Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH RADIOBIOLOGI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Radiobiologi

Disusun Oleh :
NATASYA ANUGRAHENI
P1337430118037
2A

PRODI DIII TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Segera setelah penemuan sinar – X oleh Wilhelm Conrad Rontgen pada tahun
1895, dokter mengamati bahwa sinar – X tampaknya menghancurkan sel – sel
neoplasma ganas (tumor) tanpa secara permanen merusak jaringan sehat yang
berdekatan. Efek radiasi yang tampaknya “selektif” ini juga diamati diantara jaringan
yang berbeda pada hewan yang sehat; beberapa jaringan rusak oleh dosis radiasi yang
tampaknya tidak membahayakan jaringan lain.
Pada tahun 1906, dua orang Prancis, J.Bergonie dan L. Tribondeau, melakukan
percobaan ekstensif pada testis hewan pengerat (tikus) untuk lebih menentukan efek
radiasi “selektif” yang diamati ini. Mereka memilih testis karena organ ini mengandung
sel matang (spermatozoa), yang melakukan fungsi utama organ, dan juga mengandung
sel imatur (spermatogonia dan spermatosit), yang tidak memiliki fungsi selain
berkembang menjadi sel fungsional yang matang. Tidak hanya populasi sel – sel yang
berbeda dalam testis bervariasi dalam fungsi, tetapi aktivitas mitosis mereka juga
bervariasi—spermatogonia imatur sering membelah sementara spermatogonia dewasa
tidak pernah membelah.
Dengan mengamati satu organ ini, Bergonie dan Triboneu mengekstrapolasi
termuan mereka dengan sensitivitas semua sel dalam tubuh yang memiliki karakteristik
yang mirip dengan populasi sel testis dalam hal aktivitas mitosis dan diferensiasi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu hukum dari Bergonie dan Tribondeau ?
2. Apa pengertian dari diferensiasi sel ?
3. Bagaimana pengklasifikasian dari populasi sel dan sensitivitas pada organ
dan jaringan ?
4. Bagaimana mekanisme dari kerusakan radiasi ?
5. Bagaimana cara mengevaluasi radiosensitivitas ?

2
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hukum dari Bergonie dan Tribondeau
2. Untuk mengetahui pengertian dari diferensiasi sel
3. Untuk mengetahui pengklasifikasian dari populasi sel dan sensitivitas pada
organ dan jaringan
4. Untuk mengetahui mekanisme dari kerusakan radiasi
5. Untuk mengetahui cara mengevaluasi radiosensitivitas

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum dari Bergonie dan Triboneau


Setelah iradiasi testis, Bergonie dan Tribondeau mengamati bahwa sel – sel
imatur yang aktif membelah rusak pada dosis yang lebih rendah daripada sel – sel
matang yang sudah tidak aktif membelah. Berdasarkan pada pengamatan tersebut
respon dari populasi sel yang berbeda dalam testis, mereka merumuskan hokum dasar
tentang sensitivitas radiasi untuk semua sel dalam tubuh. Secara umum, hokum mereka
menyatakan bahwa radiasi pengion lebih efektif melawan sel – sel yang aktif mitosis
dan tidak berdeferensiasi dan memiliki masa aktif membelah yang panjang.
Dari pengamatan mereka, Bergonie dan Tribondeau mendefinisikan sensitivitas
dalam hal karakteristik yang spesifik pada sel yang dipelajari—aktivitas mitosis dan
deferensiasi. Sensitivitas, didefinisikan sesuai dengan spesifik atau karakteristik
inheren seluler, oleh karena itu didasarkan pada karakteristik dari sel dan tidak pada
radiasi. Kriteria Borgonie dan Tribondeau untuk sensitivits radiasi seluler dapat
diartikan sebagai penentu kerentanan yang melekat dari sel terhadap kerusakan radiasi.
Pada tahun 1925, P.Ancel dan P. Vitemberger memodifikasi hokum dari
Bergonie dan Tribondeau dengan mengusulkan bahwa kerentanan yang melekat pada
sel apapun untuk dirusak oleh radiasi pengion adalah sama tetapi waktu tampak
kerusakan akibat radiasi berbeda diantara berbagai jenis sel. Dalam serangkaian
percobaan ekstensif pada system mamalia, mereka menyimpulkan bahwa penampakan
kerusakan radiasi dipengaruhi oleh dua factor, antara lain : (1) Tekanan biologis pada
sel dan (2) kondisi dimana sel terpapar sebelum dan sesudah radiasi.
Ancel dan Vitemberger mendalilkan bahwa pengaruh terbesar pada
radiosensitivitas adalah tekanan biologis yang ada pada sel dan bahwa tekanan biologis
yang paling penting adalah kebutuhan untuk pembelahan. Dalam istilahnya, semua sel
akan rusak pada tingkat yang sama dengan dosis radiasi yang diberikan, yaitu semua
sel serupa dalam hal kerentanan yang melekat, tetapi kerusakan akan dinyatakan hanya
jika dan ketika sel membelah.
Meskipun Ancel dan Vitemberger menyatakan radiosensitivitas dalam istilah
yang agak berbeda dari Bergonie dan Tribondenau, mereka masih menempatkan

4
penekanan utama pada aktivitas mitosis, sesuai dengan hokum Bergonie dan
Tribondeau. Dalam hal ini, hokum Bergonie dan Tribondeau akan secara umum
diterima sebagai bentuk kevalidan dari radiosensitivitas seluler. Meskipun ada
pengecualian untuk hukum ini, masih ada pedoman dasar dan berguna untuk
menentukan radiosensitivitas seluler.

2.2 Diferensiasi
Salah satu aspek hokum Bergonie dan Tribondeau yang mungkin perlu
diklarifikasi adalah istilah “diferensiasi.” Sel yang berdiferensiasi adalah sel yang
dikhususkan secara fungsional dan/atau morfologis (secara structural); itu dapat
dianggap sebagai sel dewasa, atau sel akhir, dalam suatu populasi. Sel yang tidak
berdiferensiasi adalah sel yang meiliki sedikit karakteristik morfologis atau fungsional
yang khusus; itu adalah sel yang belum matang yang fungsi utamanya adalah untuk
membelah, sehingga menyediakan sel untuk mempertahankan populasinya sendiri dan
untuk menggantikan sel dewasa yang hilang dari populasi sel akhir. Sel – sel yang tidak
berdiferensiasi dapat dianggap sebagai prekusor, atau sel induk, dalam suatu populasi.
Sebuah contoh dari jaringan yang berisi serangkaian sel dalam berbagai tahap
diferensiasi adalah testis. Spermatozoon adalah sel matang, tidak membelah secara
khusus morfologis dan fungsional. Namun, karena sperma dewasa hilang secara
berkala, lebih banyak sel yang harus menggantinya. Sel – sel ini, juga hadir dalam testis,
yaitu spermatogonia tipe A yang belum matang; fungsi utamanya adalah untuk
membelah dan memasok sel – sel yang akan matang menjadi spermatozoa.
Spermatozoon adalah sel yang terdeferensiasi—itu adalah sel akhir dalam populasi;
spermatogonium adalah sel – sel yang tidak terdiferensiasi—sel induk untuk
spermatozoon dewasa. Proses dimana spermatognia imatur menjadi spermatozoa
disebut diferensiasi.
Contoh lain dari sel yang berdiferensiasi adalah eritrosit (sel darah merah, atau
RBC). Sama seperti spermatozoon adalah sel akhir yang matang dalam testis, sel darah
merah adalah sel matang dan terdiferensiasi dalam garis sel darah merah dari sitem
hemopoietik. Fungsi utama RBC adalah untuk mentransportasikan oksigen ke sel – sel
tubuh. Tidak hanya sel ini khusus dalam fungsi, tetapi juga khusus dalam struktur; sel
darah merah berbeda dari sel – sel lain dalam tubuh karena sel tidak memiliki nucleus.

5
Oleh karena itu, baik secara morfologis dan fungsional, sel RBC adalah sel yang
berdiferensiasi. Rata – rata sekali hidup dari RBC ini dalam darah yang bersirkulasi
adalah 120 hari, mengharuskan penggantian sel – sel ini secara terus menerus dengan
sel yang baru diproduksi. Sel punca untuk sel darah merah, eritoblast, ada di sumsum
tulang dan merupakan sel yang tidak berdiferensiasi yang mebelah dan melapisi sel
yang akan berdiferensiasi menjadi eritrosit.

2.3 Pengklasifikasian dari populasi sel dan sensitivitas pada organ dan jaringan
Pemahaman tentang sensitivitas seluler terhadap radiasi tergantung pada
pemahaman tentang karakteristik berbagai populasi seluler. Rubin dan Casarett (1968)
telah membagi lima kategori dasar dari populasi sel.

Gambar 1.1 Diagram representasi dari ilustrasi testis diferensiasi


1) Vegetative Intermitotic Cells (VIM)
Ini merupakan sel – sel yang membelah dengan cepat dan tidak
berdiferensiasi yang memiliki msa hidup yang pendek. Menurut hokum
Bergonie dan Trubendeau, sel – sel ini merupakan kelompok sel yang paling
sensitive dalam tubuh. Contoh sel VIM adalah sel basal epidermis, sel crypt dari
usus, spermatogonia tipe A, dan eritoblast.
2) Differentiating Intermitotic Cells (DIM)
Sel – sel DIM diproduksi oleh pembelahan sel – sel VIM dan, meskipun
aktif mitosis, mereka lebih berdiferensiasi daripada sel – sel VIM. Oleh karena
itu, sel – sel ini kurang sensitive (atau lebih tahan) terhadap radiasi daripada sel
– sel VIM. Contoh dari sel – sel DIM adalah intermedia dan spermatogonia tipe
B.

6
3) Multipotential Connective Tissue Cells
Sel – sel ini membelah secara tidak teratur dan lebih terdiferensiasi daripada
sel – sel VIM dan DIM; mereka intermedia pada radiosensitivitas. Sel yang
termasuk dalam kategori ini adalah sel endotel (sel yang melapisi pembuluh
darah) dan fibroblast (sel yang terdiri dari jaringan ikat).
4) Reverting Postmitotic Cells (RPM)
Sel dalam kategori ini biasanya tidak mengalami mitosis; namun, mereka
mempertahankan kemampuan pembelahan dalam keadaan tertentu. Sel RPM
berumur panjang sebagai individu dan lebih berdifirensiasi daripada sel – sel
dari kategori sebelumnya; Oleh karena itu, sel – sel ini relative radioresisten.
Contoh dari sel RPM adalah sel hati dan limfosit yang matang. Limfosit yang
matang termasuk kategori ini karena karakteristik mitosisnya—limfosit
biasanya tidak membelah tetapi memiliki kemampuan untuk memlah ketika
mendapat stimulus. Limfosit juga merupakan sel yang berdiferensiasi; Namun,
berbeda dengan sel RPM lain yang relative tahan terhadap radiasi, limfosit
dewasa sangat radiosensitive. Ini adalah satu pengecualian penting bagi hokum
Bergonie dan Tribendeu.
5) Fixed Postmitotic Cells (FPM)
Sel – sel FPM tidak membelah. Sel – sel ini sangat berdiferensiasi baik
secara mofologis dan fungsional dan karena itu tahan terhadap radiasi.
Faktanya, kategori ini terdiri dari kelompok sel yang paling tahan terhadap
radiasi. Bebrapa sel dalam kategori ini memiliki umur yang panjang, sedangkan
yang lainnya relative berumur pendek. Ketika sel berumur pendek mati, mereka
digantikan oleh sel diferensiasi (DIM); sel – sel lain dalam kategori ini termasuk
beberapa sel saraf, sel otot, eritrosit (sel darah merah) dan spermatozoa.

7
Gambar 2.2 Karakteristik dan radiosensitivitas dari populasi sel
Sensitifitas jaringan dan Organ.
Dengan pemahaman tentang sensitivitas seluler terhadap radiasi, sekarang
dimungkinkan untuk mengklasifikasikan jaringan dan organ dalam hal sensitivitas.
Seperti yang diketahui, jaringan dan organ mengandung sel radiosensitive akan peka
terhadap radiasi dan, sebaliknya, jaringan dan organ yang mengandung sel radioresisten
akan tahan terhadap radiasi.
Jaringan dan organ terdiri dari dua kompartemen : kompartemen parenkim yang
berisi karakteristik sel dari jaringan atau organ individu dan kompartemen stromal yang
terdiri dari jaringan ikat dan pembuluh darah yang membentuk struktur pendukung
organ.
Kompartemen parenkim dari jaringan dan organ dapat terdiri dari satu atau lebih
dari satu kategori sel. Testis adalah contoh organ yang mengandung lebih dari satu
kategori sel: sel punca— spermatogonia tipe A (sel VIM); sel sedang—spermatogonia
tipe B, spermatosit dan spermaid (sel DIM); dan matang, sel – sel fungsional—
spermatozoa (sel FPM). Contoh lain adalah system hemopoietik; sumsum tulang
mengandung sel – sel induk yang terdiferensiasi , dan darah yang bersirkulsi
mengandung sel akhir yag matang. Dua contoh lainnya adalah kulit dan saluran usus.

8
Dalam tipe organ ini dimana kompartemen parenkim terdiri dari berbagai
populasi sel, sel mengalir dari bagian sel induk ke bagian yang dibedakan ke bagian sel
akhir sesuai kebutuhan.
Contoh jaringan dan organ yang kompartemen parenkimnya hanya terdiri dari
sel RPM atau sel FPM adalah otot, hati, otak, dan sumsum tulang belakang. Sel – sel
hati pada hati adalah sel RPM dan hanya membelah ketika ada kebutuhan. Jika
hepatektomi parsial dilakukan, sel – sel hati akan mulai membelah dan mengganti
bagian hati yang telah diangkat. Namun, sebagian besar sel otak dan sebagian besar sel
otot tidak mempertahankan kemampuan pembelahan; oleh karena itu, jaringan dan
organ ini terdiri dari sel – sel FPM.
Terlepas dari populasi sel dalam kompartemen parenkim, semua jaringan dan
organ akan memiliki kompartemen stromal pendukungg yang terdiri dari jaringan ikat
dan pembuluh darah (sel jaringan ikat multipotensial).
Sensitivitas jaringan otau organ terhadap radiasi adalah fungsi sel yang paling
sensitive dalam jaringan atau organ tertentu, yaitu organ yang mengandung sel
radiosentif akan bersifat radiosensitive (misalnya testis dan sumsum tulang), sedangkan
organ yang mengandung sel tahan radiasi (misalnya otot, hati, saraf). Dalam jaringan
atau organ yang mengandung serangkaian sel yang berkembang (testis, darah, dll).
Sensitivitas organ RPM akan menjadi fungsi sel yang paling sensitive.

2.4 Mekanisme Kerusakan Radiasi

Gambar 2.3 Proses Kerusakan pada Organ Radiosensitif

9
Mekanisme kerusakan radiasi pada organ radiosensitive dan radioresisten
berbedan dan merupakan fungsi sensitivitas populasi sel yang terdiri dari kompertemen
parenkim dan stromal, khususnya pembuluh darah. Pada jaringan dan organ yang
megandung sel parenkim (VIM dan DIM), yang lebih radiosensitive daripada sel yang
terdiri dari stromal, kerusakan disebabkan oleh kerusakan sel parenkim radiosensitive
dari jaringan atau organ itu. Sebagai contoh, sterilitas terjadi karena spermatogonia tipe
A yang belum matang (sel – sel induk) di testis telah dihancurkan oleh radiasi yang
megakibatkan penipidan spermatozoa dewasa. Demikian juga, kehilangan sel – sel dari
sirkulasi darah biasanya karena kerusakan pada sel – sel induk radiosensitive di
sumsum tulang daripada kerusakan pada sel – sel darah yang bersirkulasi yang tahan
radiasi. Meskipun kerusakan seperti penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
juga dapat terjadi dalam pembuluh darah organ – organ ini, itu bukan contributor utama
untuk kerusakan sel – sel parenkim. Selain itu, perubahan sel parenkim terjadi pada
dosis yang lebih rendah daripada perubahan sel stromal.

Gambar 2.4 Proses Kerusakan pada Organ Radioresisten


Namun, tidak seperti organ radiosensitive, sel – sel kompartemen stromal dari
organ yang tahan radiasi lebih sensitive terhadap radiasi daripada sel parenkim (RPM
dan FPM) organ; oleh karena itu, sel -sel stromal menunjukkan perubahan pada dosis
yang lebih rendah dari sel parenkim. Kerusakan pada organ – organ ini (misalnya, hati,
otot, otak) terjadi secara tidak langsung melalui kerusakan sel – sel stromal vaskuler.
Kerusakan ini dapat menyebabkan penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah
yang mengakibatkan suplai darah ke organ yang diradiasi dengan hilangnya nutrisi dan

10
oksigen, yang keduanya diperlukan untuk kehidupan sel – sel parenkim. Oleh karena
itu, kerusakan pada organ yang resisten terhadap radiasi biasanya disebabkan secara
tidak langsung melalui kerusakan pembuluh darah. Pada organ – organ ini pembuluh
darah merupakan contributor utama kerusakan radiasi.
Penting untuk diingat, meskipun sel dewasa (RPM dan FPM) “resisten”
terhadap radiasi, mereka tidak “imun” terhadap radiasi dan dapat langsung rusak oleh
dosis tinggi.
Klasifikasi sensitivitas relative berbagai organ terhadap radiasi, berdasarkan
pada hypoplasia (kehilangan sel) dari kompartemen parenkim pada dua bulan pasca
radiasi.

2.5 Mengevaluasi Radiosensitivitas


Ada banyak titik akhir biologis yang dapat dipilih untuk membandingkan
radiosensitivitas populasi yang berbeda dari sel – sel kromosom dan kemarian sel hanya
dua contoh. Mungkin titik akhir yang paling banyak digunakan untuk penentuan
sensitivitas sel adalah kematian sel atau perubahan morfologis dalam sel yang
merupakan indikasi kematian sel. Satu poin penting harus diingat ketika
membandingkan radiosensitivitas dari dua populasi sel yang berbeda—terlepas dari
titik akhir yang digunakan untuk menentukan sensitivitas, titik akhir yang sama harus
digunakan untuk kedua populasi. Misalnya, jika kematian sel adalah kriteria yang
dipilih untuk megukur sensitivitas spermatogonia, kriteria yang sama ini harus
digunakan untuk membandingkan sensitivitas spermatozoa dengan spermatogonia.
Kriteria yang digunakan juga harus ditentukan ketika mendiskusikan
sensitivitas populasi – populasi sel. Ini diperlukan karena kepekaan dpat bervariasi
dengan titik akir yang dipilih. Sebagai contoh, sel A mungkin lebih sensitive terhadap
radiasi dalam hal kematian sel daripada sel B tetapi sel B dapat meunjukkan
penyimpangan kromosom sederhana pada dosis yang lebih rendah daripada sel A. ini
terutama benar dalam hal perubahan fungsional. Dalam banyak kasus, sel – sel yang
resisten secara morfologis bersifat seri secara fungsional.

11
BAB III
KESIMPULAN

Hokum Bergonie dan Tribondeau yang menekan aktivitas mitosis dan


fermentasi sebagai penentu senssitivitas yang melekat pada suatu sel terhadap radiasi
secara umum dapat diterima; Namun, respon seluler terhadap radiasi dapat dimodifikasi
oleh factor – factor eksternal, seperti bahan kimia dan LET radiasi. Modifikasi respon
radiasi oleh factor – factor eksternal ini dapat didefinisikan sebagai sensitivitas
bersyarat. Kerentanan yang melekat dari sel terhadap kerusakan radiasi tidak berubah,
tetapi kondisi dimana sel terpapar radiasi baik pra-iradiasi, selama iradiasi atau post-
iradiasi diubah. Kondisi – kondisi ini meghasilkan peningkatan atau penurunan
radiosensitivitas sel. Seperti yang didefinisakan dalam teks ini, sesitivitas bersyarat
setara dengan factor kedua yang mempengaruhi waktu manifestasi kerusakan radiasi,
seperti yang diusulkan oleh Ancel dan Vitemberger

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Ancel,P., and Vitemberger, P.: Sur la radiosensibilite cellulaire, C. R. Soc. Biol.


92:517, 1925.
2. Bergonie, K., and Tribondeau, L.: De quelques resultats de la radiotherapie et essai
de fixation d’une technique rationelle, C. R. Acad. Sci. (Paris) 143:983, 1906.
3. Casarett, A. P.: Radiation Biology (Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice-Hall,
1968)
4. Rubin, P., and Casarett, G. W.: Clinical Radiation Pathology, Vols I and II
(Philadelphia: W. B. Saunders, 1968)
5. Travis, Elisabeth Latorre. 1984. Primer of Medical Radiobiology. Chicago :
Yearbook Medical Publishers, Inc.

13

Anda mungkin juga menyukai