Anda di halaman 1dari 4

Tugas Tambahan Remedial Ujian Pasien Psikiatri

Modul Ilmu Kesehatan Jiwa


Diandra Safirina
1206222521
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Mekanisme Kerja Antipsikotik pada Jaras Limbik

Antipsikotik generasi pertama (APG 1) bekerja dengan cara memblokade reseptor D2, terutama di
mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga dengan Antagonis Reseptor
Dopamin (ARD), antipsikotik konvensional atau antipsikotik tipikal. APG 1 berfungsi untuk
menurunkan hiperaktifitas dopamine pada reseptor pasca-sinaptik neuron khususnya sistem limbik
(jalur mesolimbik) dan sistem ekstrapiramidal sehingga menyebabkan gejala positif menurun dan
berlaku pula pada jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan tuberoinfundibular. Apabila APG 1 memblok
reseptor D2 di jalur mesokortikal, gejala negatif dapat memberat dan berakibat pada penurunan gejala
kognitif. Blokade reseptor D di jalur nigrostriatal dapat menimbulkan gangguan mobilitas seperti pada
sindrom Parkinson dan pemakaian kronik juga berpotensi menyebabkan gangguan pergerakan
hiperkinetik atau tardive dyskinesia. Blokade reseptor D2 pada jalur tuberoinfundibular oleh APG 1
menyebabkan peningkatan kadar prolactin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan peningkatan
berat badan. Selain menyebabkan terjadinya blockade reseptor D2 pada 4 jalur dopamine, blockade
reseptor kolinergik muskarinik sehingga timbul efek samping antikolinergik, berupa mulut kering,
pandangan kabur, konstipasi, dan kognitif tumpul. Efek samping mengantuk dan peningkatan berat
badan dapat terjadi akibat reseptor histamine (H1) yang juga diblokade APG 1.

Antipsikotik generasi kedua (APG 2) adalah golongan antipsikosis baru (atipikal) yang disamping
berafinitas terhadap dopamine D2 receptors, juga meliputi serotonin 5 HT2 receptors (serotonin-
dopamine antagonists). Mekanisme kerja APG II meliputi interaksi antara serotonin dan dopamine pada
keempat jalur dopamine otak, yang menyebabkan efek samping ekstrapiramidal lebih rendah
dibandingkan APG 1 dan efektif untuk mengatasi gejala negatif. Perbedaan antara APG 1 dan 2 adalah,
APG 1 hanya memblokade reseptor D2 saja namun APG 2 memblokade reseptor serotonin dan
dopamine secara bersamaan. APG 2 bekerja secara simultan pada keempat jalur dopamine, yaitu:
• Mesolimbik → APG 2 menyebabkan blockade reseptor D2, sehingga dapat memperbaiki gejala
positif skizofrenia. Dalam keadaan normal, serotonin akan menghambat pelepasan dopamine
• Mesokortikal → APG 2 lebih banyak pengaruh dalam blockade reseptor 5HT2A sehingga
meningkatkan pelepasan dopamine sehingga gejala negatif berkurang
• Nigostriatal → pelepasan dopamine melebihi blockade reseptor dopamine, sehingga gejala
ekstrapiramidal berkurang
• Tuberoinfudibular → pemberian APG 2 dosis terapi menyebabkan pelepasan dopamine
meningkat, sehingga pelepasan prolactin menurun, sehingga tidak terjadi hiperprolaktinemia

Lama Pemberian Antipsikotik

Pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer atau efek klinis (2-4 minggu),
efek sekunder atau efek samping (2-6 jam), dan waktu paruh obat (12-24 jam) dengan lama pemberian
1-2x per hari. Dosis pagi dan malam yang diberikan berbeda dapat mengurangi dampak dari efek
samping obat. Dosis pagi diberikan lebih kecil dari dosis malam. Dosis awal diberikan pertama kali
sesuai dengan dosis anjuran lalu dinaikkan setiap 2-3 hari hingga mencapai dosis efektif (ketika ada
gejala psikotik) lalu dievaluasi setiap 2 minggu. Dosis dapat dinaikkan atas indikasi hingga dosis
optimal. Lalu, berikutnya diturunkan setiap 2 minggu hingga mencapai dosis maintenance, yang
dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun, terakhir dilakukan tapering off, yakni dosis diturunkan setiap 2-
4 minggu hingga pada akhirnya diberhentikan pengobatan.

Kriteria Episode Manik dan Depresi

Episode manik memiliki definisi periode peningkaran euphoria yang tidak realistis, sangat
gelisah, dan memiliki aktivitas yang berlebiahan, juga perilaku yang tidak terorganisasi. Ketika episode
manik terjadi, mood hampir selalu berubah menjadi “tinggi” dan naik bertahap hingga episode ini
berkembang penuh. Tahap pertama umumnya akan terjadi peningkatan aktivitas motorik, meliputi
meningkatnya kecepatan bicara, kegiatan fisik, perasaan bahagia yang mendominasi, sangat terbuka,
terlalu percaya diri, merasa sebagai orang besar, dan terkadang apa yang dipikirkan tidak berkaitan.
Dalam tahap ini penderita belum keluar dari kendali. Tahap kedua merupakan tahap dimana ada
penekanan dalam kata-kata, peningkatan aktivitas yang masih berlanjut. Terkadang pada tahap ini,
perasaan yang sangat bahagia masih dapat terjadi namun dengan perubahan yang mencolok dengan
meningkatnya perasaan tidak senang dan depresi. Individu akan menjadi mudah marah dengan
seiringnya muncul perilaku agresif dan menyerang. Kecepatan berfikir menjadi meningkat dan sering
tidak terorganisir, lebih intens dari tahap pertama. Perasaan sebagai “orang besar” pun jika ada akan
menjadi delusi. Tahap akhir dari episode manik adalah individu akan merasa putus asa, panik, tidak
memiliki harapan, sering melakukan aktivitas aneh, pola pikir menjadi sulit untuk diikuti dan tidak
logis. Delusi dari tahap sebelumnya menjadi lebih aneh dan sekitar 1/3 individu dengan episode manik
pada tahap ini akan muncul halusinasi, terutama pada individu dengan gangguan bipolar. Tahapan-
tahapan pada episode manik ini penting untuk diperhatikan sehingga evaluasi tingkat keparahan
individu dengan episode manik dapat dilakukan.
Berbeda dengan episode manik, episode depresi menonjolkan perasaan sangat sedih dan
kehilangan, rasa penyesalan dan merasa tidak memiliki harapan, hingga kehilangan ketertarikan untuk
melakukan aktivitas. Semua hal dirasakan menjadi tidak menarik, membosankan bagi individu dengan
episode ini. Depresi berat hampir selalu menyebabkan terjadinya perubahan pola tidur, antara menjadi
insomnia atau sulit tidur hingga hypersomnia atau tidur terlalu banyak, sehingga dapat dilihat seseorang
yang depresi menunjukkan ritme rutinitas yang aneh dan tidak biasa dari pola tidurnya dan perubahan
mood sepanjang hari. Pada episode depresi, seseorang juga dapat mengalami delusi, dimana individu
tersebut mempercayai bahwa sesuatu yang sangat buruk atau menakutkan dapat terjadi kepada dirinya
arau sekitar dirinya. Contoh delusi yang terjadi seperti delusi paranoid, sebagai sebuah keyakinan
bahwa akan terjadi bahaya atau kekuatan jahat, hal ini membuat individu yang memiliki episode depresi
mayor sering memiliki pikiran atau perilaku bunuh diri. Gangguan halusinasi juga dapat terjadi pada
individu dengan episode depresi berat meskipun tidak sesering ditemukan pada episode manik.

Berdasarkan DSM-V (The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth
Edition), kiteria episode manik dan episode depresif terbagi menjadi:

Episode Manik

A. Keadaan yang jelas ditandai adanya suasana perasaan/mood yang abnormal, meningkat,
ekspansif, dan iritabel; adanya peningkatan aktivitas bertujuan atau energi yang abnormal dan
persisten, paling sedikit sudah dialami selama 1 minggu dan terjadi sepanjang hari, hampir
setiap hari
B. Selama periode terjadinya gangguan mood dan peningkatan energi atau aktivitas, tiga (atau
lebih) dari gejala yang mengikuti (empat, jika mood hanya iritabel) didapatkan dengan derajat
yang berbeda dan menunjukkan adanya perubahan perilaku dari biasanya: harga diri yang
meningkat atau kebesaran, kebutuhan tidur menurun, lebih banyak berbicara dari biasanya atau
adanya dorongan untuk selalu berbicara, Flight of ideas atau individu secara subyektif
merasakan percepatan pikiran, distraktibilitas, peningkatan dalam aktivitas yang bertujuan atau
agitasi psikomotor, keterlibatan yang berlebihan pada aktivitas yang beresiko tinggi merugikan
individu.
C. Gangguan mood, yang dapat menyebabkan lemahnya fungsi sosial atau pekerjaan sehingga
membutuhkan perawatan dirumah sakit untuk mencegah bahaya terhadap individu tersebut
maupun orang lain, terutama jika ada gangguan psikosis
D. Episode ini tidak berhubungan dari efek psikologi substansi tertentu seperti penyalah gunaan
obat atau kondisi medis lainnya

Episode Depresi Berat


A. Lima (atau lebih) dari gejala berikut sudah dialami selama 2 minggu dan menunjukkan
perubahan dari fungsi sebelumnya, paling sedikit salah satu dari: (1) mood terdepresi (2)
hilangnya keinginan atau kesenangan. Gejala ini meliputi:
a. Mood terdepresi sepanjang hari, hampir setiap hari berdasarkan pengamatan orang
lain (bukan subjektif);
b. Berkurangnya keinginan atau kesenangan pada semua, atau hampir semua aktivitas
sepanjang hari, hampir setiap hari, penurunan berat badan yang signifikan
ketika tidak berdiet atau tidak bertambahnya berat badan (perubahan lebih dari 5 %
berat badan selama satu bulan, atau berkurangnya atau meningkatnya nafsu makan
hampir setiap hari;
c. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari; agitasi psikomotor atau retardasi hampir
setiap hari yang diamati oleh orang lain dan bukan perasaan subyektif;
d. Rasa gelisah; kelelahan atau berkurangnya energi hampir setiap hari; perasaan tidak
berguna, menyalahkan diri sendiri (delusi) hampir setiap hari;
e. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi hampir setiap hari;
f. Pikiran ingin mengakhiri hidup atau percobaan bunuh diri.
Semua gejala ini dapat menyebabkan gangguan klinis yang signifikan, memperburuk fungsi
sosial, pekerjaan, atau fungsi lainnya dan tidak berhubungan dengan efek psikologi dari substansi atau
kondisi medis lain.

Referensi
1. N. Amir Buku Ajar Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi kedua. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia
2. Sadock BJ and Sadock VA Kaplan & Sadock s synopsis of psychiatry: Behavioral
sciences/clinical psychiatry.10th edition. Philadelphia: Lippincott. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik FK UI Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
3. Mondimore FM. Bipolar disorder-a guide for patients and families. 2nd ed. Baltimore: The
John Hopkins University Press; 2006
4. American psychiatric association (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorder
edition “DSM 5”. Washington DC.

Anda mungkin juga menyukai