Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH MSPM

KARAKTERISTIK DAN JENIS KERJASAMA DARI


MANAJEMEN PENYELENGGARAAN MAKANAN
INSTITUSI KOMERSIAL

Oleh :

Arini Widi A. P17431112052

Dini Ginanjar M. P17431112057

Ida Oktaviani P17431112065

Rachel Anindya P17431112076

Usma Muhida A. P17431112081

POLTEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI DIII JURUSAN GIZI

2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, dengan segala rahmat dan hidayah-Nya,
Makalah Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi yang berjudul
“Karakteristik Dan Jenis Kerjasama Dari Manajemen Penyelenggaraan Makanan
Institusi Komersial” ini dapat terselesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Dasar (MSPM Dasar), yang terselesaikan karena bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu
Ana Yuliah Rahmawati, SGz, MGz. selaku pengampu mata kuliah ini dan pembimbing
dari penyusunan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-
teman Reguler B Semester IV yang ikut membantu, mendukung dan bertukar
informasi dalam penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
kesempurnaan Makalah MSPMI Dasar ini di waktu yang akan datang.

Semarang, April 2014

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..................................................................................................1

Kata Pengantar .................................................................................................2

Daftar isi ..........................................................................................................3

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................4

A. Latar Belakang ........................................................................................4


B. Rumusan Masalah ...................................................................................6
C. Tujuan ...................................................................................................7
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................7

BAB II. ISI ........................................................................................................8

A. Pengertian Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi ............8


B. Sejarah Perkembangan ...........................................................................8
C. Klasifiasi Pelayanan Gizi Institusi ..............................................................9
D. Faktor Pendorong Perkembangan PM Komersial ........................................15
E. Penyelenggaraan Makanan Komersia di Tempat Wisata .............................16
F. Lokasi Penyelenggaraan Makanan ............................................................18
G. Jenis Kerjasama ......................................................................................27

BAB III. PENUTUP .............................................................................................29

A. Kesimpulan .............................................................................................29
B. Saran .....................................................................................................29

Daftar Pustaka ..................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelenggaraan makanan perlu menerapkan unsur ilmu manajemen


agar hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Manajamen praktis sebagai aplikasi dari ilmu manajemen dapat diterapkan ke
dalam pengelolaan makanan di catering pelayanan lembaga untuk jumlah
produk lebih dari 50 porsi. Unsur- unsur manajemen yang dimaksud berkaitan
dengan perencanan, pengorganisasiaan, pelaksanaaan, pengontrolan, dan
evaluasi sebagai bahan masukan untuk siklus manajemen berikutnya. Bagian
yang dikelola di dalam catering pelayanan lembaga adalah perpaduan antara
manusia , bahan pangan, dan alat pengolahan pangan untuk menghasilkan
makanan yang siap konsumsi, dengan menerapkan sistem kerja tertentu,
misalnya sistem kerja manual dengan alat sederhara dan alat mekanis yang
dioperasikan manusia.
Manajemen makanan Institusi pada hakekatnya adalah penyelenggaraan
makanan dalam jumlah yang besar. Ukuran “ besar” yang dimaksud minimal 50
porsi yang dibuat secara masal sampai dengan 5000 porsi untuk satu periode
waktu makan. Makanan Institusi dibutuhkan oleh golongan masyarakat yang
berada di dalam organisasi tertentu – dari golongan yang heterogen maupun
yang homogen, yang tinggal untuk sementara secara rutin dalam institusi
tertentu, minimal dalam kurun 5 – 10 jam setiap harinya.
Manajemen penyelenggaraan makanan institusi tidak hanya pada suatu
instansi pendidikan ataupun perusahaan. Manajemen penyelenggaraan
makanan institusi juga dipakai di berbagai tempat rekreasi dengan tujuan
komersial.
Prinsip yang mendasar di dalam pengelolaan makanan institusi adalah:
1. Tanggung jawab penyelenggaraan yang berkesinambungan
2. Menyediakan makanan sesuai dengan konsep kecukupan gizi dan ragam
bahan pangan bagi golongan usia tertentu.

4
3. Penerimanaan makanan dari konsumen baik berdasarkan nilai-nilai agama
dan sosial budaya yang dianutnya, maupun persepsi tingkat kepuasan
konsumen pada umumnya.
4. Memiliki cita rasa yang tinggi
5. Diproses dengan memenuhi standar kesehatan makanan dan sanitasi
hygiene makanan yang layak.
6. Harga makanan terjangkau
Tujuan penyelenggaran makanan Institusi adalah tersedianya makanan
yang memuaskan bagi “klien” dan atau “pasien”, dengan manfaat yang optimal
bagi Institusi. Secara khusus penyelenggara makanan Institusi dituntut untuk :
1. Menghasilkan makanan berkualitas yang baik dipersiapkan dan dimasak
dengan layak.
2. Pelayanan yang cepat , akurat dan menyenangkan.
3. Menu seimbang dan bervariasi
4. Harga layak serasi dengan pelayanan yang diberikan
5. Standar kebersiahan dan sanitasi yang tinggi.
Pelayanan makanan yang cepat dan menyenangkan berkaitan dengan
distribusi makanan yang dikelola dengan prinsip kecepatan dan keakuratan,
didukung oleh fasilitas yang layak – seperti alat makan dan alat distribusi
makanan. Untuk kepentingan ini perlu pengembangan cara-cara
pendistribusian makanan yang efisien dalam menjamu jumlah minimal 50 orang
pada waktu yang relative bersamaan sehingga tidak terjadi antrian yang bisa
memboroskan waktu istirahat jam makan karyawan. Model Cafetaria pada
umumnya diterapkan oleh institusi yang memberikan makan bagi komunitas
yang memiliki waktu istirahat jam makan siang terbatas. Mekanismenya setiap
karyawan memiliki kupon makan atau kartu makan yang ditunjukan pada “staf
pramusaji” kemudian mereka mengambil jatah makanan dalam plater atau alat
makan lainnya yang telah diporsi oleh pihak pengelola kafetaria, langsung
menuju ruang makan yang telah disiapkan.

Menu yang seimbang dan bervariasi perlu mendapat tekanan dari pihak
penyelenggara makanan. Pedoman umum yang dianjurkan oleh Departemen

5
Kesehatan RI bagi pengelola makanan institusi adalah ada dalam lembar
“Anjuran Makan Satu Hari” yang disertai pedoman penukaran bahan pangan,
dengan pola menu 4 sehat. Menu untuk Makanan Institusi dibuat berdasarkan
“Rotasi menu” dalam jarak 10 hari yang bertujuan meminimalkan rasa bosan
mengkonsumsi makanan yang sejenis secara berulang. Syarat menyusun menu
perlu memperhatikan variasi bahan makanan yang digunakan, musim bahan
makanan, variasi rasa masakan, variasi warna- aroma- tekstur- dan konsistensi
makanan, serta kemampuan tenaga pelaksana dan pesawat dapur yang
memadai untuk mengejar jam waktu makan yang tepat. Harga yang layak
dalam makanan institusi menjadi pertimbangan penting lainnya meningat
pemberian makan dalam periode waktu yang cukup lama bahkan hampr
sepanjang waktu dimana karyawan itu berada di lembaganya. Sanitasi itu
sendiri bermakna memutus mata rantai kerusakan dan keracunan makanan
oleh mikroorganisme pathogen dan lainnya penyebab infeksi, dan keracunan
makanan pada manusia. Untuk kepentingan kesehatan makanan pihak
pelaksana produksi dan distribusi makanan perlu memiliki kemampuan yang
berkaitan dengan sanitasi dan hygiene makanan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penulis menuliskan
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Manajamen Penyelenggaraan Makanan
Institusi?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan Penyelenggaraan Makanan Institusi?
3. Bagaimanakah klasifikasi Penyelenggaraan Makanan Institusi?
4. Apa karakteristik dari masing-masing klasifikasi Pelayanan Gizi Institusi?
5. Apa yang menjadi faktor pendorong perkembangan Penyelenggaraan
Makanan Institusi Komersial?
6. Apa sajakah contoh penyelenggaraan makanan komersial?
7. Bagaimana sistem penyelenggaraan makanan di tempat-tempat wisata?
8. Apa sajakah bentuk kerjasama dalam sistem penyelenggaraan makanan?

6
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah membuat makalah klasifikasi Penyelenggaraan Makanan
Intitusi ini diharapkan penulis dapat memahami klasifikasi Penyelenggaraan
Makanan menurut pembagian Nursiah Mukrie, 1990 dan Greorgie, 2007.
2. Tujuan Khusus
Selain memahami klasifikasi Penyelenggaraan Makanan Institusi,
diharapkan penulis juga dapat memahami khususnya Penyelenggaraan
Makanan Komersial yang terdapat di tempat wisata seperti contohnya di
kapal pesiar, kebun binatang, museum, sport event, dan convenience
stores.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Sebagai penulis hendaknya dalam penulisan makalah ini dapat
menjadi pengalaman dan menambah wawasan penulis dalam bidang
Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi sesuai dengan mata
kuliah yang sedang ditempuh penulis.
2. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan juga dapat menambah wawasan bagi
pembaca dan dapat dijadikan sumber referensi. Tidak menutup
kemungkinan juga bagi pembaca yang mempunyai informasi lebih tentang
Manajamen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi dapat mengevaluasi
makalah ini sehingga tulisan ini dapat menjadi lebih baik.

7
BAB II

ISI

A. Pengertian MSPMI
Penyelenggaraan berasal dari kata dasar “selengara” yang artinya
“menyelenggarakan, mengurus, dan mengusahakan sesuatu, seperti:
memelihara, merawat”. (Ali, 1990:403). Jika dikaitkan dengan makanan, maka
penyelenggaraan makanan pada hakikatnya merupakan kegiatan mengurus
dan mengusahakan masalah makanan, atau proses pengolahan makanan pada
satu jenis kegiatan tertentu.
Menurut Moehyi (1992), penyelenggaraan makanan adalah suatu proses
menyediakan makanan dalam jumlah besar dengan alasan tertentu. Sedangkan
Depkes (2003) menjelaskan bahwa penyelenggaraan makanan adalah
rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan
pendistribusian makanan kepada konsumen dalam rangka pencapaiana status
yang optimal melalui pemberian makanan yang tepat dan termasuk kegiatan
pencatatan, pelaporan, dan evaluasi bertujuan untuk mencapai status
kesehatan yang optimal melalui pemberian makan yang tepat (Rahmawati,
2011).

B. Sejarah Perkembangan

Penyelenggaraan makanan kelompok sudah dikenal sejak zaman dahulu


kala. Dalam pembuatan bangunan seperti kuil, candi, piramid atau benteng
untuk melindungi negara dari serangan musuh, sebagaimana halnya dengan
Tembok Besar di Cina yang mempekerjakan puluhan, ratusan bahkan mungkin
ribuan orang, penyelenggaraan makanan bagi kelompok pekerja bangunan ini
sudah dilakukan di zaman itu. Demikian halnya pada waktu penyelenggaraan
berbagai upacara agama dan upacara adat, kegiatan penyelenggaraan
makanan kelompok merupakan kegiatan yang tidak di anggap remeh. Di
Indonesia pada berbagi kegiatan upacara seperti itu penyajian makanan
merupakan suatu kegiatan pokok, baik sebagai ungkapan rasa terima kasih

8
kepada Maha Pencipta maupun sebagai ungkapan rasa hormat terhadap para
tamu yang hadir. Akan tetapi, penyelenggaraan makanan kelompok yang
dilakukan pada masa itu belum di kelola secara profesional dan jauh dari tujuan
komersial. Penyelenggaraan pelayanan makanan kelompok masih bersifat
keramah tamahan (bospitality).
Penyelenggaraan makanan kelompok secara lebih profesional baru
dimulai pada pertengahan abad ke -17 bersamaan dengan awal revolusi
Industri Eropa. Pada masa itu dirasakan perlu adanya usaha untuk
meningkatkan produktivitas kerja para pekerja di berbagai industri. Pemberian
makanan yang memenuhi syarat terbukti dapat meningkatkan produktivitas
kerja para pekerja pabrik. Robert Owen adalah salah seorang tokoh industri di
Eropa yang mempelopori penyelenggaraan makanan bagi para pekerja industri
yang di kelola secara efektif dan efisien. Inilah awal dari penyelenggaraan
makanan industri (inflant food service). Karena berjasa mengembangkan usaha
penyelenggaraan makanan bagi para pekerja di berbagi pusat industri, maka
Robert Owen dianggap sebagai pelopor penyelenggaraan makanan institusi
terutama di pabrik-pabrik. Upaya nya itu kemudian menyebar bukan saja di
daratan Eropa tetapi sampai juga di Amerika Serikat. Penyelenggaraan
makanan institusi mulai dikembangkan di berbagai industri tekstil, bank dan
sebagainya.
Penyelenggaraan makanan yang didasarkan atas kebutuhan karyawan
akan zat gizi agar memperoleh tingkat kesehatan yang optimal yang
memungkinkan tercapainya produktivitas kerja maksimal baru dilaksanakan
pada awal abad ke -20.

C. Klasifikasi Pelayanan Gizi Institusi


Klasifikasi Manajemen Pelayanan Gizi Institusi menurut Nursiah Mukrie
(1990) dibagi menjadi :

1. Pelayanan Gizi Institusi Industri (Tenaga Kerja)


Pelayanan gizi institusi industri atau tenaga kerja adalah suatu bentuk
penyelenggaraan makanan banyak yang sasarannya di pabrik, perusahaan
atau perkantoran. Tujuannya adalah untuk mencapai tingkat kesehatan

9
dan stamina pekerja yang sebaik-baiknya, agar dapat diciptakan suasana
kerja yang memungkinkan tercapainya produktivitas kerja yang maksimal.
Yang termasuk golongan ini adalah pabrik, perusahaan, perkebunan,
industri kecil diatas 100 karyawan, industri tekstil, perkantoran, bank dan
sebagainya.
Karakteristik PGI industri atau tenaga kerja sebagai berikut:
a. Standar makanan yang disediakan diperhitungkan sesuai dengan
beban kerja dan lama pekerjaan serta pertimbangan reaksi kerja.
Dengan waktu kerja sekitar 8 jam tenaga kerja memerlukan energi
makanan yang mengandung 1/3 atau lebih makanan dari kebutuhan
sehari.
b. Frekuensi makan berkisar 1-6 kali/hr dengan 1-3 kali makanan lengkap
dan selebihnya makanan selingan/minuman.
c. Waktu makan pada umumnya seperti waktu makan dirumah.
d. Pada saat pabrik tidak berproduksi, yaitu pada hari libur, maka
pemberian makanan ditiadakan/diganti bahan lain.
e. Diperlukan tenaga khusus yang mengelola makanan.
f. Jumlah yang harus dilayani harusnya etap, atau sedikit sekali
perubahan.
g. Macam hidangan sederhana, tidak bnyak variasi dan sesuai dengan
kemampuan perusahaan.
h. Pelayanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, dan paling banyak
dilakukan adalah anggunakan tiket makanan yang bertanggal.

2. Pelayanan Gizi Institusi Sosial


Pelayanan Gizi Institusi Sosial adalah pelayanan gizi yang dilakukan
oleh pemerintah atau swasta yang berdasarkan azas sosial dan bantuan.
Sedangkan makanan institusi sosial adalah makanan yang dipersiapkan
dan dikelola untuk masyarakat yang diasuhnya, tanpa memperhitungkan
keuntungan dari institusi tersebut.

10
Yang termasuk golongan ini adalah panti asuhan, panti jompo,
panti tuna netra, tuna rungu, dan lembaga sejeis lainnya yang menglola
makanan institusi secara sosial.
Karakteristik dari PGI sosial adalah sebagai berikut:
a. Pengelolaannya oleh atau mendapat bantuan dari Departemen Sosial
atau badan-badan amal lainnya.
b. Melayani sekelompok masyarakat dari usia 0 – 75 tahun, sehingga
memerlukan kecukupan gizi yang berbeda-beda.
c. Mempertimbangkan bentuk makanan, suka dan tidak suka anak
asuh/klien menurut kondisi klien.
d. Harga makanan yang disajikan seyogyanya hargaya wajar, karena
dana yang tersedia terbatas.
e. Kosumen mendapat makanan 2 – 3 kali sehari ditambah makanan
selingan 1-2 kali sehari secara kontinyu.
f. Macam konsumen yang dilayani, macam dan jumlahnya tetap.
g. Susunan hidangan sederhana dan variasi terbatas.

3. Pelayanan Gizi Institusi Asrama


Yang dimaksud dengan asrama diatas adalah tempat atau wadah
yang diorganisir oleh sekelompok masyarakat tertentu, yang mendapat
pelayanan makanan secara kontinyu. Pelayanan gizi yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat golongan tertentu yang tinggal di
asrama, seperti asrama pelajar, mahasiswa, ABRI, kursus dan
sebagainya.
Karakteristik PGI asrama antara lain sebagai berikut:
a. Dikelola pemerintah ataupun peran serta masyarakat.
b. Standar gizi disesuaikan menurut kebutuhan golongan yang
diasramakan serta disesuaikan dengan sumber daya yang ada.
c. Melayani berbagai glongan umur ataupun sekelmpok usia tertentu.
d. Dapat bersifat komersial, memperhitungkan laba rugi Institusi, bila
dipandang perlu dan terletak diperdagangan/kota.
e. Frekuensi makan 2-3 kali, dengan atau tanpa makanan selingan.

11
f. Macam pelayanan makanan tergantung policy/peraturan asrama.
g. Tujuan penyediaan makanan lebih diarahkan untuk pencapaian status
kesehatan penghuni.

4. Pelayanan Gizi Institusi Sekolah


Pelayanan gizi yang diperkirakan untuk memberikan makanan bagi
anak sekolah, selama berada disekolah, baik sekolah pemerintah ataupun
swasta.
Fungsi kantin makanan di sekolah adalah sebagai berikut:
a. Kantin harus memberikan pelayanan untuk makanan pagi, siang,dan
sore.
b. Makanan yang disediakan harus bergizi.
c. Diarahkan untuk pendidikan dan perubahan perilaku anak terhadap
makanan.
d. Lokasi atau ruang kantin disediakan sedemikian rupa agar anak-anak
dapat mengembangkan kreasinya dan mendiskusikan pelajarannya.
e. Makanan dipersiapkan dalam keadaan yang bersih dan seniter.
f. Menciptakan manajemen yang bauk sehingga dapat mencapai
keseimbangan pembiayaan kantin yang memadai.

5. Pelayanan Gizi Institusi Rumah Sakit


Pelayanan gizi yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan
gizi dalam keadaan sakit atau sehat selama mendapat perawatan.
Termasuk klasifikasi ini adalah rumah sakit type A, B, C, D, E, khusus,
rumah sakit bersalin, balai pengobatan ataupun puskesmas perawatan.
Makanan untuk orang sakit mempunyai sifat khusus diantaranya :
a. Pengelola adalah pemilik rumah sakit, ataupun melalui badan atau
bagian tertentu yang diserahi tugas tersebut dengan tanggung jawab
tetap berada pada pemilik.
b. Rumah sakit memiliki kelengkapan untuk sarana fisik, peralatan serta
penunjang lain termasuk sumber daya untuk pelaksanaannya.
c. Makanan yang disajikan adalah makanan penuh sehari 3 – 4 kali
makan, dengan atau tanpa selingan.

12
d. Standar makanan memuat standar makanan orang sakit sesuai dengan
peraturan diet dan syarat kesehatan yang disesuaikan dengan policy
rumah sakit.
e. Konsumen dapat bervariasi dan jumlahnya tidak tetap dengan
makanan yang juga berbeda dari hari ke hari.
f. Harga makanan per porsi sesuai dengan ketetapan rumah sakit.
g. Frekuensi makan, waktu makan, macam pelayanan dan distribusi
makanan disesuaikan menurut peraturan rumah sakit yang berlaku.
h. Melayani kekhususan dari setiap individu terutama yag memerlukan
makanan tertentu, dalam jangkauan yang terbatas.
i. Dilakukan dengan batas tanggung jawab tenaga gizi ataupun tenaga
terlatih dalam bidang gizi dietetik.

6. Pelayanan Gizi Institusi Komersial


Pelayaan gizi yang dipersiapkan untuk melayani kebutuhan
masyarakat yang makan diluar rumah, dengan mempertimbangkan aspek
pelayanan, dan keutuhan konsumen.
Ciri-ciri PGI komersial sebagai berikut:
a. Pengelola adalah masyarakat umum ataupun kadang-kadang dibawah
naungan pemerintah.
b. Manajemen pengelolaannya sudah jelas menurut kesepakatan
pemiliknya.
c. Penyediaan makanan, macam dan frekuensinya tidak harus kontinyu.
d. Konsumen heterogen, dan menuntut tanggung jawab kesehatan yang
lebih luas.
e. Makanan yang disajikan, macam, variasi tidak terikat oleh suatu
peraturan suatu peraturan termasuk mutu gizinya, namun harus aman
bagi kliennya. Walaupun demikian sebagai wahana tempat berkumpul
sekelompok masyarakat, maka dianjurkan makanan yang dihidangkan
merupakan gambaran/cermin makanan yang memiliki ciri khas
tersendiri, misalnya sumber protein hewani, sayuran dan sebagainya.

13
f. Konsumen bebas memilih macam dan jumlah hidangannya dengan
harga bervariasi. Pemilik tetap dianjurkan untuk menyediakan
hidangan yang cukup dapat memberikan informasi bagi kliennya, baik
dalam bentuk fisik maupun tulisan.
g. Pelayanan makanan dapat self service/melayani makanan sendiri,
dilayani dimeja, dilayani dengan kereta makanan dan cara-cara lainnya
yang sudah ditetapkan pengelola atau pemilik institusi tersebut.
h. Dipersiapkan dengan standar sanitasi yang tinggi serta pelayanan yang
maksimal menurut kemampuan institusi tersebut.

7. Pelayanan Gizi Institusi Khusus


Bentuk atau macam pelayanan gizi bagi kelompok khusus ini adalah
pelayanan gizi yang diberikan bagi masyarakat di pusat latihan olah raga,
asrama haji, penampungan transmigrasi, kursus-kursus serta narapidana.

8. Pelayanan Gizi Untuk Kedaan Darurat


Dalam keadaan darurat, bila diperlukan diselenggarakan makanan
missal untuk korban bencana alam. Makanan matang dipersiapkan untuk
jangka waktu yang relative singkat, selanjutnya diteruskan pemberian
makanan mentah hingga saat bencana diangga tidak membahayakan lagi.
Karakteristik PGI untuk keadaan darurat adalah:
a. Standar makanan minimal mengandung 1500 – 1800 kalori sehari.
b. Menu sederhana, disesuaikan dengan bantuan pangan yang tersedia
dan memperhitungkan kecukupan gizi.
c. Frekuensi makan berkisar antara 2 – 3 kali sehari dengan atau tanpa
makanan selingan.
d. Jumlah klien yang dilayani sering berubah karena pendekatannya dan
mekanismenya belum lancer.
e. Perlu tenaga yang cakap dan berpengalaman dalam mengelola
makanan banyak.
f. Sistem tiket untuk pendistribusian makanan matang.

14
Klasifikasi Penyelenggaraan Makanan menurut Gregoire et al (2007) dibagi
menjadi :
1. Penyelenggaraan Makanan Komersial (Commercial Segment)
Penyelenggaraan makanan komersial adalah penyelenggaraan makanan
yang kegiatan utamanya adalah menjual makanan dan mengejar
keuntungan
2. Penyelenggaraan Makanan Non-Komersial
Penyelenggaraan makanan dimana kegiatan menjual makanan adalah
tujuan sekunder dan tidak berorientasi pada mencari keuntungan

D. Faktor Pendorong Perkembangan Penyelenggaraan Makanan


Komersial
Secara kumulatif berbagai faktor telah mendorong perkembagan
penyelenggaraan makanan komersial, antara lain sebagi berikut:
1. Timbulnya kesadaran dan keyakinan para pengusaha industri bahwa
pelayanan makanan di institusi tempat karyawan bekerja akan
meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Dengan berkembangnya
berbagai jenis industri dan perusahaan yang mempekerjakan karyawan
dalam jumlah besar menjadikan usaha penyelenggaraan makanan
komersial menjadi lebih berkembang.
2. Berbagai kemajuan sebagai hasil pembangunan telah membuka
kesempatan bagi para wanita untuk memperoleh pekerjaan di luar rumah.
Terbatasnya waktu mereka di rumah tidak memungkinkan mereka untuk
menyipkan makanan di rumah.
3. Lokasi tempat bekerja yang jauh dari tempat pemukiman dan berbagai
hambatan transportasi tidak memungkinkan para karyawan pulang
kerumah mereka untuk makan. Jasa pelayanan makanan komersial
merupakan satu-satunya pilihan untuk mengatasi maslah itu.
4. Pada masa lalu apabila sekarang ingin mengadakan perheletan,
penyelenggaraan makanan dilakukan secara bergotong-royong.
5. Berbeda dengan penyelenggaraan makanan komersial, penyelenggaraan
makanan institusi non komersial berkembang sangat lambat. Seperti telah

15
dikemukakan terdahulu, berbagi keterbatasan dalam penyelenggaraan
makanan institusi non komersial merupakan penghambat bagi
berkembangnya pelayanan yang tidak terlatih, dan biaya yang terbatas
menyebabkan penyelenggaraan makanan institusi non komersial tidak
mengalami kemajuan. Selain pengelolaan juga banyak peralatan yang
digunakan dalam penyelenggaraan makanan institusi non komersial itu
belum berubah. Hal ini yang menyebabkan penyelenggaraan makanan di
berbagai institusi selau terkesan kurang baik, seperti panti asuhan,
lembaga pemasyarakatan, bahkan di asrama-asrama pelajar.
6. Ada lokasi tertentu dimana ada banyak orang yang sama-sama mencukupi
kebutuhannya dengan membeli makanan. Lokasi tersebut seperti di
tempat wisata sehingga menjadi lahan pekerjaan bagi penjual makanan.

E. Penyelenggaraan Makanan Komersial di Lokasi Wisata

Kebutuhan wisatawan bukan hanya sekedar hiburan, makan dan minum


saja, akan tetapi kebutuhan lainnya seperti menu, tata cara penyajian, alokasi
tempat dan pelayanan kebutuhan lainnya juga sangat mereka butuhkan sesuai
dengan keinginannya. Wisatawan cenderung mencoba masakan khas daerah
yang mereka kunjungi minimal satu kali dalam kunjungannya tersebut.
Menu makanan wisatawan selama mengikuti perjalanan wisata
cenderung variatif mulai dari makanan khas daerah yang ia kunjungi, chinnese
food, eropa maupun makan khas daerahnya sendiri.
Salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam kepariwisataan
adalah tersedianya rumah makan yang memadai bagi wisatawan. Macam
rumah makan yang cocok, bentuk dan cara pelayanan, serta jenis makanan
yang akan disajikanhendaknya memperhatikan akan selera dan kebiasaan para
calon wisata. Ada kalanya kebutuhan makanan termasuk pelayanannya bagi
wisatawan asingberbeda tergantung dari daerah mana asal mereka. Wisatawan
yang berasal dariEropa maupun Amerika, tentunya berbeda dengan wisatawan
yang berasal dariTimur Tengah dan Asia.Hal tersebut harus jadi pertimbangan
bagi pengelola paket wisata termasuk parapramu wisata. Perlu diperhitungkan
seawal mungkin sebelum mereka datang keDaerah Tujuan Wisata maupun

16
selama perjalanan di Indonesia.Contoh yang kecil saja misalnya jenis makanan
bagi orang Eropa maupun Amerika,mereka sangat sensitif terhadap makanan
yang pedas seperti sambal, atau masakanala Padang. Ataupun jenis makanan
yang baunya cukup menyengat seperti jengkol,petai, maupun buah durian.
Bagi orang Indonesia hal ini mungkin sangat menyenangkan, tapi belum tentu
bagi mereka.
Demikian pula dalam hal penyajian makanan, apakah model
internasional (International style), fast food , atau self-service, atau model
bebas gaya kita diIndonesia, dan sebagainya.Ada beberapa catatan dari
beberapa penelitian yang menyebutkan bahwapengeluaran untuk makan dan
minum wisatawan banyak tergantung dari besarkecilnya nilai disposible income
masing-masing keluarga dalam masyarakat. Sepertidi Perancis misalnya dalam
tahun 1976, sebesar 43 % untuk keperluan makan danminum.Demikian pula
halnya di Itali dalam priode yang sama mencapai sebesar 40%, sedangkan di
Inggris hanya 32% dan Amerika Serikat lebih kecil lagi, yaitu hanya17%
saja.Meskipun secara proporsional pengeluaran untuk makanan dan minuman
diAmerika Serikat lebih rendah, namun uang yang dibelanjakan untuk makan di
luarrumah (Dine-out) meningkat lebih besar dibandingkan dengan
"disposableincome" negara tersebut. Salah satu sebab yang perlu
diperhatikan, adalah karenabanyak kaum wanita yang menjadi pekerja di
kantor dan pabrik serta industrilainnya.Dalam tahun 1970 tercatat 41% wanita
bekerja di perusahaan perusahaan dandalam tahun 1980, angka tersebut lebih
besar lagi diperkirakan sebesar 60%. Iniberarti diperlukan peningkatan
pelayanan penyediaan makanan yang lebih cepat (toserve fast foods) bagi
mereka yang makan di luar rumah. Belum lagi para wisatawanyang jumlahnya
semakin meningkat setiap tahun, yang dengan sendirinyamemerlukan
pelayanan khusus pula. Semua ini membuat kita harus berpikir, bagaimana
dapat di ciptakan suatu sistempenyediaan dan pelayanan pada restoran-
restoran di masa-masa yang akan datang.
Karena itu perencanaan suatu restoran selalu akan disesuaikan dengan
keadaanyang selalu berobah, baik dalam pola konsumsi, maupun perobahan
dalam tingkahlaku manusia yang harus pula disesuaikan dengan corak

17
perekonomian dunia.Beberapa dasar pertimbangan yang perlu diperhitungkan
dalam mengusahakansuatu usaha rumah makan, terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan wisatawan,baik wisatawan mancanegara maupun domestik.
Sebaiknya terlebih dahuludiadakan penelitian tentang:
1. Lokasi, di mana restoran itu akan didirikan.
2. Besar atau kecilnya restoran yang akan diusahakan.
3. Pasaran yang akan dimasuki, yang banyak pula tergantung pada
keahlianyang dimiliki oleh para juru masak dan tata hidangan yang
digunakan.
4. Cara dan macam pelayanan yang dapat diberikan.
5. Macam bahan bakar yang akan digunakan. Macam dan jenis restoran
yangakan diusahakan banyak pula tergantung pada pengalaman dan
keahlianyang dimiliki di samping macam langganan yang akan diharapkan
untuk datang mengunjungi restoran yang diusahakan.

F. Lokasi Penyelenggaraan Makanan


1. Penyelenggaraan Makanan di Kapal Pesiar
Penyelenggaraan makanan di kapal pesiar memberikan pilihan
restaurant dengan system yang menyamankan. Kapal pesiar besar seperti
The Oasis, misalnya, memiliki 24 restoran yang dapat menjadi pilihan bagi
penumpang, yang akan memastikan mereka mendapatkan hidangan
terbaik, siang dan malam, 24 jam sehari, selama tujuh hari penuh. Kapan
saja, anda bisa berjalan-jalan santai sambil memilih restoran dengan
penataan dan suasana yang pas dengan mood anda. Anda dapat
mencicipi berbagai hidangan di masing-masing restoran, mulai dari sushi
hingga steak, berbagai jenis kue, seafood dan pasta.
Para tamu bebas memilih untuk menikmati suasana di restoran,
dan memilih makanan yang dapat dipesan kapan saja. Mereka tinggal
menentukan kapan mereka akan mulai makan, dengan program My Time
Dining. Selain itu, ada pula program My Family Time Dining bagi keluarga
yang membawa anak-anak berusia 3 hingga 11 tahun.

18
Fasilitas kuliner yang ditawarkan oleh The Oasis of The Seas
memungkinkan Weber dan timnya untuk menciptakan sistem restoran
yang sangat besar didalam kapal. Pemikiran out-of-the-box dan level
efisiensi yang impresif telah menjadi kebiasaan baginya dan timnya, yang
telah terlatih untuk menyajikan makanan yang segar dan lezat, dalam
varietas yang beraneka ragam, sementara bekerja dibalik layar untuk
memastikan semua aktifitas operasional berjalan mulus, bebas waste dan
bottleneck.
Efisiensi dan efektifitas dalam pengolahan dan penyajian makanan
di atas kapal pesiar raksasa sangat diperlukan dan telah menjadi
kebiasaan yang ditunjukkan oleh pada kru. Formasi berupa 20 galley yang
terpisah yang berada di sekitar kapal, ditambah lagi fasilitas-fasilitas
onboard mulai dari butcher shop, fish prep room, hingga commissary
kitchen, yang tersedia untuk mengurus segala persiapan makanan untuk
seluruh penumpang kapal. Terdapat lebih dari 1100 juru masak, waiter,
asisten waiter, bartender, bar server, dan petugas kebersihan di bagian
operasional food and beverage yang beroperasi diatas The Oasis.
Merekalah motor yang menjalankan Opus dining room, sebuah restoran
tiga tingkat yang impresif, yang terbagi menjadi tiga bagian yang
beroperasi secara independen, yang masing-masing bagiannya memiliki
650 hingga 1100 kursi, 14 kursi yang menghadap ke tempat masak Koki,
venue romantis, dan venue-venue untuk pesta pribadi.
Penyelenggaraan makanan di kapal pesiar merupakan tantangan
kuliner dari prediksi menu, pengadaan, penyimpanan, hingga pengolahan.
Memprediksi selera penumpang adalah tantangan yang pertama. Mereka
yang bertanggung jawab di area makanan jelas harus memiliki
kemampuan tersebut. Perusahaan pelayaran melakukan analisa terhadap
pola makan penumpang untuk menemukan tren, yang akan menjadi
bahan pertimbangan dalam menyusun menu.
Tren dapat berubah-ubah, bergantung kepada musim, rute
perjalanan, dan tipe penumpang. Beberapa kapal pesiar menetapkan
kunci-kunci utama, seperti: jika anda memiliki penumpang yang

19
kebanyakan orang Eropa (lebih daripada orang Amerika), sajikanlah wine
yang lebih ringan seperti Riesling dan Pinot Noir. Sementara jika
penumpang anda mayoritas dari Amerika, sediakanlah lebih banyak Shiraz
dan Chardonnay. Mereka lebih menyukainya.
Tantangan operasional selanjutnya adalah bagaimana mentransfer
bahan makanan tersebut dari pier di daratan ke dalam kapal. Untuk
mengakomodir pertunjukan Disney di The Oasis, misalnya, Royal
Caribbean perlu menyediakan makanan dan minuman untuk 700
penonton: 123 galon soda, 10.000 pon ayam, dan 71.500 telur untuk sisa
perjalanan selama seminggu.
Manajemen Inventori bahan makanan perlu diperhatikan dengan
baik agar tidak terjadi penurunan kualitas. Selain mengurus kualitas dan
kesegaran makanan yang akan dihidangkan kepada penumpang, kapal
pesiar juga harus memiliki strategi khusus agar tidak kekurangan suplai
bahan makanan, atau sebaliknya, kelebihan suplai sehingga bahan
makanan menjadi busuk.
Agar tidak kehabisan bahan, bagian logistik melakukan stockpiling
bahan makanan agar cukup untuk dua hari kedepan, dan untuk
mengantisipasi lonjakan pesanan dari restoran. Jika musim badai tiba,
kapal pesiar bahkan akan menyimpan dua kali lipat stock bahan makanan.
Memastikan suplai makanan ekstra juga telah menjadi agenda harian di
kapal pesiar dengan rute panjang, yang menghabiskan lebih sedikit waktu
di daratan. Jumlah inventori dihitung secara cermat, juga untuk
menghindari kelebihan simpanan bahan makanan yang akan menimbulkan
potensi pemborosan.
Walaupun telah mengamankan jumlah inventori pada level tertentu,
kadang kapal pesiar juga mengalami kehabisan bahan. Umumnya, bahan-
bahan yang habis adalah yang bersifat minor dan random, seperti wasabi
misalnya. Ketika hal demikian terjadi (ketika suplai dinilai makin menipis),
secepat mungkin pada saat kapal merapat ke daratan, salah seorang
petugas akan turun dan melesat menuju toko bahan makanan setempat
yang terdekat untuk membelinya.

20
Diperlukan teknik penyimpanan, proses persiapan makanan, dan
antisipasi lonjakan jumlah pesanan. Perusahaan pelayaran harus memiliki
komitmen penuh untuk menjaga kualitas hidangan, salah satu poin
terbesar untuk keseluruhan kualitas pelayanan mereka. Penyimpanan,
proses persiapan makanan, dan proses pemasakan dilakukan di ruangan
yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang. Sebagai contoh,
commisary kitchen hanya mengurus persiapan pemasakan makanan,
seperti pemotongan: memotong tomat, melon, dan merendam daging sapi
yang diiris tipis kedalam bumbu. Dengan demikian, tidak ada pekerjaan
yang menyangkut persiapan bahan makanan di dapur. Dapur hanya akan
menjadi tempat makanan dimasak jadi satu.
Kapal pesiar umumnya memiliki teknologi khusus yang akan
memberitahu awak kapal, berapa jumlah orang yang harus mereka beri
makan setiap harinya. Royal Caribbean misalnya, memiliki kamera “head-
counter” di langit-langit ruang makan utama yang akan menghitung begitu
ada penumpang yang memasuki ruangan, menyediakan data yang dapat
digunakan untuk mengantisipasi peak time dimana ekstra makanan harus
cepat disediakan.
Rahasia kecepatan proses penyediaan hidangan di kapal-kapal
pesiar adalah dengan menjaga menu tetap sederhana. Strategi ini juga
memastikan kesegaran makanan yang dihidangkan, mengingat lead time
yang dibutuhkan untuk mempersiapkan bahan mentah hingga menjadi
hidangan siap saji relatif pendek. Sebagai contoh, mereka menawarkan
menu yang terdiri atas sebuah menu utama tunggal berupa masakan
daging sapi, unggas, atau seafood. Dengan cara ini, kualitas makanan
akan terjaga dan makanan akan tersaji di meja pelanggan dengan
temperatur yang pas. Kapal-kapal pesiar tentu saja menawarkan makanan
dengan varian yang lebih banyak di beberapa restoran, namun umumnya
restoran dengan menu khas hanya melayani sejumlah kecil penumpang
saja.

21
Perlu diperhatikan juga tentang pengaturan stok dan inventori
logistik. Untuk kapal-kapal pesiar terbesar di dunia, seperti The Allure atau
The Oasis, restock persediaan bahan makanan dilakukan pada Sabtu pagi,
sebelum matahari terbangun. Kapal akan merapat ke Port Everglades di
Florida, untuk menyambut palet-palet yang penuh terisi bahan makanan.
Petugas dari bagian inspeksi makanan melakukan pengecekan bahan
makanan untuk memastikan kesegarannya. Untuk perusahaan Royal
Caribbean, bahan makanan umumnya dipindahkan dari krat-krat yang
terbuat dari kayu kedalam rak-rak besi, yang lebih mudah dibersihkan,
untuk menghindari kontaminasi yang berasal dari bahan kayu. Untuk
alasan yang sama, jenis kemasan lainnya seperti kotak karton akan
dibakar.
Kira-kira seperti inilah aktifitas logistik mereka pada hari Sabtu :
Pada suatu Sabtu pagi, pada pukul 6:00, beberapa semi-truk tiba di
pelabuhan. Mereka datang dengan muatan 750 palet bahan makanan,
bunga-bunga hidup dan suplai material lainnya. Para longshoremen mulai
melompat keatas forklift dan mulai memindahkan palet-palet, sibuk
bekerja disekitar lambung kapal raksasa itu hingga sinar matahari mulai
nampak di ufuk timur. Pada jam 07:30, inventory manager dari The Oasis
dan para stafnya mulai melakukan peninjauan atas palet-palet yang baru
tiba tersebut, memilah dan menyortir jika ada salah satu buah apel yang
busuk, jeruk yang bonyok atau seledri yang kurang segar. Setelah disortir,
palet-palet dipindahkan menggunakan forklift yang lebih kecil menuju
tempat penyimpanan makanan di dalam kapal, dimana semua bahan
makanan dikelompokkan untuk disimpan di tempat-tempat dengan
temperatur yang berbeda-beda.

Perbedaan temperatur ini diberlakukan untuk menjaga kualitas dan


kesegaran bahan makanan, menurut jenisnya masing-masing. Contohnya,
red wine akan disimpan di ruangan yang lebih hangat dibanding tempat
penyimpanan white wine, bir atau champagne. Mereka juga menyimpan
stok Corona beer lebih banyak dibandingkan bir jenis lain, diikuti oleh

22
Budweiser dan Bud Light. Stok daging merah juga merupakan yang
terbanyak dibandingkan dengan jenis bahan makanan lainnya.

2. Penyelenggaraan Makanan di Kebun Binatang


Sarana penyelenggaraan makanan yang ada di tempat rekreasi kebun
binatang berbagai macam jenisnya. Lokasi kebun binatang dijadikan
sebagai lahan usaha bagi sebagian orang. Sarana yang dipakai oleh
pedagang dapat berupa :
a. Pikulan/Keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh para pedagang
yang keliling (mobile hawkers) atau semi menetap (semi static).
Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah untuk dibawa
berpindah-pindah tempat wisata.
b. Gelaran/alas, pedagang menjajakan barang dagangannya diatas
kain,tikar, dan lain-lain. Bentuk sarana ini didikategorikan pedagang
kaki limayang semi menetap (semi static).
c. Jongko/meja, bentuk sarana berdagang yang menggunakan
meja/jongkodan beratap atau tidak beratap. Sarana ini dikategorikan
jenis pedagangkaki lima yang menetap.
d. Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu
beratapdan tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pedagang kaki
lima yangmenetap dan tidak menetap.
e. Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang
diaturbereret yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku
panjang.Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal atau plastik yang
tidak tembus air.
f. Kios, pedagang yang menggunakan bentuk sarana ini dikategorikan
pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak
dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen
yang dibuat dari papan.

3. Penyelenggaraan Makanan di Museum

23
Penyelenggaraan makanan di museum hampir sama dengan
penyelenggaraan makanan di kebun binatang. Lokasi museum juga
dijadikan lahan usaha bagi sebagian orang karena museum merupakan
salah satu tempat wisata yang dapat dikunjungi oleh semua kelompok
umur wisatawan. Sarana yang dipakai oleh pedagang dapat berupa :
a. Pikulan/Keranjang, bentuk sarana ini digunakan oleh para pedagang
yang keliling (mobile hawkers) atau semi menetap (semi static).
Bentuk ini dimaksudkan agar barang dagangan mudah untuk dibawa
berpindah-pindah tempat wisata.
b. Gelaran/alas, pedagang menjajakan barang dagangannya diatas
kain,tikar, dan lain-lain. Bentuk sarana ini didikategorikan pedagang
kaki limayang semi menetap (semi static).
c. Jongko/meja, bentuk sarana berdagang yang menggunakan
meja/jongkodan beratap atau tidak beratap. Sarana ini dikategorikan
jenis pedagangkaki lima yang menetap.
d. Gerobak/kereta dorong, bentuk sarana terdapat dua jenis, yaitu
beratapdan tidak beratap. Sarana ini dikategorikan jenis pedagang kaki
lima yangmenetap dan tidak menetap.
e. Warung semi permanen, terdiri dari beberapa gerobak yang diatur
berderet yang dilengkapi dengan meja dan bangku-bangku
panjang.Bentuk sarana ini beratap dari bahan terpal atau plastik yang
tidak tembus air.
f. Kios, pedagang yang menggunakan bentuk sarana ini dikategorikan
pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak
dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen
yang dibuat dari papan.
Ada juga peraturan yang menetapkan bahwa pedagang dilarang
berjualan disekitar kompleks museum karena dapat membuat lingkungan
di sekitar museum. Maka pedagang melakukan penyelenggaraan makanan
di luar komplek tersebut.
Museum juga dijadikan sarana persewaan gedung sehingga dapat
dijadikan sebagai gedung pertemuan, melakukan resepsi atau acara lain

24
yang juga menggunakan sistem penyelenggaraan makanan. Pada kasus
ini biasanya pihak yang berkaitan hanya menyewa gedung dan memesan
catering secara prasmanan atau buffey sehingga tamu undangan yang
datang akan memilih sendiri makanan yang hendak ia makan.

4. Penyelenggaraan Makanan di Sport Event


Cara Pelayanan makanan di tempat wisata sport event biasanya
dengan menggunakan sistemcounter service dimana tamu langsung
datang ke counter service untuk memesan makanannya dan apabila
makanan yang sudah di pesan sudah siap maka akan langsung disajikan
kepada tamu counter tersebut. Selain itu cara pelayanannya juga
menggunakan layanan carry out service dimana wisatawan datang dan
membeli makanan yang telah dibeli tadi tidak di makan ditempat.
Carry-out Restaurant adalah restoran yang dapat menyediakan
makanan secara cepat, di mana makanan dan minuman dipesan meialui
tilpon sebelumnya dan kemudian dibawn ke tempat di mana pemesan
berada atau tinggal, apakah di pabrik, di kantor, di hotel atau di daerah
perkemahan dan lain-lain.

5. Penyelenggaraan Makanan di Convenience Stores


Convenience stores merupakan suatu tempat persinggahan sementara
bagi wisatawan yang melakukan perjalananan yang jauh. Convinience
stores dapat ditemukan di pom bensin, rest area, minimarket, atau di
tempat persinggahan lainnya. Penyelenggaraan makanan yang terdapat di
convenience stores ini dapat berupa :
a. Kios
Pedagang yang menggunakan bentuk sarana ini dikategorikan
pedagang yang menetap, karena secara fisik jenis ini tidak
dapat dipindahkan. Biasanya merupakan bangunan semi permanen
yang dibuat dari papan.
Kios ini merupakan jenis sarana penyelenggaraan makanan yang
paling sederhana. Kios ini biasanya terletak di pinggir jalan raya yang

25
letaknya strategis. Kios ini memudahkan wisatawan untuk membeli
beberapa bahan kebutuhannya selama perjalanan biasanya dilakukan
dalam waktu yang cepat.
b. Minimarket
Sekarang ini minimarket menjadi semakin banyak dikunjungi orang
karena letaknya yang strategis, persediaannya yang lengkap, cepat
dan praktis. Banyak jenis minimarket yang sekarang telah
dikembangkan menjadi point dan corner dengan menambahkan
beberapa tempat duduk di sekitar minimarket sehingga juga dapat
digunakan sebagai tempat peristirahatan. Contoh minimarket seperti
Indomaret, Alfamart, Circle-K, Indomaret point, Indomaret corner, dan
lain-lain
c. The Family Type Restaurant
Restoran semacam ini menghidangkan makanan dan minuman dengan
palayanan dan harga yang agak moderat, dengan tujuan untuk dapat
menarik lebih banyak keluarga keluarga dalam satu rombongan
beserta relasi atau kenalannya. Sebagai contoh Rumah Makan
Pringsewu, Rumah Makan Ayam Goreng Mbok Berek.
d. The Convenience Restaurant
Ini adalah restoran yang dapat memberikan pelayanan secara cepat
(quick service) dengan harga yang relatif murah.
e. Table Service Restaurant
Di sini para pengunjung duduk di kursi yang telah disediakan dan
makanan serta Minuman dihidangkan di meja dan dilayani oleh Waiter
dan atau Waitress.
f. Counter Service Restaurant
Di sini pengunjung duduk disuatu counter, makanan dilayani oleh
petugas yang mempersiapkan makanan dan minuman atau oleh Waiter
maupun Waitress yang ada.
g. Carry-out Restaurant
Restoran yang dapat menyediakan makanan secara cepat, di mana
makanan dan minuman dipesan meialui tilpon sebelumnya dan

26
kemudian dibawn ke tempat di mana pemesan berada atau tinggal,
apakah di pabrik, di kantor, di hotel atau di daerah perkemahan dan
lain-lain.

G. Jenis Kerjasama
1. Self operation
Jenis kerjasama self operation merupakan kerjasama intern yang
tidak melakukan kerjasama dengan orang lain di luar manajemen. Semua
pengadaan, persiapan, pengolahan bahan makanan dilakukan oleh pihak
manajemen sendiri bersama staffnya. Sebagai contohnya penyelenggaraan
makanan di kios, pikulan dan gerobak.

2. Partnering
Jenis kerjasama partnering merupakan jenis kerjasama suatu
penyelenggara makanan dengan penyedia bahan makanan yang saling
menguntungkan. Penyelenggara makanan membutuhkan bahan makanan
untuk dapat diolah, dimasak yang kemudian disajikan, didistribusikan
kepada tenaga kerja di penyedia bahan makanan.
3. Contracting
Kerjasama dengan sistem kontrak berarti adanya kesepakatan
anatara kedua belah pihak yang masing masing mempunyai hak dan
kewajiban yang tertulis secara resmi pada surat kontrak yang telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak. Sistem ini berlaku selama kurun
waktu yang telah di tentukan.
Dalam menyajikan makanan untuk karyawan, biasanya mulai dari
pengadaan bahan makanan, pengolahan, penyajian dan distribusi dilakukan
oleh pihak kedua selaku pengelola katering. Jadi perusahaan tidak ikut
campurdalam proses penyajian makanan untuk karyawannya.

4. Franchising
Waralaba atau franchise adalah hubungan kemitraan yang usahanya
kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam

27
usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam
bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen.
Menurut PERMENDAG RI No.12 Tahun 2006. Secara garis besar
waralaba dalam peraturan menteri perdagangan Republik Indonesia Np. 12
Tahun 2006 mengandung pengertian yaitu adanya ikatan kerjasama usaha
antara dua belah pihak (franchisor dan franchisee) atas hak dan kewajiban
yang telah disepakti bersama berkaitan dengan usaha yang akan dijalankan.
Dimana pemberi atau perusahaan waralaba memberikan hak kepada
penerima waralaba untuk menggunakan merek produk yang dimiliki
pemberi waralaba dengan adanya kompensasi berdasarkan criteria-kriteria
yang ditetapkan oleh pemberi awalaba dengan sejmulah keharusan
memberikan bimbingan operasional secara berkelanjutan.

5. Multidepartment Management
Jenis kerjasama multidepartment management ini merupakan
kerjasama suatu pennyelenggara makanan dengan beberapa manajemen
dari departemen lainnya. Misalnya suatu restaurant di kapal pesiar
bekerjasama dengan perusahaan penyedia bahan makanan sayuran,
hewani, bahan pokok, sumber tenaga kerja pemasak, waiter/waitress dari
perusahaan yang berbeda untuk mendapatkan kualitas makanan dan
pelayanan yang baik.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari Makalah Manajemen Sistem Penyelenggaraan Makanan Institusi
tentang klasifikasi, karakteristik dan kerjasama di Sistem Penyelenggaraan
Makanan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Klasifikasi Pelayanan Gizi Institusi menurut Nursiah Mukrie dapat dibedakkan
berdasarkan karakteristiknya yaitu Pelayanan Gizi Industri, Sosial, Asrama,
Sekolah, Rumah Sakit, Komersial, Khusus, Keadaan Darurat.
2. Klasifikasi penyelenggaraan makanan menurut Greorgie yaitu
Penyelenggaraan makanan komersial dan non-komersial.
3. Perkembangan penyelenggaraan makanan komersial berkembang dengan
cepat karena beberapa faktor pendorong.
4. Penyelenggaraan makanan komersial sebagian terjadi di tempat wisata
seperti kapal pesiar, museum, sport event, kebun binatang, dan
convenience stores.
5. Jenis kerjasama dalam penyelenggaraan makanan dapat berupa self
operation, partnering, contracting, franchise, dan multidepartement
management

B. Saran
1. Mahasiswa hendaknya memperdalam tentang karakteristik Pelayanan
Gizi Institusi (PGI) sehingga dapat membuat standar menu yang tepat
disesuaikan dengan sasaran di institusi tersebut.
2. Mahasiswa perlu mempelajari lebih lanjut tentang klasifikasi
penyelenggaraan makanan non-komersial.
3. Mahasiswa perlu melakukan identifikasi tentang penyelenggaraan
makanan yang ada di tempat wisata sehingga tahu tentang
karakteristiknya.
4. Mahasiswa mengenal lebih lanjut kerjasama yang lebih tepat dipakai
dalam suatu manajemen penyelenggaraan makanan,

29
DAFTAR PUSTAKA

Mukrie, Nursiah A. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Proyek


Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat dan Akademi Gizi Depkes
Jakarta : Jakarta

Penyelenggaraan Makanan (PDF).2010.Universitas Sumatera Utara

Penyelenggaraan Makanan di Kapal Pesiar The Oasis. 2013.

30

Anda mungkin juga menyukai