Referat Gangguan Perilaku Dan Mental Akibat Inhalan 2
Referat Gangguan Perilaku Dan Mental Akibat Inhalan 2
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
1
Inhalan adalah kelompok kimia beragam zat psikoaktif terdiri dari pelarut
organik dan zat volatil yang umumnya ditemukan pada lebih dari 1.000 produk rumah
tangga biasa.4
2.3Klasifikasi
Inhalan yang digunakan sangat banyak ragamnya dan tergolong dalam
berbagai zat kimia sehingga sulit untuk mengadakan klasifikasi yang sempurna. Tabel
berikut merupakan salah satu usaha untuk mengelompokkan inhalan dalam beberapa
golongan:
2
3
Tabel 1.pengelompokkan inhalan1
4
ergik. Toleransi terhadap inhalan terjadi dengan cepat. Menyebabkan ketergantungan
psikis secara jelas sedangkan ketergantungan fisik tidak jelas.1
Afinitas terhadap lemak sangat tinggi sehingga banyak terdapat pada otak,
medula spinalis dan hati karena jaringan tersebut mengandung banyak lemak.1
5
Penggunaan inhalan berkaitan dengan sejumlah besar efek samping dan efek
psikososial.2
Efek akut
keracunan inhalansia menghasilkan sindrom mirip dengan keracunan alkohol,
terdiri dari pusing, inkoordinasi, bicara cadel, euforia, lesu, memperlambat refleks,
memperlambat pemikiran dan gerakan, tremor, penglihatan kabur, pingsan atau koma,
kelemahan otot umum, dan gerakan mata yang involunter (APA , 2000). Penggunaan
inhalan dapat menyebabkan luka bakar kimia dan termal (Moreno dan Beierle, 2007),
gejala withdrawal (Keriotis dan Upadhyaya, 2000), penyakit mental persisten (Jung,
Lee, dan Cho, 2004), dan darurat medis seperti aritmia ventrikel yang menyebabkan
"kematian mengendus mendadak" (Avella, Wilson, dan Lehrer, 2006; Bowen, Daniel,
dan Balster, 1999). Inhalansia keracunan juga meningkatkan risiko trauma akibat
kecelakaan kendaraan bermotor (Bowen, Daniel, dan Balster, 1999).2
Efek neurologis dan kognitif
Studi pada pekerja yang pekerjaannya terekspos inhalan menjadi dasar untuk
diketahui tentang hubungan inhalan dengan deficit fungsi kognitif. Morrow dan rekan
(1997) menemukan gangguan memori dan belajar yang signifikan pada pelukis
dibanding dengan sampel control, membuktikan bahwa pasien dengan masalah
ganggaun kognitif akibat inhalan lebih lambat untuk diselesaikan. (Morrow,
Steinhauer, dan Condray, 1996; 1998). Pajanan tunggal menyebabkan keracunan
inhalansia dapat menghasilkan masalah memori jangka panjang dan gangguan
kecepatan pengolahan informasi (Stollery, 1996). Temuan penting mengingat bahwa
penyalahgunaan inhalansia ditandai dengan paparan neurotoksin di tingkat yang jauh
lebih tinggi daripada yang biasanya terjadi dalam pajanan pekerjaan (Bowen, Wiley,
dan Balster, 1996). Penelitian sebelumnya hasil pada penggunaan rekreasi inhalansia
tercatatat mirip dengan temuan dengan hasil pada pajananan inhalansia pada pekerja
yaitu memiliki deficit pada ingatan, perhatian, dan pengambilan keputusan
dibandingkan dengan kontrol dan pengguna polydrug (Hormes, Filley, dan
Rosenberg, 1986; Korman, Trimboli, dan Semler, 1980). Tenebein dan Pillay (1993)
menemukan aktivitas otak berkurang dalam menanggapi peristiwa visual dan auditori
yang merupakan penanda adanya disfungsi neurologis pada 8 dari 15 pengguna
6
inhalan berusia 9 hingga 17 tahun, walaupun yang lebih muda tidak memiliki bukti
klinis dari abnormalitas neurologi.2
Penelitian selanjutnya telah diungkapkan bahwa keracunan inhalansia
berulang dapat menyebabkan gangguan neurologis, termasuk Parkinsonisme,
gangguan kognisi karena degradasi sel-sel otak (ensefalopati) atau hilangnya sel-sel
otak (cerebral atrofi), dan hilangnya kekuatan otot dan koordinasi karena kerusakan
otak kecil (serebelum ataksia) (misalnya, Finch dan Lobo, 2005; Gautschi, Cadosch,
dan Zellweger, 2007).Hasil Imaging study pada pelaku inhalansia terdapat penipisan
corpus callosum (ikatan dari serabut saraf ke hemisfer serebri) dan lesi pada white
matter yang memfasilitasi komunikasi antara sel-sel otak (Finch dan Lobo, 2005;
Gautschi, Cadosch, dan Zellweger, 2007 ). Pengurangan daerah dalam aliran darah
otak yang diamati dengan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) terdapat
setelah 1 tahun penggunaan inhalansia (Okada et al, 1999;.. Yamanouchi et al, 1998).
Kelainan radiologis lain yang ditemukan pada pengguna inhalansia meliputi wilayah
berkurang kekuatan sinyal MRI (hypointensities) di thalamus dan ganglia basal
(Lubman, Yücel, dan Lawrence, 2008) dan serapan ireguler obat-obatan radiolabeled
di single-photon computed tomography emisi (SPECT) studi (Küçük et al., 2000).
Lubman dan rekan (2008) meninjau studi klinis dan neuroimaging terbaru pelaku
inhalansia kronis, mendokumentasikan defisit kognitif yang signifikan, kelainan
struktural di daerah otak tertentu (misalnya, periventrikular, subkortikal, dan putih
materi), dan mengurangi perfusi otak dan aliran darah.2
7
Gambar 1. Atrofi otak2
8
menyimpulkan bahwa disfungsi membran alveolo-kapiler dapat mengikuti
penyalahgunaan inhalansia.2
9
Karbon tetraklor
Senyawa inii bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik.
Bensin
Bensin mengandung beberapa jenis senyawa yang mudah menguap, dapat
menimbulkan perasaan lelah, berat badan berkurang, gemetar, jalan sempoyongan,
neuritis, sampai pada kelumpuhan saraf tepi terutama nervus cranial.
BAB III
PENUTUP
1. Inhalan adalah senyawa organik berupa gas dan zat pelarut yang mudah
menguap.
2. Intoksikasi akut inhalan ditandai dengan adanya euforia, perasaan
melayang., iritasi pada mata, melihat objek manjadi ganda (double
vision), suara berdenging di telinga, berbangkis, hidung basah, batuk,
disekitar mulut berbekas (rash), mual, muntah, diare, kehilangan nafsu
makan, nyeri di dada, gangguan koordinasi motorik (bbicara cadel, jalan
sempoyongan), letargi, hiporefleksi, gangguan irama jantung, nyeri otot
dan sendi, halusinasi, ilusi, waham, daya nilai realitas terganggu, mudah
tersinggung, impulsif, kesadaran berkabut dan perilaku aneh (bizare).
3. pencegahan (prevensi) terbagi dalam 3 bagian yaitu: prevensi primer,
prevensi sekunderdan prevensi tersier
10
DAFTAR PUSTAKA
11