Metode Belajar Discovery Learning
Metode Belajar Discovery Learning
Discovery Learning
Berikut ini beberapa pengertian discovery learning dari beberapa sumber buku:
Menurut Hosnan (2014:282), discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan
cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh
akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar
berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi.
Menurut Kurniasih, dkk (2014:64), Model discovery learning adalah proses pembelajaran yang
terjadi bila pelajaran tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya,tetapi diharapkan
siswa mengorganisasikan sendiri. Discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian
data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.
Menurut Sund, discovery learning adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Proses mental tersebut antara lain mengamati,
mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur,
membuat kesimpulan dan sebagainya (Suryasubrata, 2002:193).
Menurut Ruseffendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum
diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Menurut Asmui (2009:154), metode Discovery Learning adalah suatu metode untuk
mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yng diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah untuk
dilupakan siswa.
1
Menurut Suprihatiningrum (2014:244), terdapat dua cara dalam pembelajaran penemuan
(Discovery Learning), yaitu:
Pembelajaran penemuan bebas (Free Discovery Learning) yakni pembelajaran penemuan tanpa
adanya petunjuk atau arahan.
Bentuk metode pembelajaran Discovery Learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu
arah atau komunikasi dua arah bergantung pada besarnya kelas, yang dijelaskan lebih detail
sebagai berikut (Oemar Hamalik, 2009:187):
Sistem satu arah. Pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah yang dilakukan guru.
Struktur penyajiannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di
depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah, dan kemudian memecahkan masalah tersebut
melalui langkah-langkah discovery.
Sistem dua arah. Sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaanpertanyaan
guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat
atau benar.
Menurut Hosnan (2014), ciri atau karakteristik Discovery Learning adalah (1) mengeksplorasi
dan memecahkan masalah untuk menciptakan, mengabungkan, dan menggeneralisasi
pengetahuan; (2) berpusat pada siswa; (3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru
dan pengetahuan yang sudah ada.
Sedangkan menurut Bell, metode Discovery Learning meliliki tujuan melatih siswa untuk
mandiri dan kreatif, antara lain sebagai berikut (Hosnan, 2014):
Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika
penemuan digunakan.
Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit
mauun abstrak, juga siswa banyak meramalkan (extrapolate) informasi tambahan yang
diberikan.
Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya
jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
2
Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif,
saling membagi informasi, serta mendengar dan mneggunakan ide-ide orang lain.
Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.
a. Orientation
Guru memberikan fenomena yang terkait dengan materi yang diajarkan untuk memfokuskan
siswa pada permasalahan yang dipelajari. Fenomena yang ditampilkan oleh guru membuat guru
mengetahui kemampuan awal siswa. Tahap orientation melibatkan siswa untuk membaca
pengantar dan atau informasi latar belakang, mengidentifikasi masalah dalam fenomena,
menghubungkan fenomena dengan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Sintaks orientation
melatihkan kemampuan interpretasi, analisis dan evaluasi pada aspek kemampuan berpikir
kritis. Produk dari tahapan orientation dapat digunakan untuk tahapan yang lainya terutama
tahapan hypothesis generation dan conclusion.
b. Hypothesis Generation
Informasi mengenai fenomena yang didapatkan pada tahapan orientation digunakan pada
tahapan hypothesis generation. Tahapan hypothesis generation membuat siswa merumuskan
hipotesis terkait permasalahan. Siswa merumuskan masalah dan mencari tujuan dari proses
pembelajaran. Sintaks hypothesis generation melatihkan kemampuan interpretasi, analisis,
evaluasi dan inferensi. Masalah yang telah dirumuskan diuji pada tahapan hypothesis testing.
c. Hypothesis Testing
Hipothesis yang dihasilkan pada tahapan hypothesis generation tidak dijamin kebenaranya.
Pembuktian terhadap hipotesis yang dibuat oleh siswa dibuktikan pada tahapan hypothesis
testing. Tahapan pengujian hipotesis siswa harus merancang dan melaksanakan eksperimen
untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan, mengumpulkan data dan
mengkomunikasikan hasil dari eksperimen. Sintaks hypothesis testing melatihkan kemampuan
regulasi diri, evaluasi, analisis, interpretasi dan penjelasan.
3
d. Conclusion
Kegiatan siswa pada tahapan conclusion adalah meninjau hipotesis yang telah dirumuskan
dengan fakta-fakta yang telah diperoleh dari pengujian hipotesis. Siswa memutuskan fakta-
fakta hasil pengujian hipotesis apakah sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan atau
siswa mengidentifikasi ketidaksesuaian antara hipotesis dengan fakta yang diperoleh dari
pengujian hipotesis. Tahapan conclusion membuat siswa merevisi hipotesis atau mengganti
hipotesis dengan hipotesis yang baru. Sintaks conclusion melatihkan kemampuan
menyimpulkan, analisis, interpretasi, evaluasi dan penjelasan.
e. Regulation
Suherman, dkk (2001:179) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan atau keunggulan metode
Discovery Learning, yaitu:
Siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir.
Siswa memahami benar bahan pelajarannya, sebab mengalami sendiri proses menemukannya.
Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama untuk diingat.
Menemukan sendiri bisa menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorongnya untuk
melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat.
Siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu
mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks.
Sedangkan menurut Kurniasih, dkk (2014:64-65), metode Discovery Learning juga memiliki
beberapa kelemahan atau kekurangan, antara lain sebagai berikut:
4
Metode ini menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang
kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan
antara konsep- konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan
frustasi.
Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karna membutuhkan waktu
yang lama untuk membantu mereka menemukan teori untuk pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan siswa
dan guru yang telah terbiasa dengan cara- cara belajar yang lama.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa.
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa
karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
5
Bentuk metode pembelajaran Discovery Learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu
arah atau komunikasi dua arah bergantung pada besarnya kelas, yang dijelaskan lebih detail
sebagai berikut “Oemar Hamalik, 2009:187”:
Sistem arah pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah yang dilakukan guru.
Struktur penyajiannya dalam bentuk usaha merangsang siswa melakukan proses discovery di
depan kelas. Guru mengajukan suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut
melalui langkah-langkah discovery.
Sistem dua arah, sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan
guru. Siswa melakukan discovery, sedangkan guru membimbing mereka ke arah yang tepat
atau benar.
Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.
Sedangkan menurut Bell, metode Discovery Learning memiliki tujuan melatih siswa untuk
mandiri dan kreatif, antara lain sebagai berikut “Hosnan, 2014”:
Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran.
Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika
penemuan digunakan.
Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola dalam situasi konkrit
maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan “extrapolate” informasi tambahan yang
diberikan.
Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya
jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif,
saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
6
Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasilkan dalam situasi belajar yang baru.
1961 - Jerome Bruner, an American psychologist, introduces the Discovery Learning Model.
Check the Instructional Design Models and Theories: The Discovery Learning Model article and
presentation to find more.
Instructors should guide and motivate learners to seek for solutions by combining existing and
newly acquired information and simplifying knowledge. This way, learners are the driving force
behind learning, take an active role and establish broader applications for skills through
activities that encourage risks, problem-solving and probing.
7
Instructors should allow participants to work either alone or with others, and learn at their own
pace. This flexibility makes learning the exact opposite of a static sequencing of lessons and
activities, relieves learners from unnecessary stress, and makes them feel they own learning.
Instructors should teach learners how to combine prior knowledge with new, and encourage
them to connect to the real world. Familiar scenarios become the basis of new information,
encouraging learners to extend what they know and invent something new.
Learning doesn’t only occur when we find the right answers. It also occurs through failure.
Discovery learning does not focus on finding the right end result, but the new things we
discover in the process. And it’s the instructor’s responsibility to provide feedback, since
without it learning is incomplete.
The discovery learning educational sessions should be well-designed, highly experiential and
interactive. Instructors should use stories, games, visual aids and other attention-grabbing
techniques that will build curiosity and interest, and lead learners in new ways of thinking,
acting and reflecting.
The techniques utilized in Discovery Learning can vary, but the goal is always the same, and that
is the learners to reach the end result on their own. By exploring and manipulating situations,
struggling with questions and controversies, or by performing experiments, learners are more
likely to remember concepts and newly acquired knowledge.
Implement the Discovery Learning Model with the Best Authoring Tool!
Discover, choose and compare the top eLearning Authoring Tools Providers!
8
It encourages motivation, active involvement, and creativity
However, as all models, it has also few drawbacks that can be summarized as follows:
It needs a solid framework, because the endless wandering and seeking for answers might be
confusing.
It shouldn’t be used as a main instruction method, because it has limitations in practice and
might produce inadequate education.
Instructors need to be well prepared and anticipate the questions they may receive, and be
able to provide the right answers or guidelines.
At a certain level, it rejects the idea that there are significant skills and knowledge that all
learners should need to learn.
A New Instructional Design Model Will Be Added Every Week! You are more than welcome to
let us know if you would like us to cover an instructional design model and theory that is not
included at the Instructional Design Models and Theories. Simply leave a comment at the
Instructional Design Models and Theories.
References
Discovery Learning
9
Pengertian Discovery Learning, Ciri-ciri, dan Sintak Dalam Pembelajaran
Amongguru.com. Discovery learning atau pembelajaran penemuan adalah salah satu model
pembelajaran yang sesuai diterapkan dalam Kurikulum 2013.
Model discovery learning merupakan model pembelajaran dalam bentuk pemahaman konsep,
arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
Di dalam discovery learning, peserta didik diminta mengorganisasi sendiri pembelajaran. Model
pembelajaran ini pertama kali dikemukakan oleh Bruner.
Ide dasar Bruner adalah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan
aktif dalam pembelajaran di kelas.
Discovery learning dilakukan dalam bentuk kegiatan, seperti observasi, klasifikasi, pengukuran,
dan prediksi. Kegiatan tersebut dinamakan cognitive process.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan
lingkungan, yaitu : enactive, iconic, dan symbolic.
Pada tahap enaktive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk memahami
lingkungan sekitarnya.
10
Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya, anak menggunakan pengetahuan motorik,
misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan
visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk
perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang
sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika.
Di dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika,
matematika, dan sebagainya.
Terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk menerapkan discovery learning, yaitu sebagai
berikut.
Pembelajaran penemuan bebas adalah pembelajaran penemuan tanpa adanya petunjuk atau
arahan guru.
11
Discovery learning dapat dilaksanakan dalam komunikasi satu arah atau komunikasi dua arah.
Sistem pendekatan satu arah jika penyajiannya dalam bentuk merangsang peserta didik untuk
memecahkan masalah yang diajukan guru melalui langkah-langkah discovery.
Sistem pendekatan dua arah, jika melibatkan peserta didik dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan Guru, melakukan discovery, dan guru membimbing ke arah jawaban atau
penyelesaian masalah yang benar.
Di dalam proses penemuan, peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran, sehingga partisipasi banyak didik dalam pembelajaran meningkat.
Pelalui pembelajaran dengan penemuan, peserta didik belajar menemukan pola dalam situasi
konkrit maupun abstrak.
Peserta didik belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan
tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
Pembelajaran dengan penemuan akan membantu peserta didik membentuk cara kerja bersama
yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih
mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasilkan dalam situasi belajar yang baru.
Pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsipal antara model discovery learning dengan
inquiry (inkuiri).
12
Keduanya sama-sama menekankan pada penemuan konsep yang sebelumnya tidak diketahui
oleh peserta didik.
Perbedaannya adalah pada Discovery Learning, masalah yang berikan kepada peserta didik
adalah masalah yang direkayasa oleh guru, sedangkan pada inkuiri masalahnya bukan hasil
rekayasa.
Dengan demikian, peserta didik harus mampu mengerahkan seluruh pikiran dan
keterampilannya untuk mendapatkan temuan-temuan di dalam masalah tersebut melalui
serangkaian proses penelitian.
Pengetahuan yang diperoleh melalui model pembelajaran penemuan sangat ampuh, karena
menguatkan pengertian dan ingatan
Menimbulkan rasa senang pada peserta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya
sendiri.
Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akal
dan motivasi sendiri.
Berpusat pada peserta didik dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan.
Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide secara lebih baik.
Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
13
Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
Kemungkinan peserta didik belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
Bagi peserta didik yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau
mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan.
Tidak efisien untuk mengajar jumlah peserta didik yang banyak, karena membutuhkan waktu
lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan peserta
didik dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para peserta didik
Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berpikir yang akan ditemukan oleh peserta
didik karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.
Pada tahap ini peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan pertanyaan,
kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk
menyelidiki sendiri.Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan
pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada
persiapan pemecahan masalah.
14
2. Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah)
Setelah dilakukan stimulasi, langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan
dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk
hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).
Permasalahan yang dipilih selanjutnya dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis,
yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan.
Ketika eksplorasi sedang berlangsung, guru memberi kesempatan kepada para peserta didik
untuk mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan
benar tidaknya hipotesis.
Dengan demikian peserta didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai
informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber,
melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Konsekuensi dari tahap ini adalah peserta didik belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu
yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi.
Secara tidak disengaja peserta didik telah menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang
telah dimiliki.
Semua informasi hasil bacaan, wawancara, dan observasi selanjutnya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu.
Berdasarkan generalisasi tersebut, peserta didik akan mendapatkan pengetahuan baru tentang
alternatif jawaban atau penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis.
5. Verification (Pembuktian)
15
Pada tahap ini, peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan
hasil data processing.
Pembuktian bertujuan agar proses belajar berjalan dengan baik dan kreatif. Guru akan
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan
atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.
Tahap generalisasi atau tahap penarikan simpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan
yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama,
dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Baca juga : Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Langkah Penerapannya.
Demikian ulasan mengenai pengertian model Discovery Learning, ciri-ciri, dan sintak dalam
pembelajaran. Terima kasih sudah berkunjung dan semoga bermanfaat.
16
KONSEP DAN SINTAK DISCOVERY LEARNING
Sumber : clipartkids.com
Konsep Discovery learning adalah suatu model dan strategi pembelajaran yang fokus pada
keaktifan siswa dan pemberian pengalaman belajar secara langsung (Dewey, 1916/1997;
Piaget, 1954, 1973). Sementara, Bicknell-Holmes and Hoffman (2000) mendeskripsikan
discovery learning sebagai (1) eksplorasi dan penyelesaian masalah dengan menciptakan,
mengintegrasikan, dan menggeneralisasikan pengetahuan; (2) berpusat pada siswa dengan
aktifitas yang menyenangkan; dan (3) mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan
pengetahuan siswa sebelumnya.
Discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan problem solving.
Perbedaannya adalah discovery learning menekankan pada penemuan konsep atau prinsip
yang sebelumnya tidak diketahui dengan fokus masalah yang direkayasa oleh guru. Sementara
pada inkuiry, fokus masalah tidak direkayasa sehingga siswa harus mengerahkan seluruh
pengetahuan dan keterampilan untuk mendapatkan temuan dalam masalah tersebut melalui
proses penelitian. Pada problem solving pembelajaran lebih ditekankan terhadap kemampuan
menyelesaikan masalah (Kemendikbud, 2014).
Bruner mengatakan proses belajar memerlukan partisipasi aktif dari tiap siswa, dan mengenal
adanya perbedaan kemampuan. Untuk menunjang proses belajar perlu lingkungan yang
memfasilitasi rasa ingin tahu siswa pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery
learning environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-
penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan yang sudah diketahui.
Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses belajar dapat berjalan dengan baik
dan lebih kreatif (Kemendikbud, 2014).
17
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul
keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru juga dapat memulai dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi
belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan.
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran berdasarkan hasil stimulasi, kemudian
salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah).
Ketika eksplorasi berlangsung, guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis. Tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar
tidaknya hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan
nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya.
Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para
siswa baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil
bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan,
ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat
kepercayaan tertentu
e. Verification (Pembuktian)
Tahap ini memberikan kesempatan siswa untuk melakukan pemeriksaan secara cermat dalam
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif,
dihubungkan dengan hasil data processing. Menurut Bruner, proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupannya.
18
f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap ini adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.
Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
Kelebihan dan kelemahan model discovery learning menurut Hamalik (1986 dalam Ajiji, 2012)
2) Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh karena
kelemahan dalam pengertian, ingatan dan transfer.
3) Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
4) Metode ini memungkinkan siswanya dengan cepat dan sesuai dengan kecepatan sendiri.
6) Metode ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
7) Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-
gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi
diskusi.
1) Metode ini berdasarkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa
yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan
hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi. Di pihak lain justru menyebabkan akan timbulnya kegiatan diskusi.
19
2) Metode ini tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena
membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan
masalah lainnya.
3) Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan dengan
siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
5) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang
dikemukakan oleh para siswa
Balım, A., G. 2009. The Effects of Discovery Learning on Students’ Success and Inquiry Learning
Skills. Egitim Arastirmalari-Eurasian Journal of Educational Research, (35): 1-20.
Dewey, J. 1997. Democracy and education. New York: Simon and Schuster. (Original work
published 1916) Piaget, J. (1954). Construction of reality in the child. New York: Basic Books.
Gijlers, H., de Jong, T. 2005. The relation between prior knowledge and students’ collaborative
discovery learning processes. Journal of Research in Science Teaching, (42): 264-282.
Hammer, D. 1997. Discovery learning and discovery teaching. Cognition and Instruction, 15(4):
485-529.
20
Ikra. 2014. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum
2013. (Online). (http://ikrapuncak.blogspot.com/2014/09/pembelajaran-berbasis-
penemuan.html, diakses tanggal 24 April 2015).
Kemendikbud. 2014. Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran
2014/2015. Jakarta: BPSDMP dan PMP.
Kipnis, N. 2007. Discovery in science and in science education, Science & Education, (16): 883-
920.
Lee, O., Hart, J. E., Cuevas, P. & Enders, C. 2004. Professional development in inquiry based
science for elementary teachers of diverse student groups. Journal ofResearch in Science
Teaching, 41(10): 1021-1043.
21