Anda di halaman 1dari 41

METODE ALAT KONTRASEPSI IUD, MOP, DAN MOW

DISUSUN OLEH :
AYU YUNITA SARI (2017030038)
ALVIKA MILA (2017030044)
JOSUA BRIAN S. (20127030069)
NUNO JOAO P. (2018030069)
M. RIDWAN (2018030398)

DOSEN PEMBIMBING :
Sylvie Puspita, S.Kep.,Ns.,M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA JOMBANG


PROGRAM STUDI STRATA SATU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019

1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
karunia-Nyalah, makalah yang berjudul “Metode Kontrasepsi IUD, MOP, Dan
MOW” ini bisa diselesaikan. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk
menambah pengetahuan tentang retardasi mental pada anak dan penanganannya.
Sehingga dengan mengetahui penanganannya yang benar, seorang tenaga
kesehatan dapat segera mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan yang optimal.
Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis
telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis
menyadari makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah ini.

Jombang, 13 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………...…..2
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN……..……………………………………………..…..4
1.1 Latar Belakang……………….……………………………………………..4
1.2 Rumusan Masalah……….………………………………………………….5
1.3 Manfaat……………………………………………………………………..6
BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................ 7
2.1 IUD ................................................................................................................ 7
2.2 MOP ............................................................................................................ 22
2.3 MOW ........................................................................................................... 26
BAB 3. PENUTUP ............................................................................................... 39
.3.1. Kesimpulan…………………………………………………………….....39
3.2. Saran…………………………………………………………………...…40.
Daftar Pustaka ......................................................................................... ………..41

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keluarga berencana (KB) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran
serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk
mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera (Yuhedi dan Kurniawati,
2013).
Pelayanan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan, mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/Per/IX/2010, Pasal 12
tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan, dimana dinyatakan bahwa bidan
dapat : 1) memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. 2) memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom, dan dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa bidan berwenang memberikan
pelayanan : 1) pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim
dan memberikan alat kontrasepsi bawah kulit. 2) pelayanan tersebut hanya dapat
diberikan oleh bidan yang terlatih (Kemenkes RI, 2014).
Ibu perlu ikut KB setelah persalinan agar ibu tidak cepat hamil lagi
(minimal 3-5 tahun) dan punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak dan
keluarga. Kontrasepsi yang dapat digunakan pada pasca persalinan dan paling
potensi untuk mencegah mis opportunity berKB adalah Alat Kontrasepsi Dalam
rahim (AKDR) atau IUD pasca plasenta, yakni pemasangan dalam 10 menit
pertama sampai 48 jam setelah plasenta lahir (atau sebelum penjahitan
uterus/rahim pada pasca persalinan dan pasca keguguran di fasilitas kesehatan,
dari ANC sampai dengan persalinan terus diberikan penyuluhan pemilihan metode
kontrasepsi. Sehingga ibu yang setelah bersalin atau keguguran, pulang ke rumah
sudah menggunakan salah satu kontrasepsi (BkkbN, 2014).
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari dua macam yaitu Medis Operatif
Wanita (MOW) dan Medis Operatif Pria (MOP). Medis Operatif Wanita (MOW)
sering dikenal dengan tubektomi (sterilisasi) karena prinsip metode ini adalah
memotong atau mengikat saluran tuba fallopi sehingga mencegah pertemuan

4
antara ovum dan sperma. Sedangkan Medis Operatif Pria (MOP) sering dikenal
dengan vasektomi yaitu memotong atau mengikat saluran vasdeferens sehingga
cairan sperma tidak diejakulasi.
Angka prevalensi metode kontrasepsi jangka panjang khususnya tubektomi
masih sangat rendah dibandingkan dengan kontrasepsi lainnya. Mekanisme kerja
Medis Operatif Wanita (MOW) yaitu dengan mencapai tuba fallopi dan menutup
atau mengoklusi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin)
sehingga spermatozoa tidak dapat bertemu dengan ovum.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan definisi intra uterine device (IUD) ?
2. Bagaimana jenis-jenis intra uterine device (IUD) ?
3. Apa keuntungan IUD ?
4. Apa indikasi/persyaratan pemakaian IUD ?
5. Kapan waktu pemasangan IUD ?
6. Bagaimana cara kerja IUD ?
7. Bagaimana pemasangan IUD ?
8. Apa faktor yang memengaruhi pemasangan IUD pada kala IV ibu
bersalin?
9. Apa yang di maksud dengan kontrasepsi MOW?
10. Apa keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi MOW?
11. Teknik apa saja untuk melakukan kontrasepsi MOW?
12. Apa yang dimaksud dengan kontrasepsi MOP?
13. Apa keuntungan dan kerugian kontrasepsi MOP?
14. Teknik apa saja untuk melakukan kontrasepsi MOP?

5
1.3 TUJUAN
1. Agar mahasiswa mengerti manfaat dari memecahkan masalah-masalah
yang berkaitan dengan pelayanan kb dan kesehatan reproduksi.
2. Mahasiswa dapat mengetahui Apa yang di maksud dengan kontrasepsi
MOW
3. Mahasiswa dapat mengetahui keuntungan dan kerugian dari kontrasepsi
MOW
4. Mahasiswa dapat mengetahui Teknik apa saja untuk melakukan
kontrasepsi MOW
5. Mahasiswa dapat mengetahui Apa yang dimaksud dengan kontrasepsi
MOP
6. Mahasiswa dapat mengetahui keuntungan dan kerugian kontrasepsi MOP
7. Mahasiswa dapat mengetahui Teknik apa saja untuk melakukan
kontrasepsi MOP

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 IUD
A. DEFINISI INTRA UTERINE DEVICE (IUD)
Pengertian IUD adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah
dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi
kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi,
menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi dalam uterus
(Hidayati, 2009).
Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang
terbuat dari plastic yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga
mengandung hormone dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan
mempunyai benang (Handayani, 2010).
IUD adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim
yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari plastik (polythyline), ada yang
dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi ada pula yang dililit dengan
tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada pula yang batangnya berisi
hormon progesterone. (Kusmarjati, 2011).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dan konsepsi
yang berarti pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang
mengakibatkan kehamilan, sehingga kontrasepsi adalah upaya untuk
mencegah terjadinya kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi
ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan
sel sperma (Wiknjosastro, 2003).
B. JENIS-JENIS INTRA UTERINE DEVICE (IUD)
Menurut Arum (2011) jenis-jenis Intra Uterine Device (IUD) adalah sebagai
berikut :
1. IUD CuT-380 A
Bentuknya kecil, kerangka dari plastik yang fleksibel, berbentuk huruf T
diselubungi oleh kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu).
2. IUD lain yang beredar di Indonesia ialah NOVA T (Schering).

7
3. Menurut Hartanto (2008) IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa
ini dari jenis unmedicated adalah Lippes Loop dan dari jenis Medicated
adalah Cu-T 380 A, Multiload 375 dan Nova-T.
4. Lippes Loop
IUD Lippes Loop terbuat dari bahan polietilen, berbentuk spiral, pada bagian
tubuhnya mengandung barium sulfat yang menjadikannya radio opaque pada
pemeriksaan dengan sinar-X.
Menurut Proverawati (2010) IUD Lippes Loop bentuknya seperti spiral atau
huruf S bersambung. Untuk memudahkan kontrol dan dipasang benang pada
ekornya. Lippes Loop terdiri dari 4 jenis yang berbeda ukuran panjang bagian
atasnya. Adapun tipe dari Lippes Loops adalah sebagai berikut:

IUD jenis Lippes Loops mempunyai angka kegagalan yang rendah.


Keuntungan lain dari jenis ini ialah bila terjadi perforasi jarang menyebabkan luka
atau penyumbatan usus, sebab terbuat dari bahan plastik (Proverawati, 2010).
5. Cu T 380 A
IUD Cu – T 380 A terbuat dari bahan polietilen berbentuk huruf T dengan
tambahan bahan Barium Sulfat. Pada bagian tubuh yang tegak, dibalut tembaga
sebanyak 176 mg tembaga dan pada bagian tengahnya masing-masing
mengandung 68,7 mg tembaga, dengan luas permukaan 380 ± 23m2. Ukuran
bagian tegak 36 mm dan bagian melintang 32 mm, dengan diameter 3 mm. pada
bagian ujung bawah dikaitkan benang monofilamen polietilen sebagai kontrol dan
untuk mengeluarkan IUD.
6. Multiload 375
IUD Multiload 375 (ML 375) terbuat dari polipropilen dan mempunyai luas
permukaan 250 mm2 atau panjang 375 mm2 kawat halus tembaga yang membalut
batang vertikalnya untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load
yaitu standar, small, dan mini. Bagian lengannya didesain sedemikian rupa
sehingga lebih fleksibel dan meminimalkan terjadinya ekspulsi.

8
7. Nova – T
IUD Nova-T mempunyai 200 mm2 kawat halus tembaga dengan bagian
lengan fleksibel dan ujung tumpul sehingga tidak menimbulkan luka pada
jaringan setempat pada saat dipasang.
8. Cooper-7
IUD ini berbentuk angka 7 dengan maksud untuk memudahkan pemasangan.
Jenis ini mempunyai ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan
gulungan kawat tembaga (Cu) yang mempunyai luas permukaan 200 mm2
fungsinya sama seperti halnya lilitan tembaga halus pada jenis Copper-T
(Proverawati, 2010).
Jenis kontrasepsi IUD pasca salin aman dengan menggunakan IUD Cu T
(copper T), sedangkan jenis non copper memerlukan penundaan sampai 6 minggu
sehingga tidak cocok untuk pasca salin (BkkbN, 2014).
Menurut Suparyanto (2011) IUD terdiri dari IUD hormonal dan non hormonal.
1. IUD Non-hormonal
Pada saat ini IUD telah memasuki generasi ke-4. Karena itu berpuluh-puluh
macam IUD telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat dari
benang sutra dan logam sampai generasi plastik (polietilen) baik yang ditambah
obat atau tidak.
a. Menurut bentuknya IUD dibagi menjadi 2:
1) Bentuk terbuka (Open Device): Misalnya: Lippes Loop, CUT, Cu-7.
Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T.
2) Bentuk tertutup (Closed Device): Misalnya: Ota-Ring, Altigon, dan Graten
ber-ring.
b. Menurut Tambahan atau Metal
1) Medicated IUD :
Misalnya: Cu T 200 (daya kerja 3 tahun), Cu T 220 (daya kerja 3
tahun), Cu T 300 (daya kerja 3 tahun), Cu T 380 A (daya kerja 8 tahun),
Cu-7, Nova T (daya kerja 5 tahun), ML-Cu 375 (daya kerja 3 tahun). Pada
jenis Medicated IUD angka yang tertera di belakang IUD menunjukkan
luasnya kawat halus tembaga yang ditambahkan, misalnya Cu T 220
berarti tembaga adalah 220 mm2. Cara insersi: Withdrawal.

9
2) Unmedicated IUD :
Misalnya: Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Atigon. Cara insersi
Lippes Loop: Push Out. Lippes Loop dan dibiarkan in-utero untuk selama-
lamanya sampai menopause, sepanjang tidak ada keluhan persoalan bagi
akseptornya. IUD yang banyak dipakai di Indonesia dewasa ini dari jenis
Un Medicated yaitu Lippes Loop dan yang dari jenis Medicated Cu T, Cu-
7, Multiload dan Nova-T.
c. IUD yang mengandung hormonal
a. Progestasert –T = Alza T, dengan daya kerja 18 bulan dan
dilakukan dengan teknik insersi: Plunging (modified withdrawal).
1) Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang
ekor warna hitam.
2) Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat,
melepaskan 65 μg progesteron setiap hari.
3) Tabung insersinya berbentuk lengkung.
b. Mirena
Mirena adalah IUD yang terbuat dari plastik, berukuran
kecil, lembut, fleksibel, yang melepaskan sejumlah kecil
levonogestrel dalam rahim. Mirena merupakan plastik fleksibel
berukuran 32 mm berbentuk T yang diresapi dengan barium sulfat
yang membuat mirena dapat terdeteksi dalam pemeriksaan
rontgen. Mirena berisi sebuah reservoir silindris, melilit batang
vertikal, berisi 52 mg levonorgestrel (LNG). Setelah penempatan
dalam rahim, LNG dilepaskan dalam dosis kecil (20 g/hari pada
awalnya dan menurun menjadi sekitar 10 g/hari setelah 5 tahun)
melalui membran polydimethylsiloxane ke dalam rongga rahim.
Pelepasan hormon yang rendah menyebabkan efek sampingnya
rendah. Keunggulan dari IUD ini adalah efektivitasnya tinggi,
dengan tingkat kesakitan lebih pendek dan lebih ringan. Mirena
merupakan sebuah pilihan alternatif yang tepat untuk wanita yang
tidak dapat mentoleransi estrogen untuk kontrasepsinya.
Mengurangi frekuensi ovulasi (Rosa, 2012).

10
Cara kerja mirena melakukan perubahan pada konsistensi
lendir serviks. Lendir serviks menjadi lebih kental sehingga
menghambat perjalanan sperma untuk bertemu sel telur.
Menipiskan endometrium, lapisan dinding rahim yang dapat
mengurangi kemungkinan implantasi embrio pada endometrium.
Setelah mirena dipasang 3 sampai 6 bulan pertama, menstruasi
mungkin menjadi tidak teratur. Mirena dapat dilepas dan fertilitas
dapat kembali dengan segera (Rosa, 2012)
C. KEUNTUNGAN IUD
1. Keuntungan menggunakan IUD adalah sebagai berikut: (Proverawati,
2010)
2. Sebagai kontrasepsi, mempunyai efektivitas yang tinggi
3. Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama (1
kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
4. AKDR dapat efektif segera setelah pemasangan
5. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380 A dan tidak perlu
diganti)
6. Sangat efektif karena tidak perlu mengingat-ingat
7. Tidak memengaruhi hubungan seksual
8. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut hamil
9. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu IUD (CuT-380 A).
10. Tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI
11. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
12. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid
terakhir)
13. Tidak ada interaksi dengan obat-obatan
14. Mencegah kehamilan ektopik
D. KERUGIAN IUD
Kerugian penggunaan alat kontrasepsi IUD adalah sebagai berikut: (Proverawati
dkk, 2010)

11
1. Perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan)
2. Haid lebih lama dan banyak
3. Perdarahan (spotting antar menstruasi)
4. Saat haid lebih sedikit

E. INDIKASI/PERSYARATAN PEMAKAIAN IUD


Menurut Arum (2011) yang dapat menggunakan IUD adalah sebagai berikut:
1. Usia reproduktif
2. Keadaan multipara
3. Menginginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
4. Menyusui dan menginginkan menggunakan kontrasepsi
5. Tidak menyusui bayinya
6. Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi
7. Risiko rendah dari IMS
8. Tidak menghendaki metode hormonal
9. Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari
F. Waktu Pemasangan IUD
IUD pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih
tinggi dibandingkan ekspulsi ≥4 minggu pasca persalinan. Eskpulsi dapat
diturunkan dengan cara melakukan insersi IUD dalam 10 menit setelah
ekspulsi plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uteri, dan dikerjakan
oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan berpengalaman. Jika 48
jam pasca persalinan telah lewat, insersi IUD ditunda sampai 4 minggu atau
lebih pasca persalinan. IUD 4 minggu pasca persalinan aman dengan
menggunakan IUD copper T, sedangkan jenis non copper memerlukan
penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.
Pelayanan KB pasca persalinan yang dilakukan oleh bidan, mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/Per/IX/2010, Pasal 12
tentang ijin dan penyelenggaraan praktik bidan, dimana dinyatakan bahwa
bidan dapat : 1) memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana. 2) memberikan alat kontrasepsi oral dan

12
kondom, dan dalam Pasal 13 dinyatakan bahwa bidan berwenang
memberikan pelayanan : 1) pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat
kontrasepsi dalam rahim dan memberikan alat kontrasepsi bawah kulit. 2)
pelayanan tersebut hanya dapat diberikan oleh bidan yang terlatih (Kemenkes
RI, 2014).
G. CARA KERJA IUD
Mekanisme kerja yang pasti dari kontrasepsi IUD belum diketahui. Ada beberapa
mekanisme kerja kontrasepsi IUD yang telah diajukan :
1. Timbulnya reaksi radang lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri
sehingga implantasi sel telur yang telah dibuahi terganggu. Di samping itu,
dengan munculnya leukosit PMN, makrofag, foreign body giant cells, sel
mononuklear dan sel plasma yang dapat mengakibatkan lisis dari
spermatozoa atau ovum dan blastokista.
2. Produksi lokal prostaglandin yang meninggi, yang menyebabkan
terhambatnya implantasi.
3. Gangguan atau terlepasnya blastokista yang telah berimplantasi di dalam
endometrium.
4. Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba fallopii.
5. Immobilisasi spermatozoa saat melewati cavum uteri (Hartanto, 2008).
Menurut Saifuddin, dkk (2006) cara kerja pemasangan IUD adalah sebagai
berikut:
1. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falofii.
2. Memengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3. IUD bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun
IUD membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan
dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4. Memungkinkan utnuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
G. PEMASANGAN IUD
IUD dapat dipasang dalam keadaan berikut :
1. Sewaktu haid sedang berlangsung
Dilakukan pada hari-hari pertama atau pada hari-hari terakhir haid.

13
Keuntungan IUD pada waktu ini antara lain ialah :
1. Pemasangan lebih mudah oleh karena serviks pada waktu itu agak terbuka
dan lembek.
2. Rasa nyeri tidak seberapa keras.
3. Perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa
dirasakan.
4. Kemungkinan pemasangan IUD pada uterus yang sedang hamil tidak ada.
Kerugian IUD pada waktu haid sedang berlangsung antara lain :
1. Infeksi dan ekspulsi lebih tinggi bila pemasangan dilakukan saat haid.
2. Dilatasi canalis cervikal adalah sama pada saat haid maupun pada saat mid
- siklus (Hartanto, 2008). Bila pemasangan IUD tidak dilakukan dalam
waktu seminggu setelah bersalin, menurut beberapa sarjana, sebaiknya
IUD ditangguhkan sampai 6 - 8 minggu postpartum oleh karena jika
pemasangan IUD dilakukan antara minggu kedua dan minggu keenam
setelah partus, bahaya perforasi atau ekspulsi lebih besar.
3. Sewaktu post abortus
Sebaiknya IUD dipasang segera setelah abortus oleh karena dari segi fisiologi
dan psikologi waktu itu adalah paling ideal. Tetapi, septic abortion merupakan
kontraindikasi.
4. Beberapa hari setelah haid terakhir
Dalam hal yang terakhir ini wanita yang bersangkutan dilarang untuk
bersenggama sebelum IUD dipasang. Sebelum pemasangan IUD dilakukan,
sebaiknya diperlihatkan kepada akseptor bentuk IUD yang dipasang, dan
bagaimana IUD tersebut terletak dalam uterus setelah terpasang. Dijelaskan
bahwa kemungkinan terjadinya efek samping seperti perdarahan, rasa sakit, IUD
keluar sendiri (Sarwono, 2005).
Adapun langkah-langkah pemasangan IUD Copper T 380 A, adalah :
a. Jelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien
mengajukan pertanyaan. Sampaikan kepada klien kemungkinan akan
merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti
akan diberitahu bila sampai pada langkah-langkah tersebut dan pastikan
klien telah mengosongkan kandung kencingnya

14
b. Periksa genitalia eksterna, untuk mengetahui adanya ulkus, pembengkakan
pada kelenjar Bartolin dan kelenjar skene, lalu lakukan pemeriksaan
spekulum dan panggul.
c. Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan ada indikasi
d. Masukkan lengan IUD Copper T 380A di dalam kemasan sterilnya
e. Masukkan spekulum, dan usap vagina dan serviks dengan larutan
antiseptik dan gunakan tenakulum untuk menjepit serviks
f. Masukkan sonde uterus
g. Lakukan pemasangan IUD Copper T 380 A
h. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan
dan bersihkan permukaan yang terkontaminasi
i. Melakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera
setelah selesai dipakai.
j. Mengajarkan kepada klien bagaimana memeriksa benang IUD (dengan
menggunakan model yang tersedia.
k. Menyarankan klien agar menunggu selama 15-30 menit setelah
pemasangan IUD.
H. PENCABUTAN IUD
1) Menurut Saifuddin (2006) langkah-langkah pencabutan IUD sebagai
berikut:
2) Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan
klien untuk bertanya.
3) Memasukkan spekulum untuk melihat serviks dan benang IUD
4) Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali
5) Mengatakan pada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan.
Meminta klien untuk tenang dan menarik nafas panjang, dan memberitahu
mungkin timbul rasa sakit.
a. Pencabutan normal
Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung
yang sudah didesinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan-pelan,
tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah.
Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR

15
dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik, maka jepit ujung AKDR
tersebut dan tarik keluar.
b. Pencabutan sulit
Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan
menggunakan klem lurus atau lengkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis
servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk
menjepit benang AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah ditarik keluar
tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis,
putar klem pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit.
Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis
servikal sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan
tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hati-hati, sambil memutar
klem. Jangan menggunakan tenaga yang besar.
I. FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMASANGAN IUD PADA KALA
IV IBU BERSALIN
1. UMUR
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari pada orang yang belum tinggi
tingkat kedewasaannya (Wawan, 2011).
Usia memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Cahyono,
2011).
Umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan IUD.
Semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal
akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini meningkatkan
peluang responden untuk menggunakan IUD. Sesuai dengan hasil penelitian di
India bahwa IUD Cu T 380A digunakan oleh wanita yang berumur lebih dari 30
tahun dan wanita yang telah mencapai ukuran keluarga yang diinginkan (Pastuti
dan Siswanto, 2007).

16
2. JUMLAH ANAK
Tingkat paritas mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
penggunaan IUD. Semakin banyak jumlah anak yang telah dilahirkan semakin
tinggi keinginan responden untuk membatasi kelahiran. Pada akhirnya hal ini akan
mendorong responden untuk menggunakan IUD (Dewi, 2012).
Menurut Suratun (2008) sebaiknya keluarga setelah mempunyai 2 anak
dan umur istri lebih dari 30 tahun tidak hamil lagi. Kondisi keluarga seperti ini
dapat menggunakan kontrasepsi yang mempunyai efektifitas tinggi, karena jika
terjadi kegagalan hal ini dapat menyebabkan terjadinya kehamilan dengan risiko
tinggi bagi ibu dan anak. Di samping itu jika pasangan akseptor tidak
mengharapkan untuk mempunyai anak lagi, kontrasepsi yang paling cocok
disarankan adalah IUD.
3. PENDIDIKAN
Menurut Pastuti dan Siswanto (2007) menunjukkan bahwa responden yang
berpendidikan tinggi secara signifikan berpeluang lebih tinggi untuk
menggunakan IUD dan implan dibandingkan dengan responden yang
berpendidikan rendah. Tingkat pendidikan secara statistik berpengaruh positif
terhadap penggunaan metode kontrasepsi, namun berpengaruh negatif terhadap
jumlah anak yang dilahirkan. Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap akses dan
status wanita dalam meningkatkan prevalensi penggunaan kontrasepsi.
4. AGAMA
Aturan-aturan dalam masing-masing agama yang berkaitan dengan
pemakaian kontrasepsi. Dalam Agama Islam tidak semua cara kontrasepsi yang
dimasyarakatkan program KB dapat pakai oleh ummat Islam. Ada cara
kontrasepsi yang dilarang yaitu IUD, vasektomi dan tubektomi. IUD dilarang
karena cara pemasangannya harus dengan melihat aurat besar wanita sedang
sterilisasi dilarang karena mematikan fungsi reproduksi dan dilakukan dengan
cara merusak organ tubuh suami atau isteri. Cara kontrasepsi yang diperbolehkan
dalam Islam adalah: pil, suntik, kondom, senggama terputus, salep, diaphragma
dan pantang berkala (cara-cara tersebut masuk katagori jenis kontrasepsi kurang
efektif menurut BKKBN). Di kalangan non Islam boleh dikatakan tidak ada
larangan yang tegas dalam hal pemakaian jenis kontrasepsi yang dimasyarakatkan

17
oleh program KB, kecuali Katholik. Agama Khatolik pada dasarnya hanya
membolehkan pantang berkala berdasarkan Humanae vitae yang dikeluarkan oleh
Paus Paulus VI, tetapi dalam pelaksanaanya di Indonesia MAWI memberikan
kelonggaran, sehingga pemeluk Khatolik dapat memakai kontrasepsi modern
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Alasan pertama ini didukung
pula oleh adanya bukti bahwa hubungan antara agama dengan pemakaian jenis
kontrasepsi tetap ada setelah dikontrol dengan variabel pendidikan isteri/suami,
status bekerja, umur dan media (BkkbN, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Permatasari, dkk (2013) tentang determinan
penghentian penggunaan IUD di Indonesia menunjukkan bahwa agama tidak
berhubungan dengan penghentian penggunaan. Selain itu, akseptor IUD yang
beragama selain Islam cenderung untuk melanjutkan penggunaan kontrasepsinya
daripada akseptor IUD yang beragama Islam. Hasil penelitian ini searah dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Gustiana (2010) yang menyatakan bahwa
tidak ada variasi yang terjadi dalam hal penghentian kontrasepsi karena adanya
perbedaan agama. Umumnya hal ini dikarenakan program KB di Indonesia telah
menyebar ke semua bagian negara dan diterima oleh semua kelompok agama
yang ada di Indonesia. Pandangan agama terhadap program KB telah berubah,
terutama bagi agama Islam bahwa mereka telah memahami program tersebut
dengan baik dan mendukungnya dengan fatwafatwa dari para ulama yang sudah
beredar luas dan diterima baik di kalangan umat Islam.
5. PENGETAHUAN
Pengetahuan atau kognitif domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang, pengetahuan dipengaruhi oleh factor pendidikan formal,
pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan dimana pendidikan
yang tinggi maka akan semakin luas pula pengetahuannya, akan tetapi bukan
berarti orang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah (Wawan,
2011).
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang
dari pengalaman juga dapat diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain,
didapat dari buku, surat kabar, atau media massa, elektronik (Notoatmodjo, 2012).

18
Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. Berdasarkan
pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan
(Maulana, 2009).
Perilaku berubah karena adanya rangsangan dalam bentuk fisik, psikis dan
sosial, yang dapat melibatkan banyak orang (kelompok atau masyarakat). Arah
perubahan bergantung pada besarnya pengaruh kekuatan-kekuatan pendorong dan
penahan yang berarti dapat positif atau negatif. Terbentuknya perilaku dapat
terjadi karena proses kematangan dan yang paling besar pengaruhnya dari proses
interaksi dari lingkungan. Seseorang mampu berperilaku positif tidak selalu
didasarkan pada pengetahuan dan sikap yang positif (Maulana, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Utami, dkk (2011) di Kamar Rawat Pasca
bersalin RSUP DR. M. Djamil menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara pengetahuan dengan unmet need KB pasca-salin IUD post-plasenta. Pada
umumnya, istri yang unmet need IUD post-plasenta belum mengenal IUD apalagi
IUD dapat dipasang langsung selama 10 menit setelah melahirkan. Sejalan dengan
penelitian Destyowati (2011) di Desa Harjobinangun Kecamatan Grabak
Kabupaten Purworejo yang menyatakan adanya hubungan tingkat pengetahuan
ibu tentang IUD dengan minat pemakaian kontrasepsi IUD.
6. SIKAP
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2012). Sikap adalah
predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu,
sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu
(purely physic inner state), tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang
sifatnya individual. Artinya proses ini terjadi secara subjektif dan unik pada diri
setiap individu. Keunikan ini dapat terjadi oleh adanya perbedaan individual yang
berasal dari nilai-nilai dan norma yang ingin dipertahankan dan dikelola oleh
individu (Wawan & Dewi, 2010).
Menurut Thurstone yang dikutip Ahmadi (2007) menyatakan sikap
sebagai kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan

19
dengan obyek psikologis. Obyek psikologis disini meliputi simbol, kata-kata,
slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap
positif terhadap suatu objek psikologis apabila ia suka atau memiliki sikap yang
favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap negatif terhadap
obyek psikologi bila ia tidak suka atau sikap (unfavorable) terhadap obyek
psikologis.
7. PERSEPSI
Menurut Setiadi dalam Syafrudin (2011) persepsi merupakan suatu proses
yang timbul akibat adanya aktivitas (pelayanan yang diterima) yang dapat
dirasakan oleh suatu obyek. Mengingat bahwa persepsi setiap orang terhadap
suatu obyek (pelayanan) berbeda-beda. Oleh karena itu persepsi memiliki sifat
subjektif yang merupakan suatu rasa puas atau tidak oleh adanya pelayanan yang
diterimanya tersebut.
Persepsi sebagai salah satu sumbangan pemikiran yang berasal dari
masyarakat merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu merupakan proses diterimanya stimulus melalui alat indera. Namun proses
itu tidak hanya berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan
proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Persepsi terbagi atas dua bagian,
yaitu secara sempit dan secara luas. Secara sempit berarti penglihatan atau
bagaimana seseorang melihat sesuatu, sedangkan secara luas merupakan
pandangan seseorang mengenai bagaimana ia mengartikan dan menilai sesuatu
(Walgito, 2010).
8. KETERSEDIAAN IUD
Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk
mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan
fungsi institusi pelayanan. Prosedur ketersediaan alat meliputi: tersedia peralatan
sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan, ada buku inventaris peralatan
yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang, ada pelatihan khusus
untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu, ada prosedur permintaan dan
penghapusan alat. (BkkbN, 2012)
9. KETERSEDIAAN PETUGAS KESEHATAN

20
Puskesmas telah melaksanakan pelayanan KIA dan KB, namun puskesmas
yang petugasnya telah mendapat pelatihan KB baru 58% dan hanya terdapat
32,2% puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya dalam program KB.
Kecukupan sumber daya tersebut meliputi kompetensi pelayanan, ketersediaan
petugas di puskesmas, ketersediaan pedoman dan Standar Prosedur Operasional
(SPO) dan bimbingan teknis (Kemenkes RI, 2014).
10. KETERJANGKAUAN KLINIK
Depkes RI (2012) menyatakan akses yang rendah ke fasilitas kesehatan
reproduksi yang meliputi jarak yang jauh, biaya yang tidak terjangkau, tidak tahu
adanya atau kemampuan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang menghambat
pemanfaatan fasilitas (akses informasi) dan tradisi yang menghambat pemanfaatan
fasilitas (akses budaya).
Hasil Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes) 2011, kegiatan pelayanan
KIA/KB telah dilaksanakan di 97,5% puskesmas. Pelayanan KIA dan KB
termasuk 6 (enam) pelayanan wajib puskesmas, maka seharusnya setiap
puskesmas menyediakan layanan tersebut. Namun, masih ada puskesmas yang
belum memberikan pelayanan KIA dan KB, seperti di Provinsi Papua terdapat
18,4% puskesmas yang belum memberikan layanan KIA dan KB, Papua Barat
5,8% dan Maluku 3,1%.
11. DUKUNGAN/PERAN SUAMI
Suami adalah orang pertama dan utama dalam memberi dorongan kepada
istri sebelum pihak lain turut memberi dorongan. Dukungan dan perhatian seorang
suami terhadap istri dan alat kontrasepsi yang cocok digunakan istri akan
membawa dampak positif bagi hubungan dalam perkawinan (Dagun, 2008).
Peran suami yang sangat besar dalam rumah tangga menyebabkan banyak
istri yang patuh terhadap suami. Demikian halnya dalam pemakaian alat
kontrasepsi, banyak istri yang meminta izin kepada suami bahwa dirinya
menggunakan alat kontrasepsi tersebut, tetapi setelah suami mengetahui bahwa
istri menggunakan alat kontrasepsi maka sang suami menganjurkan untuk
menghentikan pemakaian tersebut (Hartanto, 2008).

12. PERAN PETUGAS KESEHATAN

21
Untuk mengubah atau mendidik masyarakat seringkali diperlukan
pengaruh dari tokoh-tokoh atau pemimpin masyarakat (community leaders),
misalnya dalam masyarakat tertentu kata-kata tokoh masyarakat yang melibatkan
ulama, seniman, ilmuwan, petugas kesehatan. Tergantung pada jenis masalah atau
perubahan yang bersangkutan. Dalam masalah kesehatan, petugas kesehatan
mempunyai peran yang besar dalam memberikan informasi kepada masyarakat.
Kurangnya peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi menyebabkan
masyarakat melakukan upaya-upaya kesehatan tidak sepenuh hati.
Penghambat penggunaan alat kontrasepsi IUD salah satu penyebabnya
karena kurangnya pengetahuan dan informasi. Pengetahuan kurang tentang KB
IUD dikaitkan dengan kurangnya informasi tentang berbagai metode kontrasepsi
termasuk tentang KB IUD yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Sedangkan
informasi yang sering didengar oleh responden adalah informasi yang bersifat
negatif, yang biasanya berasal dari cerita teman atau tetangga. Meskipun cerita
tersebut tidak dapat dipastikan kebenarannya oleh responden, tetap saja
memengaruhi penilaian responden terhadap KB IUD, yakni membuat sebagian
besar takut untuk menggunakan IUD (Imbarwati, 2009).

2.2 MOP ( Vasektomi )


A. Pengertian
Sterilisasi pada laki-laki disebut vasektomi.Caranya ialah dengan
memotong saluran mani (vasdeverens) kemudian kedua ujungnya di ikat,
sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Sterilisasi laki-
laki termasuk operasi ringan, tidak melakukan perawatan di rumahsakit dan tidak
mengganggu kehidupan seksual. Nafsu seks dan potensi lelaki tetap, dan waktu
melakukan koitus terjadi pula ejakulasi,tetapi yang terpancar hanya semacam
lendir yang tidak mengandung sperma.Kontap pria ini masih merupakan metode
yang “terabaikan” dan kurang mendapatkan perhatian.
B. Cara kerja MOP
Oklusi vas deferens, sehingga menghambat perjalanan spermatozoa dan
tidak didapatkan spermatozoa didalam semen/ejakulat.
C. Efektifitas MOP

22
a. Angka kegagalan 0-2,2 % ,umumnya < 1 %
b. Kegagalan kontap , umumnya disebabkan oleh:
1) Senggamaa yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama
sekali dari spermatozoa.
2) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah
pembentukan granulomaspermatozoa
3) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi
4) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens.4.
D. Keuntungan dan kerugian MOP
a. Keuntungan:
1) Efektif
2) Aman, morbiditas rendah dan hampir tidak ada mortalitas
3) Sederhana
4) Cepat, hanya memerlukan waktu 5-10 menit
5) Hanya memerlukan anestesi lokal saja
6) Biaya rendah
7) Secara kultural, sangat dianjrkan di negara-negara dimana wanita merasa
malu untuk ditangani oleh dokter pria atau kurang tersedia dokter wanita
dan paramedis wanita.
b. Kerugian:
1) Diperlukan suatu tindakan operatif
2) Kadang-kadangmenyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau infeksi
3) Belum memberi perlindungan total sampai semua spermatozoa yang sudah
ada didalam sistem reproduksi distal dari tempat oklusi vas deferens
dikeluarkan.
4) Problem psikologis yang berhubungan dengan perilaku seksual mungkin
bertambah parahsetelah tindakan operatif yang menyangkut sistem
reproduksi pria.

E. Teknik MOP

23
1. Operatif
a. Vasektomi
Dengan pisau setelah anestesilokal yaitu dengan larutan prokain lidokain
atau lignokain tanpamemakai adrendin maka dilakukan irisan pada kulit scrotum.
Kulit dan otot-otot disayat,maka tampak vas deferens dengan sarungnya. Irisan
dapat dilakukan pada garis tengah antara dua belahan scrotum atau pada dua
tempat di atas masing-masing vas deferensKedua vas tampak sebagai saluran
yang putih dan agak kenyal pada perabaan. Vas dapatdibedakan dari pembuluh-
pembuluh darah, karena tidak berdenyut. IdentifikasiVasterutaa sukar apabila
kulit scrotumtebal.
b. Vasektomi
Tanpa pisau untuk mengurangi atau menghilangkan rasa takut calon
akseptor kontap pria akantindakan operasi ( yang umumnya dihubungkam dengan
pemakaian pisau operasi ), danuntuk menggalakkan penerimaan kontap pria, di
Indonesia sekarang telah diperkenalkanmetode vasektomi tanpa pisau ( VTP
).Vasektomi pada pisau juga dapat dilakukan tanpa mengiris kulit, jadi tanpa
memakai pisau sama sekali, yaitu dengan cara:
a. Saluran diikat bersama-sama dengan kulit scrotum dengan cara
mencobloskan jarum dengan benang sampai ke bawah saluran mani.
b. Dapat juga disuntikkan ke dalam saluran mani.
c. Saluran mani dapat dibakar dengan mencobloskan jarum kauter halus
melalui kulit ke dalam saluran mani.
1. Penyumbatan vas deferens
Mekanis dilakukan dengan penjepitan vas deferens menggunakan :
1) Vaso-clips
2) Intra Vasal Thread (IVT)
3) Reversible Intravas Device (R-IVD).
4) Shug
5) Phaser (Bionyx Control)
6) Reversible Intravasal Occlusive Devices (RIOD)

2. Penyumbatan vas deferens kimiawi

24
dilakukan penyumbatan terhadap vas deferens menggunakan zat-zat
kimiawi berupa :
1) Quinacrine
2) Ethanol
3) Ag-nitrat
F. Indikasi dan Kontraindikasi MOP
Indikasi
Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan
suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa
tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya.
Kontraindikasi
1) Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies (penyakit kulit menular akibat tuma
gatal).
2) Infeksi traktus genetalia.
3) Kelainan skrotum dan sekitarnya :
a. Varicocele (varikositas pleksus pampiniformis korda spermatika, yang
membentuk benjolan skrotum yang terasa seperti ”kantong cacing”).
b. Hydrocele besar
c. Filariasis.
d. Hernia inguinalis.
e. Orchiopexy (fiksasi testis yang tidak turun pada skrotum).
f. Luka parut bekas operasi hernia.
g. Skrotum yang sangat tebal.
4) Penyakit sistemik :
a. Penyakit-penyakit perdarahan.
b. Diabetes Mellitus.
c. Penyakit jantung koroner yang baru.
5) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak stabil.
G. Konseling pasca operasi
a. Menjaga daerah insisi agar tetap kering
b. Tidak menarik-narik atau menggaruk-nggaruk luka yang sedang
dalam penyembuhan.

25
c. Memakai penahan skrotum (celana dalam).
d. Menghindari mengangkat benda berat dan kerja keras untuk 3 hari.
e. Klien boleh bersenggama sesudah tidak merasa sakit (hari ke 2-3), namun
untuk mencegah kehamilan,pakailah kondom atau cara kontrasepsi lain
selama 3 bulan atau sampai ejakulasi15-20 kali.
f. Periksa semen 3 bulan pasca vasektomi atau sesudah 15-20 kali ejakulasi
H. Macam-Macam Efek Samping Atau Masalah Kontrasepsi
Efek samping yang dapat timbul yang akan timbul adalah:
a. Timbul rasa nyeri.
b. Infeksi pada bekas luka.
c. Membengkaknya kantung biji zakar karena pendarahan.
d. Belum ada efek samping jangka panjang.
e. Mengalami ketidak-nyamanan setelah operasi.
f. Komplikasi yang serius karena operasi jarang terjadi

2.3 MOW ( Tubektomi )


A. Pengertian.
Pemotongan ( oklusi ) kedua tuba falopii sehingga spermatozoa dan ovum
tidak dapat bertemu.Disebut juga tubektomi atautubal ligation.
MOW ( Metode operasi wanita) / tubektomi adalah tindakan penutupan
terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak
dapat melewati sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan
sperma laki-laki sehingga tidak terjadi kahamilan.
Metode operasi wanita merupakan salah satu cara kontrasepsi diikuti
dengan tindakan pembedahan pada saluran telur wanita. Tubektomi merupakan
tindakan medis berupa penutupan tuba uterine dengan penutupan tuba
uterine dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka
panjang sampai seumur hidup.
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba falloppi wanita
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan
kehamilan lagi. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen yang hanya

26
diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau boleh memiliki anak
(karena alasan kesehatan).
MOW (Medis Operatif Wanita)/ Tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua saluran
telur kanan dan kiri yang menyebabkan sel telur tidak dapat melewati saluran
telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma laki laki
sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wania tidak akan
turun (BKKBN, 2006)
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas atau
kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong
atau memasang cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
(Noviawati dan Sujiayatini, 2009) jadi dasar dari MOW ini adalah mengokulasi
tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hanafi, 2004).
B. Keuntungan dan kerugian MOW.
a. Keuntungan.
1) Menurut BKKBN (2006) keuntungan dari kontrasepsi mantap ini antara
lain:
2) Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan sangat tinggi
3) Tidak mengganggu kehidupan suami istri
4) Tidak mempengaruhi kehidupan suami istri
5) Tidak mempengaruhi ASI
6) Lebih aman (keluhan lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali
tindakan), lebih efektif (tingkat kegagalan sangat kecil), lebih ekonomis.
Sedangkan menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) keuntungan dari kontrasepsi
mantap adalah sebagai berikut:
1) Sangat efektif (0.5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan).
2) Tidak mempengaruhi proses menyusui (breasfeeding).
3) Tidak bergantung pada faktor senggama.
4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang
serius.
5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi local.

27
6) Tidak ada perubahan fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)
b. Kerugian :
1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali.
2) Klien dapat menyesal dikemudian hari
3) Resiko komplikasi kecil meningkat apabila digunakan anestesi umum
4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih dibutuhkan dokter spesalis ginekologi
atau dokter spesalis bedah untuk proses laparoskopi.
6) Tidak melindungi diri dari IMS.
C. Teknik MOW di sertai keuntungan dan kerugian.
1. Penyinaran
Penggunaan sinar laser untuk oklusi tuba.
Keuntungan:
1) Kerusakan tuba falopii terbatas
2) Morbiditas rendah
3) Dapat dikerjakan dengan laparoskopi histeroskopi atau
laparatomi
Kerugian:
1) Memerlukan peralatan yang mahal
2) Memerlukan latihan khusus
3) Belum ditentukan standardisasi prosedur ini
4) Potensi reversibilitas belum diketahui
2. Operatif
Dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Abdominal
a. Laparotomi
Laparotomi saja untuk kontap wanita tidak dianjurkan
karena diperlukan insisi yang panjang dan anestesi umum
atau anestesi spinal.Laparotomi hanya diperlukan bila cara-
cara kontap lainnya gagal atau timbulkomplikasi sehingga

28
sehingga memerlukaninsisi yang lebih besar. Atau jika
padakeadaan lain, jika kontap bukan meriupakan operasi
utama, tetapi sebagai pelengkapmisalnya padasectio sesaria,
KET dll.
b. Mini- Laparatomi
1) Waktu operasi
a. Post-partum
b. Post-abortus
c. Interval (dilakukan pada saat bukan post-partum atau
post-abortus)
2) Tempat Insisi
a. Sub-umbilikal / infra-umbilika
b. Supra-pubis / Mini-Pfannenstiel
Keuntungan:
1. Mudah dipelajari
2. Dapat dikerjakan oleh setiap tenaga medis yang memiliki
dasar-dasar ilmu bedah dan keterampilan bedah
3. Hanya memerlukan alat-alat sederhana dan tidak mahal,
terutama alat-alat bedahstandar
4. Komplikasibiasanya hanya komplikasi minor
5. Dapat dilakukan segera setelah melahirkan
Kerugian:
1. Waktu operasi lebih lama
2. Sukar dilakuakn pada wanita yang sangat gemuk
3. Meninggalkan bekas luka kecil yang masih dapat terlihat
4. Nyeri singkat
5. Angka kejadian infeksi lebih tinggi daripada laparoskopi
c. Laparoskopi
Adalah suatu pemeriksaan endoskopik dari bagian dalam
rongga peritoneum denganalat laparoskop yang dimasukkan
melalui dinding anterior abdomen.
Keuntungan:

29
1. Komplikasi rendah
2. Cepat ( rata-rata 5-15 menit )
3. Insisi kecil sehingga luka parut rendah sekali
4. Dapat dipakai juga untuk diagnostik maupun terapi
5. Kurang memnyebabkan rasa sakit bila dibanding dengan
mini- laparatomi
6. Sangat berguna jika jumlah calon akseptor banyak
Kerugian:
1. Risiko komplikasi bisa serius.
2. Memerlukan pneumo-peritoneum dengan segala akibatnya
3. Lebih sukar dipelajari
4. Memerlukan keahlian dan ketrampilan khusus dalam
bedah abdomen
5. Harga peralatan mahal dan memerlukan perawatan yang
teliti
6. Tidak dianjurkan untuk dilakukan segera post-partum.
2) Vaginal
a. Kolpotomi
Cara yang dikenal yaitu kolpotomi posterior dan kolpotomi
anterior.
Kolpotomi posterior lebih sering dipakai.Tekniknya dengan
membuka cavum douglas yang terletak diantara dinding
depan rectum dan dinding belakang uterus melalui vagina
untuk sampai ke tuba fallopii.Kolpotomi anterior dilakukan
dengan caraperitoneum diinsisi diantara kandung kencing
dan uterus, kemudian uterus diputar sehingga tuba fallopii
terlihat.
Keuntungan:
1. Dapat dilakukan dengan rawat jalan
2. Hanya memerlukan waktu sekitar 5-15 menit
3. Cukup dengan neurolept-analgesia + anestesi lokal

30
4. Rasa sakit post-operatif lebih kecil dibandingkan
cara-cara kontap lainnya
5. Tidak ada insisi abdominal sehingga tidak ada bekas
luka parut eksternal
6. Peralatan yang dipakai sederhana, murah dan mudah
pemeliharaanya.
7. Morbiditas dan komplikasi mayor rendah
8. Angka kegagalan rendah ( kira-kira 1% )
b. Kuldoskop
Pada kuldoskopi, rongga pelvis dapat dilihat melalui alat
kuldoskop yang dimasukkan melalui fornix posterior melalui
cavum douglas, yaitu suatu kantong peritoneum yang
terletak diantara dinding depan rectum dan dinding belakang
uterus.Dengan adanya laparoskopi trans-abdominal, maka
kuldoskopi kurang mendapatkanminat sehingga sekarang
jarang dilakukan.Waktu operasi Kuldoskopi post-partum
atau post-abortus sebaiknya dikerjakan minimal 5
minggusetelah melahirkan atau 2-4 minggu setelah
abortus.Sebagai prosedur interval, kuldoskopi paling baik
dikerjakan selama fase dini darisiklus haid ( tidak ada
kehamilan).
Keuntungan:
1. Tidak meninggalkan luka parut eksternal
2. Cukup dengan neurolept-analgesia + anestesi lokal
3. Dapat dikerjakan secara rawat jalan
4. Peralatan lebih sederhana dan lebih murah bila
dibandingkan dengan laparoskopi.
5. Waktu operasi singkat
6. Komplikasi dan morbiditas rendah
7. Tidak memerlukan pneumo-peritoneum buatan
8. Elektro-koagulasi jarang dikerjakan.

31
Kerugian:
Harus dilakukan dengan posisi knee-chest yang mungkin
kurang menyenangkan.
3. Transcervikal
Merupakan metode kontrasepsi dimana oklusi tuba fallopii
dilakukan melaui cervix uteri.Metode ini belum banyak
dikerjakan dan pada umumnya masih dalam tahap
eksperimental.
a. Histeroskopi
Prinsipnya sama seperti laparoskopi, hanya pada
histeroskopi tidak dipakai trocar,tetapi suatu vacum cervical
adaptor untuk mencegah keluarnya gas saat dilatasicervix/
cavum uteri.
Keuntungan:
1. Sederhana
2. Relatif murah
3. Mudah dipelajari
4. Anestesi minimal
5. Dapat dikerjakan secara rawat jalan.
6. Tidak diperlukan insisi
7. Dapat dilakukan secara rawat jalan karena
prosedurnya cepat/singkat
Kerugian:
1. Resiko perforasi uterus dan luka bakar
2. Angka kegagalan tinggi ( 11-35 % )
3. Risiko kehamilan ektopik/ kehamilan cornu
4. Sering timbul kesulitan teknis dalam mencari lokasi
orificium tubae
5. Oklusi tuba fallopii mungkin tidak segera efektif

32
b. Blind- delivery
Pada metode ini, operator tidak melihat langsung kedalam
cavum uteri untuk melokalisir orificium tubae. Alat-alat
yang diperlukan hanya alat-alat sederhana
c. Penyumbatan tuba mekanis
1. Tubal clipsTubal clips dipasang pada isthmus tuba
fallopii, 2-3 cm dari uterus, melalui laparotomi,laparoskopi,
kolpotomi atau kuldoskopi.Tubal clips menyebabkan
kerusakan yang lebih sedikit atau kecil pada tuba
fallopiidiandingkan dengan cara-cara oklusi tuba fallopii
lainnya.
2. Tubal ringDengan memasang cincin berdiameter 1 mm
pada tuba fallopii. Dapat dipakai pada minilaparotomi,
laparoskopi dan cara trans-vaginal, dipasang pada ampula
tuba atauampulary-isthmic junction, 2-3 cm dari uterus.
Tubal ring merusak tuba fallopii sepanjang1-3 cm.
d. Penyumbatan tuba kimiawi
Banyak zat-zat kimia yang saat ini dalam penelitian
eksperimental untuk oklusi tuba fallopii,terutama dilakukan
pada hewan percobaan. Sedangkan pada manusia baru
beberapa zat kimiasaja yang telah diteliti.
Cara kerja :
1. Tissue adhesiveZat kimia akan menjadi padat sehingga
terbentuk sumbat didalam tuba fallopii.
2. Sclerosing agent
Zat kimia akan merusak saluran tuba fallopii dan
menimbulkan fibrosis.Zat kimia dalam bentuk cairan,
pasta atau padat, diasukkan melalui serviks kedalam
utero-tubal junction, dapat dengan visualisasi secara
langsung yaitu dengan histeroskop, atau tanpavisualisasi
langsung ( blind-delivery ) dengan kateter, kanula atau
tabung suntik. Atau dapatdikerjakan juga melalui ujung

33
fimbriae, dengan melihat secara langsung melalui jalan
trans-abdominal atau trans-vaginal.Saat ini, zat-zat kimia
yang telah diteliti untuk kontap wanita yaitu :
phenol (carbolic acid)compounds, Quinacrine, dan
Methyl-cyanoacrylate (MCA).
Zat-zat kimia yang ideal untuk oklusi tuba fallopii harus :
1. Sedapatnya diberikan dalam 1 kali pemberian
2. Efektif 100%
3. Non-toksik
4. Murah
5. Tersedia setiap saat
6. Terbatas pada tuba fallopii, tidak boleh sapai ke
rongga abdomen.
7. Tidak menyebabkan rasa sakit
8. Stabil, dengan masa kerja tak terbatas
Keuntungan:
1. Mengerjakannya mudah
2. Dapat dikerjakan secara rawat jalan.
Kerugian:
1. Kebanyakan zat kimia kurang efektif setelah satu kali
pemberian, sehingga akseptor haruskembali untuk
peberian berikutnya (sampai tiga kali pemberian)
dengan interval satu minggu atau satu bulan.
2. Ada beberapa zat kimia yang sangat toksik, sehingga
dapat menyebabkan kerusakan jaringan sektarnya.
3. Beberapa zat kimia memerlukan alat khusus untuk
aplikasinya.
4. Irreversibel
5. Dosis zat kimia sukar ditentukan sebelumnya.
D. Teknik Melakukan Mow
1. Tahap persiapan pelaksanaan
a. Informed consent

34
b. Riwayat medis/ kesehatan
c. Pemeriksaan laboratorium
d. Pengosongan kandung kencing, asepsis dan antisepsis daerah abdomen
e. anesteri
2. Tindakan pembedahan (2009) teknik yang digunakan dalam pelayanan
tubektomi antara lain:
a. Minilaparotomi
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya
diperlukan sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik)
maupun subumbilikal (pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan
terhadap banyak klien, relative murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang
mendapat pelatihan khusus. Operasi ini juga lebih aman dan efektif (Syaiffudin,
2006)
Baik untuk masa interval maupun pasca persalinan, pengambilan tuba
dilakukan melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,
diikat dan dipotong sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka
sayatan ditutup dengan kasa yang kering dan steril serta bila tidak ditemukan
komplikasi, klien dapat dipulangkan setelah 2 - 4 hari. (Syaiffudin,2006).
b. Laparoskopi
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Kandungan yang
telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini
dapat dilakukan pada 6 – 8 minggu pasca pesalinan atau setelah abortus (tanpa
komplikasi). Laparotomi sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang cukup
banyak karena peralatan laparoskopi dan biaya pemeliharaannya cukup mahal.
Seperti halnya minilaparotomi, laparaskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal
dan diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. (Syaiffudin,2006).
3. Perawatan post operasi
a. Istirahat 2-3 jam
b. Pemberian analgetik dan antibiotik bila perlu
c. Ambulasi dini
d. Diet biasa

35
e. Luka operasi jangan sampai basah, menghindari kerja berat selama 1
minggu, cari pertolongan medis bila demam (>38), rasa sakit pada
abdomen yang menetap, perdarahan luka insisi.
E. Waktu Pelaksanaan Mow
Menurut Mochtar (1998) dalam Wiknjosastro (2005) pelaksanaan MOW dapat
dilakukan pada saat :
1) Masa Interval (selama waktu selama siklus menstrusi)
2) Pasca persalinan (post partum)
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau
selambat lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan. Tubektomi pasca
persalinan lewat dari 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba dan infeksi
yang akan menyebabkan kegagalan sterilisasi. Edema tuba akan berkurang
setelah hari ke-7 sampai hari ke-10 pasca persalinan. Pada hari tersebut
uterus dan alat alat genetal lainnya telah mengecil dan menciut, maka
operasi akan lebih sulit, mudah berdarah dan infeksi.
3) Pasca keguguran
Sesudah abortus dapat langsung dilakukan sterilisasi
4) Waktu opersi membuka perut
Setiap operasi yang dilakukan dengan membuka dinding perut hendaknya
harus dipikirkan apakah wanita tersebut sudah mempunyai indikasi untuk
dilakukan sterilisasi. Hal ini harus diterangkan kepada pasangan suami
istri karena kesempatan ini dapat dipergunakan sekaligus untuk melakukan
kontrasepsi mantap.
F. Indikasi MOW
Komperensi Khusus Perkumpulan untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia
tahun 1976 di Medan menganjurkan agar tubektomi dilakukan pada umur 25 – 40
tahun, dengan jumlah anak sebagai berikut: umur istri antara 25 – 30 tahun
dengan 3 anak atau lebih, umur istri antara 30 – 35 tahun dengan 2 anak atau
lebih, dan umur istri 35 – 40 tahun dengan satu anak atau lebih sedangkan umur
suami sekurang kurangnya berumur 30 tahun, kecuali apabila jumlah anaknya
telah melebihi jumlah yang diinginkan oleh pasangan
tersebut.(Wiknjosastro,2005)

36
Menurut Mochtar (1998) indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
1) Indikasi medis umum
Adanya gangguan fisik atau psikis yang akan menjadi lebih berat bila
wanita ini hamil lagi.
a. Gangguan fisik
Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya.
b. Gangguan psikis
Gangguan psikis yang dialami yaitu seperti skizofrenia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain lain.
2) Indikasi medis obstetrik
Indikasi medik obstetri yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio sesarea
yang berulang, histerektomi obstetri, dan sebagainya.
3) Indikasi medis ginekologik
Pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat pula dipertimbangkan untuk
sekaligus melakukan sterilisasi.
4) Indikasi sosial ekonomi
Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.
a. Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
kemudian dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan suami istri, misalnya
umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkaliannya adalah
120.
b. Mengikuti rumus 100
Umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang
Umur ibu 30 tahun ke atas dengan anak hidup 3 orang
Umur ibu 35 tahun ke atas dengan anak hidup 2 orang
G. Kontraindikasi MOW
1. Kontra indikasi mutlak
a. Peradangan dalam rongga panggul
b. Peradangan liang senggama aku (vaginitis, servisitis akut)
c. Kavum dauglas tidak bebas,ada perlekatan

37
2. Kontraindikasi relative
a. Obesitas berlebihan
b. Bekas laparotomi
Menurut Noviawati dan Sujiyati (2009) yang sebaiknya tidak menjalani
Tubektomi yaitu:
a. Hamil sudah terdeteksi atau dicurigai
b. Pedarahan pervaginal yang belum jelas penyebabnya
c. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut hingga masalah itu disembuhkan
atau dikontrol
d. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
e. Belum memberikan persetujuan tertulis.
H. Komplikasi dan Penanganan Mow
KOMPLIKASI PENANGANAN
Infeksi Luka Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan
antibiotik.
Demam pascaoperasi ( > 38 oC) Obati infeksi berdasarkan apa yang
ditemukan
Luka pada kandung kemih. Mengacu ke tingkat asuhan yang tepat.
Intestinal (jarang terjadi). Apabila kandung kemih atau usus luka dan
diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi
primer. Apabila ditemukan pasca operasi,
dirujuk kerumah sakit yang tepat bila perlu.
Hematoma (subkutan) Gunakan pack yang hangat dan lembab
ditempat tersebut.
Emboli gas yang dilakukan oleh Ajurkan ke tingkat asuhan yang tepat dan
laparoskopi (sangat jarang terjadi) mulailah resusitasi intensif, termasuk cairan
intravena, resusitasi cardiopulmonary dan
tindakan penunjang kehidupan lainnya.
Rasa sakit pada lokasi pembedahan Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati
berdasarkan apa yang ditemukan
Perdarahan superficial (tepi tepi Mengontrol perdarahan dan obati
kulit atau subkutan) berdasarkan apa yang ditemukan.

38
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
IUD merupakan kontrasepsi yang dimasukkan melalui serviks dan
dipasang di dalam rahim. IUD mencegah kehamilan dengan merusak kemampuan
hidup sperma dan ovum karena adanya perubahan pada tuba dan cairan uterus.
Efektifitas IUD dalam mencegah kehamilan sampai 99,4% dan dapat dipasang
langsung pada ibu pasca salin dengan jenis IUD copper T 380o selama 5-10 tahun
(BkkbN, 2014). Faktor keputusan konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi
IUD tidak terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
individu.
MOP atau vasektomi merupakan alat kontrasepsi mantap pada laki-laki
yaitu dengan memotong saluran mani (vasdeverens) kemudian kedua ujungnya di
ikat, sehingga sel sperma tidak dapat mengalir keluar penis (urethra). Kerugian
dari kontrasepsi ini yaitu salah satunya yaitu Belum memberi perlindungan total
sampai semua spermatozoa yang sudah ada didalam sistem reproduksi distal dari
tempat oklusi vas deferens dikeluarkan.
MOW atau tubektomi merupakan alat kontrasepsi modern sterilisasi pada
wanita atau juga merupakan alat kontarsepsi mantap yaitu penutupan terhadap
kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat
melewati sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki-laki sehingga tidak terjadi kahamilan. Adapun keuntungan dan kerugian dari
kontrasepsi MOW ini salah satunya yaitu Perlindungan terhadap terjadinya
kehamilan sangat tinggi dan tidak dapat dipulihkan kembali. Sedangkan teknik
melakukan kontrasepsi ini yaitu ada berbagai cara: penyinaran, operatif, dan
penyumbatan tuba secara kimiawi.

39
3.2 SARAN
Berdasarkan kesimpulan, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :
Bagi Institusi
Dengan telah disusunnya makalah ini diharapkan dapat meningkatkan
keefektifan dalam belajar, pengetahuan, kemampuan ketrampilan mahasiswa
dalam menerapkan atau mengaplikasikan study yang telah didapatkan, serta untuk
melengkapi sumber-sumber buku perpustakaan sebagai bahan informasi dan
referensi yang penting dalam mendukung pembuatan makalah.
Bagi Penulis
Diharapkan dapat meningkatakan pengetahuan tentang memecahkan
masalah-masalah yang berkaitan dengan pelayanan KB dan kesehatan reproduksi
serta menerapkan ilmu yang didapat dibangku kuliah.
Bagi Mahasiswa
Diharapkan dengan adanya makalah ini mahasiswa dapat mengetahui
tentang memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi yang dapat digunakan untuk bahan referensi pembuatan
makalah.

40
DAFTAR PUSTAKA

Yuhedi T.L, dan Kurniawati T. 2013. Buku Ajar Kependudukan dan Pelayanan
KB. Jakarta: EGC.
Kemenkes RI. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
BKKBN. 2014. Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: BKKBN
Handayani S. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta:
Pustaka Rihama.
Dewi V.N.L dan Sunarsih T. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.
Yogjakarta: Salemba Medika.
Hartanto. 2014. KB dan Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan
https://www.academia.edu/36085240/METODE_MODERN_STERILISASI_MO
W_DAN_MOP. Diakses tanggal 11 November 2019

41

Anda mungkin juga menyukai