Anda di halaman 1dari 27

Case Report Session

SINDROM NEFROTIK

OLEH:

Yeap Chen Pan 0810314161


Gusti Rati 1010313107

PEMBIMBING:

dr. Metrizal Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD DR ACHMAD MUCHTAR
BUKIT TINGGI

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan manifestasi klinis yang ditandai dengan

hilangnya protein urine secara masif (albuminuria), diikuti dengan hipoproteinemia

(hipoalbuminemia) dan akhirnya mengakibatkan edema. Dan hal ini berkaitan dengan

timbulnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia dan lipiduria.(1)

Sindrom Nefrotik pada anak dapat terjadi pada semua usia, tetapi lebih banyak terjadi

pada usia 1-2 tahun dan 8 tahun.(2). Pada anak-anak yang onsetnya dibawah usia 8 tahun, ratio

antara anak laki-laki dan perempuan bervariasi dari 2 : 1 hingga 3 : 2. Pada anak yang lebih

tua, remaja dan dewasa, prevalensi antara laki-laki dan perempuan kira-kira sama. Data dari

International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menunjukkan bahwa 66% pasien

dengan minimal change nephrotic syndrome (MCNS) dan focal segmental glomerulosclerosis

(FSGS) adalah laki-laki dan untuk membranoproliferative glomerulonephritis (MPGN) 65 %

nya adalah perempuan. (1)

Di Amerika Serikat, Sindrom Nefrotik merupakan suatu kondisi yang jarang terjadi.

Dari seluruh pengalaman praktek, ahli pediatri hanya menemukan 1-3 pasien dengan kondisi

seperti ini. Dilaporkan angka kejadian tahunan rata-rata 2-5 per 100.000 anak dibawah usia 16

tahun. Prevalensi kumulatif rata-rata adalah kira-kira 15,5 per 100.000 individu.(1)

Sindrom Nefrotik bukan merupakan penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan

suatu petunjuk awal adanya kerusakan pada unit filtrasi darah terkecil (glomerulus) pada

ginjal, dimana urine dibentuk.(2). Sekitar 20% anak dengan Sindrom Nefrotik dari hasil biopsi

ginjalnya menunjukkan adanya skar atau deposit pada glomerulus. Dua macam penyakit yang

paling sering mengakibatkan kerusakan pada unit filtrasi adalah Glomerulosklerosis Fokal

2
Segmental (GSFS) dan Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP). Seorang anak yang

lahir dengan kondisi tersebut akan menyebabkan terjadinya Sindrom nefrotik.(2)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu gambaran klinik glomerular yang ditandai dengan

edema anasarka (seluruh tubuh), proteinuria massif ≥ 3,5 gr/hari, hipoalbuminemian 3,5 gr/dL,

hiperlipidemia, lipiduria dan hiperkoagulabilitas. tanda-tanda tersebut dijumpai pada kondisi


1,2

rusaknya membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas

glomeroluos.

Batasan:
a. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu

3
b. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria >40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam
1 minggu
c. Relaps jarang: relaps kurang dari 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons awal atau
kurang dari 4 x per tahun pengamatan
d. Relaps sering (frequent relaps): relaps ≥ 2 x dalam 6 bulan pertama setelah respons
awal atau ≥ 4 x dalam periode 1 tahun

2.2 Etiologi dan Klasifikasi

Penyebab Sindrom Nefrotik secara pasti belum diketahui, namun akhir-akhir ini

dianggap sebagai penyakit autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi. Adapun klasifikasi

Sindrom Nefrotik berdasarkan etiologi terbagi atas:

A. Sindroma Nefrotik pada Anak-Anak/Infantil2

Sindroma nefrotik infantil adalah sindrom nefrotik yang terjadi pada usia tiga bulan

sampai satu tahun, sedangkan jika terjadi sebelum usia tiga bulan disebut sebagai sindrom

nefrotik kongenital.

1. Sindroma nefrotik infantil

Sangat jarang ditemukan, sindrom ini dapat disebabkan nail patella syndrome,

pseudohermaphroditism, XY gonadal disgenesis, tumor Wilms, intoksikasi merkuri,

sindrom hemolitik uremik, dan infeksi seperti sifilis, virus sitomegalo, hepatitis, rubella,

malaria, dan toksoplasmosis. Prognosis sindrom nefrotik infantil umumnya buruk tetapi

masih lebih baik dari pada prognosis sindrom nefrotik kongenital.

2. Sindrom nefrotik kongenital

Merupakan penyakit familial, biasanya diturunkan sebagai resesif autosomal. Penyakit

ini dapat timbul dalam beberapa hari atau minggu setelah lahir. Prognosisnya jelek

biasanya dapat menimbulkan kematian sebelum bayi berusia satu tahun.

B. Sindroma Nefrotik pada Dewasa 1,3

4
1. Sindroma Nefrotik Primer/Idiopatik

Sindrom Nefrotik primer atau idiopatik merupakan Sindrom Nefrotik yang

berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab yang tidak diketahui.

Glomerulonefritis primer atau idiopatik merupakan penyebab yang paling sering.

Beberapa jenis glomerulonefritis primer merupakan penyebab dari 78% sindrom nefrotik

pada orang dewasa dan 93% pada anak-anak. Pada 22% orang dewasa keadaan ini

disebabkan oleh gangguan sistemik (terutama diabetes, amiloidosis dan thrombosis vena

renalis) dimana ginjal terlibat secara sekunder atau karena mengalami respon abnormal

terhadap obat atau allergen lain. Penyebab SN yang paling sering semua tipe adalah

ditemukan deposit immunoglobulin kecuali pada tipe lesi minimal yang masih

kontroversi. Berdasarkan kelainan histopatologi yang tampak pada biopsy ginjal, maka

SN primer dapat diklasifikasikan menjadi : 1,4

a. Glomerulonefritis lesi minimal (SNLM)

Merupakan penyebab utama SN pada anak-anak, pada dewasa hanya 20%. Dengan

mikroskop biasa tidak tampak kelainan yang jelas pada glomerulus sedangkan ada

mikroskop elektron dapat dilihat sel epitel kapiler glomerulus yang membengkak dan

bervakuol. Fungsi ginjal biasanya tidak banyak terganggu dan tidak ada hipertensi.

Penampakan yang tidak biasa yaitu hipertensi (30% pada anak-anak dan 50% pada

dewasa), hematuri (20% pada anak-anak dan 30% pada dewasa) dan penurunan fungsi

ginjal (kurang dari 5% pada anak-anak dan 30% pada dewasa).

Prognosis kelainan ini relatif paling baik. Pengobatannya ialah dengan

pemberian steroid. Sering mengalami remisi spontan.

b. Glomerulonefritis fokal segmental (GSFS)

5
c. Glomerulonefritis proliferative mesangial

d. Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)

Biasa ditemukan pada anak besar dan orang dewasa muda. Perjalanan penyakit

progresif lambat, tanpa remisi dan berakhir dengan payah ginjal. Ciri khasnya adalah

kadar komplemen serum yang rendah.

e. Glomerulonefritis membranosa (GNM)

Jarang menjadi penyebab SN pada anak tetapi sering pada dewasa. Hampir

semua pada orang dewasa. Pada mikroskop biasa terlihat gambaran penebalan dinding

kapiler, pada mikroskop electron terlihat kelainan membrane basalis. Kelainan ini

jarang memberikan respon terhadap steroid dan prognosis mortalitas lebih kurang

50%.4

2.3 Patofisiologi

a. Proteinuria1,3

Perubahan patologis yang mendasari pada sindrom nefrotik adalah proteinuria, yang

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas dinding kapiler glomerolus akibat kerusakan

glomerulus. Penyebab peningkatan permeabilitas ini tidak diketahui tetapi dihubungkan

dengan hilangnya glikoprotein bermuatan negatif pada dinding kapiler.1

Proteinuria (albuminuria) masif yaitu 3,5 gram/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari

merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,namun penyebab terjadinya

proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya

muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran

basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif

tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus.1 6

6
Beberapa faktor yang turut menentukan derajat proteinuria yaitu :

 Konsentrasi plasma protein

 Berat molekul protein

 Elektikal charge protein

 Integritas barrier membrane basalis

 Elektikal charge pada filtrasi barrier

 Reabsorbsi, sekresi dan katabolisme sel tubulus

 Degradasi intratubular dan urin.

b. Hipoalbuminemia 1,3

Hipoalbuminemia merupakan salah satu gejala dalam menegakkan diagnosis SN, yaitu

kadar albumin plasma kurang dari 3,5 gr/dL. Adapun akibat utama dari proteinuria yang hebat.

Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan

onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.

Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.2

c. Edema 1,3,6

Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi

timbulnya retensi air dan natrium di renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha

kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dantekanan intravaskuler tetap normal. Retensi

cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan

tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang

7
interstitial. Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu

aktivitas sistemrenin-angiotensin-aldosteron (RAAS), hormon katekolamin serta ADH (anti

diuretik hormon) dengan akibat retensi natrium dan air, sehingga produksi urine menjadi

berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill.1

Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron

adalah sekunder karena hipovolemia.Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik

menunjukkan fenomena tersebut.Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan

peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron,

sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill.1

Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal

primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer

mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edematerjadi

sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat

menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron

rendah sebagai akibat hipervolemia.1

8
Gambar 1. Mekanisme edema pada sindrom nefrotik1

d. Hiperlipidemia1,3

Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Mekanisme

hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati,

dan menurunnya katabolisme. Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan peningkatan sintesis

hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan

IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnyaaktivitas enzim

LPL ( lipoprotein lipase ) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada

SN. Peningkatan sintesis lipoprotein hati terjadi akibat tekanan onkotik plasma atau viskositas

yang menurun. Sedangkan kadar HDL turun diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim

9
LCAT ( lecithin cholesterol acyltransferase ) yang berfungsi sebagai katalisasi pembentukan

HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk

katabolisme. Penurunan aktivitas LCAT diduga terkait dengan hipoalbuminemia yang terjadi

pada SN.

e. Lipiduria6

Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris

sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast. Lipiduria dikaitkan dengan

proteinuria daripada dengan hiperlipidemia. Sumber lemak ini berasal dari filtrate lipoprotein

melalui membrane basalis glomerulus yang meningkat permeabilitasnya

2.4 Gambaran klinik4

Edema merupakan gejala utama dan tidak jarang merupakan keluhan satu-satunya dari

SN. Timbul terutama pagi hari dan hilang pada siang hari. Edema menetap setelah beberapa

minggu atau bulan. Lokasi edema biasanya mengenai kelopak mata, tungkai, perut, thorak dan

genitalia. Pada SN dengan hipoalbuminemia berat edema akan mengenai seluruh tubuh yang

biasa dinamakan edema anasarka.

Gangguan gastrointestinal sering ditemukan dalam perjalan penyakit SN. Diare sering

dialami pasien dalam keadaan edema yang masif dan keadaan ini rupanya tidak berkaitan

dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah edema dimukosa usus. Hepatomegali dapat

ditemukan dipemeriksaan fisik, hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan sintesis albumin

yang meningkat atau edema ataupun keduanya.

2.5 Diagnosis

Diagnosis Sindroma Nefrotik di tegakkan berdasarkan : 5,6,7

a. Anamnesis

10
 Keluhan utama berupa bengkak yang tampak di sekitar mata dan ekstremitas bawah dengan

jenis pitting edema. Seiring berjalannya waktu edema menjadi umum dan terjadi peningkatan

berat badan

b. Pemeriksaan fisis

 Tanda vital dalam batas normal. Jarang timbul hipertensi

 Inspeksi : Terdapat edema pada periorbita maupun ekstremitas

 Palpasi : pitting edema

 Perkusi : dapat timbul asites pada abdomen (shifting dullness), efusi pleura

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan darah

Kadar kolesterol dan trigliserida serum meningkat

 Kadar albumin serum < 2g/dL

 Pemeriksaan faal ginjal, ureum meningkat jika terjadi keseimbangan nitrogen negatif

2) Pemeriksaan urin

 Proteinuria +3 atau +4, atau >2g/24 jam

 Hematuria mikroskopis (hematuria makroskopis jarang terjadi)

 Fungsi ginjal dapat normal atau menurun

11
2.6 .Penatalaksanaan Sindrom Nefrotik

A .Non Farmakologis1

1. Diet

 Tinggi protein dan rendah garam (pada stadium edema dan selama pemberian

kortikosteroid

 Cairan dibatasi ± 900 sampai 1200 ml/hari

 Pemberian kalsium dan vitamin D

 Diet rendah kolesterol <600 mg/hari

2. Tirah baring/rawat inap

Untuk mengatasi penyulit, pada stadium edema, ada hipertensi, ada bahaya trombosis,

apabila relaps

B. Farmakologis1,3

1. Diuretika

Diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB/dosis 2-4 kali sehari

2. Prednison

induksi: 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 4 minggu (maksimal 80 mg/24 jam). Bila

terjadi remisi : 2 mg/kgBB/24 jam dosis tunggal tiap pagi, tiap 48 jam sekali selama 4

minggu. Tapering off dosis dikurangi 0,5 mg/kgBB setiap 2 minggu, selama 2-4 bulan

3. Sitostatika

Bila resisten terhadap prednison atau ada efek samping obat

Alkylating agent : siklofosfamid 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu

Antimetabolit : azotriopin 2 mg/kgBB/24 jam dibagi 3 dosis selama 6-8 minggu

4. Golongan statin yang bekerja untuk menurunkan kolesterol darah, contohnya lovastatin dan

simvastatin.

12
2.7 Komplikasi8

1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan hemostasis pada

sindrom nefrotik:

a. Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan Meningkatnya degradasi renal dan

hilangnya protein didalam urin seperti AT III, protein S bebas, plasminogen dan

antiplasmin.

b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2,meningkatnya

sintesis protein prokoagulan karena hiporikia dan tertekannya fibrinolisis. Aktivasi sistem

hemostatik didalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan monosit danoleh paparan

matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang selanjutnya mengakibatkan

pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.

2. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh Streptococcus, Staphylococcus,

bronkopneumonia,TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering ditemukan.

Pinggiran kelainan kulit ini biasanya batasnya tegas, tapi kurang menonjol seperti

erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit dibiakkan.

3. Gangguan tubulus renalis : gangguan klirens air bebas pada pasien sindrom nefrotik

mungkin disebabkan kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya

hantaran natrium dan air ke ansa henle tebal.Gangguan pengasaman urin ditandai dengan

ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban asam.

4. Gagal ginjal akut. Terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi berkurang, tapi

karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya tekanan tubulus proksimalis yang

menyebabkan penurunan LFG.

13
5. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi Fe yang tipikal, namun resisten terhadap

pengobatan preparat Fe.Hal ini disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serum

yangmenurun akibat proteinuria.

6. Peritonitis. Adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik untuk

perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi Streptococcus

pneumonia, E.coli.

7. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral karena protein pengikat hormon hilang dalam

urin. Hilangnya globulin pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom

nefrotik dan laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.

2.8 Prognosis8

Prognosis makin baik jika dapat di diagnosis segera. Pengobatan segera dapat

mengurangi kerusakan glomerolus lebih lanjut akibat mekanisme kompensasi ginjal maupun

proses autoimun. Prognosis juga baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap

kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Terapi antibakteri dapat mengurangi kematian akibat

infeksi, tetapi tidak berdaya terhadap kelainan ginjal sehingga akhirnya dapat terjadi gagal

ginjal. Penyembuhan klinis kadang-kadang terdapat setelah pengobatan bertahun-tahun

dengan kortikosteroid.

14
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :
Nama : Riko Junaidi
Umur : 15 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 158 cm
Agama : Islam
Alamat : Jl. Tabiang pauh, Kamang Mudiak, Agam
Kebangsaan : Indonesia
MRS : 5 Januari 2015
2. Identitas orang tua/wali :

Ayah : Nama : Tn. Bursa.K

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Petani

Usia : 55 Tahun

Penyakit : Tidak ada

Ibu : Nama : Ny. S

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Usia : 50 Tahun

Penyakit : Tidak ada

15
II. ANAMNESIS

Kiriman dari : Poliklinik Anak RSUD Dr. Achmad Mochtar

Dengan diagnosa : Sindrom Nefrotik

Aloanamnesa dengan : Orang tua pasien

Tanggal/jam : 27 Januari 2015/ 13.00 WIB

1. Keluhan utama : bertambah sembab sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

1. Riwayat penyakit sekarang :

 Pasien merasakan sembab pada kedua kelopak mata, dan wajah sejak 1 minggu

yang lalu. Sembab seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,

sembab dimulai di kelopak mata, wajah, perut dan kaki.

 Demam sejak 2 hari SMRS, hilang-timbul, berkeringat, tidak menggigil, tidak

kejang

 Batuk sejak 2 hari SMRS, batuk kering, tidak berdahak, tidak berdarah

 Mual dan muntah sejak 1 hari SMRS, frequensi ± 3 kali, volume ± ¾ gelas berisi

apa yang dimakan dan diminum, tidak berdarah, dan tidak menyemprot.

 Sesak napas tidak ada

 Nafsu makan biasa


 Riwayat minum obat-obatan dan jamu-jamuan tidak ada

 BAK warna kuning keruh, jumlah sedikit, nyeri tidak ada

 Riwayat buang air kecil seperti air cucian daging tidak ada

 Riwayat buang air kecil nyeri dan berpasir tidak ada

 BAB warna normal, konsistensi normal

16
2. Riwayat penyakit dahulu :

Anak telah menderita penyakit ini sejak tahun 2010, yaitu sejak 5 tahun yang lalu.

- Tahun 2010 sakit yang pertama dirawat di RSUD Dr. Achmad Mochtar

selama 2 bulan 20 hari.

- Tahun 2013 sakit yang kedua dirawat di RSUD Dr. Achmad Mochtar selama

15 hari.

- Tahun 2014 sakit yang ketiga dirawat di RSUD Dr. Achmad Mochtar selama

20 hari

- Tahun 2015 sakit yang keempat

3. Riwayat kehamilan dan persalinan :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Nilai APGAR : Langsung nangis

Berat badan lahir : 3000 gram

Panjang badan lahir : 49 cm

Lingkar kepala : 35 cm

Penolong : Bidan

Masa gestasi : Cukup bulan

Tempat : Rumah Sakit

Riwayat Neonatal :

Setelah lahir anak langsung menangis, kulit kemerahan, gerak aktif.

4. Saudara Kandung

- Rudianto, Laki-laki, 32 tahun, sehat

- Rika Susanti, Perempuan, 30 tahun, sehat

- Ratna Dewi, Perempuan, 28 tahun, sehat

- Rahmi Julia, Perempuan, 20 tahun, sehat

17
- Robi Arrianto, Laki-laki, 19 tahun, sehat

- M.Rahim, Laki-laki, 16 tahun, sehat

- Riko Junaidi, Laki-laki, 15 tahun, pasien

6. Riwayat imunisasi

BCG : Umur 1 bulan

Polio : Umur 0, 2, 4, 6 bulan

Hepatitis : Umur 0, 1, 4 bulan

DPT : Umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan

Campak : Umur 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

7. Riwayat perkembangan :

Tengkurap : 6 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : 10 bulan

Berjalan : 1 tahun

Bicara : 1 tahun 6 bulan

Membaca dan menulis : 6 tahun

Kesan : Perkembangan sesuai dengan usianya.

8. Makanan :

Anak mendapatkan ASI sejak lahir sampai usia 2 tahun. Saat usia 1 tahun anak mulai

makan bubur SUN sampai usia 1,5 tahun. Pada usia 1,5-2 tahun anak makan nasi tim.

Usia 2 tahun sampai sekarang anak makan nasi biasa, dengan frekuensi 3 kali sehari.

Anak suka makan ikan dan tidak suka makan sayur.

18
9. Riwayat keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.

10. Riwayat Sosial Ekonomi, Perumahan dan Lingkungan

 Pasien anak ke 7 dari 7 bersaudara

 Ibu tamatan SD, pekerjaan ibu rumah tangga, ayah tamatan SD, pekerjaan petani

11. Riwayat Perumahan dan Lingkungan

 Tinggal di rumah semi permanen

 WC dalam rumah

 Sumber air dari PDAM

 Sampah dibakar

 Pekarangan luas

Kesan: Higiene dan sanitasi cukup baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Kompos mentis cooperative.

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Keadaan gizi : Baik

Tekanan darah : 130/70 mmHg

Nadi : 90 x/menit

Suhu : 36.7o C

Pernafasan : 24 x/menit

Berat badan : 52 kg

Tinggi badan : 158 cm

Sianosis : tidak ada

19
Edema : tidak ada

Anemis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

2. Kulit :

Teraba hangat, warna kecoklatan, turgor cepat kembali.

3. Kelenjar Getah Bening:

Tidak teraba pembesaran KGB

4. Kepala :

Normocephal, bulat, simetris

5. Rambut :

Warna hitam, tidak mudah rontok

6. Mata :

Konjungitva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter pupil

2mm/2mm, refleks cahaya +/+ , palpebra tidak edema.

7. Telinga

Bentuk simetris, sekret tidak ada, nyeri tidak ada

8. Hidung :

Bentuk simetris, pernafasan cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada, sekret

tidak ada

9. Tenggorokan :

Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis.

10. Mulut :

Mukosa bibir dan mulut basah, gusi tidak berdarah.

11. Leher :

JVP 5-2cmH2O

20
12. Thorak :

a. Dinding dada/paru :

Inspeksi : Bentuk : simetris kiri dan kanan

Retraksi : tidak ada

Pernafasan : abdominal-torakalis

Palpasi : Fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara napas vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

b. Jantung :

Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis teraba di RIC V, thrill tidak ada.

Perkusi : Batas kanan : LSD

Batas kiri : teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Batas atas : RIC II

Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada.

c. Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-), ascites (-), lingkar perut 74 cm

Auskultasi : Bising usus (+) normal

13. Punggung :

Tidak ada kelainan.

14. Alat Kelamin :

Tidak ada kelainan.

21
15. Anus :

Tidak dilakukan colok dubur.

16. Anggota Gerak :

Akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologi (+/+), refleks patologis (-/-)

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 6 Januari 2015


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hb 14.3 g/dl 13.0 - 16.0 g/dl
Leukosit 8680 mm3 5000 - 10000 mm3
Thrombosit 379000 mm3 150000 - 40000 mm3
Hematokrit 38.9 % 40.0 – 48.0 %

Diff count 0/9/0/62/25/4

2. Pemeriksaan Kimia tanggal 6 Januari 2015


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Albumin 1.5 g/dl 3.8-5.4g/dl
Cholesterol 459 mg/dl 0 – 201mg/dl
Calcium 7.8 mg/dl 8.6-10.3 mg/dl
Urea 72.9 mg/dl 15.0 – 43.2 mg/dl
Creatinin 1.2 mg/dl 0.8 – 1.3 mg/dl
Troponin 3.3 g/dl 6.3 – 8.4 g/dl

3. Pemeriksaan Urin (Urinalisa) tanggal 8 Januari 2015


Makroskopik :
Warna : Kuning muda
Kekeruhan : Jernih

Mikroskopik :
Leukosit : 0-1/ lpb
Eritrosit : 0-1 / lpb
Epitel : (+) pH : 6.5
Kristal : (-) Protein : +4
Silinder : (-) Urobilinogen : (-)

22
Granular : (-) Bilirubin : (-)
Glukosa : (-)

V. DIAGNOSA

1. Diagnosa kerja : Sindrom Nefrotik

2. Diagnosa banding : Glomerulonefritis Akut

VI. PENATALAKSANAAN
 Bedrest
 Diet: kebutuhan kalori 1600 kalori
 Garam 1g//hari
 Protein 60 g
 IVFD Albumin 3 kolf
 Furosemid 2x 1 tab
 Captopril 2x 18.75 mg
 Prednison 3x 5 tab
 KCl 1x 500 mg
 Ceftriaxon 1x 1g

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

VIII. PENCEGAHAN

1. Sanitasi dan hygiene lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

2. Pada orangtua diberikan penerangan yang cukup mengenai semua risiko yang

mungkin terjadi dan mengenai diet anak, yakni menghindari makanan yang banyak

mengandung garam dan memperbanyak makan makanan yang mengandung protein,

seperti putih telur, tahu, tempe dan ikan.

23
IX. FOLLOW UP

Tanggal 8/1/2015 27/1/2015 28/1/2015


Tekanan darah 150/80 130/80 130/80
Nadi 80x 90x 90x
Pernafasan 22x 24x 24x
Suhu 36.2 36.3 36.4
Warna urine Kuning muda Kuning muda Kuning muda
Eritrosit 0-1 0-1 0-1
Leukosit 0-1 0-1 0-1
Protein +4 +/- +/-
Berat badan 60 kg 52 kg 52 kg

Lingkar perut 84 cm 74 cm 74 cm

BAB IV

Diskusi

Telah dilaporkan seorang pasien laki-laki berusia 15 tahun datang ke rumah sakit

RSUD Dr. Achmad Mochtar. Berdasarkan alloanamnesa dengan orangtua penderita,,

didapatkan :

 Pasien merasakan sembab pada kedua kelopak mata, dan wajah sejak 1 minggu

yang lalu. Sembab seluruh tubuh sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,

sembab dimulai di kelopak mata, wajah, perut dan kaki.

 Demam sejak 2 hari SMRS, hilang-timbul, berkeringat, tidak menggigil, tidak

kejang

 Batuk sejak 2 hari SMRS, batuk kering, tidak berdahak, tidak berdarah

24
 Mual dan muntah sejak 1 hari SMRS, frequensi ± 3 kali, volume ± ¾ gelas berisi

apa yang dimakan dan diminum, tidak berdarah, dan tidak menyemprot.

 BAK warna kuning keruh, jumlah sedikit

Berdasarkan hal diatas diagnosa sementara yang dapat ditegakkan adalah sindrom

nefrotik (SN). Untuk lebih memastikannya maka dilakukan pemeriksaan laboratorium dan

diperoleh hasil :

 Kadar serum albumin 1.5 g/dl (hipoalbuminemia)

 Kadar kolesterol darah 459 mg/dl (hiperkolesterolemia)

 Terdapat protein dalam urine (proteinuria) +4

 Terdapat hipertensi stage I 150/80 mmHg

Hasil pemeriksaan laboratorium ini mendukung ditegakkannya diagnosa sindrom

nefrotik. Hal ini sesuai dengan definisi dari SN yaitu keadaan klinis yang terdiri dari edema

generalisata (anasarka), hipoalbuminemia, hiperlipidemia (hiperkolesterolemia) dan

proteinuria. Untuk lebih memastikan tipe dari SN ini adalah dengan melakukan biopsi ginjal.

Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan dan tidak dijumpai hematuria makroskopik.

SN pada kasus ini didiagnosa banding dengan GNA karena gejala klinis yang

ditimbulkan sama yakni berupa edema. Pada anak ini ditemukan . Sesuai dengan teori di atas

hipertensi lebih sering terjadi pada GNA. Namun pada literatur lain dinyatakan bahwa

hipertensi ringan sedang sering ditemukan pada SN dan menjadi normotensi bersamaan

dengan peningkatan diuresis. Hal ini berbeda dengan hipertensi pada GNA, dimana sering

terjadi hipertensi berat sehingga memerlukan terapi anti hipertensi.

Penatalaksanaan pada kasus ini secara non medikamentosa dengan bedrest total, diet
TKTPRG (tinggi kalori tinggi protein dan rendah garam). Sedangkan secara medikamentosa
IVFD Albumin 3 kolf karena pada pasien tampak edema anasarka, Furosemid 2x 15 g sebagai
diuretik untuk mengurangi edema, Captopril 2x 12.5 mg untuk mengatasi hipertensi,
Prednison 3x 5 tab, KCl 1x 500 mg, Ceftriaxon 1x 1g

25
Pada orang tua pasien disarankan pada anak tetap dianjurkan untuk tidak memberikan

makanan yang banyak mengandung garam serta makanan yang berlemak kepada anaknya,

serta lebih banyak memberikan makanan yang mengandung protein seperti putih telur, tahu

dan tempe serta sayur dan buah-buahan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prodjosudjadi W.2006. Sindrom Nefrotik dalam Aru, Bambang S; Idrus A; Marcellius S.K;Siti

S. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu

Penyakit Dalam

2. Wirya I.W. Sindroma nefrotik Dalam : Alatas H dkk, editor. Nefrologi Anak: Jakarta: IDAI,

2002.381-426.

3. Braunwald E. 2008. Syndrome Nefrotic dalam Anthony S.F;Eugene B ; Dennis L; Kasper S.L.

H; Don L. Principles Of Internal Medicine. Edisi 17. Volume II

26
4. Orth S.R & Berhard E.1998. The Nephrotic Syndrome. NEJM. Volume 338. No.17. Hal 1202-

11

5. Sukandar E, Sindroma Nefrotik. Nefrologi Klinik edisi II. Bandung: ITB, 1997

6. Carta A. Gunawan.Sindrom Nefrotik: Patogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin

DuniaKedokteran No. 150, 2006 53. Website: kalbe farma. [cited 2010, Nov 28].

available:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/18_150_SindromaNefrotikPatogenesis.pdf/18_1

50_SindromaNefrotikPatogenesis.html

8. Hull PR. Goldsmith DJ. Nephrotic syndrome in Adult [clinical review]. 2008:vol.336.Website:

BMJ [cited 2010 Dec, 20]

27

Anda mungkin juga menyukai