pembuangan tinja langsung ke sungai/laut mencapai angka 80,65% yang
merupakan tempat buangan akhir tinja tertinggi. Angka yang cukup besar tersebut
dikarenakan kondisi geografis yang merupakan daerah kepulauan yang sebagian
besar masyarakatnya bermukim dipesisir yang berdekatan dengan laut. Sedangkan
untuk persentase pilihan tempat buangan akhir lainnya yaitu, tanki septik sebesar
19,35%.

2. Desa Ladan

Tabel IV.3 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Ladan Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 11 16,92
Cubluk 2 3,08
IPAL Komunal 27 41,54
Tidak Punya 25 38,46
Jumlah 65 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Ladan bahwa saat ini
cakupan layanan SPALD lebih besar di bandingkan desa lainnya di Kecamatan
Palmatak. Sebanyak 38,46% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa
dari masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 3,08% dan
16,92% dilayani oleh Tangki Septik Individual. Saat ini IPAL Komunal masih
69

dalam tahap pembangunan sehingga cakupan layanan SPALD di Desa Ladan lebih
besar dibandingkan dengan desa lain.
Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat
dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
ladan. Terdapat 80,65% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Ladan Tahun
2018 dapat di lihat di Gambar VI.3.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.3 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Ladan Tahun
2018

Penyaluran Limbah Domestik dengan Penyaluran Limbah Domestik langsung


Sistem Pengelolaan secara Komunal ke laut

Gambar IV.4 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut


di Desa Ladan
70

Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan, mayoritas


rumah tangga di Desa Ladan sudah memiliki sarana kakus/jamban, namun tingkat
pembuangan tinja langsung ke sungai/laut mencapai angka 63,89% yang
merupakan tempat buangan akhir tinja tertinggi. Angka yang cukup besar tersebut
dikarenakan kondisi geografis yang merupakan daerah kepulauan yang sebagian
besar masyarakatnya bermukim dipesisir yang berdekatan dengan laut. Sedangkan
untuk persentase pilihan tempat buangan akhir lainnya yaitu, tanki septik sebesar
30,56% dan pembuangan ke tanah sebesar 5,56%.

3. Desa Mubur

Tabel IV.4 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Mubur Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 16,67
Cubluk 2 16,67
IPAL Komunal 0 0,00
Tidak Punya 8 66,67
Jumlah 12 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Mubur bahwa


Sebanyak 66,67% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 16,67% dan
16,67% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.5 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Mubur Tahun 2018
71

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Mubur. Terdapat 84,62% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 15,38%. Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di
Desa Mubur Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.5.

4. Desa Payalaman

Tabel IV.5 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Payalaman
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 9 15,00
Cubluk 1 1,67
IPAL Komunal 24 40,00
Tidak Punya 26 43,33
Jumlah 60 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Payalaman bahwa


Sebanyak 43,33% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 1,67% dan
15,00% dilayani oleh Tangki Septik Individual. Desa Payalaman merupakan desa
kedua di Kecamatan Palmatak dalam tahap pembangunan IPAL Komunal. Proses
pembangunan IPAL Komunal tersebut mengalami penolakan oleh sebagian
masyakarat, hal itu dikarenakan masyakarat kurang paham dengan sistem kerja dari
IPAL Komunal dan dianggap dapat memberikan dampak negatif. Adapun dampak
negative yang dimaksud adalah terhambatnya sistem kerja dari IPAL Komunal
menyebabkan timbulan bau yang menyebabkan gangguan lingkungan tempat
tinggal masyarakat.
72

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.6 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Payalaman Tahun 2018

Penyaluran Limbah Domestik dengan Sistem Pengelolaan secara Komunal

Gambar IV.7 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa Payalaman

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
ladan. Terdapat 51,11% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 20% ,pembuangan ke tanah sebesar 20%
kemudian drainase 8,89% dan pembuangan ke tanah sebesar 20%.Tempat
Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Payalaman Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar
VI.6.
73

5. Putik

Tabel IV.6 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Putik Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 7 20,00
Cubluk 1 2,86
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 27 77,14
Jumlah 35 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Putik bahwa


Sebanyak 77,14% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 2,86% dan
20% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.8 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Putik Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di desa
Putik. Terdapat 72,22% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 19,44% ,pembuangan ke tanah sebesar 8,33%.
Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Putik Tahun 2018 dapat di lihat di
Gambar VI.8.
74

6. Bayat

Tabel IV.7 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Bayat Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 10,00
Cubluk 2 20,00
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 7 70,00
Jumlah 10 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Bayat bahwa


Sebanyak 70% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 20% dan 10%
dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.9 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Bayat Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Bayat. Terdapat 92,86% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 7,14%. Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di
Desa Putik Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.9.
75

7. Piabung

Tabel IV.8 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Piabung
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 11,76
Cubluk 2 11,76
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 13 76,47
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Piabung bahwa


Sebanyak 76,47% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 11,76% dan
11,76% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.10 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Piabung Tahun 2018

Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut

Gambar IV.11 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa Piabung


76

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Piabung. Terdapat 91,30% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 8,70%. Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di
Desa Piabung Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.11.

8. Langir

Tabel IV.9 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Langir Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 14,29
Cubluk 1 7,14
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 11 78,57
Jumlah 14 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Langir bahwa


Sebanyak 78,57% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 7,14% dan
14,29% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.12 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Langir Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
77

menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa


Langir. Terdapat 62,50% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 8,33%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa
Langir Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.12.

9. Candi

Tabel IV.10 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Candi Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 5,88
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 15 88,24
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Candi bahwa


Sebanyak 88,24% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 5,88% dan
5,88% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.13 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Candi Tahun 2018
78

Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut

Gambar IV.14 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa Candi

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Candi. Terdapat 93,33% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 6,67%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa
Candi Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.14.

10. Piasan

Tabel IV.11 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Piasan Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 5,88
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 15 88,24
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Piasan bahwa


Sebanyak 88,24% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 5,88% dan
5,88% dilayani oleh Tangki Septik Individual.
79

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.15 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Piasan Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Piasan. Terdapat 84,62% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar
Sembarangan (BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 15,38%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa
Candi Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar VI.15.

11. Belibak

Tabel IV.12 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Belibak Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 1 12,50
Cubluk 1 12,50
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 6 75,00
Jumlah 8 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Belibak bahwa


Sebanyak 75% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 12,50% dan
12,50% dilayani oleh Tangki Septik Individual.
80

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.16 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Belibak Tahun 2018

Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut

Gambar IV.17 Penyaluran Limbah Domestik di di Desa Belibak Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Belibak. Terdapat 90% masyarakat yang melakukan Buang Air Besar Sembarangan
(BABS). Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir lainnya yaitu,
tanki septik sebesar 10%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa Belibak Tahun 2018
dapat di lihat di Gambar VI.16.
81

12. Teluk Bayur

Tabel IV.13 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Teluk Bayur
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 4 22,22
Cubluk 3 16,67
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 11 61,11
Jumlah 18 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Teluk Bayur bahwa
Sebanyak 61,11% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 16,67% dan
22,22% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.18 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Teluk Bayur Tahun
2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Teluk Bayur. Terdapat 57,89% masyarakat yang melakukan pembuangan air
limbah domestic ke tanah. Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan
akhir lainnya yaitu, tanki septik sebesar 21,05% dan pembuangan ke drainase
sebanyak 21,05%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa Teluk Bayur Tahun 2018
dapat di lihat di Gambar VI.17.
82

13. Matak

Tabel IV.14 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Matak Tahun
2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 2 22,22
Cubluk 2 22,22
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 5 55,56
Jumlah 9 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Matak bahwa


Sebanyak 55,56% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 22,22% dan
22,22% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.19 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Matak Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Matak. Terdapat 47,37% masyarakat yang melakukan pembuangan air limbah
domestic ke laut. Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 10,53% dan pembuangan ke drainase sebanyak
26,32%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa Matak Tahun 2018 dapat di lihat di
Gambar VI.18.
83

14. Payamaram

Tabel IV.15 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Payamaram
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 4 25,00
Cubluk 3 18,75
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 9 56,25
Jumlah 16 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Payamaram bahwa


Sebanyak 56,25% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 18,75% dan
25% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.20 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Payamaram Tahun 2018
84

Penyaluran Limbah Ke Drainase

Gambar IV.21 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke drainase di Desa


Payamaram

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Matak. Terdapat 27,27% masyarakat yang melakukan pembuangan air limbah
domestic ke laut. Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 18,18% dan pembuangan ke drainase sebanyak
31,82% kemudian terakhir penyaluran air limbah ke tanah sebesar 22,73%. Tempat
Penyaluran Akhir di di Desa Payamaram Tahun 2018 dapat di lihat di Gambar
VI.20.

15. Batu Ampar

Tabel IV.16 Cakupan Layanan Eksisting Air Limbah Domestik di Desa Batu ampar
Tahun 2018
Jumlah Responden
Sistem
Jumlah Persentase%
Septik Tank Individual 3 17,65
Cubluk 1 5,88
IPAL Komunal 0,00
Tidak Punya 13 76,47
Jumlah 17 100
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
85

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan di Desa Batu Ampar bahwa
Sebanyak 76,47% masyarakat yang belum memiliki SPALD. Beberapa dari
masyarakat sudah terlayani SPALD On-site yaitu Cubluk sebanyak 5,88% dan
17,65% dilayani oleh Tangki Septik Individual.

tidak tahu

tanah

laut

drainase

tangki septik

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.22 Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja di di Desa Batu Ampar Tahun 2018

Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut

Gambar IV.23 Penyaluran Limbah Domestik langsung ke laut di Desa Batu Ampar
Tahun 2018

Selain sudah menjadi kebiasaan, rendahnya tingkat pemahaman masyakat


dalam menyerap informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu
menyebabkan Besarnya angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Desa
Batu Ampar. Terdapat 75% masyarakat yang melakukan pembuangan air limbah
domestic ke laut. Sedangkan untuk persentase pilihan tempat buangan akhir
lainnya yaitu, tanki septik sebesar 15% dan penyaluran air limbah ke tanah sebesar
10%. Tempat Penyaluran Akhir di di Desa Batu AmparTahun 2018 dapat di lihat
di Gambar VI.22.
86

Gambar IV.24 Peta Titik Fasilitas IPAL Komunal Di Kecamatan Palmatak


87

Gambar IV.25 Peta Titik Fasilitas IPAL Komunal Di Kecamatan Palmatak


88

4.2 Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah


Domestik
4.2.1 Analisis Pembiayaan
A. Desentralisasi Fiskal

Rasio Tingkat desentralisasi fiskal di Kabupaten Kepulauan Anambas di


Tahun Anggaran 2013-2017 diukur dengan melakukan analisis perbandingan
perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Total Penerimaan Daerah (TPD).
Untuk jelasnya dapat dilhat di tabel berikut:

Tabel IV.17 Rasio Tingkat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun
2013-2017
Total Penerimaan Rasio
Tahun Realisasi PAD Tingkat Desentralisasi fiskal
Daerah (%)
2017 Rp 22.414.833.952 Rp 759.032.674.324 2,95 Sangat Rendah
2016 Rp 24.298.537.411 Rp 979.254.173.134 2,48 Sangat Rendah
2015 Rp 17.217.652.040 Rp 639.318.415.304 2,69 Sangat Rendah
2014 Rp 21.489.585.793 Rp 858.272.443.166 2,50 Sangat Rendah
2013 Rp 31.123.666.112 Rp 940.910.996.391 3,31 Sangat Rendah
Rata- Rp Rp
2,79 Sangat Rendah
rata 116.544.275.308,00 4.176.788.702.319,00
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Klarifikasi :
0,00% - 10,00% = sangat rendah
10,01% - 20,00%= rendah
20,01% - 30,00%=sedang
30,01% - 40,00%=cukup
40,01% - 50,00%=tinggi
>50,00%=sangat tinggi
Sumber. Depdagri, 1991: 20

3.31%
2.95%
2.69 %
2.48% 2.50%

2017 2016 2015 2014 2013

Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Gambar IV.26 Tingkat Desentralisasi Fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas Tahun


2013-2017
89

Berdasarkan Analisis Desentralisasi Fiskal yang telah dilakukan dengan


membandingkan perolehan PAD dengan total penerimaan daerah bahwa rasio
desentralisasi fiskal di Kabupaten Kepulauan Anambas rata-rata mengalami
penurunan setiap tahunnya, Rata- rata nilai rasio desentralisasi fiskal Kabupaten
Kepulauan Anambas adalah 2,79% dengan klarifikasi sangat rendah yang artinya
tingkat ketergantungan daerah dengan pemerintah pusat masih sangat tinggi.

4.2.2 Pengaruh sosial ekonomi masyarakat terhadap pengelolaan air


Limbah domestik
A. Tingkat Pendidikan

Berdasarkan penelitian Hardiyanto dalam Akhmad (2013), bahwa tingkat


pendidikan yang kurang mendukung merupakan salah satu penyebab rendahnya
kesadaran kesehatan lingkungan, karena kesadaran memerlukan pemahaman yang
baik akan arti pentingnya kondisi lingkungan yang sehat. Untuk mengetahui
bagimana tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Palmatak, dapat dilihat
pada gambar berikut.
900
800
700
600
500
Jiwa

400
300
200
100
0

Tidak/ Belum Sekolah Belum Tamat SD SD SMP SMA D1/D2 D3 D4/S1 S2

Sumber : Kecamatan Palmatak Dalam Angka Tahun 2018, Diolah

Gambar IV.27 Grafik Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kecamatan


Palmatak Tahun 2017

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan di


Kecamatan Palmatak masih rendah,hal itu dapat dilihat dari jumlah penduduk yang
tidak/belum sekolah merupakan proporsi terbesar yang ada disetiap desa di
Kecamatan Palmatak. Hal ini berpengaruh terhadap akan pengelolaan air limbah,
90

Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat akan memberikan pemahaman yang


lebih tentang pentingnya menjaga kesehatan lingkungan dan penerapan prinsip-
prinsip perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan hasil wawancara yang telah
dilakukan dengan Kepala Seksi Bidang Cipta Karya bahwa tingkat pemahaman
masyarakat dan kebiasaan masyarakat yang tidak mau berubah menjadikan
masyarakat tidak memiliki perilaku hidup bersih dan sehat hal ini dibuktikan
dengan besarnya tingkat buang air besar sembarangan (BABs) sebesar 61,18% di
Kecamatan Palmatak.
B. Tingkat Kemiskinan
Pendapatan menggambarkan aliran sumber ekonomi dalam beberapa
periode waktu tertentu. Individu dengan pendapatan yang lebih tinggi
memungkinkan dalam membiayai perawatan kesehatan dan kemampuan dalam
pemenuhan nutrisi yang yang baik, rumah tangga, pendidikan dan reaksi (Shavers
dalam Fauzianor,2013). Masih dalam Fauzianor bahwa tingkat pendapatan
berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status kesehatan
masyarakat.
Berdasarkan data jumlah penduduk miskin di Kabupaten Kepulauan
Anambas, Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan dengan tingkat kemiskinan
tertinggi yaitu sebanyak 2141 penduduk. Sedangkan hasil untuk hasil survei yang
telah dilakukan menunjukan bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Palmatak
memiliki tingkat pendapatan rendah atau kurang dari Upah Minimum Kabupaten
(UMK) sebesar Rp 3.100.000, sebanyak 233 penduduk (68,53%) sedangkan untuk
penduduk dengan tingkat pendapatan diatas UMK sebanyak 107 penduduk
(31,47%). Artinya besarnya angka BABS di Kecamatan Palmatak yaitu sebesar
62,86% dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat yang tidak mampu
membiayai perawatan kesehatan yang berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan
sehat.
91

Gambar IV.28 Peta Tingkat Pendidikan di Kecamatan Palmatak tahun 2017


92

Gambar IV.29 Peta Pendapatan Penduduk Kecamatan Palmatak tahun 2018


93

4.2.3 Pemilihan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


Pemilihan sistem pengelolaan dalam Pengelolaan Air Limbah Domestik
Kecamatan Palmatak berdasarkan pertimbangan 1) Kepadatan Penduduk dan 2)
Kondisi Fisik Wilayah dan 3) Kondisi Sosial Ekonomi. Berdasarkan hasil survei
dan analisis yang telah dilakukan terkait dengan Sistem Pengelolaan Air Limbah
Domestik Kecamatan Palmatak, yang menjadi faktor dalam pemilihan teknologi
pengelolaan air limbah domestik yaitu:

1. Kepadatan penduduk setiap desa di Kecamatan Palmatak 38 s/d 543 jiwa/km²


2. Kondisi fisik wilayah kepulauan yang sebagian besar masyarkatnya tinggal di
sepanjang pesisir yang mana dekat dengan laut,dengan kemiringan tanah 5-25%
dan kedalaman edalaman muka air tanah yang berkisar 1 - 3 m.
3. Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan dengan tingkat kemiskinan
tertinggi di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan tingkat pendidikan
masyarakat yang rendah.

Berdasarkan kesesuian karaktersitik sistem pengelolaan dengan kondisi


wilayah kajian yaitu Kecamatan Palmatak adalah Sistem Pengelolaan Air Limbah
Setempat dengan melibatkan masyarakat sebagai pengelola yaitu pengelolaan air
limbah sistem setempat terbagi atas skala individual dan skala komunal. Untuk
pilihan teknologi dalam pengolahan air limbah tersebut dilakukan pemilihan
dengan dasar pertimbangan secara teknis dan non teknis yang disesuaikan dengan
kondisi Kecamatan Palmatak.

4.2.4 Pemilihan Teknologi Pengelolaan Air Limbah Domestik


A. Dasar Pertimbangan Aspek Teknis
1. Kemudahan Dalam Pembangunan

Pengelolaan air limbah yang sesuai di Kecamatan Palmatak dari segi


kemudahan pembangunan adalah pengelolaan dengan konstruksi sederhana hal itu
dikarenakan Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan yang terletak di Kawasan
perbatasan. Teknologi yang dimiliki Kawasan perbatasan berbeda dengan teknologi
yang dimiliki pusat kota. Kemudahan dalam pembangunan juga dilihat dari
ketersediaan sumber daya manusia yang merupakan para tenaga ahli dalam bidang
pembangunan fasilitas terkait air limbah.
94

2. Kesesuaian Desain Terhadap Lingkungan


Pengelolaan air limbah yang sesuai di Kecamatan Palmatak dari segi kesesuaian
desain terhadap lingkungan adalah desain pengelolaan yang cocok dengan kondisi
lingkungan pesisir dimana pengelolaan atau konstruksi dari pengolahan air limbah
sebagian besar berada di laut atau pinggiran pantai, karena sebagian besar penduduk
tinggal di pinggiran pantai, sedangkan untuk penduduk yang tidak tinggal di
pinggiran pantai atau di daerah yang lebih tinggi, konstruksi harus sesuai dengan
kondisi Kecamatan Palmatak yang sebagian besar merupakah daerah perbukitan
dengan kedalaman muka air tanah berkisar 1-7 m.
3. Kinerja Pengolahan
Pengelolaan air limbah yang sesuai dengan Kecamatan Palmatak dari segi kinerja
pengolahan adalah kinerja pengolahan dapat mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan terhadap air laut serta tidak memberi gangguan lingkungan terhadap
masyarakat, seperti adanya timbulan bau oleh tempat penampungan limbah.
4. Daya Tahan Struktur
Pengelolaan air limbah yang sesuai dengan Kecamatan Palmatak dari segi daya
tahan struktur adalah pengolahan air limbah dengan konstruksi tahan erosi dan
tahan akan rendaman air laut. Hal itu dikarenakan Kecamatan Palmatak merupakan
daerah kepulauan yang sebagian besar masyarakatnya tinggal di pinggiran pantai.
Untuk penduduk yang bermukim selain di pinggiran pantai atau perukitan
konstruksi harus disesuaikan dengan jenis tanah Kambisol Distrik, Podsolik dan
Oksisol. Dimana tanah tersebut bertekstur lempung berpasir dan liat

5. Kemungkinan Untuk Direplikasi


Pengolahan air limbah yang sesuai di Kecamatan Palmatak dari segi kemungkinan
untuk direplikasi adalah pengolahan air limbah yang mudah untuk direplikasi yang
disesuaikan dengan kondisi fisik dan teknologi yang dimiliki Kecamatan Palmatak,
kemudahan dalam replikasi akan mempermudah pula dalam penerapan pengolahan
air limbah.
95

6. Akses Untuk Pengurasan Tinja


Akses untuk pengurasan tinja yang sesuai dengan kebutuhan penngelolaan air
limbah di Kecamatan Palmatak adalah akses untuk pengurasan tinja yang mudah.
Seperti ukuran kendaraan yang merupakan fasilitas pengurasan tinja berukuran
kecil yang menyesuaikan ukuran jalan lingkungan di setiap desa di Kecamatan
Palmatak yang kecil.
7. Ketersediaan Suku Cadang
Pengolahan air limbah yang sesuai di Kecamatan Palmatak dari segi Ketersediaan
suku cadang adalah pengolahan air limbah yang ketersediaan suku cadangnya
mudah diperoleh, sehingga apabila terjadi kerusakan terhadap konstruksi
pengolahan air limbah dapat diperbaiki dengan mudah.
B. Dasar Pertimbangan Aspek Non-Teknis
1. Biaya Investasi
Pengelolaan air limbah yang sesuai di Kecamatan Palmatak dari segi biaya investasi
adalah pengelolaan dengan biaya investasi yang rendah hal itu dikarenakan masih
kurangnya anggaran untuk kepentingan Pengelolaan Air Limbah Domestik.
bedasarkan analisis pembiayaan Kabupaten Kepulauan Anambas, rata- rata nilai
rasio desentralisasi fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas adalah 2,79% dengan
klarifikasi dangat rendah yang artinya tingkat ketergantungan daerah dengan
pemerintah pusat masih sangat tinggi, dan tingkat ketergantungan fiskal setiap
tahunnya sangat tinggi. Selain itu, Kecamatan Palmatak merupakan Kecamatan
dengan tingkat kemiskikan tertinggi di Kabupaten Kepulauan Anambas.

2. Penerimaan Masyarakat Terhadap Pilihan Sanitasi Yang Ada

Penyediaan fasilitas sanitasi yang akan dibangun harus dapat diterima oleh
masyarakat, dengan cara adanya penyampaian informasi bahwa pentingnya
perilaku hidup bersih dan sehat serta menjaga lingkungan. Berdasarkan hasil survei
yang telah dilakukan di Kecamatan Palmatak terdapat beberapa RT yang tidak
menerima adanya penyediaan fasilitas sanitasi karena menganggap fasilitas tersebut
dapat menimbulkan gangguan lingkungan. Sehingga perlu dilakukannya
penyuluhan akan pentinnya fasilitas dan pola penggunaan sanitasi yang benar
secara merata sehingga penerimaan terhadap fasilitas sanitasi akan lebih mudah
diterima.
96

3. Keberadaan Sistem Pengelolaan


Keberadaan sistem pengelolaan air limbah diharapkan dapat menjadikan kegiatan
pengelolaan air limbah lebih baik tanpa memberi dapat dampak negatif terhadap
penggunanya. Keberadaan sistem pengelolaan air limbah di Kecamatan Palmatak
diharapkan dapat menurunkan angka BABS yang berjumlah 82,86%.
4. Biaya Pengoperasian Dan Pemeliharaan
Sama halnya dengan biaya investasi, biaya pengoperasian dan pemeliharaan yang
sesuai dengan keadaan keuangan Kabupaten Kepulauan Anambas adalah biaya
pengoperasian dan pemeliharaan yang murah. Untuk mengurangi biaya
pengoperasian dan pemeliharaan dapat di penuhi dengan bentuk konstruksi yang
dapat di operasikan oleh masyarakat sebagai pengguna.
5. Peran Pemerintah Daerah Dalam Menyediakan Layanan Penyedotan
Tinja
Berbagai pilihan teknologi sanitasi perlu adanya pemeliharaan. Pemeliharaan
sanitasi dimulai dari dilakukannya filter secara berskala dan pengurasan tinja dalam
waktu tertentu. Penyediaan layanan penyedotan tinja perlu disediakan oleh
Pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan dari proses pengelolaan fasilitas air
limbah domestik. Di Kecamatan Palmatak belum tersedia layanan penyedotan tinja,
sehingga untuk pertimbangan dalam pemilihan teknologi pengolahan air limbah
peran pemerintah daerah merupakan hal penting karena perlu memenuhi kebutuhan
layanan tersebut.

6. Keterlibatan Pemerintah Daerah Dalam Memantau Sistem Sanitasi Yang


Telah Dibangun.
Setelah dibuatnya sistem pengelolan limbah domestik, perlu dilakukannya
pemantauan agar pengelolaan berjalan sesuai denga tujuan yang telah ditetapkan.
Ketidaksesuaian proses pengelolaan dapat timbul karena pengguna ataupun sistem
itu sendiri. Berdasarkan survei yang telah diakukan di beberapa desa di Kecamatan
Palmatak bahwa penyediaan fasilitas pengolahan air limbah di Kecamatan
Palmatak mengalami kerusakan karena penggunaan yang tidak benar. Seperti
membuang hal yang dilarang kedalam penampungan tinja, sehingga menimbulkan
berbagai masalah. Karena kurangnya kepedulian dan pemahaman inilah yang perlu
diawasi ulang oleh fasilitator.
97

Berdasarkan pertimbangan secara teknis dan secara non-teknis diatas terdapat


beberapa pilihan yang dapat menjadi alternatif dalam pengolahan air limbah di
Kecamatan Palmatak Berikut adalah tabel pemilihan teknologi yang disesuaikan
dengan pertimbanga yang telah dibuat sebelumnya:

Tabel IV.18 Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestic


Di Kecamatan Palmatak
Pilihan Teknologi
No. Bisa Terapkan Tidak Bisa Diterapkan
Pengolahan
1. • Aplikasi Mudah Dan Sesuai
Untuk Jamban Pribadi
Sistem Tangki Atau Jamban Bersama
Septik • Pemeliharaan Dapat
Dilakukan Oleh Masyarakat
• Biaya Investasi Rendah
2. • Aplikasi Mudah Dan Sesuai
Untuk Jamban Pribadi Atau
Jamban Bersama Bersama
Dengan Pemakai < 50 Orang
Up-flow filter • Pemeliharaan Dapat
Dilakukan Oleh Masyarakat
• Biaya Investasi Rendah
• Dapat Mengolah Black
Water Dan Grey Water
• Aplikasi Mudah Dan Sesuai • Merupakan tangki Septik
Untuk Jamban Pribadi Atau Terpusat
Jamban Bersama
• Pemeliharaan Dapat • Cocok Jika Teknologi
Dilakukan Oleh Masyarakat Penyedotan Dan
Penqanqkutan Lumpur Tinja
Anaerobic Baffled
3. Sudah Ada
Reactor
• Biaya Investasi Rendah • Pemeliharaan Sulit Dilakukan
Dimana Masyarakat Sebagai
Pengelola
• Lumpur Perlu Pengolahan
Lanjutan
• Aplikasi Mudah Dan Sesuai • Konstruksi Tidak Boleh
Upflow Anaerobic Untuk Jamban Pribadi Atau Terendam Banjir
4. Filter (UAF) Beberapa Rumah
• Dapat Mengolah Black
Water Dan Grey Water
• Aplikasi Mudah Dapat • Pemeliharaan Sulit Dilakukan
Digunakan Secara Komunal Dimana Masyarakat Sebagai
Dan Kawasan Pengelola
Rotating Biological
5. Contactor (Rbc) • Biaya Investasi Peralatan
Mekanikal Tinggi
• Harus Terlindung Dari Hujan
Angin, Sinar Matahari
98

Pilihan Teknologi
No. Bisa Terapkan Tidak Bisa Diterapkan
Pengolahan
• Dapat Timbul Bau
• Aplikasi Mudah Dapat • Konstruksi Tidak Boleh
Digunakan Secara Komunal Terendam Banjir
Biofilter Dan Kawasan
6. • Mudah Dalam Pemasangan • Suku Cadang Terkadang Sulit
Didapatkan, Tcrutama Untuk
Daerah Di Luar Pulau Jawa.
7. Tripikon-S • Dapat menggunakan
material lokal
• Kebutuhan lahan kecil
8. T-Pikon-H • Dapat menggunakan
material lokal
• Dapat dikerjakan oleh tenaga
lokal
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui beberapa alternatif yang paling sesuai
dengan pertimbangan secara teknis dan non-teknis. Adapun beberapa pilihan yang
terpilih sebagai teknologi pengolahan air limbah domestik di Kecamatan Palmatak
yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan pemilihan


teknologi pengolahan air limbah sistem tangki septik.
2. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan pemilihan
teknologi pengolahan air limbah sistem Tangki Septik dengan Up-Flow Filter
3. Sistem Pengelolaan Air Limbah secara komunal dengan pemilihan teknologi
pengolahan air limbah Sistem Upflow Anaerobic Filter (UAF)
4. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan pemilihan
teknologi pengolahan air limbah Sistem Tripikon-S
5. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat baik secara individual atau komunal
dengan pemilihan teknologi pengolahan air limbah Sistem T-pikon-H
99

T-Pikon-H
P6
Skala Komunal
Tangki Septik

Rumah Tangki Septik


<50 Orang P5 dengan Up-
Darat (10 KK)
Flow Filter

Tripikon-S
Skala individual Muka Air
Tanah < 2m
P4 Tripikon-S

Pengolahan P3 T-Pikon-H
di laut

Skala Komunal Lahan


Tersedia
Rumah <50 Orang Pengolahan P2 Tangki Septik
Panggung (10 KK) di didarat dengan + UAF

T-Pikon-H
Skala individual
P1

Tripikon-S

Gambar IV.30 Skema Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Di Kecamatan Palmatak
100

Tabel IV.19 Tabel Penjelasan Pilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik di
Kecamatan Palmatak
Alternatif Penjelasan Keterangan
P1 • Untuk rumah panggung dengan kepadatan kurang • Sistem sanitasi di rumah
dari 200 jiwa/Ha, pilihannya adalah sistem panggung diarahkan untuk
setempat dengan menerapkan sistem jamban dapat mengkomodasi
pribadi atau jamban bersama kebiasaan penduduk yang
• Pengolahan air buangan menggunakan Tripikon-S melakukan BAB dari dalam
ataupun T-Pikon-H rumah, baik melalui jamban
• T-Pikon-H ditempelkan pada sisi rumah dengan ataupun lubang di lantai
menggunakan konstruksi kayu sebagai • Kebocoran harus dihindari
penyangganya agar air laut tidak masuk ke
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke dalam sistem karena akan
laut mempengaruhi kinerja
• Tripikon-S dapat diterapkan dengan menancapkan pengolahan
sebagian konstruksinya ke dalam tanah atau dasar •
pantai sehingga beban Tripikon-S dapat tertahan
(tergantung ketinggian lantai rumah terhadap
permukaan pantai/tanah). Apabila Tripikon-S
tidak dapat mencapai permukaan tanah, maka
perlu penyangga
P2 • Sistem perpipaan sesuai untuk diterapkan di rumah • Perlu ada kelompok
panggung dengan kepadatan penduduk pengelola yang bertanggung
>200jiwa/Ha, dan tersedia lahan di darat jawab atas O&M
• Pengolahan air buangan tangki septik + AUF • Sistem perpipaan ini untuk
• T-Pikon-H ditempelkan pada sisi rumah dengan mengakomodasi kebiasaan
menggunakan konstruksi kayu sebagai BAB masyarakat yang
penyangganya tinggal di rumah gantung
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke • Hubungan dengan penyedia
laut jasa penyedotan tinja perlu
• Konstruksi instalasi pengolahan dibangun di dibina (swasta/pemerintah)
daratan dimana air limbah dari rumah-rumah • Pihak penyedia jasa
panggung dialirkan melalui pipa menuju penyedotan tinja perlu
pengolahan di darat dilengkapi dengan kendaraan
• Kapasitas pengolahan harus disesuaikan dengan penyedot tinja yang mampu
beban air limbah yang masuk menjangkau medan sulit
• Sistem pondasi instalasi pengolahan menggunakan (misalnya motor tinja)
teknik pondasi standar, kecuali apabila lokasi • Kelompok pengelola perlu
instalasi berada di lokasi yang berpasir dibekali kemampuan
• Untuk lokasi yang berpasir, maka pondasi harus perbaikan, minimal untuk
disokong dengan sistem cerucuk untuk perbaikan minor
menghindari amblasan
• Perpipaan yang tidak menempel pada struktur
rumah harus disangga dengan tiang beton ataupun
kayu yang terpancang kuat dan sedapat mungkin
memiliki kelenturan yang sangat rendah terhadap
hantaman gelombang air laut. Tiang penyokong
yang lentur dapat menyebabkan pipa kaku yang
disokongnya patah
• Sambungan pipa harus dibuat kokoh dan kedap
sehingga air laut tidak dapat masuk ke dalam
sistem
101

Alternatif Penjelasan Keterangan


P3 • Sistem perpipaan sesuai untuk diterapkan di rumah • Sistem sanitasi di rumah
panggung dengan kepadatan penduduk panggung diarahkan untuk
>200jiwa/Ha, dan tersedia lahan di darat dapat mengkomodasi
• Pengolahan air buangan dengan T-Pikon-H kebiasaan penduduk yang
• T-Pikon-H ditempelkan pada sisi rumah dengan melakukan BAB dari dalam
menggunakan konstruksi kayu sebagai rumah, baik melalui jamban
penyangganya ataupun lubang di lantai
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke • Kebocoran harus dihindari
laut agar air laut tidak masuk ke
dalam sistem karena akan
mempengaruhi kinerja
pengolahan
P4 • Sistem setempat dengan jamban pribadi/bersama • Biaya pengadaan dan
di rumah di darat dengan kepadatan <200 Jiwa/Ha pemasangan dapat diperoleh
dan Taraf muka air tanah <2m melalui masyarakat
• Teknologi pengolahan yang direkomendasikan
adalah pengolahan yang mudah dibangun di muka
air tanah tinggi yaitu Tripikon-S
• Tripikon-S direkomendasikan untuk dibuat dari
bahan PVC sehingga mengurangi kesulitan
konstruksinya di muka air tanah yang tinggi
• Efluen dari pengolahan harus dialirkan ke badan
air terdekat
P5 • Sistem setempat dengan jamban pribadi/bersama • Tangki septik yang dibuat
di rumah di darat dengan kepadatan <200 Jiwa/Ha harus sesuai dengan SNI 03-
dan Taraf muka air tanah <2m 2398-2002
• Teknologi pengolahan yang direkomendasikan
adalah tangki septik, Tripikon-S dan Tangki Septik
dengan Up-Flow Filter. Efluen dari instalasi
pengolahan tersebut perlu diolah dengan sistem
resapan
• Tripikon-S direkomendasikan untuk dibuat dari
bahan PVC ataupun ring beton, tergantung dari
kapasitas pengolahan yang diperlukan
P6 • Sistem perpipaan cocok untuk diterapkan di rumah • Kebocoran harus dihindari
di darat dengan kepadatan penduduk >200jiwa/Ha agar air laut tidak masuk ke
• Efluen dari T-Pikon-H dapat langsung dibuang ke dalam sistem karena akan
laut atau badan air terdekat mempengaruhi kinerja
• Konstruksi instalasi pengolahan dibangun di pengolahan
daratan dimana air limbah dari rumah-rumah
panggung dialirkan melalui pipa menuju
pengolahan di darat
• Kapasitas pengolahan harus disesuaikan dengan
beban air limbah yang masuk
• Sistem pondasi instalasi pengolahan menggunakan
teknik pondasi standar, kecuali apabila lokasi
instalasi berada di lokasi yang berpasir
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
102

Tabel IV.20 Tabel Peralatan Dan Biaya Teknologi Air Limbah


Jenis
Kebutuhan Teknis Biaya
Treatment
Tanki Septik Kebutuhan lahan Pembangunan dan Estimasi biaya
minimal 1m Pemliharaan Dapat pembangunan per KK
dilakukan oleh sebesar Rp 1.900.000
masyarakat (Buku sistem pengelolaan
air limbah domestik –
setempat oleh kementerian
pekerjaan umum dan
perumahan rakyat)
Tangki Septik Bahan konstruksi Pembangunan dan Estimasi biaya
dengan UAF UAF dapat terbuat pemeliharaan pembangunan per KK
dari struktur beton, dilakukan dengan sebesar Rp 3.600.000
pasangan batu bata, bantuan pemerintah (Buku sistem pengelolaan
fiberglass dan setempat air limbah domestik –
kombinasinya setempat oleh kementerian
pekerjaan umum dan
perumahan rakyat)
Tangki Septik Panjang bak minimal Pembangunan dan Estimasi biaya
dengan Up- 1,5 meter pemeliharaan pembangunan per KK
Flow Filter Bahan bangunan dilakukan dengan sebesar Rp 3.213.150
harus tahan tekanan bantuan pemerintah Sumber : (Buku sistem
dan harus kedap air setempat pengelolaan air limbah
domestik – setempat oleh
kementerian pekerjaan
umum dan perumahan
rakyat)
T-Pikon H Direkomendasikan Pembangunan dan Estimasi biaya
untuk dibuat dari pemeliharaan pembangunan per KK
bahan PVC ataupun dilakukan dengan sebesar Rp 2.567.000
ring beton, tergantung bantuan pemerintah Sumber : Delli Noviarti
dari kapasitas setempat Rachman,2016
pengolahan yang
diperlukan
Tripikon-S Direkomendasikan Pembangunan dan Estimasi biaya
untuk dibuat dari pemeliharaan pembangunan per KK
bahan PVC ataupun dilakukan dengan sebesar Rp 2.567.000
ring beton, tergantung bantuan pemerintah Sumber : Delli Noviarti
dari kapasitas setempat Rachman,2016
pengolahan yang
diperlukan
Sumber : data diolah, 2019

Berdasarkan pertimbangan teknis dan non teknis yang telah dilakukan


dalam pemilihan teknologi air limbah domestik, terdapat beberapa teknologi yang
dapat menjadi alternatif di Kecamatan Palmatak. Teknologi terpilih yang dapat
menjadi alternatif dalam mengurangi besarnya angka buang besar sembarangan,
uraian dapat dilihat sebagai berikut:
103

Tabel IV.21 Pilihan Teknologi di Kecamatan Palmatak


Penduduk
Pilihan Estimasi
No. Desa yang belum Keterangan
Teknologi biaya
terlayani/KK
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
-Tangki secara komunal untuk
Rp
Septik penduduk yang
100,800,000
1. Tebang dengan UAF 286 KK bermukin di pesisir
(Tangki Septik
-Tripikon-S sedangkan untuk
dengan UAF)
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Septik
Rp 79,200,000 bermukin di pesisir
dengan UAF
Ladan 225 KK (Tangki Septik sedangkan untuk
-Tripikon-S
dengan UAF) individual dengan biaya
-Tanki
yang lebih murah dapat
Septik
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
-Tangki
Septik dengan AUF
Septik Rp 43,200,200
Mubur 128 KK diperuntukan untuk
dengan UAF
penggunaan sistem
-Tripikon-S
secara komunal untuk
104

penduduk yang
bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Septik
bermukin di pesisir
dengan UAF
Payalaman 203 KK Rp 72,000,000 sedangkan untuk
-Tripikon-S
individual dengan biaya
-Tanki
yang lebih murah dapat
Septik
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
-Tangki
secara komunal untuk
Septik
penduduk yang
dengan UAF
Putik 349 KK Rp 124,400,00 bermukin di pesisir
Tripikon-S
sedangkan untuk
-Tanki
individual dengan biaya
Septik
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
105

septik dipilih untuk


penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Septik
Bayat 123 KK Rp 43,200,000 bermukin di pesisir
dengan UAF
sedangkan untuk
-Tripikon-S
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Septik
Piabung 211 KK 75,600,000 bermukin di pesisir
dengan UAF
sedangkan untuk
-Tripikon-S
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
-Tangki diperuntukan untuk
Septik penggunaan sistem
Langir dengan UAF 95 KK 32,400,000 secara komunal untuk
-Tanki penduduk yang
Septik bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
106

yang lebih murah dapat


menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki penduduk yang
Septik bermukin di pesisir
Candi dengan UAF 164 Rp 57,600,000 sedangkan untuk
-Tanki individual dengan biaya
Septik yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki penduduk yang
Piasan Septik 144 Rp 50,400,000 bermukin di pesisir
dengan UAF sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
-Tangki Pilihan teknologi Tangki
Belibak Septik 60 Rp 21,600,000 Septik dengan AUF
dengan UAF diperuntukan untuk
107

penggunaan sistem
secara komunal untuk
penduduk yang
bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi tangki
septik sesuai dengan
Teluk -Tanki
54 sebagian besar
Bayur Septik
penduduk yang
bermukim di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki penduduk yang
Matak Septik 59 Rp 21,600,000 bermukin di pesisir
dengan UAF sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
-Tangki diperuntukan untuk
Septik penggunaan sistem
Payamaram dengan UAF 110 Rp 39,600,000 secara komunal untuk
-Tanki penduduk yang
Septik bermukin di pesisir
sedangkan untuk
individual dengan biaya
108

yang lebih murah dapat


menggunakan
menggunakan Tripikon-
S. sedangkan tangki
septik dipilih untuk
penduduk di daratan.
Pilihan teknologi Tangki
Septik dengan AUF
diperuntukan untuk
penggunaan sistem
secara komunal untuk
-Tangki
penduduk yang
Batu Septik
112 Rp 39,600,000 bermukin di pesisir
Ampar dengan UAF
sedangkan untuk
individual dengan biaya
yang lebih murah dapat
menggunakan
menggunakan Tripikon-
S.
Rp
Jumlah
307,640,200
Sumber : Hasil Analisis 2019
Pemilihan teknologi pengelolaan air limbah dipilih berdasarkan karakteristik
permukiman penduduk di setiap desa. Estimasi biaya untuk teknologi mencapai Rp
307,640,200, estimasi biaya di hitung hanya berdasarkan banyak teknologi yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang belum memiliki sistem
pengelolaan air limbah..Setiap sistem pengelolaan terpilih pada tabel IV.5 yang
dilakukan dengan mengolah air limbah domestik di lokasi sumber, yang selanjutnya
lumpur hasil olahan diangkut dengan sarana pengangkut ke Sub-sistem Pengolahan
Lumpur Tinja. Di Kecamatan Palmatak belum terdapat IPLT namun sudah ada
pengembangan IPLT di Kabupaten Kepulauan anambas yaitu di Kecamatan
Jemaja, Kecamatan Siantan dan pengembangan IPLT di Kecamatan Palmatak
berada di Desa Matak.
109

pe
110

4.2.5 Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestic Di


Kecamatan Palmatak
Pengembangan sarana dan prasarana air limbah di Kecamatan Palmatak
mempertimbangankan karakteristik lokal, baik tingkat pelayanan.Kriteria yang
digunakan dalam penentuan prioritas tahapan pengembangan sanitasi Kabupaten
Kepulauan Anambas diantaranya adalah data kondisi eksisting, wilayah CBD
(Center of Business Development) saat ini dan mendatang berdasarkan RTRW,
prioritas berdasarkan tingkat area beresiko resiko tingkat layanan sanitasi (air
limbah), kepadatan penduduk, dan klasifikasi wilayah (perkotaan atau perdesaan).
Pengembangan sistem pengelolaan air limbah dapat dilihat sebagain berikut sebagai
berikut :

Zona Pengembangan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestic Di


Kecamatan Palmatak

Zona 1 Zona 2 Zona 3


Desa Ladan Desa Mubur Desa Langir
Desa Tebang Desa Piabung Desa Bayat
Desa Payalaman Desa Teluk Bayur
Desa Candi Desa Belibak
Desa Matak
Desa Batu Ampar
Desa Payamaram
Desa Piasan
Desa Putik
Sumber : Hasil Analisis

Zona pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestic di Kecamatan


Palmatak terbagi atas tiga yaitu zona pertama merupakan area dengan resiko tinggi
ditentukan berdasarkan kepentingan klasifikasi wilayah, jumlah penduduk dan
cakupan layanan. Zona kedua dan ketiga merupakan area dengan tingkat resiko
menengan yang ditentukan berdasarkan cakupan layanan dan jumlah penduduk.
111

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan mengenai hasil analisis dan evaluasi sistem Pengelolaan
Air Limbah Domestik di Kabupaten Kepulauan Anambas sebagai berikut;

1. Mengidentifikasi Kondisi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik


(SPALD) Di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
Kecamatan Palmatak sudah terlayani dengan system IPAL Komunal, septik
tank individual maupun jamban bersama, namun sarana dan prasarana pengelolaan
masih terbatas dan belum tersebar secara merata.
Saat ini IPAL Komunal sendiri masih dalam tahap pembangunan,
berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan desa yang saat ini yang
telah dibangun IPAL Komunal adalah Desa Ladan dan Desa Payalaman. Proses
pembangunan IPAL Komunal tersebut mengalami penolakan oleh sebagian
masyakarat, hal itu dikarenakan masyakarat kurang paham dengan sistem kerja dari
IPAL Komunal dan dianggap dapat memberikan gangguan linkungan. Berdasarkan
pilihan SPALD yang telah diberikan pada pertanyaan kuisioner, masyarakat lebih
memilih SPALD On-site yaitu Septik Tank Individual. Hal tersebut dikarenakan
masyarakat sudah tidak asing dan sudah mengetahui sistem kerja dari Septik Tank
Individual.

2. Mengidentifikasi Tingkat Pelayanan Sistem Pengelolaan Air Limbah


Domestik (SPALD) Di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan
Anambas
Berdasarkan hasil analisis tingkat pelayanan air limbah domestik yang
dilakukan Kecamatan Palmatak adalah sebesar 13,21% yang artinya masih belum
memenuhi SPM pada tahun pencapaian 2019 sebesar 60%. Sedangkan untuk hasil
survey yang telah dilakukan masih banyak masyarakat di Kecamatan Palmatak
Kabupaten Kepulauan Anambas yang membuang air limbah langsung ke saluran
drainase, perkebunan/hutan bakau, laut maupun tempat lain yang dirasa
memungkinkan. Dengan tingkat pembuangan tinja langsung ke sungai/laut
112

mencapai angka 65% yang merupakan tempat buangan akhir tinja tertinggi di
Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepualaun Anambas tahun 2018. Selain sudah
menjadi kebiasaan,rendahnya tingkat pemahaman masyakat dalam meyerap
informasi menyebabkan masyarakat sulit untuk diberitahu menyebabkan Besarnya
angka Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di Kecamatan Palmatak.
3. Mengidentifikasi Permasalahan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
(SPALD) di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas
A. Analisis Pembiayaan
Berdasarkan analisis desentralisasi fiskal yang telah dilakukan rata- rata
nilai rasio desentralisasi fiskal Kabupaten Kepulauan Anambas adalah 2,79%
dengan klarifikasi dangat rendah yang artinya tingkat ketergantungan daerah
dengan pemerintah pusat masih sangat tinggi, dan tingkat ketergantungan fiskal
setiap tahunnya sangat tinggi.
B. Analisis Sosial Dan Ekonomi

Kecamatan Palmatak merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk


miskin tertinggi di Kabupaten Kepulauan Anambas dengan hasil survei yang telah
dilakukan sebanyak 67,94% masyarakat dengan tingkat pendapatan dibawah upah
minimum kabupaten (UMK). Artinya besarnya angka BABS di Kecamatan
Palmatak yaitu sebesar 62,86% dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat
yang tidak mampu membiayai perawatan kesehatan yang berkaitan dengan perilaku
hidup bersih dan sehat.

4. Pemilihan Teknologi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD)


di Kecamatan Palmatak Kabupaten Kepulauan Anambas.
Berdasarkan hasil pertimbangan secara teknis ataupun non-teknis terdapat
pilihan teknologi yang paling sesuai untuk Kecamatan Palmatak:

1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan


pemilihan teknologi pengolahan air limbah sistem tangki septik.
2. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan
pemilihan teknologi pengolahan air limbah sistem Tangki Septik dengan
Up-Flow Filter
113

3. Sistem Pengelolaan Air Limbah secara komunal dengan pemilihan


teknologi pengolahan air limbah Sistem Upflow Anaerobic Filter (UAF)
4. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat secara individual dengan
pemilihan teknologi pengolahan air limbah Sistem Tripikon-S
5. Sistem Pengelolaan Air Limbah Setempat baik secara individual atau
komunal dengan pemilihan teknologi pengolahan air limbah Sistem T-
pikon-H

Pilihan teknologi pengolahan Tangki Septik dengan Up-Flow Filter


memiliki keunggulan dari tangki septik yaitu dapat mengolah grey water dan black
water. Kemudian adalah alternatif penggunaan pengolahan Tripikon-S dan T-
Pikon-H. Kinerja kedua sistem ini masih perlu dikaji lebih lanjut, namun bila dilihat
dari ide pengolahannya, maka sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pengolahan air limbah yang potensial untuk dikembangkan.

5.2 Rekomendasi
Berikut ini adalah beberapa rekomendasi untuk Sistem Pengelolaan Air
Limbah Domestik di Kecamatan Palmatak :
Masyarakat :
1. Mengkuti kegiatan yang berkaitan dengan sanitasi baik berupa program
pembangunan atau penyuluhan yang telah disediakan oleh pemerintah agar
dapat memahami dengan baik pentingnya pengelolaan air limbah domestik.
2. Masyarakat harusnya menyampaikan kendala ataupun keluhan yang terjadi di
lapangan terkait dengan proses pengelolaan air limbah domestik untuk
membangun komunikasi yang baik masyarakat dan pemerintah sehingga tidak
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah terkait.
3. Masyarakat ikut serta dalam pengelolaan dan perawatan fasilitas pengelolaan
air limbah untuk meningkatkan rasa akan memiliki fasilitas tinggi. Tingginya
rasa memiliki diharapkan fasilitas lebih terjaga.

Pemerintah :

1. Pemerintah diharapkan dapat menemukan alternatif pembiayaan untuk


membiayai kebutuhan pengelolaan air limbah domestik. Dapat berberntuk kerja
114

sama antar swasta ataupun dengan meningkatkan antusias masyarakat ikut serta
untuk mengurangi pembiayaan dalam pengelolaan air limbah domestik.
2. Pemerintah di harapkan menyediakan peraturan daerah Kabupaten Kepulauan
Anambas terkait dengan pengelolaan sistem Air Limbah belum ada.
3. Beberapa alternatif dari analisis yang telah dilakukan dapat menjadi pilihan
dalam pemenuhan kebutuhan 62,86% masyarakat yang belum memiliki
fasilitas pengelolaan air limbah domestik.
4. Pemerintah diharapkan lebih gencar melakukan penyuluhan secara berkala dan
rutin terkait pentingnya hidup bersih dan sehat. Hal ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat di Kecamatan Palmatak yang masih
sangat rendah.

5.3 Kelemahan Studi


Adapun kelemahan dalam Tugas Akhir Evaluasi Sistem Pengelolaan Air Lmbah Di
Kawasan Perbatasan Di Kecamatan Palmatak ini adalah Tidak melakukan proyeksi
timbulan air limbah sehingga tidak diketahui besaran timbulan air limbah di masa
mendatang

5.4 Studi Lanjutan


Adapun studi lanjutan yang dapat dilakukan oleh calon penulis tugas akhir terkait
dengan Tugas Akhir Evaluasi Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik di
Kecamatan Palmatak ini adalah :

1. Arahan sistem pengelolaan air limbah domestik Kawasan Perbatasan di


Kecamatan Palmatak

Anda mungkin juga menyukai