372494653
372494653
Disusun oleh :
SHINTA NURAINI
NIM. P1337420916028
2017
A. Konsep Dasar
1. Definisi Lansia
Lanjut usia (Lansia) adalah bagian dari proses tumbuh kembang, manusia
tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak,
dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Menurut UU no 4 tahun 1945 lansia adalah
seseorang yang mencapai berusia 55 tahun yang merupakan kelompok orang
lansia yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan
merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari. Menurut Kemkes RI (2010) lanjut
usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Pada usia ini adalah fase
menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya perubahan
dalam hidup. Sebagaimana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, maka
seseorang mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika
kondisi hidup berubah seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan
selanjutnya memasuki usia lanjut, kemudian meninggal dunia. Bagi manusia yang
normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase
hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo,
2004). Perubahan ini adalah hal yang normal dalam satu siklus kehidupan manusia,
dengan perubahan fisik, psikososial dan tingkah laku yang terjadi pada semua orang
pada saat mereka mencapai tahapan usia lanjut dimasa ini seseorang senantiasa
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).
2. Karakteristik Lansia
Ada beberapa karakteristik lansia yang perlu diidentifikasi berdasarkan data
demografi untuk mengetahui keberadaan masalah-masalah kesehatan lansia yaitu: jenis
kelamin diamana jumlah lansia lebih didominasi oleh kaum perempuan. Selain itu,
terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang dihadapi antara lansia laki-
laki dan perempuan. misalnya, lansia laki-laki banyak menderita hipertropi prostat,
sementara lansia perempuan menderita osteoporosis. Status Perkawinan, yang masih
berpasangan atau sudah hidup sendiri (duda/janda) mempengaruhi kondisi kesehatan
fisik maupun kondisi kesehatan secara psikososial pada lansia umumnya. Penataan
kehidupan lansia bervariasi, keadaan pasangan yang masih menanggung keluarganya :
anak atau keluarga lainnya, tempat tinggal, rumah sendiri, suasana tinggal bersama
dengan anak atau keluarga besar, atau tinggal sendiri. Dewasa ini kebanyakan lansia
masih hidup sebagai bagian dari keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau
bagian dari keluarga anak- anaknya. Walaupun ada kecenderungan bahwa lansia akan
ditempatkan oleh anaknya atau keluarganya dalam rumah yang berbeda. Kondisi
kesehatan lansia dan kondisi kemampuan umum dalam beraktivitas sehari-hari dapat
dioptimalkan sehingga tidak tergantung kepada orang lain, seperti; makan/minum,
berpindah, kebersihan diri mandi, mengganti pakaian sendiri, buang air kecil dan buang
air besar. Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan lansia menjadi tidak produktif
lagi dan mengalami tergantung kepada orang lain. Hal ini harus diupayakan untuk
meminimalkan resiko penyakit yang timbul dengan melakukan kontrol secara rutin
ke pelayanan kesehatan.
3. Proses Menua
Menua adalah suatu proses alami dalam kehidupan yang tidak dapat
dihindari oleh manusia, proses ini merupakan tahap akhir dari siklus hidup
manusia yang akan dialami oleh setiap individu secara terus-menerus dan
berkesinambungan (Surilena &Agus, 2006). Pertambahan usia akan menimbulkan
perubahan-perubahan pada struktur dan fungsi fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia sehingga
menyebabkan sebagian besar lansia mengalami kemunduran atau perubahan pada fisik,
psikologis, dan sosial (Mubarak dkk, 2010; Putri dkk, 2008).
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan akibat dari
kehilangan yang bersifat bertahap. Berdasarkan perbandingan yang diamati antar
kelompok usia yang berbeda, sebagian besar organ mengalami kehilangan fungsi
sekitar 1% per tahun, dimulai usia sekitar 40 tahun. Namun demikian, perubahan pada
seorang lanjut usia akan mengalami perlambatan mulai pada usia 70 tahun (Setiadi,
2006). Menurut Arisman (2004) kekuatan, ketahanan dan kelenturan otot rangka
berkurang. Sehingga kepala dan leher terfleksi ke depan, sementara ruas tulang
belakang mengalami pembengkakan (kifosis), panggul dan lutut juga terfleksi sedikit.
Keadaan tersebut menyebabkan postur tubuh terganggu sehingga menimbulkan
beberapa masalah kemunduran dan kelemahan pada lansia, seperti pergerakan,
kestabilan terganggu dan terjadinya resiko jatuh: Intelektual terganggu (demensia),
Depresi, Inkontinensia dan impotensia, Defisiensi imunologis, Infeksi, konstipasi dan
malnutris, insomnia, kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan,
komunikasi dan integrasi kulit, kemunduran proses penyembuhan penyakit yang
diderita. Perubahan fisik pada lansia diantaranya : sistem penglihatan pada lansia
sangat erat kaitannya dengan prebiopi, dimana lensa kehilangan elastis dan kaku, otot
penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh dan
dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan perlu diperhatikan.
Sistem Pendengaran pada lansia merupakan kemampuan daya pendengaran pada
telinga dalam, terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas
dan sulit dimengerti kata-kata terjadi pada lansia diatas 60 tahun.Sistem Integumen
kulit pada lansia sudah mulai kendur, tidak elastis, mengerut dan kulit akan
kekurangan cairan sehingga akan menjadi tipis dan berbecak. Kulit timbul pigmen
berwarna coklat, perubahan kulit dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain
angin, sinar ultra violet. Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan sistem
muskuloskeletalpada lansia seperti kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat. Perubahan pada kolagen merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada
lansia sehingga menimbulkan nyeri, penurunan kekuatan otot, sulit bergerak dari duduk
ke berdiri dan jongkok hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Pencegahan
Pencegahan dilakukan berdasar atas faktor resiko apa yang dapat menyebabkan jatuh
seperti faktor neuromuskular, muskuloskeletal, penyakit yang sedang diderita,
pengobatan yang sedang dijalani, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan, gangguan
visual, ataupun faktor lingkungan.dibawah ini akan di uraikan beberapa metode
pencegahan jatuh pada orang tua :
a. Latihan fisik
Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan kekuatan
tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan
reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan
obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai,
tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
b. Manajemen obat-obatan
c. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik diantaranya:
1) Perhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat
2) Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan
3) Kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif
dan tranquilisers
4) Hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi
klinis kuat
5) Menghentikan obat yang tidak terlalu diperlukan
d. Modifikasi lingkungan
Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin untuk menghindari pusing
akibat suhu di antaranya:
1. Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu
2. Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3. Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4. Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.
6. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.
7. Gunakan lantai yang tidak licin.
8. Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
9. Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar
mandi.
e. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia, misalnya :
1. Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2. Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4. Hindari olahraga berlebihan.
5. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki :
- Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
- Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga
keseimbangan
- Pakai sepatu yang antislip
f. Alat bantu jalan
Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya.
Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan,
namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh
untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu
penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual. Apabila pada
lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan obat-obatan
maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu jalan
seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas
atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan cane type apa yang
digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-
2 ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu
menunjang berat badan, alat yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika
kedua ekstremitas atas diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan
menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang
diperlukan dalam menunjang berat badan.
g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran
h. Hip protektor : terbukti mengurangi risiko fraktur pelvis
i. Memelihara kekuatan tulang :
1. Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas
tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
2. Berhenti merokok
3. Hindari konsumsi alkohol
4. Latihan fisik
5. Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6. Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
3. Perencanaan
a. Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
b. Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
c. Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat tidur,
dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh pada poin 1
d. Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
e. Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaanyang
baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahayaditempat
yang aman)
f. Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA