Anda di halaman 1dari 13

Kumpulan Puisi Mata Najwa

Puisi untuk Negeri

Indonesia bukanlah ide yang abstrak


Indonesia ialah kenyataan
yang tak terelak

tanah air yang kita hidupi sehari-hari


bukan hanya garis-garis peta penuh ilusi

melalui segenap panca indera


tiap hari kita meraba indonesia

indonesia ialah tubuh kita


jika satu terluka,berdarah pada semua

memang tidak ada bangsa yang sempurna


tapi inilah satu-satunya tanah air kita

bergandengan tangan menjaga indonesia


bersekutu merawat yang bhineka

agar abadi puisi indah indonesia


biar menjadi debar sepanjang masa
God Bless

Teruntuk mereka yg bersemangat muda,


musik rock adalah makanan bagi jiwa.
Rock yang memancing teriakan dan jejingkrakan,
adalah anarki yang mencairkan tatanan.

God Bless pernah jadi katarsis bagi yang berjiwa muda


saat politik hanya “sekadar panggung sandiwara.”

Sebab pecinta musik rock menghargai


kejujuran sikap terbuka
“tanpa hiasan,tanpa lukisan.”

Daripada menjilat penguasa,yang tingkahnya bikin geli


mereka lebih suka “menjilati matahari”.
Jiwa-jiwa gelisah yang mencari “semut hitam”
di antara sumpek dan pengapnya kehidupan.

Mereka menyukai “bukit yang terbuka”,


“sebatang sungai yang membelah cerahnya huma.”
Mari bersuka jangan berdusta,
dengan musik rock sebagai pengantarnya.

Lompat-lompatlah ke udara sambil teriak sekeras-kerasnya.

Tak ada yang bisa menjadi penghalang,


sebab
“rumah kita hanya berpagar alang-alang.”

Panjang umurlah hai God Bless.


Karena sungguh engkau ini milik kita.
Siapa Layak Pimpin Kpk

Mencari komisioner KPK butuh negarawan,


mereka yang tahu apa yang jadi kebutuhan.
Paham apa masalah negara ini dimulai
dengan melepaskan kepentingan dana filiasi.

Butuh seluruh dukungan politik untuk


KPK bekerja dari kepala negara hingga wakil rakyat kita.

Tak ada capim yang layak tanpa proses dan seleksi yang ketat.

Hebat memutuskan sosok berkualitas,


berani mengabaikan yang tak pantas.

Komisioner KPK bukan hasil politik representasi,


tak otomatis hakim, jaksa atau polisi.
Memutuskan komisoner selalu soal kapasitas
dan tentu saja kejelasan integritas.

Kita butuh KPK baru yang berwibawa


di saat yang sama bijak untuk bekerja sama.
Menjadikan sesama penegak hukum sebagai mitra
seraya terus membersihkan sapu kotor mereka.
Penyeru Perlawanan

Dalam dunia penuh pura-pura,


anak muda sibuk memisahkan dusta dari kata.
Mereka ada di hutan dan tanah kita
di lorong pabrik dan di jalan raya.

Pemuda tak sempat jadi anak manis


melihat kepongahan terasa begitu sinis.
Ruang publik didefinisikan oleh uang,
air di kampung pun kering kerontang.

Alam berubah menjadi bencana atas nama


investasi sudi dikeruk dan dijarah.

Bagaimana anak muda bisa diam


ketika aparat justru miskin teladan.
Apa yang salah dibenarkan,
tersesat dalam pekatnya konflik kepentingan.

Mari menyeru perlawanan lewat berbagai cara.


Bekerja, mencipta, bersuara, bergerak dalam karya.
Karena asa tidak hanya ada di tangan penguasa
tapi dalam kehendak warga yang berdaya.
Cinta Untuk Negri

Tanah air adalah sebuah buku yg terbuka,


setiap generasi harus mengisinya dengan karya
Yang menjadi pena adalah kebaikan,
yang menjadi tinta adalah kemanusiaan.

Masa depan bangsa menjadi karya bersama,


dari rakyat jelata hingga pemimpin di singgasana.
Yang harus dibabat adalah egoisme dan kebencian,
yang mesti dirajut ialah solidaritas dan kepedulian.

Sebab Indonesia dibangun tokoh-tokoh yg memandang jauh ke depan,


bukan hanya sibuk sandang pangan apalagi perhiasan.
Saatnya yang muda yang berperan
dengan kreativitas yang tak gampang padam.

Jangan takut dengan kegagalan, kerja keras dulu,


pencapaian menyusul kemudian.
Bekerja dan berbuatlah dengan sebait puisi,
aku mau berkarya seribu tahun lagi.
DPR Dalam Pengawasan Rakyat

Hikayat wakil rakyat kita


Masih diramaikan kisah hura-hura belaka.
Advokasi & mutu legislasi melambat,
sementara perjuangan kesejahteraan anggota sendiri meningkat.

Kunjungan kerja jadi sorotan,


sebab kandungannya lebih mirip pelesiran.
Ada pula pimpinan parlemen kita seolah mencatut
rakyatnya untuk politik di Amerika sana.

Mudah memanjakan calon presiden orang,


gamang berempati soal-soal rakyat sendiri.
560 wakil rakyat ini bukan sembarang,
dipilih untuk lantang & kencang.

Berbicara untuk dan atas nama kita,


Bukan semata urusan anggaran mereka.

Memperbaiki martabat anggota dewan


memang butuh seluruh rakyat dan segenap tekad kuat.
Belajar Dari Jendral Soedirman

Pemimpin seperti Jenderal Soedirman


tak akan pernah meninggalkan barisan.
Ia bersedia menderita karena
rakyat juga sedang merasakan nestapa.

Daripada menyerah dan diasingkan,


ia memilih gerilya di dusun dan pegunungan.
Tidur di gubuk yang sama dengan pasukannya,
makan dengan menu serupa dengan rakyatnya.

Soedirman manunggal dengan rakyat,


ia tak berjarak dengan yang melarat.
Karena memimpin adalah juga menderita,
bukan bermewah-mewah dengan harta.

Dengan itulah ia memperjuangkan kemerdekaan


dengan mempertaruhkan semua kemungkinan.
Sebab kemerdekaan yang tak diperjuangkan,
tidak akan pernah dimenangkan.

Generasi berikutnya yang harus melanjutkan


agar pengorbanan generasi soedirman tak disia-siakan.
Karena kemerdekaan yang gagal diisi
hanya akan menjadi narasi yang penuh basa-basi.
Kocok Ulang Mentri

Menteri-menteri boleh silih berganti


tapi Tuan Presiden tak boleh kehilangan arah dan visi.
Buat rakyat siapa Menterinya tak soal
tapi ke mana arah negara dibawa ini menjadi pasal.

Menteri-menteri hanya pelaksana


dari kemauan dan capaian Nawacita.
Presiden sebagai penunjuk arah,
bukan pekerja atau pendengar titah.

Menteri tak boleh hanya cakap bekerja


tapi ternyata tak bisa dipercaya.
Berjuang mewujudkan Nawacita
bukan sekadar memasarkan bisnis negara.

Kita butuh Mentri Ekonomi yang menunjang


mengatasi besarnya pasak dari tiang.
Membangun Indonesia dalam prioritas dan
itu seharusnya hajat hidup orang banyak.

Selamat datang Menteri-menteri pengganti,


jangan pernah lupa untuk siapa Anda mengabdi.
Melawan Negara

Rakyat biasa harus lancang berperkara,


membela diri sendiri menjadi pengacara.
Saat negara menginjak hak hidup mereka,
orang-orang bersahaja dipaksa berperkara.

Memilih jalur hukum membela nasib,


walau dunia hukum sepenuhnya asing.
Tak ada pengacara yang membela,
mungkin karena mereka bukan siapa-siapa.

Sebutlah mereka melek hak kewargaaan,


atau kezaliman sudah teramat keterlaluan.
Mereka mengetuk pintu peradilan dengan keras,
saat hak yang paling dasar telah dirampas.

Kenyataannya sebagian mereka berhasil,


mengoreksi wajah negara yang tidak adil.
Setiap orang-orang kecil bertindak,
kita melihat wajah negara terkoreksi lebih bijak.

Jangan pernah takut membela hak anda,


sebab keadilan bukan soal siapa tetapi apa dan bagaimana.
Darah Muda Daerah

Politik adalah lautan pragmatisme,


kompromi demi kompromi bisa melelehkan idealisme.
Mencari jalan tengah sering tak terhindarkan,
konsep yang serba ideal sering ditepikan.

Di hadapan kekuasaan semua bisa serupa,


tak pandang usia tua maupun muda.
Banyak anak muda yang tumbang karena korupsi,
mereka lupakan visi dan hanyut pada nikmat duniawi.

Kita mungkin bosan dengan muka yang itu-itu saja,


tapi yang muda juga harus kasih bukti yang jelas dan nyata.
Usia muda adalah modal/ agar tangan terus terkepal,
untuk arungi medan politik yang terjal.

Boleh-boleh saja berkompromi dengan situasi,


pancangkan saja garis batas yang tak boleh dilewati.

Agar kekuasaan tak meninabobokan,


agar cita-cita tak kandas sejak semula.
Sebab umur bisa tak berarti di medan kekuasaan,
jika sejak muda sudah lancung dari tujuan.
Dagang Perkara

Profesi penegak hukum begitu terhormat,


sedemikian sehingga godaannya sangat hebat.

Tercantum dalam kode etik pengacara,


larangan menerima kasus semata imbalan
melainkan tegaknya keadilan dan kebenaran.

Tetapi kode etik sering hanya jadi kata petuah,


kalah nyata dengan tekanan harta dan tahta.
Pengacara tereduksi sebatas calo perkara, pegawai tata usaha pun merangkap perantara.

Putusan hakim bisa menjadi komoditi


diserahkan kepada penawar tertinggi.
Pintu peradilan seharusnya jadi cermin harga diri,
aparat penegak hukum yang masih punya kebanggaan profesi.

Jangan biarkan kebenaran dan kepastian hukum


terapung di antara uang dan kuasa yang mengepung.
Berburu Tahta Daerah

Ratusan pilkada jangan menjadi sekadar seremoni,


suksesi harusnya bukan sekadar arena negosiasi.
Kandidat mesti dipilih dengan kehati-hatian
jangan abaikan etika dan asas kepatutan.

Pilkada memang perkara kalah menang


namun calon-calon bermasalah
janganlah diberi kesempatan.

Peraturan seringkali bisa disiasati


namun asas kepatutan dan etika janganlah dikhianati.

Jika partai mengaku anti korupsi,


mengapa calonkan kandidat yang terindikasi.
Menyedihkan jika tersangka menjadi kandidat,
kepemimpinan akan rentan khianat pada amanat.

Para pemilih harus diberi kandidat bermutu


agar Pilkada tak jadi pesta yang sambil lalu.
Publik jangan memilih secara acak,
kandidat harus dinilai berdasar rekam jejak.

Sebab nasib kita bukan untuk coba-coba karena aset daerah


bukan untuk para penjarah.
Demi Sepak Bola

Demi sepak bola


kita tak berhenti berusaha.
Meski persoalan terus berulang
dan masalah itu-itu saja yang datang.

Dari minimnya prestasi,


kompetisi yang dimanipulasi
hingga konflik bertahun-tahun tanpa solusi.

Padahal negeri ini negeri bola sejak lahir.


Hikayat bercerita tentang sepak bola di kaki bapak bangsa yang mahir.
Mari kembali melihat sepak bola sebagai olah raga yang menggembirakan.
Tentang suka cita di lapangan serta tangis dan tawa suporter melihat klub kesayangan.
Kecintaan yang mestinya dirawat dan mendatangkan kebanggaan.

Karena sepak bola sejatinya alat pemersatu.


Demi sepak bola, sudah waktunya kita tegas memangkas benalu.

Anda mungkin juga menyukai