Css Kejang Demam

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

CLINICAL SCIENCE SESSION

KEJANG DEMAM

Disediakan oleh:
Suhailah Binti Zaharudin 1301-1211-3578
Noor Sahida Binti Ishak 1301-1211-3528

Perseptor
Tisnasari Hafsah, dr., SpA, M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT ANAK


RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2012
KEJANG DEMAM

PENDAHULUAN
Kejang disertai demam merupakan kejang yang paling sering pada anak, sebagian
besar mempunyai prognosis yang baik tetapi dapat menjadi keadaan yang serius apabila
setiap anak kejang disertai demam harus mendapat pemeriksaan yang teliti untuk mencari
penyebab demam terutama pada anak yang mengalami kejang demam pertama kali.
Kejang demam biasanya terjadi pada usia 6 bulan - 5 tahun dengan insidensi puncaknya
pada usia 18-22 bulan, dengan frekuensi laki-laki lebih sering dibanding perempuan
dengan perbandingan 1,4: 1 sampai 1,2:1. terdapat 2,4% anak pernah mengalami kejang
demam sebelum usia 5 tahun , dimana di negara-negara Asia angka kejadian lebih tinggi
(7% di Jepang).

DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikkan suhu tubuh
>38ºC yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (tanpa disertai adanya infeksi
Susunan Saraf Pusat). Hal ini dapat terjadi pada 2,5 % anak. Kejang demam biasanya
terjadi pada usia 6 bulan - 5 tahun (age dependent). Kejang disertai demam pada anak
yang pernah mengalami kejang tanpa demam tidak termasuk ke dalam kejang demam.
Tidak ada nilai ambang untuk dapat terjadinya kejang demam. Selama anak
mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan
kaki, atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya.

KLASIFIKASI KEJANG DEMAM


Kejang demam secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis:
1. Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
2. Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)

Kejang demam sederhana


Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam.

Kejang demam kompleks


Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang
umum yang didahului kejang parsial.
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di antara 2
bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak yang
mengalami kejang demam.

FAKTOR RESIKO
Faktor resiko utama kejang demam adalah usia, demam dan genetik. Panas pada
kejang demam sering disebabkan oleh ISPA, otitis media, diare, dan 1SK. Demam setelah
imunisasi dapat menyebabkan kejang. Imunisasi yang sering menyebabkan kejang
demam adalah pertusis dan campak dan biasanya terdapat faktor resiko genetik.
Sebagian besar kejang demam muncul pada 24 jam pertama panas, biasanya terjadi saat
akselerasi panas badan meningkat. 75% anak mengalami kejang demam aada saat suhu
tubuh mencapai 39ºC dan 25% saat tubuh 40ºC. Anak yang mengalami kejang demam
pada suhu yang relatif rendah mempunyai resiko mengalami kejang demam multiple dan
harus mendapat pengawasan.
Kejang Demam jarang terjadi pada usia diatas 5-7 tahun. Tetapi kejang demam
pada usia <6 bulan sering dapat dibuktikan bukan kejang demam, melainkan meningitis.
Anak yang mengalami kejang disertai demam harus dicurigai meningitis bakterialis.
Frekuensi kejang demam meningkat pada keluarga dengan riwayat kejang
demam, anak yang mempunyai saudara kandung kejang demam mempunyai resiko 2-3x
lebih besar. Telah ditemukan beberapa lokus pada kromosom 8q, 2q22-23,dp sebagai
penyebab kejang demam.

ETIOLOGI
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan infeksi saluran penapasan atas, otitis media, pneumonia, roseola
(menyebabkan kelopak mata membengkak dan bercak-bercak di tubuh),gastroenteritis,
infeksi otak dan batang tulang belakang (sistem saraf pusat) seperti
meningitis/encephalitis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu
yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.
Kemungkinan terjadinya kejang demam dapat juga terjadi dimana suhu meningkat
setelah anak diimunisasi. Kejang demam merupakan efek samping dari imunisasi yang
sangat jarang, tetapi mungkin terjadi di hari yang sama saat anak mendapatkan vaksinasi
DTP atau 14 hari setelah anak mendapatkan vaksinasi MMR. Namun begitu, kejang
demam dapat disebabkan oleh demam yang berbarengan dengan vaksinasi dan bukan
disebabkan oleh vaksinasinya.

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini masih belum jelas. Biasanya keiang
demam terjadi pada anak-anak di masa pertumbuhan pada saat ambang kejang masih
rendah. Pada masa ini anak beresiko terkena infeksi sepert ISPA, otitis media, sindrom
infeksi virus yang memberikan reaksi dengan kenaikan suhu tubuh yang menginduksi
pengeluaran interleukin 1 yang menyebabkan hipereksitabilitas dari neuron.
Kejang demam yang terjadi >20 menit walaupun tidak menimbulkan kematian
pada sel, Namun dapat menimbulkan perubahan yang lama pada H-channel. H-channel
adalah channel kation teraktifasi hiperpolarisasi yang diebut juga Pacemaker channel
yang dapat bersifat menginhibisi atau mengeksitasi. Perubahan ini berhubungan dengan
kerentanan terjadinya kejang.
MANIFESTASI KLINIK
Sebagian besar kejang demam adalah umum tonik-klonik, orang tua sering
melaporkan bentuk kejang adalah kaku, kelojotan, napas berhenti, tatapan mata kosong,
kebiruan/pucat dan mengompol, diikuii oleh periode post-iktal singkat (tidur/mengantuk).
Kejang demam tidak pernah dilaporkan bentuk mioklonik, spasme atau nonkonvulsive.
Berdasarkan manifestasi klinisya kejang demam dapat dibagi dua, yaitu:
1. Kejang demam sederhana: bentuk kejang umum, durasi singkat <15 menit diikuti
oleh periode post iktal singkat, dan tidak berulang dalam 24 jam/episode penyakit.
2. Kejang demam kompleks apabila ditemukan salah satu dari:
 Bentuk kejang fokal
 Durasi >15 menit
 Berulang lebih dari Ix dalam 24 jam/episode penyakit
Sebagian besar kejang demam adalah sederhana dan 1 /3 nya kompleks. Sekitar
7,4% durasi kejang >15 menit dan 4,3 % 20 menit. Sebagian anak (0,4%) dengan kejang
fokal dapat mengalami Todd hemiplegi yang bersifat sementara dan akan normal kembali
dalatn beberapa jam, namun dapat juga dalam beberapa hari.
Kejang demam komplek biasanya terdapat pada anak yang mengalami
perkembangan terlambat atau dengan kelainan neurologik dam mempunyai resiko kejang
demam berulang lebih tinggi dibanding kejang demam sederhana. Kejang demam
kompleks mempunyai resiko lebih tinggi menjadi epilepsi dikemudian hari.
Sekitar 30-40% anak kejang demam mengalami kejang demam berulang pada
tahun pertama, resiko untuk kejang demam berulang adalah apabila:
1. Kejang demam pertama terjadi pada usia <1 tahun
2. Adanya riwayat keluarga kejang demam
3. Waktu yang singkat antara onset demam dengan dengan kejang dan suhu relatif
tidak tinggi
*) Gabungan dari beberapa faktor diatas dapat meningkatkan resiko kejang demam
berulang dari 15% pada yang tanpa resiko menjadi 30% bila ada satu faktor dan menjadi
40% bila lebih dari satu faktor resiko.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam ditegakkan hanya setelah dapat menyingkirkan
kemungkinan lain penyebab kejang seperti infeksi susunan saraf pusat, lesi susunan saraf
pusat, gangguan metabolisme, dan gangguan elektrolit.
Sesuai dengan klasifikasi kejang demam, maka diagnosis kejang demam
kompleks ditegakkan apabila ditemukan salah satu dari :
- Kejang berlangsung lama (> 15 menit)
- Kejang fokal atau parsial atau kejang umum diawali kejang fokal
- Kejang berulang (> 2 kali dalam 24 jam)
Sedangkan kejang demam sederhana apabila ditemukan :
- Durasi singkat (< 15 menit), dan umumya akan berhenti sendiri
- Bentuk kejang umum dan atau klonik, tanpa gerakan fokal
- Kejang tidak berulang dalam 24 jam atau episode penyakit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang
berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama
terjadi pada 8% kejang demam.
Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului
parsial. Kejang berulang adalah kejang lebih dari 2 kali dalam 1 hari, dan di antara
bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% kejang demam.

PEMER1KSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam,
tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan yaitu:
a. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, trombosit, dan hitung jenis leukosit
b. Elektrolit: Na, K, Ca, Cl
c. Glukosa darah.
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Indikasi
pemeriksaan pungsi lumbal yaitu :
 Bayi < 12 bulan sangat dianjurkan untuk dilakukan pungsi lumbal.
 Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan.
 Bayi > 18 bulan tidak perlu dilakukan kecuali jika dicurigai meningitis seperti
ditemukannya rangsang meningeal yang positif.

Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam.
Oleh karenanya tidak direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada
keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak
usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan)
atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya
atas indikasi seperti :
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis CN VI
3. Papiledema

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada saat Kejang
Biasanya kejang berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang, kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam intra vena (dosis 0,3-0,5 mg/KgBB) perlahan-
lahan dengan kecepatan 1-2 mg/ menit atau dalam waktu 3-5 menit dengan dosis
maksimal 20 mg. Obat yang dapat diberikan di rumah atau orang tua yaitu diazepam per
rektal (0,5-0,75mg/KgBB) atau 5mg untuk anak dengan berat badan < 10 Kg dan 10 mg
untuk anak berat badan >10 Kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di
bawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Bila kejang masih
berlangsung setelah pemberian diazepam per rektal, maka dapat diulangi lagi pemberian
diazepam dengan cara dan dosis yang sama dengan interval 5 menit.
Bila setelah dua kali pemberian diazepam per rektal kejang masih berlangsung,
anak langsung dibawa ke rumah sakit dan diberikan diazepam intra vena dengan dosis
0,3-0,5 mg/Kg BB.
Bila setelah pemberian intravena kejang masih berlangsung maka diberikan
fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/KgBB/kali dengan kecepatan 1 mg/ KgBB/menit
atau kurang dari 50 mg/menit.
Bila kejang telah berhenti maka dosis fenitoin diturunkan menjadi 4-8
mg/KgBB/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum
berhenti, maka pasien harus dirawat di ruang intensif.
Bila kejang telah berhenti pemberian obat selanjutnya dilakukan sesuai dengan
jenis demam kejang apakah kejang demam kompleks maupun sederhana dan faktor
risiko.

Pemberian obat pada saat Demam


Anti piretik
Tidak ditemukan bahwa pemberian antipiretik dapat menurunkan risiko terjadinya
kejang demam. Namun para ahli Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat
diberikan yaitu parasetamol dengan dosis 10-15 mg/KgBB/kali diberikan 4 kali sehari
dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis ibuprofen yaitu 5-10 mg/KgBB/kali, 3-4 kali sehari.
Pemberiaan asam asetil salisilat tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan Reye
Sindrom pada anak 18 bulan (walaupun jarang).

Anti konvulsan
Pemakaian diazepam per oral dengan dosis 0,3 mg/KgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30-60% kasus, begitu pula
pemberiaan diazepam per rektal dosis 0,5 mg/KgBB setiap 8 jam pada suhu >38,5 C.
Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel, dan sedasi yang cukup
berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital, karbainazepin, dan fenitoin pada saat demam tidak berguna untuk
mencegah kejang demam.

Pemberian Obat Rumat


Indikasi pemberian obat rumat yaitu :
1. Kejang lama > 15 menit.
2. Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum ataupun sesudah kejang,
misalnya hemiparesis.
3. Kejang fokal
4. Pengobatan rumat dipertimbangkanjika:
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan
 Kejang > 4 kali per tahun

Jenis anti konvulsan untuk pengobatan rumat


Pemberian fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif menurunkan risiko
berulangnya kejang. Pemberian fenobarbital (dosis 3-4 mg/KgBB/hari dalam 1-2 dosis)
setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kognitif pada 40-50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat (dosis 1 5-40 mg/KgBB/ hari dalam 2-3 dosis) pada
sebagian kecil kasus terutama pada yang berusia < 2 tahun asam valproat dapat
menimbulkan gangguan fungsi hati.
Lama pengobatan aural yaitu selama 1 tahun bebas kejang kemudian dihentikan
secara bertahap selama 1 -2 bulan.

PROGNOSIS
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus yang biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus bila terdapat faktcr
resiko sebagai berikut :
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah
80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang
demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada
tahun pertama.
Sedangkan faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama.
2. Kejang demam kompleks.
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4-6%, kombinasi dari faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi
menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian
obat rumat pada kejang demam.

EDUKASI
Pemberian edukasi kepada orang tua dapat berupa konseling :
1. Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya memiliki prognosis baik
2. Memberitahukan bagaimana cara penanganan kejang
3. Memberikan infornasi mengenai kemungkinan kejang yang berulang
4. Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif namun perlu
dipertimbangkan adanya efek samping obat.
Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
1. Tetap tenang dan tidak panik
2. Kendorkan pakaian yang ketat terutama di daerah leher
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring, bersihkan
muntahan atau lendir pada hidung atau mulut. Walaupun kemungkinan lidah
tergigit jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti.
7. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.

Vaksinasi
Sejauh in tidak ada kontra indikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak
yang mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang.
Angka kejadian pasca vaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi
sedangkan setelah vaksinasi MMR 25-34 per 100.000. Dianjurkan untuk memberikan
diazepam oral atau rektal bila anak demarn, terutama setelah vaksinasi DPT atau MMR.
Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi ke-3. Bandung: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSU Dr. Hasan
Sadikin Bandung. 2005: 437-463.

2. Behrrnan RE., Klieginan RM., and Jenson HB. Nelson Texbook of Pediatrics.
Philadelphia, 17lh ed. Pennsylvania: W.B Sauncler Company, 2004.

3. Stephenson JBP. Fits and Faints. Philadelphia : Lippincot. 1999

4. Menkes JH., Sarnat HB., and Maria BL eds. Child Neurology. 7th ed. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins, 2000.

5. Price SA, Wilson Me Carry L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.


Jilid I. Edisi ke«4, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC,1994.

6. Pusponegoro, Hardiono D, Dwi Putro Widodo, dan Sofyan Ismail. Konsensus


Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: 2006

7. Rudolph AM., Hoffinan JIE, and Rudolph CD eds. Rudolph's Pediatrics. 19Ul ed.
Norwalk, Connecticut: Appleton & Lange: 1991.

8. Swaiman KF., Ashwais, and Ferriero DM. Pediatric Nerurology Principle &
Practice, Elsevier: Mosby. 2006.

Anda mungkin juga menyukai