Anda di halaman 1dari 35

Kasus

Fraktur pada Anak

Disusun oleh :
Maria Andriana Neno
11 2017 216

Pembimbing:
dr. Marquee Kenny Tumbelaka, SpOT

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah
RS AU dr. Esnawan Antariksa
Periode 27 Maret 2019 – 01 Juni 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul :


Fraktur pada Anak
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa periode 25 Maret- 01 Juni
2019

Disusun oleh:
Maria Andriana Neno
09 Mei 2019

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Marquee Kenny Tumbelaka, SpOT
selaku dokter pembimbing Departemen Bedah Orthopedi RSAU Dr. Esnawan
Antariksa

Jakarta, 09 Mei 2019

dr. Marquee Kenny Tumbelaka, SpOT

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas nikmat yang diberikan sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Laporan Kasus dengan judul
“Fraktur pada Anak”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam Kepaniteraan Klinik di Stase Ilmu Bedah.
Dalam kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada dr. Marquee Kenny Tumbelaka, SpOT selaku pembimbing
atas pengarahannya selama penulis belajar dalam Kepaniteraan Klinik. Dan
kepada para dokter dan staff Ilmu Bedah RSAU Dr. Esnawan Antariksa, serta
rekan-rekan seperjuangan dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Penulis
sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran karena penyusunan makalah
ini masih jauh dari kata sempurna. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi
setiap orang yang membacanya.

Jakarta, 09 Mei 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... i


LEMBARPENILAIAN ........................................................ ii
KATA PENGANTAR........................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................ iv
DAFTAR TABEL ........................................................ v
DAFTAR GAMBAR …............................................................... vi
BAB I LAPORAN KASUS FRAKTUR PADA ANAK............... 1
I. IDENTITAS .................................................................. 1
II. ANAMNESIS…............................................................... 1
III. STATUS GENERALIS …................................................ 2
IV. STATUS LOKALIS …................................................ 3
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG ….................................. 4
VI. RINGKASAN (RESUME) …........................................... 6
VII. DIAGNOSA KERJA ....................................................... 7
VIII. PENATALAKSANAAN ................................................ 7
IX. PROGNOSIS …................................................... 7
FOLLOW UP ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …............................................. 9
DEFINISI ….............................................................................. 9
ANATOMI …............................................................................. 11
FRAKTUR PADA ANAK .......................................................... 15
TIPE-TIPE FRAKTUR PADA ANAK ....................................... 19
PATOFISIOLOGI .................................................................. 21
DIAGNOSIS FRAKTUR ........................................................... 23
PENATALAKSANAAN ............................................................ 25
INDIKASI OPERASI ................................................................. 26
KOMPLIKASI …....................................................................... 34
KESIMPULAN ........................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA

4
DAFTAR TABEL

TABEL 1.1 Hasil Laboratorium tanggal 14 Maret 2019 ................... 4

TABEL 1.2 Hasil Laboratorium tanggal 12 April 2019 ................... 4

TABEL 2.1 Otot dan Persarafan pada Antebrachi ............................. 13

5
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1 Foto Antebrachi sinistra .............................................. 5


GAMBAR 1.2 Foto Femur sinistra ..................................................... 5
GAMBAR 2.1 Anatomi os Ulna ......................................................... 12
GAMBAR 2.2 Anatomi os Radius ...................................................... 12
GAMBAR 2.3 Anatomi Femur ........................................................... 14
GAMBAR 2.4 Bagian Pertumbuhan tulang ........................................ 16
GAMBAR 2.5 Tahapan Penyembuhan Fraktur .................................. 23

6
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon Jeruk - Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
Hari / Tanggal Ujian / Presentasi Kasus :Jumat, 26 April 2019
RUMAH SAKIT : RS TNI AU dr. Asnawan Antariksa

Tanda Tangan
Nama : Maria Andriana Neno
NIM : 112017216

Dr. Pembimbing: dr. Marquee Kenny Tumbelaka, SpOT

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Fanesa YP Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir: 25 April 2013 Suku Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Belum menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SD
Alamat : Jln. Mandala V 002 Cililitan
Tanggal Masuk RS : 05 April 2019
Kramatjati Jakarta Timur

I. ANAMNESIS
Diambil dari : Allo anamnesis, tanggal: 05 April 2019, Jam: 11.00 WIB

1. Keluhan utama:
Patah tulang paska kecelakaan lalu lintas
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keadaan tangan kiri dan kedua paha dalam
keadaan di gips. Pasien mengeluh gatal di area gips di tangan kiri dan
paha kanan dan kiri. Orang tua pasien mengatakan pasien mengalami
kecelakaan lalu lintas tanggal 14 Maret 2019. Pasien langsung dibawah
ke rumah sakit Muardi Solo. Pasien mengalami patah tulang lengan kiri
dan paha kiri.

3. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada

7
4. Penyakit Masa Lampau
a. Penyakit terdahulu: Tidak ada
b. Trauma terdahulu: Tidak ada
c. Operasi: Tidak ada
d. Sistem saraf : Dalam batas Normal
e. Sistem kardiovaskular: Dalam batas normal
f. Sistem Gastrointestinal: Dalam batas normal
g. Sistem Urinarius: Dalam batas normal
h. Sistem Genitalis: Dalam batas normal
i. Sistem Muskuloskeletal: Gerakan terbatas pada lengan kiri bawah
dan femur kiri

II. STATUS GENERALIS


Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = - HR = 95 RR = 22 T = 36,7 O C

Kepala
Mata: Konjungtiva anemis -/-, skela ikterik -/-
Telinga: lapang, serumen +/+, sekret -/-,
Hidung : septum deviasi -/-, fraktur -/-
Tenggorokan: Hiperemis (-)
Leher: Pembesaran KGB -/-

Thoraks
Paru-paru
Inspeksi: tidak ada retraksi sela iga,
Palpasi: Nyeri (-), tidak ada bagian yang tertinggal saat bernafas
Perkusi: Sonor di semua lapang paru
Auskultasi: Bunyi nafas vesikular, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung
Inspeksi: Tampak iktus cordis
Perkusi: Batas atas: Linea para sternalis kiri sela iga 3
Batas kanan: Linea klavikula kanan sela iga ke 4
Batas kiri: Linea axilla anterior kiri sela iga ke 5
Palpasi: iktus kordis teraba angat kuat di linea klavikula sela iga 5
Auskultasi: murni, regular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
Inspeksi: Tampak cekung, supel
Auskultasi: BU (+)

8
Perkusi: timpani
Palpasi: nyeri tekan (-)
Hati: Pembesaran hepar (-)
Limpa: Pembesaran limpa (-)
Ginjal: Ballootemen (-), CVA (-)

Alat Kelamin (atas indikasi)

Tidak dilakukan

Colok Dubur(atas indikasi)

Tidak dilakukan

Ekstremitas (lengan & tungkai)


Tonus: Normo tonus
Massa: Eutrofi
Kekuatan otot : ekstermitas atas : 55555 SDE, CRT: <2 detik
Ekstremitas bawah: SDE SDE, CRT : <2 detik
Edema: tidak ada
Sianosis: tidak ada

2. STATUS LOKALIS

a) Lokasi : Regio antebrachii Sinistra


LOOK : Tidak terdapat hiperemis, demormitas minimalis, udema (-)
FEEL : Nyeri tekan (+), nyeri serak/krepitasi (-) NVD (+)
MOVE: ROM terbatas
b) Lokasi Femur Sinistra
LOOK : Tidak terdapat hiperemis, demormitas minimalis, udema (-)
FEEL : Nyeri tekan (+), nyeri serak/krepitasi (-) NVD (+)
MOVE: ROM terbatas

9
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Lab tanggal 14 Maret 2019 Jam 2.30 WIB
Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGI
RUTIN
Hemaglobin 10.8 g/dl
Hematokrit 33 %
13.6 ribu/ul
Leukosit
323 ribu/ul
Eritrosit 4.41 Juta/ul
Golongan Darah A
HEMOSTATIS
PT 14.4 detik
aPTT 25.8 detik
NR 1.140
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 87 mg/dl
Creatinin 0.3 mg/dl
Ureum 22 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium Darah 135 mmol/L
Kalium Darah 3.9 mmol/L
102 mmol/L
Chlorida darah
SEROLOGI
HEPATITIS
HBsAg Nonreactive

Hasil Laboratorium
Tanggal 12 April 2019
Pemeriksaan Hasil
DARAH RUTIN
Hemoglobin 10.2 gr/dl
Leukosit 6400 mm3
Hematokrit 34 %
Trombosit 448000 mm3
HEMOSTATIS
PT 14.6 detik
Control PT 13.9
APTT 36.3 detik
Control APTT 33.3

Pemeriksaan Radiologi

10
1. Foto Antebrachii Sinistra

2. Foto Femur Sinistra

Radiologi

11
1. Foto Antebrachii kiri AP/Lateral
Malalignmant,
Tampak fraktur inkomplit di 1/3 distal os radius et ulnaris kiri dengan fraktur
contracted dan anglated disertai soft tissue swelling disekitarnya.
Trabekulasi tulang normal
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Pergeseran sendi (-)
Kesimpulan:
Fraktur inkompit di 1/3 distal os radius et ulnaris dengan fragment fraktur
contranted dan angulated disertai soft tissue swelling disekitarnya.

2. Foto Femur sinistra AP/Lateral


Tampak fraktur komplit kominutif di 1/3 tengah of femur kiri dengan fragmen
fraktur contracted dan angulated disertai soft tissue swelling di sekitarnya.
Trabekulasi tulang normal
Celah dan permukaan sendi dalam batas normal
Tak tampak erosi/destruksi tulang
Pergeseran sendi (-)
Kesimpulan:
Tampak fraktur komplit kominutif di 1/3 tengah of femur kiri dengan fragmen
fraktur contracted dan angulated disertai soft tissue swelling di sekitarnya.

VII. RINGKASAN (RESUME)


Os datang ke poli bedah ortopedi RS AU dr. Esnawan dengan gips terpasang
di antebrahii kiri dan femur kiri dan kanan pasca kecelakaan lalu lintas
tanggal 14 Maret 2019 di Sragen Jawa Tengah. Os mengeluh gatal, tidak
nyaman dan bau karena gips tidak terawat dengan baik. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan: HR = 95 RR = 22, T = 36,7 O C, NVD: (+), dengan
ROM terbatas. Hasil pemeriksaan radiologi didapatkan fraktur inkompit di
1/3 distal os radius et ulnaris dengan fragment fraktur contranted dan
angulated disertai soft tissue swelling disekitarnya dan fraktur komplit
kominutif di 1/3 tengah of femur kiri dengan fragmen fraktur contracted dan
angulated disertai soft tissue swelling di sekitarnya.

VIII. DIAGNOSIS KERJA

12
1. Fraktur tertutup 1/3 distal os Antebrachii sinistra
2. Fraktur tertutup 1/3 medial os Femur sinistra

X. PROGNOSIS
Ad vitam: Ad bonam
Ad fungsionam: Ad bonam
Ad sanationam: Ad bonam

XI. RENCANA TINDAK LANJUT


Aff Gips tanggal 12 April 2019

XI. FOLLOW UP
Tanggal : 12 April 2019, jam: 08.00 WIB
S : Aff gips
O : Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos mentis
Tanda-tanda vital:
TD = ---- mmHg, HR = 140x/m RR = 27x/m T =37,20 C
NVD= + ( Arteri Radialis, Arteri Doesalis pedis, Arteri Tibialis Posterior)
LOOK : Edema (-), Hematoma (-), Deformitas (+), False movement (-)
FEEL : Nyeri tekan Femur (+), Nyeri tekan antebrachii (-), Kallus (+),
krepitasi (-) NVD (+)
MOVE : ROM terbatas pada tungkai atas
A : Union os radius dan os ulna sinistra
Union os Femur Sinistra
P : Foto os Antebrachii sinistra dan Femur Sinistra

Tanggal 13 April 2019


S: Tidak ada keluhan
O: Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran: Compos Mentis
Tanda-tanda vital:
HR:
LOOK : Edema (+), Hematoma (-), Deformitas (+), False ,movement (-)
FEEL : Nyeri tekan Femur (+), Nyeri tekan antebrachii (-), NVD (+)
MOVE : ROM terbatas pada tungkai atas
 Hasil Foto Femur Sinistra AP/Lat
Tampak garis fraktur komplit, konfraktur pada mid femur kiri. Fragmen
fraktur tak segaris, Celah sendi coxae kiri baik, Jaringan lunak edema
 Hasil Antebrachii AP/Lat

13
Tampak fraktur lama (sudah menyambung) pada distal antebrachii kiri,
celah sendi wrist joint kiri dan elbow kiri normal. Jaringan lunak baik.

A : Union os radius dan os ulna


Union os Femur
P : Paracetamol syrup
Kontrol ulang

BAB II

14
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paska. Trauma
yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius., dan dapat
berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang
menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.1
Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan
arahnya. Trauma tajam yang berlangsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang dengan luka yang terbuka sampai ke tulang yang disebut
patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut faktur dislokasi.1

Klasifikasi
Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:2
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh)
tanpa komplikasi. Menurut Tscheme fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.

15
2. Fraktur Terbuka, bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar.
Berdasarkan garis fraktur:
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur
b) Buckle atau Torus
Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang
spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick
Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
Berdasarkan jumlah garis patah.
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan

16
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama
Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
 Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping ).
 Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
 Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal

Anatomi Antebrahii dan Femur


1. Anatomi Antebrachii
Tulang antebrahii terdiri dari tulang ulna dan tulang radius. Tulang ulna
adalah tulang stabilisator pada lengan bawah, terletak medial dan merupakan
tulang yang lebih panjang dari dua tulang lengan bawah. Ulna adalah tulang
medial antebrachium. Ujung proksimal ulna besar dan disebut olecranon,
struktur ini membentuk tonjolan siku. Corpus ulna mengecil dari atas ke
bawah.3

17
Gambar 2.1 Anatomi os Ulna
Tulang radius terletak di lateral dan merupakan tulang yang lebih pendek
dari dari dua tulang di lengan bawah. Ujung proksimalnya meliputi caput pendek,
collum, dan tuberositas yang menghadap ke medial. Corpus radii, berbeda dengan
ulna, secara bertahap membesar saat ke distal. Ujung distal radius berbentuk sisi
empat ketika dipotong melintang. Processus styloideus radii lebih besar daripada
processus styloideus ulnae dan memanjang jauh ke distal. Hubungan tersebut
memiliki kepentingan klinis ketika ulna dan/atau radius mengalami fraktur.
Daerah anterbrachii mendapat perdarahan dari arteri radialis dan arteri ulnaris
yang merupakan percabangan dari arteri brachialis.3
Gambar 2.2 Anatomi os Radius

18
Tabel 2.1 Otot dan persarafan pada Antebrachii
Fungsi Otot Origo Insersio Nerve Action
Flexors m. biceps Caput Bagian Musculocut Flexi
brachii longum: posterior aneus (C5, shoulder
tuberositas tuberositas C6) dan elbow,
supraglenoi radius supinasi
dalis forearm
Caput
brevis:
processus
coracoideus
m. brachialis Setengah Processus Musculocutane Flexi elbow
bawah coronoideus us (C5, C6),
permukaan dan tuberositas radial nerve
depan dari ulna (C7)
humerus,
intermuscular
septum
m. Di atas 2/3 Sisi lateral dari Radial nerve Flexi elbow
brachioradialis lateral radius di atas (C5, C6)
supracondylus processus
humerus, styloideus
lateral
intermuscular
septum
m. pronator Caput Pertengahan Median nerve Pronasi
teres humerus: dari permukaan (C6, C7) forearm, flexi
epicondylus lateral radius elbow
medialis
humeri
Caput ulnaris:
processus
coronoideus
Extensors m. triceps Long head: Permukaan Radial Extensi
brachii infraglenoid atas nerve (C6- elbow

2. Anatomi Femur
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Femur pada ujung
bagian atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan minor. Bagian
caput merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk articulation
coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis, yaitu

19
tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk caput
femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada fovea.3
Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan.
Berbentuk licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian
belakangnya terdapat linea aspera, tepian linea aspera melebar ke atas dan ke
bawah. Tepian medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris
medialis menuju tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian
lateral menyatu ke bawah dengan crista supracondylaris lateralis. Pada
permukaan postertior batang femur, di bawah trochanter major terdapat
tuberositas glutealis, yang ke bawah berhubungan dengan linea aspera. Bagian
batang melebar kearah ujung distal dan membentuk daerah segitiga datar pada
permnukaan posteriornya, disebut fascia poplitea.3
Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri.
Saat arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis.
Tiap-tiap arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri
profunda femoris, ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami
arteria sirkumfleksia femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris
medialis dan arteria perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan
membentuk arteri yang memperdarahi daerah genu dan ekstremitas inferior
yang lebih distal. Aliran balik darah menuju jantung dari bagian femur dibawa
oleh vena femoralis kanan dan kiri.3

Gambar 2.3 Tulang Femur

20
Fraktur pada Anak
Pada anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis
sebagai daerah pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang
pada dewasa, sehingga epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah
pertumbuhan memanjang tulang akan berhenti. Periosteum sangat tebal dan kuat,
serta menghasilkan kalus yang yang cepat dan lebih besar dari pada orang
dewasa.4
Tulang panjang terdiri dari : epifisis, metafisis dan diafisis. Epifisis
merupakan bagian paling atas dari tulang panjang, metafisis merupakan bagian
yang lebih lebar dari ujung tulang panjang, yang berdekatan dengan diskus
epifisialis, sedangkan diafisis merupakan bagian tulang panjang yang di bentuk
dari pusat osifikasi primer.4
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut periosteum, yang
mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan berperan dalam proses
pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai
arteria nutrisi. Lokasi dan keutuhan dari pembuluh darah inilah yang menentukan
berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah. Kerusakan
permanen lempeng epifisis menyebabkan pemendekkan atau deformitas anguler
pada epifisis.5
Anak-anak berbeda dengan dewasa. Hal ini sangat penting diketahui bahwa
keberhasilan diagnostik dan terapi penyakit ortopedik pada kelompok usia ini
berbeda, karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis, biomekanis,
dan fisiologi berbeda dengan dewasa. Adanya growth plate (atau fisis) pada tulang
anak-anak merupakan satu perbedaan yang besar. Growth plate tersusun atas
kartilago. Ia bisa menjadi bagian terlemah pada tulang anak-anak terhadap suatu
trauma. Cidera pada growth plate dapat menyebabkan deformitas. Akan tetapi
adanya growth plate juga membantu remodeling yang lebih baik dari suatu fraktur
yang bukan pada growth plate tersebut.5
Secara histologik growth plate terdiri dari 4 lapisan, yaitu : a) Resting zone:
Lapisan teratas yang terdiri dari sel-sel germinal yang datar dan
merupakantempan penyimpanan bahan-bahan metabolik yang akan digunakan
nantinya. b) Proliferating zone: Sel-sel di area ini secara aktif bereplikasi dan

21
tumbuh menjadi lempeng.Sel-sel tersebut disebut seperi tumpukan lempeng. Pada
area ini, sel-selnya menggunakan bahan metabolik yang sebelumnya disimpan
untuk perjalanan mereka ke metafisis. c) Hypertrophic zone: Sel-sel di area ini
cenderung membengkak dan berubah menjadi lebih katabolik. Sel ini
mempersiapkan matriks untuk mengalami kalsifikasi dan berubah menjadi tulang.
Area ini menjadi letak terlemah secara mekanis. d) Calcified zone: Secara
metabolik, matriks menyebar untuk deposisi garam kalsium, dan membentuk
osteoid. Di daerah yang dekat metafisis, cabang-cabang pembuluh darah kecil
menjalar ke lapisan basal dari lempeng fisis.5

Gambar 2.4 Bagian dari pertumbuhan tulang

Atas dasar perbedaan anatomi, biomekanik dan fisiologis, maka fraktur


pada anak-anak mempunyai gambaran khusus, yaitu :6
1) Remodelling
Tulang immatur dapat melakukan remodelisasi jauh lebih baik daripada
dewasa. Karena adanya aktivitas dari populasi sel yang banyak, kerusakan
pada tulang dapat diperbaiki lebih baik dari pada kerusakan yang terjadi

22
pada dewasa. Struktur anatomis tulang anak-anak juga mempunyai
fleksibilitas yang tinggi sehingga iamempunyai kemampuan seperti
“biological plasticity”. Hal ini menyebabkan tulang anak-anak dapat
membengkok tanpa patah atau hancur; sehingga dapat terjadi gambaran
fraktur yang unik pada anak yang tidak dijumpai pada dewasa, seperti pada
fraktur buckle (torus) dan greenstick
2) Periosteum yang sangat aktif dan kuat. Periosteum yang kuat pada anak-
anak membuatnya jarang mengalami robekan pada saat fraktur, sehingga
sering salah satu dari periosteum merupakan bidai dari fraktur itu sendiri.
Periosteum pada anak-anak mempunyai sifat osteogenesis yang lebih besar.
3) Penyembuhan fraktur sangat cepat. Penyembuhan fraktur pada anak-anak
sewaktu lahir sangat menakjubkan dan berangsur-angsur berkurang setelah
anak menjadi besar, karena sifat osteogenesis yang aktif pada periosteum
dan endosteum.
4) Terdapat problem khusus dalam diagnosa. Gambaran radiologik epifisis
sebelum dan sesudah perkembangan pusat ossifikasi sekunder sering
membingungkan, walaupun demikian ada beberapa pusat ossifikasi yang
keberadaannya relatif konstan. Lempeng epifisis pada foto röntgen dapat
disalah-artikan dengan suatu fraktur. Untuk itu biasanya perlu dibuat
pemeriksaan röntgen pada anggota gerak yang lain.
5) Koreksi spontan pada suatu deformitas residual. Fraktur pada orang dewasa
tidak akan terjadi koreksi spontan dan bersifat permanen. Pada ank-anak
deformitas residual cenderung mengalami koreksi spontan melalui
remodeling yang eksrensif, melalui pertumbuhan lempeng epifisis atau
kombinasi keduanya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi koreksi fraktur adalah sisa
waktu pertumbuhan dan bentuk deformitas yang dapat berupa:
a) Angulasi
Angulasi residual yang terletak di dekat lempeng epifisis akan
mengalami koreksi spontan seandainya deformitas itu berada pada satu
bidang dengan bidang gerakan sendi yang terdekat. Tetapi pada
angulasi residual yang berada pada bidang tegak lurus dari gerakan

23
dekat sendi (misalnya angulasi lateral pada deformitas varus fraktur
suprakondiler humeri) tidak dapat mengalami koreksi spontan.
b) Aposisi tidak total
Pada fraktur dimana fragmen mengalami aposisi tidak total seperti
samping ke samping (bayonet), maka permukaan fraktur akan
mengalami proses remodeling menurut Hukum Wolff.
c) Pemendekkan
Apabila terjadi fraktur pada tulang panjang anak-anak yang sedang
bertumbuh, terjadi pula kerusakan arteri dan akan terjadi peningkatan
aliran darah sebagai kompensasi pada daerah epifisis yang akan
menyebabkan akselerasi pertumbuhan tulang secara longitudinal.
Adanya pemendekkan tulang pada anak-anak dapat ditoleransi dalam
ukuran tertentu.
d) Rotasi Deformitas. Rotasi tidak akan mengalami koreksi spontan pada
waktu penyembuhan fraktur tulang panjang tanpa melihat umur dan
lokasi.
6) Terdapat perbedaan dalam komplikasi. Beberapa komplikasi fraktur pada
anak-anak mempunyai ciri yang khusus seperti fraktur epifisis dan lempeng
epifisis. Osteomielitis yang terjadi secara sekunder pada fraktur terbuka
atau reduksi terbuka pada suatu fraktur tertutup biasanya lebih hebat dan
dapat menyebabkan kerusakan pada epifisis. Komplikasi iskemik dan juga
miositis ossificans sering ditemukan pada anak-anak. Komplikasi seperti
kekakuan sendi jarang ditemukan pada anak-anak.
7) Berbeda dalam metode pengobatan. Prinsip utama pengobatan pada anak-
anak adalah secara konsevatif baik dengan cara manipulasi tertutup atau
traksi kontinu. Walaupun demikian beberapa fraktur khusus pada anak-
anak memerlukan tindakan operasi terbuka dengan fiksasi interna seperti
fraktur bergeser pada leher femur atau fraktur pada epifisis tertentu.
8) Robekan ligamen dan dislokasi lebih jarang ditemukan. Ligamen pada anak-
anak sangat kuat dan elastis. Ligamen ini lebih kuat dari lempeng epifisis
sehingga tarikan ligamen dapat menyebabkan fraktur pada lempeng epifisis

24
dan bukan robekan ligamen, misalnya pada sendi bahu tidak terjadi
dislokasi tetapi akan terjadi fraktur epifisis.

Tipe-Tipe Fraktur pada Anak1,7


a) Fraktur Epifisis
Fraktur epifisis merupakan suatu fraktur tersendiri dan dibagi dalam :
1) Fraktur avulsi akibat tarikan ligamen. Terutama terjadi pada spina tibia,
stiloid ulna, dan basis falangs. Fragmen tulang masih mempunyai cukup
vaskularisasi dan biasanya tidak mengalami nekrosis avaskuler. Bila terjadi
fraktur bergeser, maka jarang terjadi union karena pembentukkan kalus
dihambat oleh jaringan sinovial. Fraktur bergeser juga menghambat gerakan
dan juga menyebabkan sendi menjadi tidak stabil. Pada keadaan ini
diperlukan reduksi yang akurat dan mungkin diperlukan tindak operasi.
2) Fraktur kompresi yang bersifat kominutif. Jarang terjadi karena lempeng
epifisis berfungsi sebagai shock absorber pada tulang.
3) Fraktur osteokondral. Sering ditemukan pada distal femur, patela atau kaput
radius. Fraktur bergeser akan menyebabkan gangguan menyerupai benda
asing dalam sendi. Fragmen yang besar sebaiknya dikembalikan dan yang
kecil dapat dilakukan eksisi.
b. Fraktur Lempeng Epifisis
Klasifikasi fraktur lempeng epifisis menurut Salter-Harris:
Tipe I :
Terjadi pemisahan total lempeng epifisis tanpa adanya fraktur pada
tulang, sel-sel pertumbuhan lempeng epifisis masih melekat pada epifisis.
Fraktur ini terjadi oleh karena adanya shearing force dan sering terjadi pada
bayi baru lahir dan pada anak-anak yang lebih muda. Pengobatan dengan
reduksi tertutup mudah oleh karena masih ada perlekatan periosteum yang utuh
dan intak. Prognosis biasanya baik bila direposisi dengan cepat.
Tipe II :
Merupakan jenis fraktur yang sering ditemukan. Garis fraktur melalui
sepanjang lempeng epifisis dan membelok ke metafisis dan akan membentuk
suatu fragmen metafisis yang berbentuk segitiga yang disebut tanda Thurston-

25
Holland. Sel-sel pertumbuhan pada lempeng epifisis juga masih melekat.
Trauma yang menghasilkan jenis fraktur ini biasanya terjadi karena trauma
shearing force dan membengkok dan pada umumnya terjadi pada anak-anak
yang lebih tua. Periosteum mengalami robekan pada daerah konveks tetapi
tetap utuh pada daerah konkaf. Pengobatan dengan reposisi secepatnya tidak
begitu sulit kecuali bila reposisi terlambat harus dilakukan tindakan operasi.
Prognosis biasanya baik, tergantung kerusakan pembuluh darah
Tipe III:
Fraktur lempeng epifisis tipe III merupakan frkatur intra-artikuler. Garis
fraktur mulai permukaan sendi melewati lempeng epifisis kemudian sepanjang
garis lempeng epifisis. Jenis fraktur ini bersifat intra-artikuler dan biasanya
ditemukan pada epifisis tibia distal. Oleh karena fraktur ini bersifat intra-
artikuler dan diperlukan reduksi yang akurat maka sebaiknya dilakukan operasi
terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan pin yang halus.
Tipe IV :
Fraktur tipe ini juga merupakan fraktur intra-artikuler yang melalui
permukaan sendi memotong epifisis serta seluruh lapisan lempeng epifisis dan
berlanjut pada sebagian metafisis. Jenis fraktur ini misalnya fraktur kondilus
lateralis humeri pada anak-anak. Pengobatan dengan operasi terbuka dan
fiksasi interna karena fraktur tidak stabil akibat tarikan otot. Prognosis jelek
bila reduksi tidak dilakukan dengan baik.
Tipe V :
Merupakan fraktur akibat hancurnya epifisis yang diteruskan pada
lempeng epifisis. Biasanya terjadi pada daerah sendi penopang badan yaitu
sendi pergelangan kaki dan sendi lutut. Diagnosis sulit karena secara
radiologik tidak dapat dilihat. Prognosis jelek karena dapat terjadi kerusakan
sebagian atau seluruh lempeng pertumbuhan. Setelah reduksi dari fraktur
epifisis tipe I, II, dan III akan terjadi ossifikasi endokondral pada daerah
metafisis lempeng pertumbuhan dan dalam 2-3 minggu ossifikasi endokondral
ini telah mengalami penyembuhan. Sedangkan tipe IV dan tipe V mengalami
penyembuhan seperti pada fraktur daerah tulang kanseleosa.

26
c. Fraktur Greenstick
Merupakan fraktur inkomplit yaang terjadi karena adanya trauma
bending pada tulang anak. Fraktur ini ditandai dengan adanya sisi korteks dan
periosteneum yang tetap intak, sedangkan pada sisi lainnya terjadi disrupsi.6
d. Fraktur Torus/ Buckle
Fraktur Torus sering dijumpai pada metafisis yang disertai kompresi
sepanjng sumbu axis tulang. Korteks kolaps sedangkan periosteneum yang
intak seperti kelihatan menonjol. Pada sisi yang lain korteks membengkok
menjauhi growth plate.8
Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Penyembuhan fraktur berkisaran
antara tiga minggu sampai empat bulan. Waktu penyembuhan pada anak secara
kasar separuh waktu penyembuhan daripada dewasa.1
Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang yaitu: (1) Fase 1:
inflamasi, (2) Fase 2: proliferasi sel, (3) Fase 3: pembentukan dan penulangan
kalus (osifikasi), (4) Fase 4: remodeling menjadi tulang dewasa.
a) Inflamasi
Respons tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respons
apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang
cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera
kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan
membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi,
pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan
hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b) Proliferasi
Sel yang rusak dalam sekitar lima hari dan hematoma akan mengalami
organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk
jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast

27
dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum)
akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari
periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut
dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun,
gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang
aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
c) Pembentukan kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh
mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan serat tulang imatur.
Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara
langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu
waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang
rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi
digerakkan. Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua
sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial.
Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu
dengan keras. Permukaan kalus tetap bersifat elektronegatif. Pada patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai
empat bulan.
d) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun bergantung pada
beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stres
fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan
kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih
cepat dari pada tulang kortikal kompak, khusunya pada titik kontak langsung.
Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan pada tulang tidak lagi
negatif. Proses penyembuhan tulang dapat dipantau dengan pemeriksaan sinar

28
X. Imobilisasi harus memadai sampai tanda-tanda adanya kalus tampak pada
gambaran sinar X.

Gambar 2.5 Tahapan Penyembuhan Fraktur

Diagnosis Fraktur
Gejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak
di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan
fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan
neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur
dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan.9
Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi
kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut.
riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-
obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta
penyakit lain.1,10
Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look:
deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel
(nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu
diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut,
meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri,
efusi, dan krepitasi.1,10
Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna
kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai

29
apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi
fraktur.1,10
Pemeriksaan Penunjang1,10

a) Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP
atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan
(khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena
adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar
indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik
atau juga rotasi.
3) Trabekulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-
ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
• Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
• Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh
darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat
trauma.
• Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
• Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.

30
b) Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa
diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan
rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan
splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik
sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple
trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah
hemodinamis pasien stabil.1
Mayoritas fraktur pada anak-anak dan remaja akan ditangani dengan
reduksi tertutup dan pembalutan dengan gips atau traksi. Satu-satunya cara untuk
menahan reduksi adalah dengan menggunakan gips. Kebanyakan fraktur dapat
sembuh dalam beberapa minggu dan karena anak-anak tidak dapat
mendriskripsikan nyeri, gangguan sensori dan sirkulasi atau tanda-tanda
komplikasi lainya, maka diperlukan observasi klinis yang reguler dan kompeten.
Gips sebaiknya digunakan pada fraktur yang telah berhasil direduksi. Status
sirkulasi dan neurologis distal dari fraktur harus diperiksa secara reguler.
Tujuan pengobatan fraktur :1
a. Reposisi
Tujuan untuk mengembalikan fragmen ke posisi anatomi. Tehnik reposisi
terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan
reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal

31
reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan
fraktur patologis.
b. Imobilisasi / Fiksasi
Tujuan untuk mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai union.
Indikasi dilakukannya fiksasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur
unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitar
Jenis Fiksasi :
Eksternal / OREF (Open Reduction External Fixation)
 Gips ( plester cast)
 Traksi
Jenis traksi :
 Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus
 Skin traksi
Tujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan
kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan
kulit akan lepas.
 Sekeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin. Traksi ini
dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi koksea, femur, lutut),
pada tibia atau kalkaneus ( fraktur kruris). Adapun komplikasi yang dapat
terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban
> 12 kg, trauma saraf peroneus (kruris) , sindroma kompartemen, infeksi
tempat masuknya pin.
Indikasi Operasi pada Anak
Beberapa indikasi untuk penatalaksanaan operasi pada anak meliputi :1
1) fraktur displaced epifisis
2) fraktur displaced intrartikuler
3) fraktur tidak stabil
4) multiple fraktur
5) fraktur terbuka
6) fraktur femur pada remaja
7) fraktur leher femur
8) fraktur dengan luka bakar

32
9) Closed treatment yang gagal atau tidak stabil
10) Closed treatmen dengan kemungkinan kegagalan yang tinggi
11) fraktur patologis
12) Cidera neurovaskuler

Komplikasi 11
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot,
saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips
dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

33
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi dalam Waktu Lama
a) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik
Kesimpulan
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang,tulang rawan, baik yang bersifat
total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Gejala klasik fraktur
adalah adanya riwaayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang
patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi, gangguan fungsi muskuloskeletal
akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler.
Pada prinsipnya penanganan fraktur pada anak tidak selamanya dilakukan
tindakan operative karena sistem skeletal pada anak-anak baik secara anatomis,
biomekanis, dan fisiologi berbeda dengan dewasa.

34
Daftar Pustaka
1. Solomon R, Warwick D, Nagayam S. Apley’system of orthopaedics and
fractures. 9th Edition. UK: Hodder Arnold.2010
2. Greene WB.Netter orthophaedics.Elsevier,2006
3. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Dasar-dasar anatomi. Penerbit: Elsevier
Churchill Livingstone; 2012
4. Rasjad, Chairuddin. Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone. 2007
5. Delahay, Lauerman. Children orthopaedic. Wiesel et al. Essentials of
orthopedic surgery.Washington : WB Saunders Co. 2007
6. Egol KA, Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures 5th edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2015
7. Sjamsuhidayat R, Prasetyono TO, Rudiman R, et al. Buku ajar ilmu bedah vol
1-3 Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. 2017
8. Ismiarto YD. Bahan kuliah special features of fracture in children. Bagian
Orthopedi dan Traumatologi Padjajaran Bandung, 2013
9. Helmi ZN. Buku ajar gangguan muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
2011. p411-55
10. Salter RB. Textbook disorders and injuries of the muskuloskeletal system.
Third Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999. p417-498
11. American College of Surgeons Comittee on Trauma. Advanced Trauma Life
Support for Doctors (ATLS) Student Course Manual. 8th ed. Chicago, IL :
American College of Surgeons ; 2008

35

Anda mungkin juga menyukai