Anda di halaman 1dari 20

Laboratorium Satuan Operasi II

Semester V 2019/2020

LAPORAN PRAKTIKUM
EKSTRAKSI CAIR-CAIR

Pembimbing : Andi Muh. Iqbal Akbar Asfar, S.T.,M.T


Kelas/Kelompok : 2 PDD Bone/ II(Dua)
Tanggalpraktikum : 20 Januari 2017

Nama Anggota Kelompok


Nurazizah ( 331 175 06 )
Andi Puji Aqilla Nanda Palesangi ( 331 175 07 )
Andi Ryan Rinaldi ( 331 175 08 )
Alfdal ( 331 175 14 )
Susilawati ( 331 175 21 )

PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA MINERAL


JURUSAN TEKNIK KIMIA
PDD BONE
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2020
I. TUJUAN PERCOBAAN
 Mengenal dan memahami prinsip operasi ekstraksi cair-cair dengan
menggunakan alat sederhana (corong pisah).
 Menghitung berat jenis dan konsentrasi asam asetat pada ekstrak dan
rafinat
 Menghitung koefisien distribusi

II. PERINCIAN KERJA


 Menentukan koefisien distribusi (K)
 Neraca massa dan koefisien perpindahan massa dengan fasa cair
sebagai fase kontinyu

III. ALAT DAN BAHAN


A. Alat yang digunakan
 Corong pemisah 250 ml
 Tempat penyanggah corong pemisah
 Gelas ukur 250 ml
 Erlenmeyer 250 ml
 Gelas kimia 100, 500, dan 1000 ml
 Bola hisap
 Corong kaca dan plastik
 Piknometer
 Neraca analitik
 Buret 50 ml
 Pipet ukur 10 ml dan 25 ml
 Pipet tetes
 Pengaduk
 Gelas ukur plastik 2000 ml
B. Bahan yang digunakan
 Aquadest
 Larutan Trikloroetilen (TCE)
 Larutan Asam asetat
 Indikator PP
 Larutan NaOH 0,1 N

IV. DASAR TEORI


Salah satu cara untuk memisahkan larutan dua komponen adalah dengan
ekstraksi, yaitu dengan menambahkan komponen ke tiga (solvent) yang larut
dengan solut tetapi tidak larut dengan pelarut (diluent). Dengan penambahan
solvent ini sebagian solut ini akan berpindah dari fasa diluent ke fasa solvent
(disebut ekstrak) dan sebagian lagi tetap tinggal di dalam fasa diluent (disebut
rafinat) sesuai dengan hukum distribusi.
Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasa dengan konsentrasi
pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan
(pelepasan) solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang
menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur
jarak sistem dari kondisi setimbang.
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.
Seringkali campuran bahan padat dan cair (misalnya bahan alami) tidak dapat
atau sukar sekali dipisahkan dengan metode pemisahan mekanis atau termis
yang telah dibicarakan. Misalnya saja,karena komponennya saling bercampur
secara sangat erat, peka terhadap panas,beda sifat-sifat fisiknya terlalu kecil,
atau tersedia dalam konsentrasi yang terlalu rendah.
Dalam hal semacam itu, seringkali ekstraksi adalah satu-satunya proses
yang dapat digunakan atau yang mungkin paling ekonomis. Sebagai contoh
pembuatan ester (essence) untuk bau-bauan dalam pembuatan sirup atau
minyak wangi, pengambilan kafein dari daun teh, biji kopi atau biji coklat dan
yang dapat dilihat sehari-hari ialah pelarutan komponen-komponen kopi
dengan menggunakan air panas dari biji kopi yang telah dibakar atau digiling.

Pemakaian Proses Ekstraksi


Pertimbangan pemakaian proses ekstraksi sebagai proses pemisahan antara
lain :
1. Komponen larutan sensitif terhadap pemanasan jika digunakan destilasi
meskipun pada kondisi vakum.
2. Titik didih komponen – komponen dalam campuran berdekatan.
3. Kemudahan menguap (volatility) komponen – komponen hampir sama.

Gambar 1. Ekstraksi Cair Cair Dalam Kolom Isian


Ekstraksi cair cair terjadi berdasarkan pindah massa akibat kontak antara
larutan yang dialirkan secara kontinyu (fasa kontinyu) dengan pelarut yang
dialirkan secara terdispersi (fasa terdispersi). Fasa kontinyu dialirkan dari
bagian atas kolom isian yang kemudian mengalir turun. Selama mengalir di
sepanjang kolom, cairan mengisi celah-celah kosong dan membentuk lapisan
tipis pada permukaan bahan isian. Fasa terdispersi dialirkan dari bagian bawah
kolom isian yang selama mengalir di sepanjang kolom dimungkinkan
mengalami proses proses berikut :
1. Melewati celah-celah kosong
2. Menembus bahan isian
3. Mengalami perpecahan menjadi gelembung dengan ukuran yang lebih
kecil akibat bertumbukan dengan bahan isian.

Pemilihan Pelarut
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama pada
ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak, resin)
ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal itu
larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan, yaitu misalnya
diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.
Pertimbangan – pertimbangan dalam dalam pemilihan pelarut yang
digunakan adalah :
1. Selektifitas (faktor pemisahan = β).
β = fraksi massa solute dalam ekstrak/fraksi massa diluent dalam ekstraksi.
Fraksi massa solute dalam rafinat/fraksi massa diluent dalam rafinat pada
keadaan setimbang. Agar proses ekstraksi dapat berlangsung, harga β
harus lebih besar dari satu. Jika nilai β = 1 artinya kedua komponen tidak
dapat dipisahkan.
Pelarut hanya boleh melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen-komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek,terutama
pada ekstraksi bahan-bahan alami, sering juga bahan lain (misalnya lemak,
resin) ikut dibebaskan bersama-sama dengan ekstrak yang diinginkan.
Dalam hal itu larutan ekstrak tercemar yang diperoleh harus dibersihkan,
yaitu misalnya diekstraksi lagi dengan menggunakan pelarut kedua.

2. Koefisien distribusi (K)


Koefisien distribusi adalah rasio konsentrasi solute dalam fase ekstrak
dengan konsentrasi solute dalam fase rafinat
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐞𝐤𝐬𝐭𝐫𝐚𝐤, 𝐘
𝑲=
𝐤𝐨𝐧𝐬𝐞𝐧𝐭𝐫𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐨𝐥𝐮𝐭𝐞 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐟𝐚𝐬𝐚 𝐫𝐚𝐟𝐢𝐧𝐚𝐭, 𝐗
Sebaiknya dipilih harga koefisien distribusi yang besar, sehingga jumlah
solvent yang dibutuhkan lebih sedikit.

3. Recoverability (kemampuan untuk dimurnikan)


Pemisahan solute dari sovent biasanya dilakukan dengan cara destilasi,
sehingga diharapkan harga “relative volatility” dari campuran tersebut
cukup tinggi.

4. Densitas
Terutama pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini
dimaksudkan agar kedua fasa dapat dengan mudah dipisahkan kembali
setelah pencampuran (pemisahan dengan gaya berat). Bila beda
kerapatannya kecil, seringkali pemisahan harus dilakukan dengan
menggunakan gaya sentrifugal (misalnya dalam ekstraktor sentrifugal).
Perbedaan densitas ini akan berubah selama proses ekstraksi dan
mempengaruhi laju perpindahan massa.

5. Tegangan antar muka (interphase tention)


Tegangan antar muka besar menyebabkan penggasbungan (coalescense)
lebih mudah namun mempersulit proses pendispersian. Kemudahan
penggabungan lebih dipentingkan sehingga dipilih pelarut yang memiliki
tegangan antar muka yang besar.

6. Chemical Reactivity
Pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan secara kimia
pada komponen-kornponen bahan ekstraksi. Pelarut merupakan senyawa
yang stabil dan inert terhadap komponen – komponen dalam sistem dan
material (bahan konstruksi).
Sebaliknya, dalam hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia
(misalnya pembentukan garam) untuk mendapatkan selektivitas yang
tinggi. Seringkali Ekstraksi juga disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal
ini bahan yang akan dipisahkan mutlak harus berada dalam bentuk larutan.

7. Viskositas
Tekanan uap dan titik beku dianjurkan rendah untuk memudahkan
penanganan dan penyimpanan.

8. Pelarut tidak beracun dan tidak mudah terbakar.

Koefisien Distribusi
Pada percobaan ini menentukan koefisien distribusi untuk sistem tri
khloro etilena – asam propionate – air, dan menunjukan ketergantungannya
terhadap konsentrasi. Pada campuran ketiga zat ini dianggap bahwa fasa
berada pada kesetimbangan. Pada konsentrasi rendah, koefisien distribusi
tergantung pada konsentrasi, sehingga
𝐘 = 𝐊. 𝐗

Y : konsentrasi solute dalam fasa ekstrak


X : konsentrasi solute dalam fasa rafinat
K : koefisien distribusi

Neraca Massa dan Koefisien Perpindahan Massa


Pada percobaan ini mendemonstrasikan bagaimana kelakuan nraca massa
pada kolom ekstraksi dan mengukur koefisien perpindahan massa dan
variasinya terhadap laju alir dengan fasa air sebagai media kontinu.
Simbol dan rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan
ditunjukkan sebagai berikut :
1. Neraca Massa
Asam propionate yang terekstraksi dari fasa organic (rafinat)
= 𝐕𝟎 (𝐗 𝟏 − 𝐗 𝟐 )
Asam propionate yang terekstraksi dalam fasa air (ekstrak)
= 𝐕𝐰 (𝐘𝟏 − 𝟎)

Maka,
𝐕𝟎 (𝐗 𝟏 − 𝐗 𝟐 ) = 𝐕𝐰 (𝐘𝟏 − 𝟎)

dimana,
Vw : laju alir air (L/s)
V0 : laju alir TCE (L/s)
X : konsentrasi asam propionate dalam fasa organic (kg/L)
Y : konsentrasi asam propiaonate dalam fasa air (kg/L)
Indeks 1 : pada puncak kolom
Indeks 2 : pada dasar kolom

2. Efisiensi Ekstraksi

𝐋𝐚𝐣𝐮 𝐩𝐞𝐫𝐩𝐢𝐧𝐝𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚


𝐊𝐨𝐞𝐟 𝐩𝐞𝐫𝐩𝐢𝐧𝐝𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐬𝐬𝐚 =
𝐕𝐨𝐥𝐮𝐦𝐞 𝐩𝐚𝐜𝐤𝐢𝐧𝐠 × 𝐆𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐨𝐫𝐨𝐧𝐠 𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚

∆𝐗 𝟏 − ∆𝐗 𝟐
𝐋𝐨𝐠 𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 𝐠𝐚𝐲𝐚 𝐝𝐨𝐫𝐨𝐧𝐠 = ∆𝐗
𝐥𝐧 (∆𝐗 𝟏 )
𝟐

dimana,
∆X1 : gaya dorong pada puncak kolom = X2 - 0
∆X2 : gaya dorong pada dasar kolom = X1 – X1*
X1* : konsentrasi asam di daam fasa organic yang berkesetimbangan
dengan konsentrasi
Y1 : di dalam fasa air. Harga kesetimbangan ini dapat diperoleh
dari kurva koefisien distribusi (pada percobaan 1)

Ekstraksi cair – cair ditentukan oleh distribusi Nerst atau hukum partisi
yang menyatakan bahwa “ pada konsentrasi dam tekanan yang konstan, analit
akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama di antara dua pelarut yang
saling tidak campur “. Perbandingan konsentraso pada keadaan setimbang di
dalam 2 fase disebut dengan koefisien distribusi atau koefisien partisi (KD)
dan di ekspresikan dengan :
[𝐒]𝐨𝐫𝐠
𝐊𝐃 =
[𝐒]𝐚𝐪

[S]org dan [S]aq masing-masing merupakan konsentrasi analit dalan


fase organic dan dalam fase air; KD merupakan koefisien partisi.
Dalam prakteknya, analit seringkali berada dalam bentuk kimia yang
berbeda karena adanya disosiasi (ionisasi), protonasi, dan juga
kompleksasi atau polimerisasi karena adanya ekspreksi yang lebih
berguna.
Adalah rasio distribusi atau rasio partisi (D) yang diekspresikan
dengan :
[𝐂𝐬]𝐨𝐫𝐠
𝐃=
[𝐂𝐬]𝐚𝐪

(Cs)org dan (Cs)aq masing – masing merupakan kosentrasi total analit


(dalam segala bentuk) dalam fase organik dan dalam fase air; D
merupakan rasio partisi. Jika tidak ada interaksi antar analit yang terjadi
dalam kedua fase maka nilai KD dan D adalah identik. Analit yang
mempunyai rasio distribusi besar (104 atau lebih) akan mudah terekstraksi
ke dalam pelarut organik meskipun proses kesetimbangan (yang berarti
100% solut terkestraksi atau tertahan) tidak pernah terjadi.
Kebanyakan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah
dalam waktu beberapa menit. Akan tetapi untuk efektifitas ekstraksi analit
dengan rasio dstribusi yang kecil (< 1) hanya dapat dicapai dengan
mengenakan pelarut baru pada larutan sampel terus-menerus. Hal ini dapat
dilakukan dengan refluks menggunakan alat yang didesain secara khusus
yaitu alat ekstraktor secara terus-menerus.
Alat ekstraksi secara terus-menerus :
 Pelarut pengekstraksi kurang rapat dibanding dengan larutan yang
mengandung solut yang akan diekstraksi.
 Pelarut pengekstraksi lebih rapat dibanding dengan larutan yang
mengandung solut yang akan diekstraksi.

Pelarut organik yang dipilih untuk ekstraksi pelarut harus mempunyai


kelarutan yang rendah dalam air (<10%), dapat menguap sehingga
memudahkan menghilangkan pelarut organik setelah dilakukan ekstraksi, dan
mempunyai kemurnian yang tinggi untuk meminimalkan adanya kontaminasi
sampel.

Masalah-Masalah dalam Ekstraksi Pelarut


Beberapa masalah sering dijumpai ketika melakukan ekstraksi pelarut
yaitu: terbentuknya emulsi; analit terikat kuat pada partikulat; analit terserap
oleh partikulat yang mungkin ada; analit terikat pada senyawa yang
mempunyai berat molekul tinggi; dan adanya kelarutan analit secara bersama-
sama dalam kedua fase.
Terjadinya emulsi merupakan hal yang paling sering dijumpai. Oleh
karena itu jika emulsi antara kedua fase ini tidak dirusak maka recovery yang
diperoleh kurang bagus. Emulsi dapat dipecah dengan beberapa cara, yaitu :
1. Penambahan garam ke dalam fase air
2. Pemanasan atau pendinginan corong pisah yang digunakan
3. Penyaringan melalui glass-wool
4. Penyaringan dengan menggunakan kertas saring
5. Penambahan sedikit pelarut organik yang berbeda
6. Sentrifugasi.

Jika senyawa-senyawa yang akan dilakukan ekstraksi pelarut berasal dari


plasma maka kemungkinan senyawa tersebut terikat pada protein, sehingga
recovery yang dihasilkan rendah. Teknik yang dapat digunakan untuk
memisahkan senyawa yang terikat pada protein meliputi :
 Penambahan detergen
 Penambahan pelarut organik yang lain
 Penambahan asam kuat
 Pengenceran dengan air
 Penggantian dengan senyawa yang mampu mengikat lebih kuat

V. PROSEDUR KERJA
A. Percobaan I
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menambahkan 40 ml TCE dan 40 ml aquadest ke dalam corong
pemisah
3. Menambahkan 2 ml asam asetat pekat ke dalam corong pemisah
4. Mengocok corong pemisah selama 5 menit
5. Meletakkan corong pemisah, kemudian mendiamkannya sampai
terbentuk 2 lapisan
6. Mengambil ekstrak dan rafinat kemudian memasukkannya ke dalam
Erlenmeyer
7. Memipet masing-masing sampel sebanyak 4 ml
8. Menambahkan 3 tetes indicator PP
9. Menitrasi masing-masing sampel dengan NaOH 0,1N sampai
larutannya berubah warna menjadi merah muda
10. Mengulangi prosedur kerja dengan volume asam asetat yang
berbeda, yaitu 4 dan 6 ml.
VI. DATA PENGAMATAN

 Berat piknometer kosong = 23,5595 gram


 Berat piknometer + air= 49,8907
 Berat air = 26,3312 gram
 Volume pikno = volume air = berat air/densitas air
= 26,3312 gram / 1 gram/ml
= 26,3312 ml

V V V As.
V NaOH V NaOH BeratPikno BeratPikno+
No. TCE Air Asetat
atas (ml) bawah(ml) + atas (g) bawah (g)
(ml) (ml) (ml)
1 40 40 2 26,2 0,8 50,0478 61,8185
2 40 40 4 49,7 1,1 50,1845 61,7344
3 40 40 6 73 3,1 50,5681 61,7120

VII. PERHITUNGAN
1. Penentuan Volume Piknometer
 Berat piknometer kosong = 23,5595 gram
 Berat piknometer + air= 49,8907
 Berat air = 26,3312 gram
 Volume pikno = volume air = berat air/densitas air
= 26,3312 gram / 1 gram/ml
= 26,3312 ml

2. Perhitungan Berat Jenis


Volume asam asetat Berat pikno + lapisan berat pikno + lapisan
(mL) atas (gram) bawah (gram)
1 50,0478 61,8185
2 50,1845 61,7344
4 50,5681 61,7120
Berat jenis untuk ekstrak dan rafinat dengan volume asam asetat 1 mL :
Berat jenis lapisan
(Berat pikno+lapisan atas)−(berat pikno kosong )
Ekstrak = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟
(50,0478 − 23,5595)𝑔𝑟𝑎𝑚
=
26,3312 𝑚𝐿
26,4883 𝑔𝑟𝑎𝑚
=
26,3312 𝑚𝐿
= 1,006 𝑔/𝑚𝐿
(𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜+𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘)−(𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔)
Rafinat =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

(61,8185 − 23,5595)𝑔𝑟𝑎𝑚
=
26,3312 𝑚𝐿
38,259 𝑔𝑟𝑎𝑚
=
26,3312 𝑚𝐿
= 1,453 𝑔/𝑚𝐿
Dengan perhitungan yang sama seperti di atas diperoleh berat jenis
lapisan atas dan lapisan bawah dengan variasi asam asetat pada tabel 1
sebagai berikut :
Volume asam Berat Jenis ekstrak Berat Jenis rafinat
asetat (mL) (g/mL) (g/mL)
2 1,006 1,453
4 1,011 1,450
6 1,026 1,449

Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh dilakukan pembuatan


kurva hubungan antara volume asam asetat vs berat jenis ekstrak dan
rafinat sebagai berikut :
Densitas VS Volume Asam Asetat
1.600
1.400
1.200
Berat Jenis (g/ml)

1.000
0.800
lapisan atas
0.600
lapisan bawah
0.400
0.200
0.000
0 2 4 6 8
Volume Asam Asetat (ml)

3. Perhitungan konsentrasi Ekstrak, Rafinat dan koefisien distribusi


Konsentrasi NaOH 0,1 N
Volume Sampel 10 ml

Vol.
V NaOH ekstrak
Asam V NaOH rafinat (mL)
(mL)
Asetat
2 26,2 0,8
4 49,7 1,1
6 73 3,1

Perhitungan konsentrasi untuk lapisan atas dan bawah no.1 :


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑁𝑎𝑂𝐻𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑥𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑁𝑎𝑂𝐻
Konsentrasi Eksrak = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
26,2 𝑚𝐿𝑥 0,1 𝑁
=
4 𝑚𝐿
= 0,655 N
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑁𝑎𝑂𝐻𝑟𝑎𝑓𝑖𝑛𝑎𝑡𝑥𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖𝑁𝑎𝑂𝐻
Konsentrasi Rafinat = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,8 𝑚𝐿𝑥 0,1 𝑁
=
4 𝑚𝐿
= 0,02 N
Setelah konsentrasi ekstrak (Y) dan rafinat (X) diperoleh, dilakukan
perhitungan koefisien distribusi
𝑌
Koefisien distribusi = 𝑋
0,655 𝑁
=
0,02 𝑁
= 32,75

Dengan melakukan perhitungan yang sama seperti diatas maka


diperoleh konsentrasi ekstrak, rafinat dan koefisien distribusi untuk
volume asam asetat pada tabel 2 yaitu :

Titer NaOH (ml)


Konsentrasi Konsentrasi
Asam Asetat Asam Asam K=
No.
(ml) Ekstrak(Y) Rafinat(X) Asetat Asetat Y/X
Ekstrak (Y) Rafinat(X)
1. 2 26,2 0,8 0,655 0,02 32,75
2. 4 49,7 1,1 1,2425 0,0275 45,18
3. 6 73 3,1 1,825 0,0775 23,54

Konsentrasi Asam Asetat Vs Volume


2
Konsentrasi Asam Asetat

1.8
1.6
1.4
1.2
(N)

1
0.8 lapisan atas
0.6 lapisan bawah
0.4
0.2
0
0 2 4 6 8
Volume Asam Asetat (ml)
Koefisien Distribusi vs Volume Asam
Asetat
50
Koefisien Distribusi

40

30

20
Series1
10

0
0 2 4 6 8
Volume Asam Asetat (ml)

VIII. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini adalah ekstraksi cair-cair. Sebagaimana kita ketahui
ekstraksi adalah salah satu cara atau metode pemisahan larutan dua
komponen cair dengan menambahkan komponen ke-tiga yang dapat larut
dengan solut tetapi tidak larut dengan pelarut (diluen). Dalam hal ini adalah
larutan antara Tricloroetilen (TCE) dengan air dan asam asetat (CH3COOH)
sebagai pelarut (solvent) yang akan memisahkan antara TCE dan air. Metode
pemisahan ektraksi cair-cair tidak dapat digunakan apabila pemisahan
campuran dengan cara destilasi tidak dapat dilakukukan karena kepekaannya
terhadap panas atau tidak ekonomis.
Dalam praktikum ini, yang dilakukan yaitu dipisahkan antara campuran
TCE dan air dengan alat sederhana yaitu corong pisah untuk menentukan nilai
koefisien distribusi. Pada percobaan penentuan koefisien distribusi, bahan
yang digunakan yaitu air yang dicampur dengan TCE dan yang digunakan
untuk mengekstrak yaitu asam asetat (CH3COOH) sehingga air yang tidak
larut di dalam TCE terdispersi bersama asam asetat. Penambahan Asam
Asetat (CH3COOH) pada larutan dilakukan bervariasi yakni 2 ml, 4 ml dan 6
ml untuk masing-masing larutan yang berisi 40 ml air dan 40 ml TCE dan
dicampurkan dalam corong pemisah. Setelah ketiga bahan tersebut telah
dicampurkan dan dikocok dalam corong pemisah, kemudian diletakkan pada
tempat corong sampai membentuk dua lapisan. Dimana cairan yang
mempunyai massa jenis lebih berat akan berada pada lapisan bawah (rafinat)
dalam hal ini TCE sedangkan asam asetat yg larut dalam air akan berada
dilapisan atas (ekstrak). Selanjutnya dilakukan pengukuran berat jenis dan
konsentrasi asam asetat pada masing-masing ekstrak dan rafinat.
Penentuan berat jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer.
Adapun dari grafik hubungan antara volume asam asetat dengan berat jenis
ekstrak dan rafinat, dapat diketahui bahwa semakin besar volume asam setat
yang ditambahkan maka semakin besar pula berat jenisnya baik untuk ekstrak
dan rafinat meskipun tidak terlalu signifikan.
Selanjutnya dilakukan titrasi pada seluruh rafinat dan ekstrak dengan
larutan NaOH 0,1 N, dengan penambahan indicator PP sebanyak 3 tetes. Dari
data percobaan yang telah dilakukan kemudian dihitung konsentrasi asam
asetat yang terkandung didalam ekstrak dan konsentrasi asam asetat yang
terkandung didalam rafinat. Dari grafik hubungan antara volume asam setat
dengan konsentrasi pada ekstrak dan rafinat yang diperoleh didapatkan hasil
bahwa konsentrasi asam asetat lebih banyak terkandung di dalam ekstrak
dibandingkan di dalam rafinat, sehingga koefisien distribusinya dapat
dihitung. Hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa ekstrak kaya akan
solvent sedangkan rafinat sedikit mengandung solvent.
Adapun dari grafik hubungan antara volume asam asetat dengan
koefisien distribusi, dapat diketahui bahwa volume asam asetat yang baik
digunakan yaitu 4 ml. Hal ini karena pemilihan pelarut dengan harga
koefisien distribusi yang besar maka jumlah solvent yang digunakan sedikit.

Andi Ryan Rinaldi


Pada praktikum kali ini, job yang diakukan adalah ekstraksi cair-cair.
Ekstaksi cair-cair sangat beguna untuk memisahkan analit yang dituju dari
pengganggu partisi dengan sampel antara 2 pelarut yang tidak saling
bercampur. Salah satu fasenya biasanya berupa airdan fase lainnya berupa
pelarut organic.
Dalam percobaan ini digunakan sampel campuran antara air dengan
TCE dengan perbandingan 50% air dan 50% TCE (40 ml air dan 40 ml TCE)
ke dalam 3 corong pemisah dan menambahkan masing-masing asam asetat
masing-masing 2, 4, dan 6 ml. Percobaan ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui kemampuan TCE dan air mengikat asam asetat tersebut dan
untuk mengetahui besar konsentrasi asam asetat pada tiap-tiap corong
pemisah. Pada corong pemisah akan terbentuk dua lapisan, hal ini terjadi
karena perbedaan berat jenis campuran zat tersebut. Dimana lapisan atas
memiliki berat jenis yang lebih kecil dibanding lapisan bawahnya. Lapisan
atas disebut ekstrak sedangkan lapisan bawah disebut rafinat. Untuk
menentukan besarnya konsentrasi asam asetat, dilakukan pengambilan rafinat
dan ekstrak masing-masing 4 ml pada tiap-tiap corong pemisah dan
penambahan 3 tetes indicator, kemudian dititrasi dengan NaOh 0,1 N.
Hasil percobaan diperoleh bahwa titrasi lapisan ekstrak lebih banyak
dibandingkan dengan lapisan rafinat, sebagaimana yang kita ketahui bersama
bahwa lapisan ekstrak adalah air dan rafinat merupakan TCE, sehingga dapat
dikatakan bahwa air memiliki daya tarik lebih kuat untuk mengikat asam
asetat, hal ini dapat dilihat dari grafik hubungan antara volume asam setat.
IX. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstraksi menggunakan corong pemisah adalah salah satu metode
memisahkan larutan dua komponen dengan menambahkan komponen
ketiga (solvent) yang larut dengan solute tetapi tidak larut dengan pelarut
(diluent). Asam asetat merupakan pelarut yang relatif baik untuk
mengekstrak campuran TCE dan air.
2. a. Berat jenis lapisam atas yang diperoleh :
- 2 ml Asam asetat = 1,006 g/ml
- 4 ml Asam asetat = 1,011 g/ml
- 6 ml Asam asetat = 1,026 g/ml
Berat jenis lapisan bawah yang diperoleh :
- 2 ml Asam Asetat =1,453 g/ml
- 4 ml Asam asetat = 1,449 g/ml
- 6 ml Asam asetat = 1,448 g/ml
b. Konsentrasi Asam asetat lapisan atas yang diperoleh :
- 2 ml Asam asetat = 0,655 N
- 4 ml Asam asetat = 1,2425 N
- 6 ml Asam asetat = 1,825 N
Konsentrasi Asam asetat lapisan bawah yang diperoleh :
- 2 ml Asam asetat = 0,02 N
- 4 ml Asam asetat = 0,0275 N
- 6 ml Asam asetat = 0,0775 N
X. DAFTAR PUSTAKA

Zulmanwardi. 2007. Petunjuk Praktikum Satuan Operasi 2. Jurusan


Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang: Makassar.

Bachtiar, Wahyuni. 2017. Ekstraksi Cair-Cair.


(https://www.academia.edu/30081052/EKSTRAKSI_CAIR_CAIR.
docx : diakses pada 2017).

Anda mungkin juga menyukai