ANAS AMRULLAH
2016610050
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
membimbing manusia melalui petunjuk-pentunjuk-Nya sebagaimana yang terkandung
dalam Al-qur’an dan sunnah, petunjuk menuju ke jalan yang lurus dan jalan yang
diridhoi-Nya. Syukur Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan
rencana. tugas ini kami susun dengan judul “Prospek Pengembangan Ubi Kayu
Sebagai Bahan Baku Bioetanol” Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah
kepada junjungan kita Nabi agung Muhammad SAW, keluarga, sahabat, tabiin, dan
kita semua sebagai umat yang taat dan turut terhadap risalah yang dibawanya sampai
di hari kiamat. Selanjutnya saya ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Ir. Helfi
Gustia, MSi selaku dosen pengajar Mata kuliah Bioenergi dan Tanaman Obat yang
telah membimbing kami serta kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini.
Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah
selanjutnya.Terlepas dari kekurangan makalah ini, kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB 1. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
BAB 2. PEMBAHASAN 3
BAB 3. PENUTUP 7
A. Kesimpulan 7
B. Saran 7
DAFTAR PUSTAKA 8
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat cocok sebagai media tanam untuk
tanaman pangan salah satunya yaitu ubi kayu. Ubi kayu merupakan komoditas
tanaman pangan di Indonesia yang menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung
(Ginting et al, 2011). Sebagian besar produksi ubi kayu di Indonesia digunakan untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri (85–90 persen), sedangkan sisanya diekspor dalam
bentuk gaplek, chips, dan tepung tapioka. Ubi kayu dikonsumsi sebanyak 71,69 persen
sebagai bahan pangan (langsung atau melalui proses pengolahan), 13,63 persen untuk
keperluan industri non pangan, 2,00 persen untuk pakan, dan 12,66 persen terbuang
(sisa di lahan pertanian). Ubi kayu dapat diolah menjadi tepung pengganti terigu
sampai sebanyak 20%. Pada tahun 2012 Indonesia mengimpor terigu 6 juta ton,
apabila kita dapat memanfaatkan ubikayu untuk substitusi terigu sebesar 30%, maka
devisa yang dapat diselamatkan sangat besar. Ubi kayu mempunyai produktivitas
biomasa tinggi sehingga mampu dikembangkan feedstock bioindustry yaitu menjadi
bioenergi (Simatupang, 2012).
1
2
Seiring dengan makin terbatasnya ketersediaan energi dari fosil, maka harus
dicarikan sumber energi alternatif lain. Sesuai Inpres Nomor 1 tahun 2006,
Kementerian Pertanian memiliki tugas, yaitu penyediaan tanaman bahan baku Bahan
Bakar Nabati (BBN), penyuluhan pengembangan tanaman untuk BBN, penyediaan
benih dan bibit tanaman BBN, dan mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan
kegiatan pascapanen tanaman BBN. Kementerian Pertanian telah melakukan
pengembangan/intensifikasi komoditas bahan baku bioetanol yang ditanam secara luas,
seperti kelapa sawit, jagung, ubi kayu, tebu, tanaman jarak, kemiri sunan, dan kotoran
ternak dapat diolah menjadi sumber energi.
B. Tujuan
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk melihat potensi ubi kayu sebagai
salah satu bahan baku bioetanol agar dapat dikembangkan menjadi energi alternatif
atau bioenergi sehingga nantinya dapat mampu mensubtitusikan energi yang banyak
digunakan saat ini yaitu energi yang berasal dari Bahan Bakar Mineral (BBM).
BAB 2
PEMBAHASAN
3
4
Pengganti
0,22 0,4 0,53 0,76 1,63
fuel oil
Total
2,86 5,25 6,92 10,02 22,26
(bioenergi)
Sumber: Kementerian ESDM (2009)
Kebijakan yang telah dilakukan dalam pengembangan bioenergi, yaitu: (a)
pengembangan/intensifikasi komoditas yang sudah ditanam secara luas: kelapa sawit,
tebu, ubi kayu, sagu, dan kelapa; (b) pengkajian dan pengembangan komoditas
potensial penghasil bioenergi: jarak pagar, kemiri sunan, nyamplung, aren; (c)
pemanfaatan biomassa limbah pertanian; dan (d) pemanfaatan kotoran ternak sebagai
biogas (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2013).
Berdasarkan keterangan diatas, salah satu yang termasuk dalam kebijakan dalam
pengembangan bioenergi adalah pemanfaatan ubi kayu bahan baku bioetanol. Ubi
kayu dapat diusahakan pada lahan kering marjinal sebagai alternatif apabila tanaman
pangan seperti padi, jagung, dan kedelai tidak dapat berproduksi dengan baik (Ditjen
Tanaman Pangan, 2010). Ubi kayu juga memiliki daya adaptasi luas, sehingga dapat
membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam
rangka mendukung pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dibutuhkan
dukungan pabrik sebagai industri pengolah tersebut.
Indonesia merupakan produsen ubi kayu potensial, dan berada diurutan keempat
sebagai negara penghasil ubi kayu setelah Nigeria, Brazil, dan Thailand. Ketersediaan
ubi kayu selama ini lebih banyak digunakan sebagai bahan baku pangan, yaitu untuk
bahan baku industri tepung tapioka, konsumsi langsung, dan campuran pakan ternak.
Hanya sebagian kecil ubi kayu yang dibuat menjadi bioetanol. Dengan demikian, akan
ada persaingan penggunaan ubi kayu terutama antara untuk bahan baku pangan dan
bioetanol. Kuncinya adalah peningkatan produksi ubi kayu yang terus diupayakan dan
diharapkan tidak mengganggu kebutuhan untuk bahan baku pangan.
Meskipun secara umum produksi ubi kayu menunjukkan tren yang positif,
komoditas ubi kayu masih dianggap sebagai komoditas inferior. Menurut Ditjen
Tanaman Pangan (2010), dalam pengembangan usaha tani ubi kayu terdapat
hambatan/kendala. Beberapa faktor penyebab yang menjadi dalam pengembangannya,
yaitu:
6
1. Usaha tani subsisten dan pemilikan lahan usaha tani yang terbatas
2. Masih rendahnya minat petani melakukan budidaya ubi kayu akibat rendahnya
insentif yang diperoleh dibanding dengan menanam komoditas lainnya, meskipun
akhir-akhir ini harga ubi kayu cenderung meningkat
3. Persaingan penggunaan sumber daya lahan dengan komoditas lain, dan jika
tanaman kompetitor tanaman ubi kayu seperti jagung harganya lebih tinggi, maka
tidak menutup kemungkinan peralihan tanaman dapat terjadi dan sebaliknya
4. Tingkat kesuburan lahan akan menurun ketika lahan terus menerus ditanami ubi
kayu (ubi kayu cukup kuat menghisap hara dari tanah), sehingga diperlukan
pencampuran tanah dengan pupuk kandang minimal 2 tahun sekali
7. Terdapatnya aturan dari Kementerian Keuangan tentang cukai atas peredaran etanol,
sehingga hal ini akan menjadi bagian komponen biaya tersendiri bagi produksi
bioetanol berbasis bahan baku ubi kayu
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penyusunan makah ini adalah bahwa ubi kayu
memiliki prospek yang baik kedepannya dalam pengembangannya menjadi bioenergi
yaitu dengan menjadikan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol. Luasan produksi ubi
kayu di Indonesia pun mengalami peningkatan hanya saja diperlukan kerjasama yang
sinergis antara pemerintah, petani, dan pabrik pengolah bioetanol. Karena
pengembangan ubi kayu menjadi bahan baku bioetanol harus bisa mendapatkan
dukungan yang penuh dan juga diperlukan kebijakan-kebijakan yang membantu
pengembangan ubi kayu menjadi bahan baku bioetanol sehingga nantinya dapat
menjadi energi alternatif pengganti BBM
B. Saran
Penyusunan makalah ini memang masih memiliki banyak kekurangan. Adapun
saran yang sekiranya dituliskan dalam makalah ini ialah pengembangan ubi kayu
menjadi bahan baku bioetanol harus dapat perhatian yang lebih terutama dari
pemerintah.
7
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2019. Luas panen ubi kayu menurut provinsi tahun 2014-2018.
Jakarta. https://bps.co.id. Diunduh 19 Oktober 2019
Ditjen Tanaman Pangan. 2010. Pengembangan Ubi Kayu untuk Bioethanol. Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta.
Kementerian Energi Sumber Daya Manusia (ESDM). 2009. Indonesia Energy Outlook.
Jakarta: Kementerian ESDM.
Simatupang, P. 2012. Meningkatkan Daya Saing Ubikayu, Kedelai, Dan Kacang Tanah
Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani, Ketahanan Pangan, Nilai Tambah, Dan
Penerimaan Devisa. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang
dan Umbi. Balitkabi. Malang.